Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arief Fatkhur Rohman
Abstrak :
Penggunaan antibiotik yang tinggi pada pasien sepsis dapat memicu penggunaan antibiotik yang tidak rasional. Upaya untuk memaksimalkan penggunaan antibiotik yang rasional merupakan salah satu tanggung jawab apoteker. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas dan kuantitas penggunaan antibiotik pada pasien sepsis di ruang rawat Intensive care unit (ICU) dengan metode Gyssens dan ATC/DDD dan mengevaluasi pengaruh intervensi apoteker dalam meningkatkan kualitas penggunaan antibiotik dan outcome terapi. Penelitian dilakukan secara prospektif selama periode Agustus-November 2018 dengan menggunakan rancangan studi pra eksperimen one grup pretest-posttest. Rekomendasi diberikan kepada penulis resep terhadap masalah ketidaktepatan penggunaan antibiotik yang ditemukan. Evaluasi kualitatif dengan metode Gyssens diperoleh hasil bahwa penggunaan antibiotik pada pasien sepsis yang rasional sebesar 85,09 % dan yang tidak rasional sebesar 14,91 %. Jenis antibiotik, jenis terapi antibiotik, jumlah antibiotik  dan lama penggunaan antibiotik berpengaruh terhadap kualitas penggunaan antibiotik. Intervensi meningkatkan ketepatan penggunaan antibiotik (0 % menjadi 64,71 %), menurunkan masalah pemilihan antibiotik (88,24 % menjadi 32,35 %), masalah lama pemberian antibiotik (5,88 % menjadi 0 %) dan masalah rute pemberian obat (5,88 % menjadi 0 %). Kualitas penggunaan antibiotik yang rasional dan yang tidak rasional berpengaruh terhadap hasil terapi. Kuantitas penggunaan antibiotik sebesar 63,84 DDD/patient-day dengan nilai terbesar pada antibiotik meropenem yaitu 32,91 DDD/patient-day.
High use of antibiotics in sepsis patients can lead to irrational use of antibiotics. Pharmacist has responsibility to improve appropriate antibiotics usage. This study was proposed to evaluate quality and quantity of antibiotics usage in sepsis patients in the Intensive care unit (ICU) ward with the Gyssens and ATC/DDD methods and evaluate whether intervention of pharmacy can improve quality of antibiotics usage and therapy outcome. The study was conducted prospectively during the period August - November 2018 using pre experiment one grup pretest-posttest design. Recommendations were given to prescribers to solve the problems of inappropriate antibiotics usage. Qualitative evaluation using that about 85.09 % antibiotic prescriptions were appropriate, and 14.91 % were inappropriate. Type of antibiotics, type of antibiotic therapy, total and duration antibiotics used by patients have effect on quality and quantity antibiotics usage. Intervention of pharmacist improve appropriateness of antibiotics (0% to 64.71 %), decrease drug choice problems (88.24 % to 32.35 %), duration problems (5.88 % to 0 %) and route of administration problems (5.88 % to 0 %). Appropriate used of antibiotics had significant different effect to outcome therapy compare with inappropriate used of antibiotics. The quantity of antibiotic use is 63.84 DDD/patient-day with the greatest value on meropenem antibiotics is 32.91 DDD/patient-day.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
T53678
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Sintia Pamela
Abstrak :
Penggunaan antibiotika yang tidak tepat dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan dan keamanan pasien. Upaya untuk memaksimalkan penggunaan antibiotika yang rasional merupakan salah satu tanggung jawab apoteker. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas penggunaan antibiotika di ruang kelas 3 infeksi Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) RSCM dengan metode Gyssens dan mengevaluasi pengaruh intervensi apoteker dalam meningkatkan kualitas penggunaan antibiotika dan outcome terapi. Penelitian dilakukan secara prospektif selama periode Januari ? April 2011 dengan pendekatan deskriptif-korelatif. Rekomendasi diberikan kepada penulis resep terhadap masalah ketidaktepatan penggunaan antibiotika yang ditemukan. Penggunaan antibiotika di ruang Kelas 3 infeksi sebesar 78,82% dari 170 pasien. Evaluasi kualitatif dengan metode Gyssens mendapatkan bahwa penggunaan antibiotika yang rasional sebesar 60,4% sedangkan yang tidak rasional sebesar 39,6%. Lama rawat, asal ruangan pasien, jumlah obat dan jumlah antibiotika yang digunakan pasien berpengaruh terhadap kualitas penggunaan antibiotika. Intervensi meningkatkan ketepatan penggunaan antibiotika (0% menjadi 67,1%), menurunkan masalah waktu pemberian (32,9% menjadi 0%), ketidaktepatan dosis (27,4% menjadi 19,2%), ketidaktepatan lama pemberian (5,5% menjadi 2,7%), masalah pemilihan obat (32,9% menjadi 11%) dan masalah indikasi (1,4% menjadi 0%). Kualitas antibiotika yang tidak rasional dengan intervensi tidak begitu berbeda pengaruhnya terhadap outcome terapi dibandingkan tanpa intervensi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui intervensi apoteker dapat meningkatkan kualitas penggunaan antibiotika. Disarankan untuk meningkatkan kerjasama antar profesi kesehatan termasuk apoteker dan merevisi panduan penggunaan antibiotika di rumah sakit untuk meningkatkan penggunaan antibiotika yang rasional.
Inappropriate use of antibiotics lead problems in health and patient safety. Pharmacist has responsibility to improve approppriate antibiotic usage. This study was proposed to evaluate quality of antibiotics usage in Class 3 Infection Ward, Department of Child Health, Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital and to evaluate whether intervention of pharmacy can improve quality of antibiotics usage and therapy outcome. This is prospective study using descriptive-correlative approach from January to April 2011. Recomendations were given to prescribers to solve the problems of inappropriate antibiotics usage. A high proportion (78,82%) of 170 patient received antibiotics. Qualitative evaluation using Gyssens methode had result that about 60,4% antibiotic prescriptions were appropriate; and 39,6% were inappropriate. Length of stay, origin room, total medicine and total antibiotics used by patient have effect on quality antibiotics usage. Intervention of pharmacist improve appropriateness of antibiotics (from 0% to 67,1%), decrease timing problems (from 32,9% to 0%), dosage problems (from 27,4% to 19,2%), duration problems (from 5,5% to 2,7%), drug choice problems (from 32,9% to 11%) and indication problems (1,4% to 0%). Inappropriate used of antibiotics with intervention had no significant difference effect to outcome therapy compared with inappropriate used of antibiotics without intervention. From the result of study, it could be concluded that intervention of pharmacy can improve quality of antibiotics usage. Researcher suggests to improve teamwork of healthcare provider include pharmacy and to revise antibiotic usage guideline in order to improve approppriate antibiotic usage.
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T29348
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Bestari Sutantoputri
Abstrak :
Data Indonesia Antimicrobial Surveillance System (INASS) tahun 2019 menunjukkan tingginya tingkat resistensi bakteri penghasil extended-spectrum beta-lactamase (ESBL) terhadap sefalosporin generasi ketiga dan fluorokuinolon. Untuk menekan angka resistensi, diusung program penatagunaan antibiotik yang mencakup evaluasi penggunaan antibiotik dan pemberian antibiotik berdasarkan klasifikasi Acces, Watch, Reserve (AWaRe). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik data pasien rawat inap non-intensif di RSUI yang berusia ≥ 18 tahun yang menggunakan antibiotik pada periode 1 Januari–31 Desember 2022 berdasarkan klasifikasi AWaRe dan metode Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose (ATC/DDD). Penelitian deskriptif analitik dengan desain studi cross-sectional ini memperoleh sampel dengan teknik total sampling dan diolah menggunakan Microsoft Excel. Data pasien dengan data rekam medis nihil, data pasien yang menggunakan antibiotik rute topikal, serta antibiotik yang tidak memiliki nilai standar DDD dari WHO dieksklusi dari penelitian. Hasil penelitian menunjukkan total penggunaan antibiotik sebesar 258,37 DDD/100 pasien-hari dengan sefiksim (60,63 DDD/100 pasien-hari) sebagai antibiotik dengan penggunaan tertinggi. Persentase penggunaan antibiotik berdasarkan klasifikasi AWaRe dari WHO, yaitu klasifikasi Access (14,80%), Watch (85,01%), Reserve (0,19%). Antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga (sefiksim, seftriakson), fluorokuinolon (levofloksasin, siprofloksasin), dan makrolida (azitromisin) termasuk ke dalam segmen 90%. ......Indonesia Antimicrobial Surveillance System (INASS) data in 2019 shows increased resistance of extended-spectrum beta-lactamase (ESBL)-producing bacteria to third-generation cephalosporins and fluoroquinolones. The antimicrobial stewardship programs to suppress resistance rates are an evaluation of antibiotic use also the antibiotic administration based on the Access, Watch, Reserve (AWaRe) classification. This study aimed to evaluate the use of antibiotics among non-intensive inpatients' data aged ≥ 18 years who were taking antibiotics at RS Universitas Indonesia between 1st January–31st December 2022 based on AWaRe classification and the ATC/DDD method. This cross-sectional descriptive analytic study was conducted using total sampling and processed using Microsoft Excel. Meanwhile, patients' data with zero medical record data, patients' data who were using topical antibiotics, and antibiotics that did not have a WHO standard DDD value were excluded in this study. The total antibiotic utilization was 258,37 DDD/100 patient-days. The antibiotic with the highest use was cefixime (60,63 DDD/100 patient-days). Access (14,80%), Watch (85,01%), Reserve (0,19%) are the percentages of antibiotic usage based on the WHO AWaRe classification. Third-generation cephalosporins (cefixime, ceftriaxone), fluoroquinolones (levofloxacin, ciprofloxacin), and macrolides (azithromycin) belong to the 90% segment.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Andini Putri
Abstrak :
Latar belakang: PPAB (Pedoman Penggunaan Antibiotik) merupakan panduan pemberian antibiotik empiris yang dibuat sesuai pola kuman dan resistensi antibiotik setempat. Pemberian antibiotik yang rasional untuk infeksi saluran kemih (ISK) mendukung proses kesembuhan, mencegah komplikasi, dan mencegah resistensi antibiotik. Tujuan: Mengetahui apakah terapi yang direkomendasikan PPAB memberikan kesembuhan yang tinggi, mengevaluasi penggunaan antibiotik dengan alur Gyssens, dan mengetahui faktor risiko yang memengaruhi kesembuhan ISK. Metode: Penelitian deskriptif dengan desain potong lintang yang dilakukan secara retrospektif pada pasien anak dengan ISK yang dirawat di RSCM. Hasil: Sebanyak 196 subyek memiliki karakteristik sebagian besar berusia balita (32%), berstatus gizi malnutrisi (53%), memiliki komorbiditas (77%), menderita ISK simpleks (80%), berupa ISK simtomatik (88%), dan memiliki proporsi yang seimbang antara jenis kelamin lelaki dan perempuan. Antibiotik yang paling sering diberikan adalah sefotaksim, seftazidim, dan seftriakson. Alur Gyssens menunjukkan antibiotik diberikan rasional pada 53% pasien. Etiologi bakteri tersering adalah Escherichia coli, Enterococcus faecalis, dan Klebsiella pneumonia. Kesembuhan ISK berhubungan dengan pemberian antibiotik sesuai rekomendasi PPAB dibandingkan dengan pasien yang diberikan antibiotik lain (88% vs 74%, p = 0,05). Faktor risiko yang terbukti memengaruhi kesembuhan ISK adalah jenis kelamin laki-laki (p=0,04, adjusted OR 2,1 (IK 95% 1,03-4,30)) dan kondisi pasien tanpa komorbiditas (p<0,01, adjusted OR 5,7 (IK 95% 1,64-20,05)). Kesimpulan: Terapi yang direkomendasikan PPAB memberikan angka kesembuhan yang lebih tinggi dibanding terapi antibiotik lain, evaluasi Gyssens menunjukkan pemberian antibiotik rasional hanya diberikan pada 53% pasien, dan faktor yang meningkatkan peluang kesembuhan ISK yaitu jenis kelamin lelaki dan kondisi tanpa komorbiditas ......Background: Standard treatment guideline used to guide empirical antibiotic use based on local microorganism patterns and antibiotic susceptibility. Rational use of antibiotic for urinary tract infection (UTI) promotes disease recovery, prevents complications, and prevent antibiotic resistance. Objectives: To know whether patients treated with standard treatment guidelines gives better recovery rates, to evaluate rational use of antibiotic using Gyssens flowchart, and to know factors related to disease recovery. Method: Descriptive study with cross-sectional design that conducted retrospectively on UTI pediatric patients hospitalized in RSCM. Results: This study included 196 children, mostly toddlers (32%), malnourished (53%), having comorbidities (77%), uncomplicated UTI (80%), symptomatic UTI (88%), and has a balanced proportion between sexes. The antibiotics mostly prescribed were cefotaxime, ceftazidime, and ceftriaxone. Gyssens plot showed antibiotics were administered rationally in 53% of patients. The most common bacterial etiology is Escherichia coli, Enterococcus faecalis, and Klebsiella pneumonia. UTI recovery was significantly associated with antibiotics according to guideline recommendations compared with other antibiotics (88% vs 74%, p = 0.05). Risk factors associated with UTI recovery were male gender (p=0.04, adjusted OR 2.1 (95% CI 1.03-4.30)) and condition without comorbidities (p<0.01, adjusted OR 5.7 (95% CI 1.64-20.05)). Conclusion: Patients treated according to standard treatment guidelines had better recovery rates, Gyssens flowchart showed antibiotic were rationally used in 53% patients, and factors that proved to increase recovery rates were male gender and conditions without comorbidities.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jaswin Dhillon
Abstrak :
Latar belakang dan tujuan: Dari berbagai literatur, salah satu penyebab kegagalan respons klinis pasien pneumonia komunitas adalah akibat pemberian terapi antibiotik yang tidak tepat. Pemberian terapi antibiotik yang tidak tepat dapat meningkatkan risiko kematian dan resistensi antibiotik di kemudian hari. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi ketepatan penggunaan antibiotik dengan menggunakan metode Gyssens yang merupakan alat penilaian kualitatif yang dipakai oleh PPRA di Indonesia serta membandingkannya dengan luaran pasien pneumonia komunitas. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan. Data diambil dari rekam medis pasien berusia di atas 18 tahun yang didiagnosis pneumonia komunitas dan dirawat inap selama periode Januari- Desember 2019. Penelitian ini menganalisis pemberian antibiotik empiris pada saat pasien pertama kali didiagnosis pneumonia komunitas. Hasil: Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 108 subjek. Proporsi pasien yang diberikan antibiotik empiris tidak tepat berdasarkan metode Gyssens adalah 58,3% dan yang diberikan antibiotik empiris telah tepat adalah 41,7%. Pasien yang mendapatkan terapi antibiotik empiris tidak sesuai dengan pedoman PDPI memiliki risiko meninggal sebesar 2,875 kali lipat (IK 95% 1,440 – 5,739, p=0,004). Pasien yang diberikan antibiotik empiris dalam waktu setelah 8 jam didiagnosis pnemunia komunitas memiliki risiko meninggal sebesar 3,018 kali lipat (IK 95% 1,612 – 5,650, p=0,002). Dari analisis multivariat, faktor prediktor independen yang berhubungan dengan kejadian mortalitas pasien pneumonia komunitas dalam 30 hari adalah kejadian pneumonia berat dengan risiko sebesar 7,3 kali lipat (IK 95% 2,24-23,88, p=0,001), penyakit CVD dengan risiko sebesar 5,8 kali lipat (IK 95% 1,28-26,46, p=0,023), dan ketidaktepatan pemberian antibiotik empiris dengan risiko sebesar 4,2 kali lipat (IK 95% 1,02-17,74, p=0,048). Kesimpulan: Pada penelitian ini terdapat hubungan yang bermakna antara penggunaan antibiotik empiris tidak tepat berdasarkan metode Gyssens dengan luaran pasien yaitu kejadian mortalitas 30 hari (p=0,001). ......Background and Purpose: From many literatures, one of the causes of clinical response failure in community-acquired pneumonia patients is due to the inappropriate empirical antibiotics use. Improper administration of empirical antibiotics can increase the risk of death and antibiotic resistance later in life. The purpose of this study is to evaluate the appropriateness of the empirical antibiotics use using the Gyssens method which is a qualitative assessment tool used by the antibiotic stewardship program in Indonesia and to compare it with the outcome of community-acquired pneumonia patients. Method: This study is a retrospective cohort study at the Persahabatan General Hospital. Data is taken from the medical records of patients over the age of 18 who are diagnosed with community-acquired pneumonia and hospitalized during the January- December 2019 period. This study analyzes the administration of empirical antibiotics when the patient is first diagnosed with community-acquired pneumonia. Results: The number of samples in this study were 108 subjects. The proportion of patients who were given empirical antibiotics incorrectly based on the Gyssens method was 58.3% and those given empirical antibiotics were appropriate was 41.7%. Patients who received empirical antibiotic therapy not in accordance with PDPI guidelines had a 2.875-fold risk of death (95% CI 1.440 - 5.739, p = 0.004). Patients who were given empirical antibiotics after 8 hours of being diagnosed by the community-acquired pneumonia had a risk of death of 3,018-fold (95% CI 1.612 – 5.650, p = 0,002). From a multivariate analysis, independent predictors related to the mortality of community- acquired pneumonia patients within 30 days were the incidence of severe pneumonia with a risk of 7.3-fold (95% CI 2.24-23.88, p = 0.001), CVD with a risk of 5.8-fold (95% CI 1.28-26.46, p = 0.023), and inappropriate empirical antibiotics use with a risk of 4.2 fold (95% CI 1.02-17.74, p = 0.048). Conclusion: In this study there was a significant relationship between the use of inappropriate empirical antibiotics use based on the Gyssens method and the outcome of community-acquired patients, which was the 30-days mortality (p = 0.001).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Djaja Noezoeliastri
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T57260
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Dwi Kurniasari
Abstrak :
Antibiotik merupakan senyawa kimia antimikroba yang digunakan untuk melawan atau mencegah infeksi bakteri. Antibiotik dapat mematikan ataupun menghambat pertumbuhan bakkeri. Kejadian infeksi yang terjadi pada pasien di Instalasi Rawat Intensif IRI jumlahnya dua sampai lima kali lebih tinggi dibandingkan populasi pasien yang dirawat di bangsal biasa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik kepada pasien di IRI RSUP Fatmawati periode Februari 2017 - April 2017 pada bagian Intensive Care Unit ICU , Neonatal Intensive Care Unit NICU dan Pediatric Intensive Care Unit PICU . Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif. Pengambilan data dilakukan secara prospektif dengan menggunakan teknik analisis total sampling. Evaluasi yang dilakukan adalah melihat kepatuhan pencatatan penggunaan antibiotik pada formulir surveilans dan kesesuaian penggunaan antibiotik dengan rekomendasi hasil kultur yang berpedoman pada Pedoman Penggunaan Antibiotik PPAB RSUP Fatmawati tahun 2016. Pasien yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 205 orang pasien dari ICU, 18 pasien dari NICU, dan 100 pasien dari PICU. Tingkat kepatuhan pencatatan penggunaan antibiotik pada formulir surveilans tinggi baik di ICU, NICU, dan PICU dengan masing-masing 92,68 ; 88,89 dan 88,00 Kesesuaian penggunaan antibiotik dengan rekomendasi hasil kultur cukup tinggi di ICU, NICU, dan PICU dengan masing-masing 77,05 ; 50 dan 72,22.
Antibiotics are a type of antimicrobial used in the treatment and prevention of bacterial infections. They may either kill or inhibit the growth of bacteria. Frequency of infection in the Intensive Care Installation was two to five times higher than the patient population treated in a regular ward. The purpose of this study was to evaluate the usage of antibiotics on patients during February 2017 April 2017 period in Intensive Care Instalation of the Fatmawati Public Hospital that consist of Intensive Care Unit ICU , Neonatal Intensive Care Unit NICU and Pediatric Intensive Care Unit PICU . This research was a descriptive study. Data collections were done prospectively using total sampling technique analysis. Evaluations of the usage of antibiotics on patient are to see obedience in recording of antibiotics usage at surveylance rsquo s form and suitability of definitive antibiotics with culture of laboratory result according to Guidance of Usage of Antibiotic PPAB of The Fatmawati Public Hospital 2016. Number of patients who became sample in this research were counted of 323 patients, consisting of 205 ICU rsquo s patients, 18 NICU rsquo s patients, and 100 PICU rsquo s patients. Rate of obedience in recording of antibiotics usage at surveylance rsquo s form at ICU, NICU and PICU is high that are 92.68 88.89 and 88.00 respectively. Meanwhile suitability of definitive antibiotics with culture of laboratory result toward the Guidance of Usage of Antibiotic PPAB of The Fatmawati Public Hospital 2016 is also high that are 77.05 50 dan 72.22 for ICU, NICU dan PICU respectively.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S69642
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Elza
Abstrak :
Pasien kanker memiliki resiko tinggi terkena infeksi bakteri selama proses pengobatan kanker. Antibiotik sebagai obat untuk membunuh dan menghambat pertumbuhan bakteri harus digunakan secara rasional agar tidak terjadi resistensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik pada pasien kanker di Rumah Sakit Kanker Dharmais periode bulan Juli-Desember 2017. Rancangan penelitian ini adalah cross-sectional. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose ATC/DDD . Berdasarkan hasil analisis kuantitatif diperoleh total penggunaan antibiotik adalah sebanyak 31381,08 DDD dengan antibiotik yang paling banyak digunakan adalah seftriakson dengan nilai DDD sebesar 6175,50 dan nilai DDD/100 pasien/hari yaitu 20,97. Sedangkan secara kualitatif, Drug Utilization 90 disusun oleh sebelas jenis obat yaitu seftriakson, sefiksim, levofloksasin, meropenem, siprofloxacin, etambutol, seftazidim, sefotaksim, rifampisin, ofloksasin dan streptomisin. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan antibiotik di Rumah Sakit Kanker Dharmais periode Juli hingga Desember tahun 2017 sudah sesuai dengan program pengendalian resistensi antimikroba yang terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia yaitu terjadinya penurunan jumlah dan jenis antibiotik yang digunakan sebagai terapi empiris maupun definitif, sehingga penggunaan antibiotik secara rasional dapat tercapai.
Cancer patient have high risk of bacterial infection which cause complication. Antibiotic is the drug that used to kill the development and growth of bacteria. It must be used rationally to prevent resistency. This research was done to evaluate antibiotic utilization on cancer patient at Dharmais hospital period July December 2017. This research had cross sectional design, using ATC DDD method. Based on quantitative research analysis, the amount of antibiotic which was used by patient is 31381,08 DDD with the biggest amount of antibiotic was ceftriaxone 6175,50 DDD and the amount of DDD 100 patients day is 20,97. Meanwhile, based on qualitative analysis, the antibiotic which were included in DU90 are ceftriaxone, cefixime, levofloxacine, meropenem, ciprofloxacine, ethambutol, ceftazidime, cefotaxime, rifampicin, ofloxacine and streptomycin. We can conclude that antibiotic utilization at Dharmais Hospital period July December 2017 had been in accordance with anti microbe resistency controlling program in Permenkes RI, which has been decreasing amount of antibiotic for empiric and definitive therapy, so that rational use of antibiotic was expected to be achieved.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fetria Faisal
Abstrak :
Latar belakang: Resistensi antibiotik merupakan ancaman dan tantangan yang harus dihadapi oleh dunia medis saat ini. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan berlebihan merupakan salah satu faktor yang mempercepat timbulnya resistensi antibiotik. Data di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM tahun 2011 menunjukkan penggunaan antibiotik yang tidak tepat sebanyak 48,3 dari total penggunaan antibiotik. Program pengaturan antibiotik di rumah sakit diperlukan untuk mengoptimalkan luaran klinis sekaligus mengendalikan resistensi antibiotik. Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah edukasi klinisi. Tujuan: Mengetahui penggunaan antibiotik secara kualitatif dengan menggunakan algoritma Gyssens di ruang perawatan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM sebelum dan sesudah intervensi edukasi terhadap PPDS, berupa 1 penggunaan antibiotik yang tepat; 2 penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Metode: Studi intervensi dengan melakukan edukasi terhadap PPDS mengenai penggunaan antibiotik, yang terdiri dari kuliah sebanyak lima kali disertai diseminasi kartu pedoman penggunaan antibiotik empiris. Penilaian ketepatan penggunaan antibiotik dilakukan oleh dua orang klinisi berdasarkan rekam medis pasien di ruang perawatan kelas III Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM, yang terdiri dari periode pra-intervensi 1 Desember 2015 ndash; 29 Februari 2016 dan pasca-intervensi 1 April 2016 ndash; 30 Juni 2016 . Analisis ketepatan penggunaan antibiotik menggunakan algoritma Gyssens. Hasil Penelitian: Jumlah penggunaan antibiotik mengalami penurunan dari 374 menjadi 339 setelah intervensi. Penggunaan antibiotik yang tepat kategori I sebelum intervensi sebanyak 218 58,3 , meningkat menjadi 228 67,3 setelah intervensi p = 0,01 . Penggunaan antibiotik yang tidak tepat terdiri dari: data tidak memadai kategori VI sebelum intervensi 2, setelah intervensi 1; tidak ada indikasi kategori V sebelum intervensi 24, setelah intervensi 11; jenis antibiotik tidak tepat kategori IV sebelum intervensi 56, setelah intervensi 43; durasi tidak tepat kategori III sebelum intervensi 53, setelah intervensi 32; dosis tidak tepat kategori IIa sebelum intervensi 39, setelah intervensi 29; interval tidak tepat kategori IIb sebelum intervensi 23, setelah intervensi 16; serta rute pemberian tidak tepat kategori IIc tidak didapatkan sebelum maupun setelah intervensi. Simpulan: Jumlah penggunaan antibiotik yang tepat mengalami peningkatan secara bermakna sebanyak 9 setelah dilakukan intervensi edukasi. ......Background Antimicrobial resistance is now becoming a global threat and a challenge. Inappropriate and overuse of antimicrobial are factors that accelerate antimicrobial resistance. Study in 2011 at Department of Pediatrics, Cipto Mangunkusumo Hospital CMH shows that inappropriate antimicrobial use is up to 48.3 of total antimicrobial use. Antimicrobial stewardship program is needed in order to optimize clinical outcome and control antimicrobial resistance. Clinicians education is one of the applicable method. Aim To evaluate qualitative antimicrobial use using Gyssens algorithm in pediatric inward unit, Department of Pediatrics, CMH before and after education of residents, including 1 appropriate antimicrobial use 2 inappropriate antimicrobial use. Methods Interventional study by educating pediatric residents regarding antimicrobial use which consisted of five courses and dissemination of empiric antimicrobial therapy guideline cards. Evaluation of antimicrobial use by two independent clinicians based on medical records of class III pediatric inward unit, CMH, during pre intervention period December 2015 - February 2016 and post intervention period April 2016 ndash June 2016. Qualitative analysis was performed using Gyssens algorithm. Results Antimicrobial use decreased from 374 to 339 after intervention. Appropriate antimicrobial use category I before intervention was 218 58.3 , increased to 228 67.3 after intervention p 0.01 . Inappropriate antimicrobial uses consist of insufficient data category VI was 2 before intervention, 1 after intervention no indication category V was 24 before intervention, 11 after intervention inappropriate antimicrobial choice category IV was 56 before intervention, 43 after intervention incorrect duration category III was 53 before intervention, 32 after intervention incorrect dose kategori IIa was 39 before intervention, 29 after intervention incorrect interval category IIb was 23 before intervention, 16 after intervention there was no incorrect route category IIc both before and after intervention. Conclusion Appropriate antimicrobial use increased significantly at 9 after educational intervention.
Jakarta: Fakultas Kedokteran, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annesya Shafira Amartya
Abstrak :
Penggunaan antibiotik di Indonesia memiliki intensitas yang relatif tinggi. Hal ini disebabkan penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sering dijumpai di negara berkembang termasuk Indonesia. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan permasalahan, salah satunya adalah resistensi bakteri terhadap antibiotik. Resistensi terjadi ketika antibakteri tidak mampu mematikan atau melemahkan bakteri yang menginfeksi tubuh. Masyarakat perlu dibina oleh tenaga kesehatan, khususnya farmasis, dalam penggunaan antibiotik. Pembinaan pada masyarakat dapat dilakukan dengan edukasi dan sosialisasi. Penggunaan media edukasi dapat menambah tingkat pemahaman masyarakat dalam mempelajari suatu kasus. Media edukasi yang dipilih adalah media video untuk membantu audiens memahami informasi melalui media yang menggabungkan audio dan visual. Media video edukasi ditayangkan di Puskesmas Kecamatan Ciracas untuk mengedukasi pasien di puskesmas tersebut. Puskesmas memiliki peran untuk mewujudkan masyarakat dalam berperilaku sehat, salah satunya yaitu menggunakan obat antibakteri yang rasional untuk mencegah lingkungan dari resistensi bakteri. Isi dari video yang dibuat adalah pengertian antibiotik, cara mendapatkan antibiotik, aturan pakai antibiotik, resistensi antiobiotik, dan penggunaan antibiotik yang bijak. Video edukasi diakhiri dengan tindakan persuasif kepada masyarakat untuk menggunakan antibiotik dengan bijak dan rasional. Informasi yang dipaparkan melalui video diharapkan dapat tersampaikan dengan baik karena posisi layar televisi mudah dilihat oleh audiens. Selain itu, pasien diharapkan dapat menerapkan tindakan penggunaan antibiotik dengan bijak supaya terhindar dari dampak negatif yang disebabkan oleh resistensi ......The use of antibiotics in Indonesia has a relatively high intensity. This is because infectious diseases are a public health problem that is often found in developing countries, including Indonesia. Improper use of antibiotics can cause problems, one of which is bacterial resistance to antibiotics. Resistance occurs when antibacterial are unable to kill or weaken the bacteria that infect the body. The public needs to be coached by health workers, especially pharmacists, in the use of antibiotics. Community development can be done through education and outreach. The use of educational media can increase the level of public understanding in studying a case. The educational media chosen is video media to help audiences understand information through media that combines audio and visuals. Educational video media was shown at the Ciracas District Health Center to educate patients at the health center. Public health centers have a role in realizing healthy behavior in society, one of which is using rational antibacterial drugs to prevent the environment from bacterial resistance. The content of the video made is the definition of antibiotics, how to get antibiotics, rules for using antibiotics, antibiotic resistance, and wise use of antibiotics. The educational video ends with persuasive action for the public to use antibiotics wisely and rationally. It is hoped that the information presented through video can be conveyed well because the position of the television screen is easy for the audience to see. Apart from that, patients are expected to be able to implement antibiotic use wisely to avoid negative impacts caused by resistance.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library