Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 31 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dyah Tjintya Sarika
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini bertujuan menilai perbandingan efektivitas terapi adjuvan injeksi kombinasi intrastromal IS dan intrakameral IK vorikonazol VCZ dengan intrastromal IS VCZ pada ulkus kornea jamur derajat sedang akibat Aspergillus fumigatus. Uji eksperimental tersamar acak dilakukan pada 11 kelinci albino New Zealand white yang terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu kontrol, injeksi intrastromal, serta intrastromal dan intrakameral. Parameter yang dinilai adalah perubahan klinis, mikologis, dan histopatologik kornea. Sebagian besar subjek pada grup kombinasi memperlihatkan kecendrungan perbaikan klinis dibandingkan kelompok kontrol namun tidak bermakna secara statistik p>0,05 . Pemeriksaan histopatologik memperlihatkan kecenderungan peningkatan jumlah sel radang pada kelinci yang dilakukan inokulasi pada kedua matanya.
ABSTRACT
The purpose of this study was to compare the efficacy of intrastromal IS and combined with intracameral IK voriconazole VCZ therapy in moderate keratomycosis caused by Aspergillus fumigatus in rabbits. A randomized, masked, controlled experimental study was administered on 11 albino New Zealand white rabbits, which latter allocated into three different treatment groups of control, intrastromal VCZ and combinations. Clinical grading was performed at multiple times, while mycology analysis and histopathological examination were performed after treatment. All subjects in combination groups demonstrated a tendency of better clinical response with decreasing size of epithelial defect and infiltrate but statistically not significant p 0,05 .
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Salah satu rempah-rempah di Indonesia yang digunakan sebagai bumbu dan juga sebagai obat tradisional adalah biji jinten putih (Cuminum cyminum) yang mengandung minyak atsiri Cumin oil) dan telah dilaporkan memiliki silat antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antifungal minyak atsiri biji jinten putih terhadap empat spesies khamir hasil isolasi dari produk pangan dan diidentifikasi pada daerah ITS yaitu Candida parapsilosis SS25, C. orthopsilosis NN14, C. metapsilosis MP27, C. etchellsii MP18. Pengujian aktivitas anti fungal dilakukan menggunakan metode difusi medium padat dengan cakram dan metode kontak langsung, nistatin digunakan sebagai kontrol positif. Minyak atsiri yang diperoleh dari distilasi uap biji jinten putih memiliki rendemen 2,5-3,0%, tidas berwarna atau berwarna kuning muda. Hasil analisis GC-MS dari minyak atsiri jinten putih menunjukkan 12 puncak yang terdiri dari benzaldehida/kuminaldehida (35,44%), ρ -simen (34,77%), β -pinen (15,08%), γ -terpinen (8,15%). Beberapa monoterpen lainnya terdeteksi sebagai α -thujen/ α -pelandren, α-pinen, trans-limonen, cis-limonen, dan senyawa golongan alkena seperti pentilsikloheksena dan sikloheksena serta eter (apiol). Hasil pengamatan uji antifungal menunjukkan bahwa seluruh khamir uji memberikan respon sensitif terhadap minyak atsiri jinten putih dengan radius zona hambat 13,4-16,5 mm. Minyak atsiri jinten putih dapat menghambat pertumbuhan khamir uji dengan nulai MIC 0,028-0,042% dan nilai MFC 0,09%-0,14%. Minyak atsiri jinten putih memiliki aktivitas antifungal yang mangat kuat dibandingkan dengan nistatin, nilai MIC dan MFC nistatin yaitu 0,40-0,50% dan 3,0-4,0%.
Many kinds of spices are used in Indonesia, one of them is white cumin seed. This spice is used not only for cooking, but also for traditional medicine. This study reported of antifungal activity from white cumin`s essential oil. Extraction and identification of Cumin oil were carried out. We obtained 2.5-3.0% of white essential oil which was colorless or light yellow color. GCMS analysis revealed that there were 12 peaks. Based on peak`s intensity the oil were dominated by 4 compound i.e. cuminaldehide (35.44%), ρ-cymene (34.77%), β-pynene (15.08 %) and γ-terpinene (8.15%). Growth inhibition zone determination has been carried out by diffusion disc and direct method against yeast i.e. C. parapsilosis SS25, C. orthopsilosis NN14, C. metapsilosis MP27, and C. etchellsii MP18. The results showed that all of the yeasts were sensitive to cumin oil. The inhibition zone radius were 13.4-16.5 mm. The cumin oil showed the inhibition of yeast growth with MIC values of 0.028%-0.042% and MFC values 0.09%- 0.14%, while nystatin had MIC values 0.40%-0.50% and MF C values 3.0%-4.0%. The activity of cumin oil was very strong as antifungal.
Depok: [Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI, Institut Pertanian Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian], 2011
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nurfajriani
Abstrak :
Latar Belakang: Obat antifungal sintetik dilaporkan menimbulkan reaksi gastrointestinal. Ekstrak etanol temulawak merupakan tanaman obat yang memiliki efikasi sebagai antijamur. Untuk dijadikan obat alternatif, ekstrak etanol temulawak harus biokompatibel terhadap sel inang. Tujuan: Menganalisis efek sitotoksitas ekstrak etanol temulawak terhadap sel fibroblast gingiva secara in vitro dengan live/dead staining. Metode: Sel fibroblast gingiva passage kedua dikultur sebanyak 1,4 x 104 sel/wells di atas cover glass dalam 12 wells plate. Sel diberi perlakuan dengan konsentrasi ekstrak etanol temulawak 5% dan 20% dengan waktu paparan 1 jam, 3 jam, dan 24 jam. Viabilitas dilihat dari uji live/dead staining menggunakan confocal laser scanning microscope dengan fluorescent dye SYTO9 ex/em max: 480/500nm, PI ex/em max: 490/635nm. Hasil: intensitas fluorescent semakin tinggi berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi ekstrak etanol temulawak. Kesimpulan: ekstrak etanol temulawak memiliki efek sitotoksik pada konsentrasi 5% dan 20% pada sel fibroblast gingiva. ......Background: Synthetic antifungal drugs are reported to cause gastrointestinal reactions. Ethanol turmeric extract is a herbal drug that has antifungal efficacy. To be used as an alternative drug, ethanol turmeric extract must be biocompatible with host cells. Objective: Analyze the cytotoxicity of ethanol turmeric extract on gingival fibroblasts in vitro with live/dead staining. Methods: The second passage gingival fibroblast cell was cultured as much as 1.4 x 104 cells / wells on the cover glass in 12 well plates. Cells were treated with ethanol turmeric extract concentrations of 5% and 20% with exposure time of 1 hour, 3 hours and 24 hours. Viability seen from live/dead staining assay using confocal laser scanning microscope with fluorescent dye SYTO9 ex/em max: 480/500nm, PI ex/em max: 490/635nm. Results: The higher fluorescent intensity is linear to increase in concentration of dilution ethanol turmeric extract. Conclusion: Ethanol turmeric extract has a cytotoxic effect at concentrations of 5% and 20% on gingival fibroblast cells.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jararizki Budi Subasira
Abstrak :
Indonesia adalah negara tropis yang memiliki kelembaban tinggi, kondisi ini memudahkan manusia untuk mengalami infeksi akibat jamur. Salah satu jamur yang dapat menginfeksi manusia adalah Candida albicans. C. albicans dapat menyebabkan kandidiasis yang merupakan infeksi jamur dengan insiden tinggi. Perawatan antijamur dapat dilakukan dengan menggunakan obat antijamur. Infeksi jamur sering terjadi yang menyebabkan penggunaan obat antijamur mengalami resistensi, oleh karena itu, kebutuhan untuk memeriksa senyawa aktif dari bahan alami yang memiliki aktivitas antijamur perlu ditingkatkan. Salah satu tanaman yang tersebar di Indonesia yang dikenal memiliki berbagai manfaat kesehatan adalah Tanduk Cananga (Artabotrys hexapetalus (L.f) Bhandari). Tanduk Cananga telah diketahui memiliki aktivitas antijamur dalam ekstrak metanol dari daun. Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antijamur ekstrak dan fraksi diklorometana dari kulit tanduk Kanenanga. Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode maserasi menggunakan pelarut heksana dan diklorometana. Diikuti dengan fraksinasi menggunakan metode kromatografi kolom. Tes aktivitas antijamur dilakukan secara in vitro dengan metode mikrodilusi. Hasil penelitian ini menunjukkan ekstrak diklorometana kulit tanduk Cananga memiliki aktivitas antijamur terhadap Candida albicans dengan konsentrasi penghambatan minimum 200 μg/mL. Fraksi Dichloromethane I dan II memiliki aktivitas antijamur Candida albicans dengan konsentrasi penghambatan minimum 50 μg/mL, fraksi diklorometana III, IV, V, VI, VII, dan VIII memiliki aktivitas antijamur terhadap Candida albicans dengan konsentrasi penghambatan minimum 100 μg/mL mL. Disimpulkan bahwa ekstrak dan fraksi diklorometana memiliki aktivitas antijamur terhadap Candida albicans.
Indonesia is a tropical country that has high humidity, this condition makes it easy for humans to experience infections due to fungi. One fungus that can infect humans is Candida albicans. C. albicans can cause candidiasis which is a fungal infection with a high incidence. Antifungal treatment can be done using antifungal drugs. Fungal infections often occur causing the use of antifungal drugs to experience resistance, therefore, the need to examine active compounds from natural substances that have antifungal activity needs to be increased. One of the plants that are spread in Indonesia that is known to have various health benefits is the Cananga Horn (Artabotrys hexapetalus (L.f) Bhandari). Cananga horn has been known to have antifungal activity in methanol extracts from the leaves. This research was conducted to examine the antifungal activity of extracts and dichloromethane fraction from the horn bark of Kanenanga Horn. The extraction method used in this study is the maceration method using hexane and dichloromethane solvents. Followed by fractionation using column chromatography methods. Antifungal activity tests were carried out in vitro by the microdilution method. The results of this study indicate dichloromethane extracts of the skin of the Cananga Horn horn have antifungal activity against Candida albicans with a minimum inhibitory concentration of 200 μg/mL. Dichloromethane fractions I and II have antifungal activity Candida albicans with a minimum inhibitory concentration of 50 μg/mL, dichloromethane fractions III, IV, V, VI, VII, and VIII have antifungal activity against Candida albicans with a minimum inhibitory concentration of 100 μg/mL mL. It was concluded that dichloromethane extracts and fractions had antifungal activity against Candida albicans.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Aqliyah Indrika
Abstrak :
Kandidiasis adalah infeksi jamur yang sering terjadi pada manusia. Salah satu masalah pada kandidiasis adalah resistensi obat yang meningkat. Fakta ini mendorong penelitian dan pengembangan obat antijamur baru seperti flukonazol. Salah satu simplisia bahan alami yang dapat digunakan sebagai antijamur adalah memanjat ylang-ylang (Artabotrys hexapetalus (L.f.) Bhandari). Pendakian ylang-ylang secara empiris diyakini digunakan sebagai obat antijamur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak dan fraksi pemanjatan daun kenanga terhadap pertumbuhan Candida albicans. Daun panjat ylang-ylang diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut heksana, kemudian bubur dibiarkan semalaman dengan amonia dan dimaserasi dengan pelarut diklorometana. Ekstrak yang diperoleh difraksinasi menggunakan kromatografi kolom dan fraksi yang diperoleh dimonitor profilnya dengan kromatografi lapis tipis. Ekstrak dan fraksi yang diperoleh diidentifikasi senyawa fitokimia termasuk alkaloid, flavonoid, fenol, dan terpenoid. Pengujian aktivitas antijamur dilakukan pada Candida albicans menggunakan metode mikrodilusi. Uji aktivitas menunjukkan bahwa konsentrasi hambat minimum (MIC) dari pendakian ekstrak daun ylang-ylang pada Candida albicans adalah 200 μg/mL, sedangkan konsentrasi hambat minimum (MIC) pendakian fraksi daun ylang-ylang pada pertumbuhan jamur Candida albicans adalah 50 μg / mL untuk fraksi I ke fraksi II dan 100 μg/mL untuk fraksi III ke fraksi IX.
Candidiasis is a fungal infection that often occurs in humans. One problem with candidiasis is increased drug resistance. This fact led to the research and development of new antifungal drugs such as fluconazole. One of the simplistic natural ingredients that can be used as an antifungal is climbing the ylang-ylang (Artabotrys hexapetalus (L.f.) Bhandari). Climbing the ylang-ylang empirically is believed to be used as an antifungal drug. This study aims to determine the effectiveness of cananga leaf extracts and climbing fractions on the growth of Candida albicans. Ylang-ylang climbing leaves are extracted by maceration using hexane solvent, then the pulp is left overnight with ammonia and macerated with dichloromethane solvent. Extracts obtained were fractionated using column chromatography and the fractions obtained were monitored by thin layer chromatography. The extracts and fractions obtained identified phytochemical compounds including alkaloids, flavonoids, phenols, and terpenoids. Antifungal activity testing was performed on Candida albicans using the microdilution method. The activity test showed that the minimum inhibitory concentration (MIC) of climbing the ylang-ylang leaf extract at Candida albicans was 200 μg / mL, while the minimum inhibitory concentration (MIC) of climbing the ylang-ylang leaf fraction on the growth of the Candida albicans fungus was 50 μg/mL for the fraction I to fraction II and 100 μg/mL for fraction III to fraction IX.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Khaista Khairunnisa
Abstrak :
Resin adalah metabolit sekunder dari mekanisme metabolisme tanaman. Malassezia globosa adalah jamur yang umum muncul di kulit tetapi dapat menjadi infeksi oportunistik jika terbentuk dalam jumlah yang tidak wajar. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji aktivitas antijamur resin Belitung. Resin yang digunakan adalah resin Mampat yang didapatkan dari pohon Jangkar Asam dan resin Betor Padi yang didapatkan dari pohon Tanjung Pandan. Ekstraksi resin dilakukan dengan metode maserasi menggunakan 70% etanol selama 8 jam. Ekstrak resin kemudian dikaji dengan cara LC-MS/MS dan di uji antijamur terhadap Malassezia globosa menggunakan metode mikrodilusi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat 9 senyawa terindentifikasi untuk kedua resin, dengan Hederagenin dan DAPG sebagai senyawa pada resin Mampat yang mempunyai fungsi antijamur dan Tryptophyllin, DL-Malic Acid, Benzoic acid, Limonin, ?-mangostin sebagai senyawa pada resin Betor Padi yang mempunyai fungsi antijamur. Uji antijamur menunjukkan bahwa resin Mampat tidak mempunyai aktivitas antijamur yang cukup kuat dibandingkan ketokonazol sebagai kontrol positif, sedangkan absorbansi pada resin Betor Padi lebih kecil daripada ketokonazol, menunjukkan bahwa resin Betor Padi mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan jamur Malassezia globosa. ......Resin is a secondary metabolite produced by plants from its metabolism mechanism. Malassezia globosa is a fungal that usually formed in skin but can be opportunistic pathogen in extensive amount. This research was conducted to explore the antifungal activity of resin obtained from Belitung. The resin used are Mampat resin from Jangkar Asam tree and Betor Padi resin from Tanjung Pandan tree. Resin is extracted by maceration using 70% ethanol for 8 hours. The resin extract then identified by LC-MS/MS and tested for its antifungal activity against Malassezia globosa using the broth-microdilution method. The result has found that there are 9 compounds identified for both Mampat and Betor Padi resin with Hederagenin and DAPG is the antifungal property in Mampat resin and Tryptophyllin, DL-Malic Acid, Benzoic acid, Limonin, ?-mangostin are the antifungal property in Betor Padi resin. The antifungal test shown that Mampat resin does not have an ideal antifungal activity compared to ketoconazole as the positive control, contrary to Betor Padi resin that appeared to have lower absorbance than the ketoconazole, meaning that Betor Padi resin has the potential to interfere the growth of Malassezia globosa.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nazma Indira
Abstrak :
Meningkatnya jumlah pasien lanjut usia dan pasien disfungsi imun berkontribusi terhadap tingginya beban infeksi jamur invasif di Indonesia. Keterbatasan informasi dan pedoman penggunaan antijamur sistemik di Indonesia menyebabkan penggunaannya berkaitan dengan masalah terkait obat (MTO). Di Indonesia, antijamur sistemik bentuk injeksi memiliki biaya yang tinggi dan ketersediaan yang terbatas. Penelitian cross-sectional ini bertujuan untuk mengevaluasi profil penggunaan dan MTO antijamur sistemik bentuk injeksi di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Gedung A periode Januari-Desember tahun 2022. Pengambilan sampel menggunakan metode quota sampling pada data sekunder berupa rekam medis. Analisis MTO terhadap regimen pengobatan pasien difokuskan pada ketepatan dosis, ketepatan durasi, potensi interaksi obat, dan efek samping obat. Flukonazol merupakan antijamur sistemik bentuk injeksi yang paling sering digunakan (63,6%) dengan indikasi penggunaan empiris yang paling umum (41,1%). Kandidiasis merupakan jenis infeksi jamur invasif yang paling umum terjadi (26,2%) dengan median durasi pengobatan antijamur sistemik selama 9 (4-26) hari. Terdapat 45 pasien yang mengalami MTO. Termasuk dosis terlalu rendah sebanyak 4 (3,7%), durasi pengobatan terlalu singkat sebanyak 10 (9,3%), durasi pengobatan terlalu lama sebanyak 3 (2,8%), potensi interaksi obat sebanyak 19 (17,8%), dan efek samping obat sebanyak 18 (16,8%) pasien. Hasil uji Chi-square menunjukkan bahwa pasien dengan durasi pengobatan  >9 hari (p = 0,041) dan berusia >60 tahun (p = 0,005) lebih tinggi 2,438 dan 3,646 kali mengalami MTO antijamur sistemik bentuk injeksi. Temuan terkait efek samping obat dan interaksi obat memerlukan pemantauan oleh tenaga kesehatan dan implementasi protokol de-eskalasi antijamur untuk MTO terkait durasi dapat mengurangi biaya perawatan pasien di rumah sakit. ......The rising population of elderly and immunocompromised patients contributes to Indonesia's high burden of invasive fungal infections. Limited information and guidelines on systemic antifungal agents in Indonesia contribute to drug-related problems (DRPs). Moreover, in Indonesia, injectable forms of systemic antifungals have high costs and limited availability. This cross-sectional study aims to assess the utilization profile and DRP of injectable systemic antifungal medicines at dr. Cipto Mangunkusumo Hospital Building A between January and December 2022. This study utilized quota sampling of secondary data from medical records. The DRP evaluation of patient treatment regimens focused on dosage accuracy, duration accuracy, possible drug interactions, and adverse drug events (ADE). Fluconazole was the most frequently administered intravenous antifungal drug (63,66%), with empirical therapy being the primary indication for treatment (41,1%). Candidiasis was the most prevalent invasive fungal infection (26,2%), and the median duration of intravenous antifungal treatment was 9 (4-26) days. A total of 45 patients experienced DRPs, encompassing dosage too low in 4 (3,7%), treatment duration too short in 10 (9,3%), treatment duration too long in 3 (2,8%), potential drug interactions in 19 (17,8%), and ADE occurring in 18 (16,8%) patients. Chi-square analysis indicated that patients with treatment duration >9 days and those >60 years of age were 2,438 and 3,646 times more likely to experience DRPs (p = 0,041 and p = 0,005, respectively). Findings concerning ADE and potential drug interactions require monitoring by healthcare providers, and antifungal de-escalation protocols for duration-associated DRPs help reduce hospitalization costs.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chloe Shada Nareswari
Abstrak :
Latar belakang: Resistensi flukonazol pada Candida krusei semakin menjadi perhatian dalam pengobatan kandidiasis superfisial dan kandidemia. Propolis Lombok yang kaya akan flavonoid merupakan alternatif yang memiliki potensi. Penelitian ini mengeksplorasi aktivitas antijamur propolis Lombok terhadap pertumbuhan Candida krusei. Metode: Eksperimen in vitro ini menggunakan metode difusi agar sumuran (untuk pengukuran diameter zona hambat), dan mikrodilusi (untuk perubahan densitas optik) yang dilanjutkan dengan kultur jamur (untuk penentuan nilai KHM). Kelompok perlakuan pada metode difusi agar sumuran terdiri dari ekstrak etanol propolis Lombok pada konsentrasi 500.000 ppm, 700.000 ppm, dan 1.000.000 ppm, flukonazol (kontrol positif), dan DMSO 10% (kontrol negatif), serta penambahan kontrol pertumbuhan dan kontrol media pada metode mikrodilusi. Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok pada metode difusi agar sumuran (p = 0,025) dan mikrodilusi (p = 0,001), dengan rata-rata zona hambat terbesar pada 700.000 ppm (9,67 mm) dan rata-rata penurunan densitas optik terbesar pada 500.000 ppm (0,2308). Tes post hoc untuk metode difusi agar sumuran tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Untuk metode mikrodilusi, perbedaan densitas optik secara signifikan lebih rendah untuk 500.000 ppm dibandingkan dengan kontrol negatif dan kontrol medium, serta untuk 700.000 ppm dibandingkan dengan kontrol positif, kontrol pertumbuhan, dan kontrol medium. Kultur jamur menunjukkan pertumbuhan Candida krusei pada semua konsentrasi propolis. Kesimpulan: Propolis Lombok yang didapatkan dari Trigona clypearis berpotensi menghambat pertumbuhan Candida krusei. Namun, untuk dapat dijadikan sebagai pengobatan alternatif, efeknya harus dioptimalkan. Nilai KHM tidak dapat ditentukan. ......Introduction: Candida krusei’s fluconazole resistance is a growing concern in superficial candidiasis and candidemia treatment. Lombok propolis, rich in flavonoids, is a potential alternative. This research explores the antifungal activity of Lombok propolis against Candida krusei growth. Method: In vitro experiments used Agar well diffusion (for inhibition zone diameter measurement), and Broth microdilution (for optical density changes) followed by fungal culture (for MIC determination). Groups in Agar well diffusion included Lombok propolis ethanol extracts at concentrations of 500.000 ppm, 700.000 ppm, and 1.000.000 ppm, fluconazole (positive control), and 10% DMSO (negative control), with the addition of growth control and medium control in Broth microdilution. Result: This study found significant between-group differences in Agar well diffusion (p = 0,025) and Broth microdilution (p = 0,001), with the largest average inhibition zone at 700.000 ppm (9,67 mm) and the greatest average optical density decrease at 500.000 ppm (0.2308). Post hoc tests for Agar well diffusion revealed no significant difference and for Broth microdilution the optical density difference was significantly lower for 500.000 ppm compared to negative control and medium control, as well as for 700.000 ppm compared to positive control, growth control, and medium control. Fungal culture showed Candida krusei growth at all propolis concentrations. Conclusion: Lombok propolis collected from Trigona clypearis has the potential to inhibit the growth of Candida krusei. However, to be established as an alternative treatment, its effect has to be optimized. MIC value determination was inconclusive.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Alelda Rara Fatimah
Abstrak :
Pada penelitian ini, asam oleat diesterifikasi dengan dry metanol dan katalis HCl pekat dengan menggunakan refluks selama 6 jam pada suhu 60°C. Metil oleat yang terbentuk kemudian diamidasi dengan asam amino glisina dan fenilalanina yang dibantu dengan pelarut assetonitril. Selain itu, dilakukan juga amidasi langsung dari asam oleat dengan bantuan disikloheksilkarbodiimida (DCC) sebagai agen pengopling selama 2 jam pada suhu 0°C. Produk lipoamida yang terbentuk di identifikasi dengan KLT, di purifikasi dengan kromatografi kolom, dan di karakterisasi dengan FTIR. Aktivitas antifungi amida asam oleat juga ditentukan dengan metode difusi cakram terhadap Candida albicans. Hasil uji menunjukkan bahwa N-oleilglisina ACN memiliki aktivitas antifungi dengan kategori sedang, N-oleilfenilalanina ACN berkategori sedang, N- oleilglisina DCC tidak ada aktivitas, dan N- oleilfenilalanina DCC berkategori sedang. ......In this study, oleic acid was esterified with dry methanol and concentrated HCl catalyst using reflux for 6 hours at 60oC. The methyl oleate formed then amidated by glycine and phenylalanine using acetonitrile as a solvent. In addition, direct amidation of oleic acid was also carried using dicyclohexylcarbodiimide (DCC) as a coupling agent for 2 hours at 0oC temperature. The formed lipoamide product was identified by TLC, purified by column chromatography, and characterized by FTIR. The antifungal activity of oleic acid amide was also determined by disc diffusion method against Candida albicans. The result showed that N- oleylglycine ACN has moderate antifungal activity, N-oleylphenylalanine ACN has moderate category, N-oleylglycine DCC has no activity, and N-oleylphenylalanine DCC has moderate category.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosari Asty
Abstrak :
Penelitian untuk menemukan obat antijamur baru masih terus dilakukan. Asam lemak, khususnya asam risinoleat, menjadi senyawa yang menarik minat para peneliti dalam bidang ini. Pada penelitian ini dilakukan sintesis amida ester asam risinoleat teroksidasi-glisina dan amida ester asam risinoleat teroksidasi-fenilalanina melalui tiga tahapan reaksi yang meliputi reaksi esterifikasi Fischer, reaksi oksidasi pada ikatan rangkap, dan reaksi amidasi. Produk dari setiap tahap dikarakterisasi dengan KLT dan FT-IR. Hasil karakterisasi senyawa lipoamida dengan KLT menunjukkan penurunan spot yang mengindikasikan adanya senyawa lipoamida dalam produk hasil amidasi. Hasil karakterisasi produk amidasi dengan FT-IR menunjukkan senyawa amida terbentuk karena adanya gugus fungsi yang khas pada senyawa amida, yaitu gugus C=O amida, pada bilangan gelombang 1731 cm-1 untuk lipoamida-glisina dan 1733 cm-1 untuk lipoamida-fenilalanina. Hasil uji aktivitas antijamur produk amidasi menunjukkan lipoamida-glisina dan lipoamida-fenilalanina tidak mempunyai aktivitas antijamur terhadap Candida albicans. ......Research to find new antifungal drugs is still ongoing. Ricinoleic acid in particular is a fatty acid that has drawn the attention of researchers in this area. In this research, the synthesis of glycine-oxidized ricinoleic acid amide ester and phenylalanine-oxidized ricinoleic acid ester amide was carried out through three reaction steps, which included Fischer esterification reaction, oxidation reaction of the double bond, and amidation reaction. The products of each stage were characterized by TLC and FT-IR. The results of the characterization of lipoamide compounds by TLC showed a decrease in the spot’s travel length, which indicated the presence of lipoamide compounds in the amidation product. The results of the characterization of the amidation product with FT-IR showed that the amide compound was formed due to the presence of a unique functional group on the amide compound, namely the C=O amide group, at wave numbers 1731 cm-1 for lipoamide-glycine and 1733 cm-1 for lipoamide-phenylalanine. The antifungal activity test results of amidation products showed that lipoamide-glycine and lipoamide-phenylalanine do not have antifungal activity against Candida albicans.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>