Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fully Handayani Ridwan
"Istilah kepailitan di Indonesia bukanlah suatu hal yang benar-benar baru untuk dikenal. Sejak Indonesia mengalami krisis moneter pada pertengahan tahun 1997 perekonomian nasional semakin tidak menguntungkan dan membawa banyak kesulitan bagi kegiatan usaha. Atas desakan International Monetary Fund (IMF) diberikan kemudahan penyelesaian melalui proses kepailitan. Atas dasar latar belakang krisis ekonomi dan atas desakan dunia internasional terutama dari IMF, maka Indonesia melahirkan suat3 peraturan kepailitan yang baru. Pada tanggal 22 April 1998, pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan sebuah peraturan pemerintah pengganti Undang-undang atau PERPU No.1 Tahun 1998. Dalam perkembangannya, melalui persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Perpu Kepailitan No.1 Tahun 1998, telah diterima menjadi Undang-undang No.4 Tahun 1998. Pada pertengahan tahun 2002 perusahaan asuransi PT. Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (AJMI) dimohonkan pailit di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat oleh kurator PT. Dharmala Sakti Sejahtera (DSS) karena PT. AJMI tidak membayar dividen tahun 1999 sebesar Rp. 32,7 milyar kepada PT. DSS selaku pemegang 40% saham PT. AJMI yang tercatat untuk tahun buku 1999. DSS pada pertengahan Juni 2000 telah dipailitkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Padahal kepntusan nntuk tidak membagikan dividen tersebut merupakan keputusan dari Rapat Umum Pemegang Sahara (RUPS) dengan alasan untuk memenuhi Risk Based Capital (RBC) 120% seperti yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai ukuran kesehatan perusahaan asuransi. Setelah kasus PT. AJMI ternyata terdapat kasus kepailitan asuransi kembali pada pertengahan tahun 2004, PT. Prudential Life Assurance sebuah perusahaan asuransi "sehat" dengan solvabilitas atau kemampuan perusahaan untuk, memenuhi kewajiban perusahaan mencapai 225% pada pertengahan tahun 2004. PT. Prudential ini dipalitkan berkaitan dengan gugatan yang diajukan oleh Lee Boon Siang, yang merupakan mantan agen asuransinya karena dianggap tidak memenuhi kewajiban mernbayar bonus dan biaya perjalanan sekitar Rp. 6 Milyar. Pengadilan Niaga Jakarta mengabulkan tuntutan dari Lee dan terhadap kenyataan ini Prudential menyatakan kasasi pada Mahkamah Agung."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16645
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Llewellyn, Karl N.
boston.toronto: Little, Brown and Company, 1960
347.95 LLE c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jaya Ahmad Nurjaman
"Penelitian ini membahas mengenai Badan Banding WTO (WTO's Appellate Body/AB) yang hingga saat ini sedang tidak beroprasi seperti biasanya. Ketentuan Pasal 7 ayat (1) Dispute Settlement Understanding (DSU) menyatakan bahwa jumlah anggota Badan Banding terdiri dari 7 orang anggota. Namun, sejak Juli 2018, anggota Badan Banding hanya tersisa 4 orang anggota, dimana 3 dari 4 anggota tersisa telah habis masa jabatannya di tahun 2019. Hal ini menyebabkan pemenuhan jumlah quorum dalam Badan Banding yang memerlukan 3 orang anggota dari 7 orang anggota Badan Banding tidak terisi, dikarenakan Badan Banding hanya menyisakan 1 orang anggota. Keadaan Badan Banding yang hanya tinggal 1 anggota mengakibatkan Badan Banding tidak berkapasitas untuk mendengarkan, memeriksa dan membuat Laporan Banding. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat Deskriftif-Analisis, dengan metode pendekatan Yuridis-Normatif. Hasil penelitian yang di dapat adalah Negara-negara anggota yang bersengketa dapat membawa Laporan Panel ke Badan Banding terlebih dahulu sebelum Badan Penyelesaian Sengketa WTO (WTO's Dispute Settlement Body/DSB) mengeluarkan keputusan dan rekomendasi. Situasi yang tidak kondusif pada Badan Banding sebagai lembaga pengadilan tingkat banding di WTO saat ini bisa saja dihindari oleh Negara-negara anggota yang sedang bersengketa dengan cara tidak dipergunakannya Badan Banding. Namun keadaan ini menimbulkan rasa khawatir dari Negara-negara anggota, baik terhadap penyelesaian sengketa-sengketa dagang yang saat ini sedang berproses, maupun terhadap perkembangan sistem penyelesaian sengketa perdagangan WTO kedepan. Kekhawatiran tersebut dikarenakan tanpa berfungsinya Badan Banding, Negara-negara anggota yang sedang bersengketa kesulitan untuk dapat memperoleh hasil yang adil sesuai aturan WTO. Maka, beberapa Negara anggota WTO sepakat untuk membentuk Badan Banding Sementara yang didasarkan pada sistem Arbitrase WTO sesuai ketentuan Pasal 25 DSU. Pereplikasian aturan Pasal 25 DSU dalam pengadilan tingkat banding di WTO ini merupakan solusi yang dipergunakan sementara waktu sampai situasi Badan Banding kembali normal.

This study discusses the WTO's Appellate Body (AB) which is not operating as usual until today. The provisions of Article 7 paragraph (1) on Dispute Settlement Understanding (DSU) states that the number of members of the Appellate Body should consist of 7 members. However, since July 2018, there is only 4 the Appellate Body members left, where 3 out of the 4 remaining members have finished their term in 2019. This caused the fulfillment of the quorum in the Appellate Body who requires 3 more members out of 7 members was not filled since there is only 1 the Appellate Body left. The situation caused the Appellate Body did not have the capacity to listen, examine, and make an Appeals Report. This study used a normative legal research method, a Descriptive-Analysis with a juridical-normative approach. The result of the study is the disputed member states can bring the Panel Report to the Appellate Body before the WTO's dispute Settlement Body (DSB) issues a decision and recommendation. The unconducive situation of the Appellate Body as an appellate court in the WTO can currently be avoided by the disputed member states by not using the Appellate Body. However, this situation emerged concerns from the member states, both over the settlement of trade disputes that are currently in process and its development of the WTO trade disputes settlement system that is going forward. These concerns were due to the less functioning of the Appellate Body, the member states that were in dispute found it difficult to obtain fair results according to WTO's rules. Therefore, several WTO's member states agreed to form a Provisional Appellate Body based on the WTO Arbitration system in accordance with Article 25 of the DSU. The replication of Article 25 of the DSU rules in the appellate court at the WTO is a solution and used temporarily until the situation of the Appeals Board returns to normal."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helga Sheren
"Karya ilmiah ini mengkaji terkait efektivitas yurisdiksi pengadilan niaga dalam mengadili perkara antitrust dan monopoli di Indonesia, dengan perbandingan mekanismenya sebelum dan sesudah pemberlakuan Undang-Undang Cipta Kerja (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020). Penelitian ini mengeksplorasi perubahan yurisdiksi yang diperkenalkan oleh Undang-Undang Cipta Kerja, yang memindahkan kewenangan untuk menangani keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dari pengadilan negeri ke pengadilan niaga. Melalui analisis doktrinal dan komparatif, penelitian ini mengkaji bagaimana perubahan ini memengaruhi efisiensi prosedur, kepastian hukum, dan penegakan hukum persaingan usaha. Selain itu, Penulis juga melakukan wawancara dengan seorang praktisi hukum persaingan usaha. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam penanganan hukum acara perkara persaingan usaha, terutama dalam mekanisme keberatan dan waktu penyelesaian perkara. Penelitian ini menyoroti bagaimana keahlian pengadilan niaga telah meningkatkan kualitas putusan, yang lebih sesuai dengan kompleksitas perkara persaingan usaha. Namun, di saat yang bersamaan, perubahan ini memberikan keuntungan bagi KPPU karena beberapa alasan. Beberapa alasan tersebut mencakup pelaku usaha dirugikan karena keterbatasan aksesibilitas pengadilan niaga, meningkatnya biaya litigasi, dan hambatan logistik yang menimbulkan kekhawatiran terhadap keadilan akses hukum. Dengan menganalisis peraturan perundang-undangan yang relevan, putusan pengadilan, dan praktik yang sesuai standar internasional, penelitian ini mengevaluasi implikasi ekonomi dan hukum yang lebih luas dari perubahan yurisdiksi ini. Penulis memberikan rekomendasi untuk mengatasi hambatan dalam implementasi sistem baru, dengan menekankan kebutuhan akan peningkatan sumber daya peradilan, kejelasan prosedur yang lebih baik, dan langkah-langkah untuk memastikan persaingan usaha yang adil.

This thesis investigates the effectiveness of appellate court jurisdiction in adjudicating antitrust and monopoly cases in Indonesia and the comparison of the mechanism before and after the enactment of the Job Creation Omnibus Law (Law Number 11 Year 2020). The research explores the jurisdictional shift introduced by the Omnibus Law, which transferred the authority to hear objections against Indonesian Competition Commission (KPPU) decisions from district courts to commercial courts. Through doctrinal and comparative analysis, this study examines how these changes influence procedural efficiency, legal certainty, and the enforcement of competition law. In addition, The Author also conducted an interview with a competition lawyer. Key findings reveal significant differences in the procedural handling of competition cases, particularly in terms of objection mechanisms and judicial timelines. The study highlights how the expertise of commercial courts has enhanced the quality of verdicts, aligning them more closely with the complex nature of antitrust and monopoly disputes, but at the same time puts KPPU at an advantage due to the following reasons. Business actors are put at a disadvantage due to limited commercial court accessibility, increased litigation costs, and logistical barriers for business actors raise concerns about equitable access to justice. By analyzing relevant legislation, court decisions, and international best practices, the research evaluates the broader economic and legal implications of these jurisdictional changes. Recommendations are proposed to address obstacles in the implementation of the new system, emphasizing the need for expanded judicial resources, enhanced procedural clarity, and measures to ensure fair competition."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Schmidhauser, John R.
Boston,Toronto: Little,Brown and Company, 1979
345.05 SCH j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library