Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Gusti Agung Gede Surya Bhuana Srivijayananta
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S11866
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Palembang : Balai Arkeologi Palembang
050 BPAP 2 : (1997) (2)
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Pusat Penelitian Arkeologi nasional
050 AAI 5 (1976)
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Djakarta : Balai Pustaka
050 BDP 4:(1958)
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Kartum Setiawan
2010
T39930
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Suroto
Denpasar: Udayana University Press, 2010
930.159 8 HAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Abdul Jabbaar Hamzah
Abstrak :
Karya ini membahas tentang bangunan Candi Tepas yang berada di Blitar. Bangunan Candi Tepas memiliki bentuk yang tidak utuh yaitu hanya tersisa kaki candi dan sedikit bagian tubuh. Candi pada umumnya memiliki tiga bagian yaitu kaki, tubuh, dan atap. Bentuk Candi Tepas menjadi hal yang dibicarakan dalam karya ini. Bagian yang tersisa yaitu kaki dan tubuhnya, tidak dalam kondisi yang baik. Terdapat kerusakan dan juga keausan pada batuan penyusun candi. Analisis bentuk yang dipakai untuk identifikasi Candi Tepas, dengan membandingkan bagian candi yang masih utuh dengan yang tidak utuh, untuk mendapatkan bentuk dari Candi Tepas. Kemudian dilakukan pula perbandingan dengan candi-candi yang memiliki ciri yang serupa dan naskah kuna. Hasilnya berupa dugaan bentuk dari Candi Tepas dan juga kronologi waktu dan latar keagamaan.
This work discusses the Candi Tepas located in Blitar. Candi Tepas has a form that not only left intact the foot of the temple and some parts of the body. Temple usually has three parts: legs, body and roof. The main discusses in this work is about form of Candi Tepas. The remaining parts of Candi Tepas is legs and body, but it_s not in good condition. There is damage and wear and tear on rocks making up the temple. Analysis of a form that is used for identification Candi Tepas, by comparing parts of the temple are still intact with non-intact, to get the form from Candi Tepas. Then do the same comparison with the temples that have similar characteristics and ancient manuscripts. The result of the alleged form of the Candi Tepas and also the chronology of time and religious background.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S11543
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Egga Pramuditya
Abstrak :
Skripsi ini membahas sejauh mana penerapan unsur-unsur bangunan Jawa yang diterapkan pada bangunan Masjid Kadilangu dan untuk membuktikan adanya akulturasi pada bangunan masjid tersebut. Dengan mengetahui sejauh mana unsur-unsur bangunan lokal itu dipertahankan dalam bangunan masjid dapat diketahui pengaruh apa saja dari unsur tradisi bangunan Jawa yang masuk kedalam bangunan Masjid Kadilangu. Penelitian dilakukan dengan membandingkan bentuk bangunan Masjid Kadilangu dengan konsep bangunan yang dikembangkan oleh masyarakat Jawa.
This graduate thesis talk about the elements of Javanese house that is applied on Kadilangu Mosque, to prove that there?s an acculturation wich is influence the construction of the mosque. We can find how far the influence of Javanese house design that exist on Kadilangu Mosque by observing the local element of Javanese culture that can be seen on it. This observation using method of comparism between Kadilangu Mosque and the concept of Javanese building that has been developed by Javanese society.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S11836
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Proyek Penelitian Purbakala
050 IAAI 1 (1983) (1)
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sulistyanto
Abstrak :
Warisan budaya sebagai media yang dianggap memiliki fungsi dalam menjaga proses pertumbuhan kebudayaan bangsa, ternyata makna yang terkandung di dalamnya dapat diwariskan secara berbeda-beda. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan sistem pengetahuan stakeholders (pemangku kepentingan) dalam memaknai warisan budaya Situs Sangiran dan cara-caranya bertindak menggunakan sistem pengetahuan yang mereka miliki. Penelitian mengenai sistem pengetahuan tersebut, dinilai sangat penting, guna memahami perasaan dan pikiran mereka dalam merepresentasikan kebudayaannya terhadap lingkungan sosial, budaya maupun lingkungan alam Situs Sangiran. Pemaknaan pemerintah (pusat) terhadap warisan budaya Sangiran sangat berbeda dengan pemaknaan yang diberikan oleh penduduk, bahkan berbeda pula dengan pemaknaan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah Otonom. Dalam konteks demikian inilah, ketiga sistem pengetahuan budaya yang berbeda itu diperbandingkan guna menjelaskan beberapa faktor penyebab terjadinya konflik pemanfaatan warisan budaya Situs Sangiran. Konsekuensi atas kajian di atas, menuntut penelitian ini menemukan model pengelolaan Situs Sangiran beserta pengembangannya ke depan, karena model pengelolaan yang diterapkan sudah tidak sesuai lagi dengan perubahahan sistem kepemerintahan pada masa sekarang. Hasil penelitian ini memperlihatkan, bahwa model pengelolaan yang masih terpengaruh oleh kerangka pikir masa Kolonial dengan ciri kebijakan bersifat satu arah (top 0 down), eksklusif dan legislator, hanya akan menciptakan konflik r!. kepentingan yang berkepanjangan. Dalam era otonomi Daerah seperti sekarang ini, model pengelolaan yang dianggap sesuai untuk diterapkan di Situs Sangiran, adalah model pengelolaan berdasarkan sistem yang mengutamakan konsep milik bersama atau arkeologi untuk masyarakat. Memperhatikan berbagai konflik yang terjadi di Situs Sangiran selama ini, paling tidak ada lima konsep dasar yang harus dipenuhi oleh lembaga arkeologi dalam menata Situs berskala dunia ini. Pertama, lembaga arkeologi harus bersifat reaktif, yaitu peka dalam menangkap berbagai permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat dengan rnemberikan pandangan-pandangan yang bijak dan jalan keluar terbaik (win-win solution). Kedua, akomodatif, artinya lembaga pengelola Sangiran harus mampu menampung berbagai kepentingan yang masing-masing kepentingan memiliki perbedaan sasaran dan tujuan. Ketiga, partisipatif, dalam arti semua kegiatan pengelolaan warisan budaya harus melibatkan berbagai stakeholders. Keempat, lembaga arkeologi pengelola Situs Sangiran harus bersifat transparan, dalam arti semua kebijakan perlu diketahui dan dibicarakan dengan publik. Kelima, integratif, lembaga arkeologi pengelola Situs Sangiran hams mampu mengintegrasikan seluruh kemampuan stakeholders dalam kesatuan visi yang terkoordinasi. Untuk menciptakan model pengelolaan yang reaktif, akomodatif, partisipatif dan transparan, serta integratif, dipandang penting pemerintah (pusat) segera menetapkan Situs Sangiran sebagai kawasan strategis nasional sekaligus membentuk lembaga independen, yaitu Badan Otorita Kawasan Sangiran yang mampu menyatukan berbagai perbedaan persepsi dan berupaya mengakomodir beragarn kepentingan, agar potensi situs dapat dimanfaatkan secara maksimal, baik untuk kepentingan mayarakat lokal, regional, nasional maupun global.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
RB 000 B 33 r
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>