Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rastra Rantos
"ABSTRAK
Regurgitasi merupakan suatu kejadian keluarnya isi lambung ke arah farings dan mulut tanpat adanya usaha paksa dari bayi. Keadaan ini sering ditemukan pada tahun pertama kehidupan dan umumnya disebabkanm oleh refluks gastroesofagus (RGE) akibat imaturitas mekanisme anti-refluks pada sfinger esofagus bagian bawah (SEB). Data di negara maju melaporkan sekitar 50% bayi sehat berumur 0-3 bulan mengalami regurgitasi paling sedikit 1 kali setiap harina dan meningkat 70% pada usia 6 bulan, hingga menurun secara bertahap hingga 10% pada umur 12 bulan dan 5% pada umur 12-18 bulan.
Tata laksana yang adekuat sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya masalah klinis akibat regurgitasi yang berlanjut, antara lain esofagitis, striktur esofagus, mainutrisi, atau problem respiratorik. Langkah pertama tatla laksana regurgitasi adalah parental reassurance dan dilanjutkan dengan pemberian thickening milk sebagai susu anti regurgitasi, sedangkan terapi posisi seiain seringkoli membuat bayi tidak nyaman,hanya diberikan pada kasus tertentu mengingat meningkatnya kejadian sudden infant death syndrome (SIDS)."
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendapatkan efek thickening pada susu. Di negara maju telah tersedia thickening milk komersil dan terbukti dapat menurunkan fiekuensi regurgitasi. Locust bean gum merupakan salah satu bahan yang dikandung dalam thickening milk komersil dan mempunyai fek thickening. Locust &can gum tidak dipecah oleh enzim amilase kelenjar liar dan asam lambung sehingga tetap dapat mempertahankan efek thickeningnya.
Jenis susu tersebut masih terbatas pada negara berkembang dan harganyapun relatif mahal. Dengan mempertimbangkan efek positif dari thickening milk, maka telah dilakukan modifikasi thickening milk dengan cara menambahkan 1 sendok takar (5 g) tepung beras ke dalam 100 cc larutan susu. Dari beberapa laporan, cara ini juga memperlihatkan hasil yang positif dalam menurunkan frekuensi regurgitasi, meskipun tidak sebesar thickening milk kontersil. Beberapa kendala ditemukan pada thickening milk modifikasi, antara lain pemberian susu memerlukan lobang dot lebih besar, densitas kalori lebih tinggi sehingga komposisi nutrisi yang dikandungnya tidak sesuai dengan komposisi nutrisi yang dianjurkan. Beberapa bayi dilaporkan mengalami konstipasi. Walaupun demikian, thickening milk modifikasi masih merupakan terapi alternatif pada regurgitasi terutama di negara berkembang, karena selain memperlihatkan efek positif, cara ini jauh lebih murah.
Penggunaan kedua jenis thickening milk (komersil dan modifikasi) belurn pernah dilaporkan di Indonesia, sedangkan prevalens- regurgitasi pada bayi Indonesia cukup tinggi, oleh karena itu, cukup beralasan melakukan penelitian mengenai efektivitas thickening milk pada bayi Indonesia yang mengalami regurgitasi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T58751
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismi Nita
"Air susu ibu (ASI) merupakan makanan bayi yang paling baik dan bersifat unik karena spesifik untuk spesies manusia. Pemberian ASI secara eksklusif (ASI eksklusif) adalah pemberian nutrisi yang ideal dan cukup untuk bayi sampai berusia 6 bulan. Pada tahun 1992, UNICEF dan WHO meluncurkan apa yang disebut "Baby Friendly Hospital Initiative" (Rumah Sakit Sayang Bayi = RSSB), yang bertujuan memperbaiki pelayanan maternal dan neonatal di rumah sakit sehingga para ibu dapat menyusui bayinya dengan balk melalui penerapan "Ten Steps to Successful Breastfeeding" (Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui = 10 LMKM).
Dalam kenyataan sehari-hari di masyarakat, para ibu umurnnya sudah mulai menyusui sejak bayinya lahir, tetapi sebelum bayi berusia 6 bulan mereka telah menghentikan pemberian ASI atau ditambah dengan makanan lain. Angka cakupan ASI eksklusif 0-4 bulan menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002 masih rendah yaitu sebesar 55%, sedangkan target yang akan dicapai pada tahun 2010 pemberian ASI eksklusif adalah sebesar 80%.
Sejauh ini, angka pemberian ASI eksklusif yang sebenarnya di lapangan tidak diketahui dengan pasti. Pencatatan yang dilakukan oleh Puskesmas adalah jumlah kunjungan ibu yang memberikan ASI eksklusif tanpa verifikasi apakah benar ASI diberikan secara eksklusif kepada bayi. Di samping itu, data jumlah kunjungan tidak mencerminkan jumlah ibu yang memberikan ASI eksklusif. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang cerrnat dengan pertanyaan-pertanyaan untuk memverifikasi perilaku menyusui ibu di lapangan.
Faktor-Faktor yang Menghambat Pemberian ASI Eksklusif Banyak alasan mengapa ibu tidak memberikan AST kepada bayinya. Suatu survei mengungkapkan beberapa alasan ibu memberikan susu formula atau makanan tambahan, antara lain: ASI kurang atau tidak keluar (38,0%), dianggap sudah waktunya (27,1%), ibu bekerja (18,6%), dan bayi tidak mau (6,1%).
Faktor-faktor yang mempengaruhi angka menyusui tidak hanya beragam dan kompleks, tetapi juga berpengaruh secara berlainan dalam situasi yang berbeda. Pendidikan ibu misalnya, berkaitan dengan angka menyusui yang lebih tinggi di negara-negara maju tetapi lebih rendah di negara-negara berkembang. Pengaruh budaya dan kepercayaan diri ibu terhadap kemampuannya menyusui juga dapat berbeda dan mempengaruhi sikap ibu terhadap menyusui.
Faktor-faktor yang diketahui berkaitan dengan penghentian pemberian ASI antara lain merokok, paparan terhadap asap rokok, ibu sedang mendapat obat, problem fisik seperti obesitas dan masalah kejiwaan seperti depresi, serta keadaan yang membuat sulit menyusui, seperti kembali bekerja atau sekolah.
Promosi susu formula dalam bentuk paket-paket edukasi dari perusahaan susu formula pada kunjungan antenatal telah terbukti meningkatkan penghentian pemberian ASI dalam 2 minggu pertama pasca bersalin. Ironisnya, paket-paket tersebut diberikan oleh para tenaga kesehatan yang melayani pelayanan antenatal para ibu hamil."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yayah K. Husaini
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996
664.62 YAY m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rina
"Latar Belakang: Gizi merupakan salah satu komponen penting dalam tubuh manusia.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita.
Metode: penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. populasi yang diteliti adalah balita berumur 7-59 bulan di Kecamatan Geragai Kabupaten Taniung Jabung Timur Propinsi Jambi Tahun 2012. Analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi square.
Hasil: Penelitian menunjukkan bahwa persentase balita dengan status gizi kurang sebesar 14%. Berdasarkan uji bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu, pola asuh, penghasilan keluarga, penyakit infeksi, sarana air bersih dan jarak sumur dengan jamban/WC dengan status gizi balita.

Background: Nutrition is a vital component in the human body.
Purpose: This study aimed to determine the factors associated with nutritional status of children.
Methods: This study used analytical research method With cross sectional approach. Population studied Was children aged 7-59 months in Geragai District of Tanjung J abung Timur Jambi by 2012. Bivariate analysis using Chi square test.
Results: The study showed that the percentage of children with malnutrition status by 14%. Based on bivariate test showed a significant relationship between maternal education, parenting, family income, infectious diseases, water source wells and the distance to the toilet 1' WC with nutritional status of children.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lazuardi Gayu Ilhami, author
"Stunting masih menjadi salah satu masalah gizi balita di Indonesia. Sebanyak 37,2 balita pada tahun 2013 memiliki tinggi badan yang kurang. Terdapat banyak faktor yang membuat balita memiliki tinggi badan yang kurang, di antaranya adalah praktik pemberian makanan pendamping ASI MP-ASI yang belum dilakukan dengan baik dan benar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu terkait MP-ASI dengan tinggi badan balita. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain cross-sectional. Subyek penelitian dipilih sebanyak 100 orang dari warga Kampung Melayu, Jakarta Timur dengan teknik consecutive sampling. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai MP-ASI dan alat ukur tinggi badan balita.
Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa terdapat 35,0 balita stunting dan 25,0 ibu yang memiliki pengetahuan mengenai MP-ASI yang kurang. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu mengenai MP-ASI dengan tinggi badan balita p=0,021 dengan nilai prevalence ratio sebesar 2 IK95 1,21 sampai 3,31 . Pengetahuan ibu yang adekuat mengenai MP-ASI berimplikasi pada praktik pemberian MP-ASI yang baik dan benar yang menyebabkan perbaikan gizi balita dan berujung pada penurunan risiko terjadinya stunting.

Stunting is still one of the nutritional problems among toddlers in Indonesia. Up to 37.2 toddlers in 2013 were stunted. There are many factors that lead infants having shorter body length, one of these is the practice of weaning among the mothers that is not appropriate.
This research is aimed to analyze the association between the knowledge of the complementary food and its feeding practice among the mothers and the toddler rsquo s body length. This is an analytic observational study that uses cross sectional design. There are 100 respondents who are chosen from the Kampung Melayu civilians in Jakarta using the consecutive method of sampling. Data are collected by using a questionnaire and a simple stature meter.
The result is that there are 35.0 stunted toddlers and 25.0 of the mothers are having an inadequate knowledge about complementary food and its feeding practice. There is a significant association between mother rsquo s knowledge of complementary food and toddler rsquo s body length p 0.021 with the value of prevalence ratio is 2 CI95 1.21 up to 3.31 . Adequte knowledge of complementary food and its feeding practice will leads to the better nutritional status of the toddlers and eventually decrease the risk of stunting.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Sari
"Praktik Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) memiliki peran yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak usia 6-23 bulan. Kebiasaan makan sehat pada anak tidak hanya bergantung pada nutrisi yang diberikan, tetapi peran sentral orang tua baik ayah maupun ibu dalam pengasuhan dan praktik pemberian MPASI. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan praktik pemberian MPASI yang dilakukan oleh ayah dan ibu terhadap respons anak saat makan. Penelitian kuantitatif ini menggunakan desain cross sectional. Responden pada penelitian ini terdiri dari ayah dan ibu yang mempunyai anak usia 6-23 bulan. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah metode probability sampling dengan teknik multistage cluster sampling. Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 293 orang, yang dibagi pada dua kota besar di Indonesia yakni Kota Jakarta dan Palembang. Alat pengumpulan data yang digunakan yaitu kuesioner elektronik. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan praktik pemberian MPASI oleh ayah dan ibu, perbedaan yang bermakna signifikan terlihat pada lingkungan makan keluarga, terdapat korelasi positif dan cukup kuat (r=0,26-0,50) antara praktik pemberian MPASI oleh ayah dan ibu dengan respons anak saat makan, terdapat hubungan yang bermakna antara durasi, metode, dan lingkungan yang mendukung pemberian MPASI dengan respons anak saat makan; serta tidak terdapat hubungan bermakna antara waktu pengenalan dan jenis MPASI dengan respons anak saat makan (p-value> 0,05). Simpulan yang didapat adalah praktik pemberian MPASI oleh ayah cenderung lebih responsif dibandingkan ibu. Program edukasi dan intervensi yang melibatkan orangtua khususnya ayah perlu dikembangkan dalam pemberian makan anak.

Complementary feeding practice is a crucial for growth and development of children aged 6-23 months. Healhty eating habits in children are infleunced not only by nutrition provided but also by the pivotal role of both parents in caregiving and CF practices. This study aims to compare the complementary feeding practices performed by fathers and mothers in relation to the child’s response during feeding. This research employs a quantitative approach with a cross-sectional design. This quantitative study adopts a cross-sectional design. The inclusion criteria for the sample are parents who have children aged 6-23 months. The sampling method is probability sampling with multistage cluster sampling technique. The total sample size is 293, distributed across two major cities in Indonesia, Jakarta and Palembang. The data collection tool utilized is an online questionnaire. The study indicates significant differences in CF between mothers and fathers, particularly in the family meal environment. A significant and moderately strong positive correlation was found between CF and child’s response during feeding (r=0,26-0,50). Additionaly, there is significant relationship with duration, method, and the supportive environment, but no significant relationship was found with the timing of introdution, and type of CF, and the child’s response during feeding (p-value> 0,05). The study concluded that father tend more responsive compared to mother. Therefore, educational and intervention programs involving parents, particularly fathers, should be developed to enhance children’s feeding practices"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library