Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984
899.223 8 GEG (2)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Denpasar : Balai Penelitian Bahasa Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Depdikbud , 1995
899.223 8 IND h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Handayani
Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998
899.223 8 HAN t (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ide Anak Agung Gde Agung, 1921-1999
Yogyakarta : Duta Wacana University Press, 1990
959.8 IDE b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Denpasar : Baliologi, 1986
899.223 8 DON
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Kusparyati Boedhijono
"ABSTRAK
Lingga statues are found every where in Balinese villages. Its shape looks like a small pillar with special characters on its body, and known as a symbol of the god Siwa in Hindu religion. Lingga is still worshipped by the Hindus in Bali, although now the ceremonies are not real done by the people in some pura where the linggas are kept.
As the result of the activity in data collecting on this prelimenary research there are found some variety on the 293 ancient linggas in Bali. This fact makes some problem to identify what kind of functions and religious ceremonies are related from the shape of the lingga. It is considered that there are some religious sect worshipped the lingga in its form in Bali, especially in ancient time and may be there are also some meaning according to its shapes and variaties. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
I Nyoman Astawa
"Penerapan adat tradisi Bali di Jakarta merupakan salah satu obyektivasi pelaksanaan budaya daerah ditengah masyarakat multikultural. Budaya yang didukung oleh masyarakat Bali melalui kegiatan upacara keagamaan Hindu diwujudkan ke dalam bentuk sesajen, busana adat dan berbagai kreativitas seni. Seluruh rangkaian pelaksanaannya terpusat dalam kawasan suci yakni pura. Dampak dari penerapan adat tradisi Bali terhadap kerukunan hidup intern beragama Hindu di DKI Jakarta telah memberikan pencitraan yang eksklusif terhadap agama Hindu itu sendiri. Karena pemeluk agama Hindu di Jakarta tidak saja berasal dari etnis Bali, melainkan multi-etnis. Kendala psikologis dalam mengekspresikan adat tradisi etnis lain dialami dalam kegiatan keagamaan Hindu, karena makna "Bali" telah melekat dengan "agama Hindu" di Indonesia.
Pengamalan ajaran Hindu ke dalam bentuk upacara agama merupakan salah satu wujud dari yajna yang menggunakan simbol-simbol sakral. Umat Hindu mengupayakan penyatuan realita dengan harapan menjadi satu dalam keyakinan dengan perpaduan dimensi vertikal -- transenden dan horizontal - imanen. Melalui bentuk-bentuk sesajen, pakaian adat, media pura serta simbol-simbol agama, menjadi renapan kesusilaan yang diterapkan secara turun temurun. Kaidah-kaidah kesusilaan yang disosialisasikan oleh masyarakat Bali ke dalam bentuk adat tradisi dan dijiwai oleh ajaran agama Hindu telah membudaya. Masyarakat Bali di Jakarta telah mengalami perubahan dalam sikap hidup secara terstruktur akibat dari ekologi Jakarta. Terjadi reorientasi simbolik terhadap peran adat tradisi Bali yang bersumber pada ajaranan agama Hindu sehingga penerapannya tidak menyimpang dengan kondisi Jakarta. Penerapan budaya agama Hindu sebagai ekspresi individu dan komunitas di tengah-tengah lingkungan yang beragam, menjadi media membangun kerukunan hidup beragama dan sekaligus dijadikan intrumen pengukur stabilitas dalam rangka ketahanan wilayah Jakarta.
Pelaksanaan adat tradisi Bali di Jakarta, selain sebagai salah satu aktivitas yang mengiringi aspek-aspek ritual keagamaan, juga mengandung aspek seni tersendiri yang dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Upacara dengan sarana sesajen pada setiap upacara keagamaan, memiliki fungsi sosial dan mampu menyampaikan pesan khusus terhadap kecemasan manusia terhadap diri dan ekologinya. Pengamalan ajaran agama melalui pendekatan diri secara vertikal yang transenden dan horizontal imanen telah merubah faktor-faktor pemisah menjadi pemersatu dalam masyarakat Bali. Kondisi ekologi Jakarta telah membentuk militansi masyarakat Bali untuk belajar beradaptasi dengan lingkungan berbeda. Jika di Bali fungsi pura praktis pada saat upacara piodalan, di Jakarta telah difungsikan sebagai sentra aktivitas sosial budaya khususnya penyelenggaraan pendidikan agama bagi siswa SD, SMP dan SMU serta kegiatan organisasi kemahasiswaan di samping sekaa dan pesantian.

Balinese traditional custom implementation in Jakarta is one of the region cultural objective procurement among multi-cultural society. Traditions supported by Balinese through Hindu rituals in several forms of as ritual offerings, custom clothing and many artful activities. The whole series of it was centered within the sacred Pura, The influence of this Balinese against the internal Hindu community in DKI Jakarta has given an exclusive interpretation to the Hindu itself. Since Hindu followers were multi-ethnical, not only Balinese, therefore, the meaning of "Bali" is so identical to the "Hindu" religion in Indonesia.
Hinduism application in such forms as religious rituals were one of yajna, which using sacred symbols. Hindu followers are striving to combine reality and hope into one faith by vertical-transcendence and horizontal-immanent dimensions. Through sacrificial, custom clothing, temples and religious symbols, being a hereditary decent application. Decent philosophy socialized by Balinese in traditions and encouraged by culture of Hindu religion. Balinese in Jakarta have changed in structural lifestyle for its ecology. Causing 'symbolic re-orientation to Balinese custom originated from Hindu, so that its implementation is no longer digressing with the condition of Jakarta. Hinduism implementation as individual and communal expression among various environments, being a religious reconciliatory and also being a parameter of stability in Jakarta's resilience.
Balinese custom implementation in Jakarta, in addition as activities along with religious ritual aspects, is also has its own artistic aspect that can be enjoyed by the society. Rituals with sacrificial, has a social function and able to corresponding about human dread against themselves and their ecology. Religion implementation through self-approach in transcendence vertical and immanent horizontal has changed separating factors, being a reconciliatory to Balinese. Jakarta ecology has form Balinese militancy, learning to adapt in various environments. While in Bali, temple's practical function is in piodalan ritual, in Jakarta it has been functioned as a social activity center of culture, especially in religion education to elementary, junior high and high school students, and scholar organization in addition to sekaa and pesantian.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15187
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Nyoman Weda Kusuma
"Naskah Usana Bali Mayantaka Carita ditemukan dalam bentuk Kakawin, Babad, Geguritan atau Parikan. Dari penggunaan bahasanya dapat ditemukan bahwa bentuk Kakawin Usana Bali Mayantaka Carita (UBMC) lebih tua dibandingkan dengan naskah yang lain. Oleh karena itu UBMC dijadikan dasar telaah dalam penelitian ini. Hal tersebut sesuai dengan aspek penelitian filologi yang menentukan naskah paling tua untuk dijadikan dasar telaah, karena dianggap naskah yang ditulis oleh pengarangnya.
UBMC ditulis oleh Nirartha di Bali, sekitar awal abad ke-16. Naskah tersebut ditemukan 10 buah, yakni: 4 naskah lontar dan 6 naskah kertas (8 naskah ditulis dengan huruf Bali dan 2 naskah ditulis dengan huruf Latin). Hasil seleksi dari naskah UBMC tersebut, ditemukan satu naskah memiliki keunggulan, dari segi keutuhan cerita, bentuk tulisannya yang mudah dibaca dan tidak ditemukan "huruf yang dimatikan". Dengan demikian dalam edisi teks digunakan metode landasan. Teks UBMC yang dijadikan landasan dalam penelitian ini adalah teks UBMC milik Gedong Kirtya Singaraja.
Teks UBMC tersebut ditransliterasi ke dalam huruf Latin, diterjemahkan dalam ke bahasa Indonesia, disunting, ditelaah bentuknya, dan konsep-konsep kepercayaan yang terkandung di dalamnya.
Telaah bentuk UBMC ditemukan bentuk-bentuk metrum yang berasal dari kesusastraan Kawya (India), metrum asli Indonesia dan motrum-metrum yang tidak diketahui asal dan namanya. Dan 44 pupuh dalam UBMC, ditemukan 25 pupuh tidak diketahui asal dan nama metrumnya. Metrum-metrum yang berasal dari kesusastraan Kawya yang adalah: Sikharini (2 pupuh), Sardulawrikridita (2 pupuh), Mredukomala, Aswalalita, Sragdhara, Wangsasta, Praharsini, Mattaraga, dan Swangsapatra. Sedangkan metrum Indonesia adalah: Jagaddhita (2 pupuh), Wibhrama, Kilayu Anedeng, Mretatodaka, Widyutkara, Turidagati, dan Utgata-Wisama atau Rahitiga.
Setiap bait Kakawin terdiri atas empat baris, masing-masing baris mempunyai jumlah suku-kata dan metrum yang sama. Namun dalam UBMC ditemukan 10 bait yang terdiri atas 3 baris dengan metrum yang berbeda setiap barisnya pada pupuh XXXIX.
Telaah satuan naratif UBMC, ditemukan satuan naratif berkelanjutan (Mahaprabhu?) setelah satuan naratif terakhir (Rdhimat). Satuan naratif tersebut mengungkap raja Makabika yang sangat berjasa di Bali, tetapi tidak mencapai moksa karena Zaman Kali. Rangkaian satuan naratif UBMC adalah: Manggala, Nagara, Duta, Pranaya, Aji, Nayaka, Nayakabyudaya, Rasabhawa-Nirantara, Madhupana natapwara, Udyanakrida, Srngararasa, dan Rdhimat serta Mahaprabhu (?).
Satuan-satuan naratif UBMC itu didukung oleh tokoh-tokoh ceritanya. Dari telaah fungsi tokoh ceritanya ditemukan konsep-konsep kepercayaan yang terkandung dalam karya tersebut. Konsep-konsep kepercayaan itu niengenai keberadan Dewa Siwa yang disebut dengan berbagai nama; Dewa Catur Lokapala, Punarbhawa, Moksa, Catur Purusartha Trikaya Parisudha, Catur Warna, Sad Satru, Yuga, Tirtha, Manusia pertama di Bali, mati dalam perang, dan Upacara (yadnya).
Telaah konsep-konsep kepercayaan dalam UBMC mengenai keberadaan Dewa Siwa dengan berbagai nama, seperti Dewa Iswara, Dewa Mahadewa, Dewa Rudra, dan Dewa Maheswara menunjukkan manifestasi Dewa. Siwa sebagai pusat Dewa Nawasanga. Telaah konsep Dewa Catur Lokapala mengukuhkan Dewa-dewa penguasa arah mata angin kelompok empat, yaitu: Dewa Indra di timur, Dewa Yama di selatan. Dewa Bharuna di barat, dan Dewa Kwera di utara. Telaah konsep Punarbhawa mengukuhkan keberadaan roh yang menjiwai manusia tidak pernah mati, dan akan menjelma ke dunia sesuai dengan karmanya. Telaah konsep moksa menunjukkan roh yang menjiwai manusia akan bersatu (melebur diri) dengan sumbernya (Tuhan), apabila tidak meninggalkan bekas apa-apa dalam kehidupan ini. Telaah konsep Trikaya Parisudha, Catur Warna, dan Sad Ripu (Sad Satru) menunjukkan tata cara bertingkah laku yang baik (berpikir, berkata, berbuat, dan saling menghormati) dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan telaah konsep Upacara (Yadnya) menunjukkan salah satu cara untuk melaksanakan pemujaan, menyatukan dirt memohon kesejahterann lahir dan bathin ke hadapan Dewa Siwa yang dimuliakan di Gunung Tolangkir (Besakih). Berdasarkan telaah konsep-konsep kepercayaan itu dapat dikemukakan bahwa dalam UBMC mengandung konsep kepercayaan Agama Hindu.

The Usana Bali Mayantaka Carita text can be found in four different texts, namely in Kakawin, Babad, Geguritan (Parikan). Based on the use of the language of those texts, it can be determined that Kakawin is the oldest text compared to the other types of the texts. Thus Kakawin Usana Bali Mayantaka Carita (UBMC) is used as the object of the investigation. This is in accord with the position taken in philological study which considers that the oldest text as the primary object of study because this type of text is regarded to be written by the original author.
Nirartha in Bali wrote UBMC in the early 16th century. Ten texts of Mayadanawa were found. Four of them are lontar texts and the other six texts are paper texts. Eight texts were written in Balinese script and the rest were written in Roman script: The result of the selection of the texts shows that one of the texts shows its superiority in terms of the unit of the story, its being easy to read, and there is no letter which is not `killed` if it is compared to the other UBMC texts. Thus in editing the texts the basic method is used. The basic text is the UBMC, which is the collection of Gedong Kirtya Singaraja (which was coded A). The UBMC texts were transliterated into Roman script and translated into Indonesian. Then they were edited. Those texts were also analyzed in terms of their forms and the religious concepts, which are available in those texts.
The form analysis of the UBMC shows that are three kinds of poetic metres. The three poetic metres include those, which ask originalited from Kawya (Indian) literature, Indonesian metres, and those metres, of which their origin cannot be determined. Form the 44 cantos in UBMC, the origin as well as their metres of 25 cantos cannot he determined. The metres from kawya literature, which were used, are Sikharini (2 stanzas), Sardulawrikridita (2 cantos), Mredukomala, Aswalalita, Sragdhara, Wangsasta, Praharsini, Mattaraga, and Swangsapatra. While the Indonesian poetic metres used are Jagaddhita (2 pupuh), Wibhrama, Kilayu Anedeng, Mretatodaka, Widyutkara, Turidagati, and Utgata-Wisama or Rahitiga.
Every couplet in Kakawin consists of four liners and every, line consists of the same number of syllables and poetic metres. In UBMC there are ten couplets, which consists of three lines, which has different poetic metres in each line. This is found in canto =XXIX.
From the analysis of narrative coherency, a continuous narrative is found (Mahaprabu?) after the last narrative unit (Rdhimat). That narrative unit expressed the life of the King Makabika who has rendered Bali with great services, but he does no reach `moksu' in Kali period. The unit of UBMC narratives consists of Manggala, Nagara, Duta, Pranaya, Aji, Nayaka, Nayakabyudaya, Rasabhawa-Nirantara, Madhupana natapwara, Udyanakrida, Srngararasa, and Rdhimat with Mahaprabhu (?).
Its characters support the UBMC narrative unit. From the analysis of these characters, the religious concepts which they contain were found which included the concept of the God Silva which has a number of different names, Dewa Catur Lokapala, Phunarbhawa, Masai Calur 'Varna, Trikaya Parisudha, Sad Satru (Sad Ripu) and Upacara or Yadnya concept.
The religious concept of Silica in UBMC with various different names such as Iswara, Mahadewa, Rudra, and Maheswara shows the concept of Dewa Nawasanga. The analysis of the concept Dewa Catur Lokapahala shows the four Gods that master the four directions, that is, Dewa Indra in the east, Dewa Yarna in the south, Dewa Bharuna in the west and Dewa Kuwera in the north. The Phunarbhawa consept is about the soul of the human beings, which never dies and will reincarnate in accordance with his Karma in one's previous life. The Moksa concept means that the soul of the human being will unite with the Supreme God and leaves no trace in this world. The concepts of Trikaya Purisudha, Catur Warna, and Sad Ripu (Sad Satru) show how to behave well in the society, whereas the concept of Upacara (Yadnya) is one of the ways to worship the God Siwa, who is worshipped in Tolangkir Mount in Besakih. Based on the analysis of the above concepts, it can be said that UBMC has a Hinduism Concept.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
D175
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roever, Arend de
"Buku yang berjudul "Painting an invisible world : the works of five modern Balinese artists" ini ditulis oleh Arend de Roever dan Duco van Weerlee. Buku ini berisikan tentang gambar-gambar yang mencerminkan masyarakat dan budaya Bali."
Amsterdam: Pepin Press, 1996
R 759. ROE p
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ngurah Bagus
"ABSTRAK
Sejarah dan Tema Penelitian. Untuk memberi gambaran yang lebih lengkap tentang tema tesis ini terlebih dahulu akan kami uraikan secara singkat mengenai sejarah lahirnya penelitian ini. Fase permulaan penelitian ini hanyalah terbatas pada penelitian ilmu bahasa yang hendak mengetahui tentang sistem hentuk hormat dalam bahasa Bali, yang dikerjakan tatkala kami mendapat kesempatan belajar pada Fakultas Sastra, Universitas Leiden dari tahun 1971 - 1973. Ide tersebut timbul, setelah kami mendengar ceramah J.L. Swell_crebel yang mengetengahkan beberapa segi dalam bahasa kali yang patut diteliti menurut sarjana itu ada dua hal yang sepatutnya mendapat.pencatian lebih lanjut, yaitu per_tama dialek-dialek dan kedua sistem hentuk hormat yang strukturnya belum jelas benar diketahui oleh para sarjana (Swellengrebel, 1971: hlm. 7). Adanya kenyataan ini tentu akibat dari kurangnya penelitian orang terhadap bahasa Bali dan situasi yang demikian itu sangat tepat dikatakan oleh E.M. Uhlenbeck (1967: hlm. 872) sebagai berikut:
It is particularly surprising that so little attention has been paid to Balinese, the language of an internationally so videly known culture."
1979
D58
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>