Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Ijime yang terjadi di lingkungan sekolah Jepang muncul dan berlangsung di dalam kelompok pertemanan anak. Dengan menggunakan konsep amae sebagai bagian dari kebudayaan Jepang, skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami makna Ijime dalam kelompok pertemanan anak Jepang dewasa ini. Hal ini dilakukan dengan menganalisis sejumlah data mengenai kasus-kasus Ijime yang terjadi di lingkungan sekolah dasar di Jepang. Hasilnya menunjukkan bahwa Ijime yang terjadi dalam kelompok pertemanan sebenarnya bertujuan untuk menjaga keutuhan kelompok. Rasa kebersamaan dan rasa kesatuan para anggota kelompok untuk menjaga keutuhan kelompok merupakan unsur dari amae yang menunjukkan nilai budaya masyarakat Jepang. Amae berperan menunjukkan kesadaran berkelompok pada diri anak. Ijime kelompok pertemanan anak yang didasari amae menunjukkan keinginan untuk melestarikan kehidupan kelompok melalui tindakan kebersamaan untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan yang ada pada teman-temannya.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S13716
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Rahmawati
Abstrak :
ABSTRAK
Gangguan mental pada anak-anak dan remaja berkontribusi dalam beban penyakit dunia karena dampak yang ditimbulkan mencakup aspek yang luas. Di Indonesia, gangguan mental usia 15 tahun ke atas cukup tinggi dengan proporsi terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Timur NTT . Komunikasi orang tua-anak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi emosi dan perilaku anak, terutama pada anak usia 3-6 tahun ketika dimulainya perkembangan kemampuan sosial pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gangguan emosi dan perilaku pada anak usia 3-6 tahun di Provinsi NTT dan hubungannya dengan frekuensi komunikasi orang tua-anak. Desain potong lintang analitik dilakukan terhadap 328 sampel anak usia 36-83 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 49,7 subjek mengalami gangguan emosi dan perilaku. Pada hampir setengah jumlah subjek jarang atau tidak pernah terjadi komunikasi orang tua-anak 44,2 . Hasil analisis bivariat dengan uji chi-square didapatkan hubungan tidak bermakna antara frekuensi komunikasi orang tua-anak dengan gangguan emosi dan perilaku pada anak p=0,272 . Selain itu, didapatkan hasil yang tidak bermakna antara karakteristik subjek lainnya, yaitu faktor jenis kelamin p=0,505 , gangguan perkembangan p=0,956 , jumlah anak dalam keluarga p=0,244 , dan status ekonomi keluarga p=0,707 . Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa frekuensi komunikasi orang tua-anak tidak berhubungan secara bermakna dengan gangguan emosi dan perilaku pada anak.
ABSTRACT
Children rsquo s and adolescents rsquo mental disorder attributes to global burden of disease due to its wide impacts. In Indonesia, mental disorder of people aged 15 years old or more is high and Nusa Tenggara Timur NTT has the highest proportion. Parent child communication is one of many factors that influences the development of children rsquo s emotion and behavior, especially when they are 3 6 years old, the time whose social abilities is developing. This research aims to assess the emotional and behavioral disorder of 3 6 years old children in NTT and its association with parent child communication frequency. This analytical cross sectional study is used to 328 subjects of 3 6 years old children. The result shows that 49.7 subjects had emotional and behavioral disorder. Nearly half of the subjects had infrequently parent child communication 44.2 . Bivariate analysis using chi square test shows a nonsignificant association between parent child communication and children rsquo s emotional and behavioral disorder p 0.272 . In addition, there are nonsignificant association with other characteristics of the subjects gender p 0.505 , developmental delay p 0.956 , number of children in the family p 0.244 , and family rsquo s economic status p 0.707 . In conclusion, parent child communication frequency has nonsignificant association with emotional and behavioral disorder among 3 6 years old children in NTT.
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wicks-Nelson, Rita
London: Pearson Education, 2014
616.89 WIC a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Emy Prasetyohati
Abstrak :
[ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran locus of control guru SD dalam mempersepsikan penyebab misbehavior siswa ketika belajar di dalam kelas dan mengetahui apakah ada pengaruh atribusi penyebab terhadap strategi guru menangani misbehavior siswa Sekolah Dasar. Ada limaMisbehavioryang digunakan menurut versi guru. Locus of control internal dijelaskan oleh atribusi penyebab dari guru, sedangkan locus of control eksternal dijelaskan oleh atribusi penyebab dari dalam diri siswa, keluarga, dan teman sebaya. Atribusi penyebab tentang misbehaviordiukur dengan alat ukur penyebab masalah perilaku siswa di kelas (FORM KAG)berdasarkan studi literatur dan strategi guru diukur dengan alat ukur strategi penanganan masalah perilaku siswa di kelas (FORM SAG)berdasarkan teori Ormrod (2008). Penelitian dilakukan kepada guru-guru SD Negeri dan SD Swasta di wilayah Jakarta Selatan (N=140). Hasil penelitian menunjukkan guru SD memiliki skorlocus of control eksternal lebih tinggi secara signifikan dalam mempersepsikan lima misbehavior yang digunakan dalam penelitian (M(SD): 2,25(0,455), 2,49(0,503), 2,11(0,377), 2,35(0,425), 2,46(0,486). Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh dari empat atribusi penyebab(dari dalam diri guru, siswa, keluarga, dan teman sebaya) secara bersama-sama terhadap penggunaan strategi guru mendiskusikan masalah secara pribadi dengan siswa(R2= 0,110, F(4,135) =4,165, p< 0,05). Ada pengaruh dari tiga atribusi penyebab(siswa, keluarga, dan teman sebaya) secara bersama-sama terhadap penggunaan strategi guru mengajarkan strategi regulasi diri(R2= 0,059, F(3,136) =2,862, p< 0,05). Ada pengaruh dari atribusi penyebab siswa terhadap penggunaan strategi guru melakukan intervensi (R2= 0,053, F(1,138) =7,706, p< 0,05). Ada pengaruh dari tiga atribusi penyebab(siswa, keluarga, dan teman sebaya) secara bersama-sama terhadap penggunaan strategi guru berunding dengan orang tua (R2= 0,105, F(3,136) =5,319, p< 0,05). Tidak ada pengaruh dari atribusi penyebab guru terhadap penggunaan strategi guru menggunakan manajemen kelas.
ABSTRACT The purpose of this study is to have an understanding of the locus of control of elementary school teachers in perceiving the cause of students' misbehavior when studying in the classroom and to understand if there is an influence of the causal attribution on teachers' strategies in handling the misbehavior of elementary school students. There are five types of misbehavior that are used according to teachers. There are four factors of causal attribution which are from the teacher, students, family and peers. Internal locus of control explained by teacher causal attribution. External locus of control explained by student, family, and peers causal attributions. Causal attribution of misbehavior was measured using a cause of student misbehavior in the classroom questionnaire (FORM KAG) based on a study of literature, and teachers' strategies were measured using a handling strategies of students misbehavior in the classroom questionnaire (FORM SAG)based on Ormrod (2008).Participants in this study are 140 teachers from state and private elementary school in South Jakarta. The results of this study showed that teachers tend to have significantly highe score on external locus of control attributing this to family, student and peers as the cause of the students' misbehavior(M(SD): 2,25(0,455), 2,49(0,503), 2,11(0,377), 2,35(0,425), 2,46(0,486). The results show that there is an impact from the four causal attribution (teacher, student, family and peers) togetherwhen using discussing problem privately with studentstrategy(R2= 0,110, F(4,135) =4,165, p< 0,05). There is an impact from the three causal attribution (student, family and peers) together when using teaching self regulation strategies (R2= 0,059, F(3,136) =2,862, p< 0,05). There is an impact from student causal attribution when using interventionsstrategy (R2= 0,053, F(1,138) =7,706, p< 0,05). There is an impact from the three causal attribution (student, family and peers) together when using conferring wth parentsstrategy (R2= 0,105, F(3,136) =5,319, p< 0,05). There is no impact from teacher causal attribution when using classroom management strategy. , The purpose of this study is to have an understanding of the locus of control of elementary school teachers in perceiving the cause of students' misbehavior when studying in the classroom and to understand if there is an influence of the causal attribution on teachers' strategies in handling the misbehavior of elementary school students. There are five types of misbehavior that are used according to teachers. There are four factors of causal attribution which are from the teacher, students, family and peers. Internal locus of control explained by teacher causal attribution. External locus of control explained by student, family, and peers causal attributions. Causal attribution of misbehavior was measured using a cause of student misbehavior in the classroom questionnaire (FORM KAG) based on a study of literature, and teachers' strategies were measured using a handling strategies of students misbehavior in the classroom questionnaire (FORM SAG)based on Ormrod (2008).Participants in this study are 140 teachers from state and private elementary school in South Jakarta. The results of this study showed that teachers tend to have significantly highe score on external locus of control attributing this to family, student and peers as the cause of the students' misbehavior(M(SD): 2,25(0,455), 2,49(0,503), 2,11(0,377), 2,35(0,425), 2,46(0,486). The results show that there is an impact from the four causal attribution (teacher, student, family and peers) togetherwhen using discussing problem privately with studentstrategy(R2= 0,110, F(4,135) =4,165, p< 0,05). There is an impact from the three causal attribution (student, family and peers) together when using teaching self regulation strategies (R2= 0,059, F(3,136) =2,862, p< 0,05). There is an impact from student causal attribution when using interventionsstrategy (R2= 0,053, F(1,138) =7,706, p< 0,05). There is an impact from the three causal attribution (student, family and peers) together when using conferring wth parentsstrategy (R2= 0,105, F(3,136) =5,319, p< 0,05). There is no impact from teacher causal attribution when using classroom management strategy. ]
2016
T45069
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azza Maulydia
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas penerapan prinsip-prinsip Parent-Child Interaction Therapy PCIT dalam mengatasi perilaku disruptive pada anak usia 7 tahun dengan Attention Deficit/Hyperactivity Disorder ADHD . PCIT digunakan untuk meningkatkan keterampilan orangtua dalam melakukan interaksi positif dengan anak dan keterampilan dalam mendisiplinkan anak. Kedua keterampilan tersebut kemudian akan meningkatkan kualitas pengasuhan orangtua, sehingga perilaku disruptive anak menurun. Perilaku disruptive diukur dengan menggunakan alat ukur Eyberg Child Behavior Inventory ECBI . Keterampilan orangtua diukur menggunakan Dyadic Parent-Child Interaction Coding System III DPICS-III . Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip PCIT efektif dalam menurunkan perilaku disruptive dari rentang klinis menjadi rentang normal pada anak usia 7 tahun dengan ADHD.
This research was conducted to see the principle implementation of Parent Child Interaction Therapy PCIT effectivity to deal with disruptive behavior in school aged child with Attention Deficit Hyperactivity Disorder ADHD . PCIT used to increasing parents skills when interacting positively with their child and skill to dicipline their child. Both of those skills will increasing quality of their parenting, therefore disruptive behavior will reduce. To evaluate the effectiveness of the result, the study measured development of interaction between the mother and child using the Dyadic Parent Child Interaction Coding System III DPICS III and the disruptive behavior intensity using Eyberg Childhood Behavior Inventory ECBI . The result indicate that the principals used in PCIT effective to overcome disruptive behavior on 7 year old with ADHD.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T47347
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Agustina Murpratiwi
Abstrak :
Disruptive behavior merupakan salah satu bentuk perilaku bermasalah pada anak. Disruptive behavior perlu mendapatkan intervensi sedini mungkin agar tidak berkembang menjadi gangguan yang lebih serius. Mengingat disruptive behavior secara signifikan dipengaruhi oleh hubungan yang tidak baik antara orang tua dan anak akibat pola asuh yang keliru menggunakan kekerasan fisik dan agresifitas verbal maka intervensi yang dilakukan harus melibatkan orang tua untuk memperbaiki hubungan orang tua dengan anak sehingga diharapkan dapat menurunkan disruptive behavior. Parent child interaction therapy PCIT dipilih karena PCIT menyasar pada terciptanya interaksi yang hangat dan positif antara anak dan orang tua melalui aktivitas bermain serta membentuk kepatuhan dan kedisiplinan pada anak yang diharapkan sejalan dengan penurunan disruptive behavior. Dengan menggunakan single subject design, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi apakah penerapan prinsip-prinsip PCIT efektif dalam menurunkan disruptive behavior pada seorang anak perempuan berusia 7 tahun. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan disruptive behavior pada anak yang dipengaruhi oleh hubungan anak dan ibu yang membaik setelah ibu mendapatkan pengetahuan mengenai keterampilan dalam berinteraksi dan mendisiplinkan anak. Ini membuktikan bahwa PCIT efektif dalam menurunkan disruptive behavior pada anak.
Disruptive behavior is one of the behavior problems in children. Disruptive behavior needs an early intervention so it doesn rsquo t develop into a serious disorder. Some disruptive behaviors are significantly influenced by bad relationships between parents and children due to false parenting usually using physical violence and verbal aggressiveness so it needs an intervention that involve parents and improve parent child relationships to reduce disruptive behavior. Parent child interaction therapy PCIT aims in creating a warm and positive interaction between child and parent through play activities. PCIT also helps parent to shape compliance and discipline in their child which expected in line with reduction of disruptive behavior. Using single subject design, this study was conducted to evaluate whether the implementation of PCIT principles was effective in reducing disruptive behavior in a 7 years old girl. The results showed reduction in child disruptive behavior affected by improved child and maternal relationships after the mother gained knowledge on skills in interacting and disciplining children. This proves that PCIT was effective in reducing child disruptive behavior.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
T51607
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Aprilia Permata Kusumah
Abstrak :
Temper tantrum adalah hal yang umum ditemukan pada toddler, namun dapat dikatakan abnormal jika durasi, frekuensi, dan/atau intensitasnya berlebihan atau disertai dengan mood negatif yang menetap di antara periode tantrum. Tantrum abnormal dapat menimbulkan berbagai masalah perilaku pada anak, distress bagi orangtua, dan kualitas interaksi orangtua-anak yang buruk, yang bertahan hingga dewasa jika tidak diintervensi sejak dini. Salah satu populasi yang rentan menunjukkan tantrum abnormal adalah toddler dengan keterlambatan bicara. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, diketahui bahwa Parent-Child Interaction Therapy PCIT merupakan intervensi yang terbukti efektif mengatasi berbagai perilaku disruptif-termasuk tantrum-pada anak. Oleh karena itu, penelitian single-subject ini menerapkan intervensi dengan prinsip-prinsip PCIT pada seorang toddler dengan keterlambatan bicara. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas intervensi tersebut dalam menurunkan frekuensi dan durasi perilaku tantrum pada partisipan penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa intervensi yang diterapkan berhasil menurunkan frekuensi dan durasi perilaku tantrum partisipan sebesar 50 , hingga tergolong ke dalam rentang normal berdasarkan observasi harian ibu . Dilihat dari hasil pengukuran Dyadic Parent-Child Interaction Coding System-III dan Eyberg Child Behavior Inventory yang dilakukan berkala, intervensi juga menurunkan kemunculan berbagai perilaku disruptif lainnya pada partisipan dan meningkatkan kualitas interaksinya dengan ibu. ......Temper tantrums are common among toddler, but could be categorized as abnormal if they are excessive in duration, frequency, and or intensity, or presented with persistent negative mood between episodes. Abnormal tantrum may cause many behavior problems in a child, distress for parents, and low quality of parent child interaction, which could last until adulthood if there is no early intervention introduced. One of many populations with high risk of abnormal tantrum is toddler with speech delay. Based on previous studies, Parent Child Interaction Therapy PCIT was found as an effective intervention to overcome many disruptive behaviors mdash including tantrum mdash in children. Therefore, this single subject study applied an intervention with PCIT principles to a toddler with speech delay. The purpose of this study is to examine the effectiveness of said intervention in reducing frequency and duration of tantrum behavior in participant. This study shows that the intervention applied had succeeded in reducing 50 of participant's frequency and duration of tantrum behavior, so that they are within normal range based on her mother's daily observation. Based on repeated measures of Dyadic Parent Child Interaction Coding System III and Eyberg Child Behavior Inventory, the intervention also resulted in decreased other disruptive behaviors in participant and increased interaction quality of her and her mother.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T50972
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Siti Zahra
Abstrak :
Latar belakang: Hemofilia merupakan penyakit kronis yang dapat memengaruhi aspek psikososial penderitanya. Gangguan psikososial yang mungkin dialami adalah gangguan tidur serta gangguan emosi dan perilaku. Penelitian ini bertujuan untuk menilai gangguan tidur, gangguan emosi dan perilaku, dan hubungan keduanya pada pasien anak dengan Hemofilia. Metode: Penelitian potong lintang dilakukan pada pasien anak dengan hemofilia di poli hematologi anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dari November 2022-Januari 2023. Penilaian gangguan tidur dilakukan melalui kuesioner the Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) berbahasa Indonesia. sedangkan gangguan emosi dan perilaku dinilai berdasarkan kuesioner Pediatric Symptom Checklist-17 (PSC-17) berbahasa Indonesia, Analisis hubungan antara keduanya dinilai melalui uji Fisher. Hasil: Terdapat 43 pasien anak laki-laki dengan hemofilia dalam periode penelitian. Gangguan tidur terdapat pada 19/43 (44,2%). Gangguan emosi dan perilaku terdapat 5/43 (11,6%). Hubungan gangguan tidur dengan gangguan emosi perilaku menunjukkan nilai p sebesar 0,387 (Hasil uji Fisher). Kesimpulan: Hubungan gangguan tidur dengan gangguan emosi dan perilaku pada pasien anak dengan hemofilia tidak dapat disimpulkan. ......Introduction: Hemophilia is a chronic disease that can affect the psychosocial aspects of sufferers. Psychosocial disorders that may be experienced are sleep disturbances and so emotional and behavioral disorders. This study aims to assess sleep disturbances, emotional and behavioral disorders, and the relationship between the two in pediatric patients with Hemophilia. Method: This cross-sectional study involved pediatric patients with hemophilia at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Assessment of sleep disturbances was carried out through the Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) questionnaire, while emotional and behavioral disorders were assessed using the Pediatric Symptom Checklist-17 questionnaire (PSC-17). Those questionnaires had already validated in Indonesian. The analysis of the relationship between the two was assessed through Fisher's test. Result: There were 43 male pediatric patients with hemophilia in this study. It showed that 19/43 (44.2%) of pediatric patients with hemophilia experienced sleep disturbances. In addition, there were 5/43 (11.6%) of patients who had emotional and behavioral disorders. Fisher's test results showed p value=0.387. Conclusion: Thus, the relationship between sleep disturbances and emotional and behavioral disturbances in pediatric patients with hemophilia can not be concluded.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Coleman, Margaret Cecil
Boston : Allyn and Bacon, 1992
371.93 COL b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Durand, Vincent Mark
New York: Guilford Press , 1990
618.92 DUR s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>