Found 11 Document(s) match with the query
Muhammad Alvin Alfianno
"Skripsi ini membahas mengenai peran H.Bokir dalam mengangkat Topeng betawi sebagai salah satu kesenian Betawi serta identitas kota Jakarta. Topeng Betawi adalah salah satu kesenian tua yang ada di Jakarta. H.Bokir yang merupakan seniman Topeng Betawi serta anak seorang Seniman Topeng terkenal yaitu H.Jiun ingin menjaga agar topeng tetap terus lestari di Ibukota yang terus mengalami arus modernisasi. Topeng Betawi yang merupakan seni tradisi pada akhirnya mengalami penyesuaian hingga akhirnya menjadi seni pertunjukkan yang bermain di panggung teater berkat peran H.Bokir melalui sanggar Topeng Setia Warga. Skripsi ini menggunakan metode sejarah dengan mengumpulkan sumber-sumber seperti surat kabar sezaman, buku, serta wawancara dengan keluarga H.Bokir untuk mendukung penelitian.
This paper thoroughly explain about H. Bokir`s role on raising Topeng Betawi as one of Betawi`s traditional art and Jakarta`s identity. Topeng Betawi is one of the oldest traditional art exist in Jakarta. H. Bokir, as one of Topeng Betawi artist which grow in mask artist family with H. Jiun, the famous mask artist, as his father want to take care the Topeng Betawi so it will stay sustainable in this modern era. Topeng Betawi is a traditional art which finally have an adjustment and become one of performing art and being shown in theater with the role of H. Bokir through Topeng Setia Warga. This paper is using historical method by collecting the sources such as newspapwe, book and also interviewing the family of H. Bokir to support the research."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Luthfia Dhia Irfani
"Arsitektur tradisional Betawi mulai mengalami kepunahan atau perubahan, yang ditandai dengan adanya perubahan fisik pada bangunan rumah Betawi. Hal itu dikarenakan keadaan zaman yang semakin modern dan kurangnya pengetahuan mengenai tata seni bangunan tradisional Betawi. Perubahan fisik ini terlihat di Setu Babakan yang dijadikan sebagai Perkampungan Budaya Betawi sebagai salah satu usaha untuk melestarikan arsitektur rumah Betawi. Berbagai bangunan dan rumah diberi ragam hias Betawi. Pelestarian terhadap arsitektur rumah Betawi perlu dilakukan namun harus memperhatikan nilai yang harus tetap ada sebagai perwujudan dari kebudayaan Betawi. Nilai kebudaayaan Betawi diwujudkan dalam bentuk elemen fisik dan non fisik. Meskipun masyarakat Betawi berasal dari berbagai etnis, mereka dapat menyatu karena agama Islam. Sebagai masyarakat yang taat pada agama Islam, mereka mengimplementasikan nilai Islam pada rumahnya. Perbandingan antara arsitektur rumah Betawi dengan rumah biasa, menunjukkan adanya elemen substansial, elemen substitusi, dan elemen suplementer yang ada pada arsitektur bangunan rumah. Pada arsitektur rumah Betawi harus terdapat elemen substansial yaitu pembagian ruang dan hubungan ruang sebagai wujud dari implementasi nilai Islam. Pembagian ruang meliputi ruang depan, ruang tengah, dan ruang belakang. Hubungan ruang meliputi pemisahan ruang antara mahram dengan non-mahram. Elemen substitusi merupakan elemen yang dapat berubah atau diganti sesuai dengan kebutuhan, efisiensi ataupun penguasaan teknologi. Elemen suplementer berupa ragam hias merupakan elemen yang kehadirannya dapat menjadi nilai tambah untuk arsitektur rumah Betawi. Sehingga penentu suatu rumah yang ber-arsitektur rumah Betawi adalah elemen substansialnya.
The traditional architecture of Betawi has begun to experience extinction or change, marked by the physical changes of the building. It is due to the increasing sense of modernisation and the lack of knowledge about the art within Betawi traditional building. This physical change can be seen in Setu Babakan which used to be as the Betawi Cultural Village as an effort to preserve the architecture of the Betawi housing. Various buildings are adorned with Betawi decorations and ornaments. Any attempts to preserve the architectures and aspects of Betawi housing need to be done yet we also have to pay attention to the value that must remain as an embodiment of the Betawi culture. Betawi cultural values are delivered in the form of physical and non-physical elements. Although the Betawis come from various ethnic groups, they can be united under Islam. As a society that adheres to Islam, they implement the Islamic values within their homes. A comparison between the architecture of Betawi housing with any other ordinary housing shows that there are substantial elements, substitution elements, and supplementary elements that exist in the architecture of home buildings. In the architecture of Betawi housing, there must be a substantial element, namely the division of space and the relationship of space as a form of implementing Islamic values. The division of space comprises the front room, living room, and backroom. The relationship of space comprises the separation of space between mahram and non-mahram. Substitution element is an element that can be changed or replaced according to needs, efficiency or mastery of technology. The supplementary element in the form of decoration is an element in which presence can be recognized as an added value to the architecture of Betawi housing. The substantial elements aspects determine the architecture of the buildings to be characterized as Betawi housing. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Retno Wulandari
"Kampung sebagai unplanned settlement memiliki proses pembentukkan secara berangsur-angsur (incremental) tanpa adanya perencanaan terpusat. Adanya fenomena transformasi yang dipengaruhi oleh perkembangan kota membuat etnis Betawi sebagai penduduk urban terusir dari inner-city dan berbagai area di wilayah kota. Keberadaan kaum pendatang pada area kampung mempengaruhi kultur Betawi yang tercermin melalui pola fisik berupa cara bermukim dan kultur bertanam. Kondisi kampung yang yang semakin padat akibat aktivitas pembangunan membuat pola hunian Betawi yang awalnya dipengaruhi oleh keberadaan kebun mengalami perubahan dengan membentuk pola klaster (Nas et al., 2008). Pada Kampung Rawa Belong, berkembangnya aktivitas pembangunan mendorong masyarakat Betawi menjual atau menyewakan tanahnya bagi kaum pendatang. Hal tersebut merupakan wujud transformasi kelompok hunian Betawi yang tidak lagi hanya ditempati oleh kerabat tetapi juga kaum pendatang. Fenomena tersebut mencerminkan karakteristik etnis Betawi sebagai etnis yang berasal dari daerah urban yang bersifat dinamis dan terbuka. Dalam kultur bertanam, Kampung Rawa Belong sebagai pusat penyedia tanaman tidak hanya melibatkan etnis Betawi sebagai pelaku usaha tetapi juga masyarakat umum. Hal tersebut menunjukkan adanya pergeseran kultur menjadi common values berupa nilai ekonomi. Perkembangan variasi usaha tanaman pada kampung membuat ruang yang digunakan tidak hanya berupa pekarangan, namun juga berupa pasar maupun kios. Perkembangan usaha tanaman selain mendorong aktivitas pembangunan juga menciptakan ruang-ruang hijau pada area kampung.
Kampung as an unplanned settlement has a formation process by incremental process without centralized planning. The phenomenon of transformation which is influenced by the development of the city has made Betawi ethnic groups as urban residents driven from inner-city and various areas in the city. The presence of migrants in the village area influence the Betawi culture, which has reflected through physical patterns in the form of settlement and planting culture. The increasingly crowded condition of the villages due to development activities made the Betawi residential patterns that were initially influenced by the presence of field changes by forming a cluster pattern (Nas et al., 2008). In Kampung Rawa Belong, the development has encouraged Betawi people to sell or lease their land to migrants. This is a form of transformation of Betawi residential groups which are no longer only occupied by relatives but also migrants. This phenomenon reflects the characteristic of the ethnic Betawi as ethnic originating from urban areas that are dynamic and open. In the planting culture, Rawa Belong Village as a center of plant supply does not only involve Betawi ethnic group as business people but also the people in general. This phenomenon shows the shift of culture into common values in the form of economic values. The development of plant business variations in the village makes the use of space not only in the form of yards, but also in the form of market and kiosks. The development of plant business beside encouraging development also creating green spaces in the kampung area."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhamad Rayhan Rasyidin
"Serangkaian perubahan kini telah terjadi di Rawa Belong yang sejatinya merupakan wilayah berlabel Betawi, juga identik dengan profesi pedagang tanaman hias dan pekerja taman. Perubahan kondisi ekonomi dan datangnya pemodal besar di Rawa Belong memaksa masyarakatnya untuk meninggalkan profesi lama mereka demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sementara itu, realitas ibu kota yang dibanjiri oleh pendatang menghadirkan permintaan besar akan kebutuhan tempat tinggal. Realitas ini kemudian memunculkan praktik bisnis baru bagi orang Betawi Rawa Belong, yaitu menjual lahan dan membangun kontrakan – yang mengubah Rawa Belong secara spasial. Praktik ini kemudian menyebabkan semakin sedikit orang Betawi yang mendiami Rawa Belong dan semakin banyak pendatang yang turut menghidupi Rawa Belong. Perubahan ini mengakibatkan pergeseran praktik dan nilai sehingga berujung kepada Rawa Belong yang kini dihidupi secara berbeda. Dengan menggunakan metode observasi partisipatoris, wawancara mendalam, dan analisis deskriptif, saya berusaha mengungkap bagaimana aktor, faktor, dan proses saling berartikulasi pada perubahan ruang di Rawa Belong juga konsekuensinya terhadap bagaimana Rawa Belong dikonstruksikan oleh para penduduk aslinya – orang Betawi Rawa Belong.
A series of changes have taken place in Rawa Belong, which is originally a Betawi-labeled area, and is also associated with the profession of ornamental plant traders and landscape workers. The changes in the economic conditions and the influx of large investors in Rawa Belong have forced its community to abandon their old professions in order to meet their daily needs. Meanwhile, the reality of the capital city being flooded by migrants has created a high demand for housing. This reality has led to the emergence of new business practices for the Betawi people of Rawa Belong, namely selling land and building rental properties, which have spatially transformed Rawa Belong. As a result, fewer Betawi people inhabit Rawa Belong, while more migrants contribute to its livelihood. These changes have caused a shift in practices and values, ultimately leading to a different way of life in Rawa Belong. By using participatory observation methods, in-depth interviews, and descriptive analysis, I aim to uncover how actors, factors, and processes interact in the spatial changes in Rawa Belong, as well as the consequences for how Rawa Belong is constructed by its original inhabitants—the Betawi people of Rawa Belong."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Ridwan Saidi, 1942-
Jakarta: Gunara Kata, 1997
306.598 2 RID p
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Ridwan Saidi, 1942-
"Social life and customs of Betawi people"
Jakarta: Perkumpulan Renaissance Indonesia, 2011
306.598 2 RID p (1)
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Ridwan Saidi, 1942-
Jakarta: Perkumpulan Renaissance Indonesia, 2011
959.83 RID s
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Ridwan Saidi, 1942-
Jakarta: Perkumpulan Renaissance Indonesia Timpani Publishing, 2010
959.83 RID s (1)
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Alfrida Riani Rachmawaty
"Pembangunan kota yang dilakukan pemerintah Jakarta pada masa awal pertumbuhan kota ini, telah memberikan dampak untuk lingkungan dan masyarakat di sekitarnya. Etnis Betawi menjadi salah satu kelompok masyarakat yang paling terdampak oleh pembangunan tersebut. Keadaan ini menarik perhatian salah satu pengarang Indonesia berdarah Betawi, Zen Hae. Kumpulan cerpen Rumah Kawin menjadi salah satu karya sastra yang mengangkat tema kehidupan masyarakat Betawi di Jakarta dan sekitarnya. Melalui kumpulan cerpen tersebut, penulis kemudian mengkaji gambaran atas kondisi masyarakat Betawi yang termarginalkan di tanahnya sendiri serta bagaimana gambaran keresahan pengarang terkait kondisi lingkungan hidup dan sosial masyarakat Betawi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gambaran kondisi masyarakat Betawi yang termarginalkan di tanahnya sendiri serta mendeskripsikan keresahan pengarang terhadap kondisi lingkungan hidup dan sosial masyarakat Betawi yang tergambar di dalam Rumah Kawin. Untuk mencapai tujuan yang telah disebutkan di atas, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif serta pendekatan sosiologi sastra. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pembangunan kota tersebut telah mengakibatkan marginalisasi masyarakat Betawi serta kerusakan lingkungan yang tergambar di dalam cerpen. Selain itu, penelitian ini juga dapat membuka jalan dan memperluas kajian susastra Indonesia tentang kehidupan masyarakat Betawi.
Jakarta development by the government has been impacted on the environment and the surrounding community. The Betawinese community is one of the most impacted community. This situation attract one of Betawinese writer, Zen Hae. His book, titled Rumah Kawin became one of literature work that brings up Betawinese life in Jakarta and its surroundings. The aim of this study is to describe the Betawinese community’s condition that is marginalized on their own land. Beside that, this study also shows Zen Hae’s concern regarding to the environment condition and social life of the Betawinese community based on Rumah Kawin book. This research uses descriptive qualitative method and sociology of literature approach. The result of this study shows that the city development causes marginalizations of the Betawinese community and environmental damage that has been described in Rumah Kawin. Beside that, this study enrich Indonesian literature study about the Betawinese community‘s life."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Endah Mulyani
"Penelitian ini mempunyai tiga tujuan yang terkait satu sama lain yaitu pertama, mendeskripsikan tokoh dan penokohan Saida dengan didukung analisis tokoh penunjang lainnya dan latar sosial; kedua, mengetahui penyebab tokoh Saida menjadi nyai; dan ketiga, mengetahui pandangan pengarang mengenai pernyaian dan sikap Belanda terhadap kaum pribumi khususnya perempuan berdasarkan perwatakan tokoh-tokoh yang diciptakannya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis, sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pendekatan intrinsik, ekstrinsik, dan pendekatan gender. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil analisis, Saida dalam cerita tersebut digambarkan sebagai gadis desa yang cantik, belum berpengalaman, mudah percaya pada orang lain, dan digambarkan sebagai gadis yang lemah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S13842
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library