Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yanuar Prihatin
Abstrak :
Salah satu tokoh publik yang memiliki perhatian terhadap ide demokrasi adalah Abdurrahman Wahid. SeIain itu ia juga dikenal sebagai pemimpin organisasi. Tentu menjadi pertanyaan, sebagai pemimpin, apakah dia menunjukkan konsistensi antara pemikiran demokrasi yang dianutnya dengan perilaku politik individual yang dilakukannya? Pertanyaan lain, apakah dia tergolong pemimpin demokratis, atau justru sebaliknya pemimpin yang otoriter? Inilah pertanyaan kunci yang menjadi fokus pembahasan dalam tesis ini. Untuk menjawab pertanyaan ini dibuatlah kerangka berpikir tertentu. Pertama, yang dimaksud perilaku politik Abdurrahman Wahid sebagai pemimpin organisasi dibatasi pads tindakan politik berupa pengambilan keputusan tentang masalah-masalah penting dan strategis. Disebut penting dan strategis karena keputusan tersebut dapat mempengaruhi upaya-upaya pencapaian visi dan misi organisasi, platform dan program organisasi, juga mempengaruhi kinerja organisasi. Pada sisi lain keputusan tersebut mempunyai dampak politis yang cukup besar, baik bagi posisi Abdurrahman Wahid sendiri maupun bagi organisasi yang dipimpinnya. Kedua, untuk menilai kepemimpinan Wahid tersebut dipilih beberapa kasus yang relevan selama dia menjadi pemimpin, baik di NU, PKB maupun pemerintahan. Ada tujuh kasus yang menjadi bahan analisis. Kasus tersebut adalah penetapan khittah NU tahun 1984, pengisian lowongan jabatan di PBNU tahun 1992, perseteruan dengan Abu Hasan tahun 1994, pengangkatan Matori Abdul Djalil sebagai ketua umum DPP PKB tahun 1998, bongkar pasang kabinet di era pemerintahan Abdurrahman Wahid, pemberhentian Surojo Bimantoro sebagai kapolri tahun 2001 serta keluarnya Dekrit Presiden 22 Juli 2001. Ketiga, untuk menilai perilaku politik Wahid dalam konteks pengambilan keputusan tersebut digunakan sudut pandang nilai-nilai demokrasi. Karena itu, elaborasi kerangka konseptual dan teoritis diambil dari teori-teori dasar tentang demokrasi. Untuk menetapkan parameter perilaku, maka dilakukan elaborasi terhadap pendekatan perilaku politik yang biasa digunakan dalam ilmu politik. Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Penelitian jenis ini bertujuan menyingkap informasi yang terperinci tentang gejala politik tertentu. Dalam penelitian ini gejala politik dimaksud adalah pengambilan keputusan tentang masalah-masalah penting dan strategis yang dilakukan oleh tokoh yang diteliti. Unit analisanya adalah individu, yakni Abdurrahman Wahid. Sifat penelitian ini adalah deskriptif-analitis. Walau unsur subyektivitas peneliti tak mungkin dihilangkan sepenuhnya, sebuah deskripsi adalah representasi obyektif dari fenomena yang diteliti. Analisa dan interpretasi data menjadi unsur penting dalam penelitian ini. Data dikumpulkan melalui tiga cara, yakni pengamatan tak langsung, wawancara dan studi kepustakaan. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan metode berpikir induktif, yaitu suatu proses penalaran dari khusus ke umum. Tujuannya untuk memperoleh kesimpulan dari beberapa kasus yang diteliti. Generalisasi dilakukan dengan berpedoman pada nilai-nilai demokrasi sebagai instrumen pengukurnya. Dengan sudut pandang nilai-nilai demokrasi, basil penelitian menunjukkan bahwa Abdurrahman Wahid sebagai pemimpin organisasi cenderung bertindak otoriter dalam mengambil keputusan. Kecenderungan otoriter ini nampak lebih jelas lagi bila berkaitan dengan pemberhentian, penggantian dan pengangkatan orang dalam suatu jabatan tertentu. Pada awalnya, dia itu demokratis sebagaimana terlihat dalam kasus penetapan khittah NU tahun 1984 dan ,kasus pengisian lowongan jabatan di PBNU tahun 1992. Namun dalam perkembangan berikutnya, seiring dengan menguatnya posisi dan peran dia, kecenderungan otoriter mulai nampak. Ini berarti Wahid tidak menunjukkan konsistensi antara pemikiran demokrasi yang dianutnya dengan tindakan politik individual yang dilakukannya. Namun demikian, penelitian ini memperlihatkan pula visi lain, bahwa dalam hal kebebasan, Wahid masih konsisten untuk menjaganya. Betapapun dia cenderung otoriter dalam lima kasus yang diteliti, Namun dia tak pernah mengurangi kadar kebebasan pihak lain. Dia tak pernah melarang apalagi membungkam pikiran dan pendapat orang, sekalipun itu berbeda dengan pikirannya. Begitulah, kesimpulan ini hanya berlaku untuk kasus-kasus pengambilan keputusan yang dimaksud dalam penelitian ini. Namun demikian, satu hal bisa diambil generalisasi, sejauh keputusan itu menyangkut pemberhentian, penggantian dan pengangkatan orang dalam suatu jabatan tertentu, maka kesimpulan penelitian ini kemungkinan besar tak akan bertentangan bila diterapkan pada kasus lain di luar kasus-kasus yang diteliti di sini.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12144
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiegele, Thomas C.
Colorado: Westview Press, 1979
320 WIE b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hayami Yoko
Abstrak :
In Thailand, from the beginning of this century, policies on aging, health promotion reform toward enlightening the public, and administrative decentralization have been taking place, leading to the reinforcement of biopolitics in elderly care. “Community” became a useful locus and tool to carry out governance of health and elderly care. At the same time, within state-initiated programs there is local agency at work, which mobilizes existing social networks while allowing the formation of new connections based on the old. Drawing upon observations from fieldwork in a suburban district in Chiang Mai Province, I argue that biosocial communality emerges from the interaction between the administration and local agents, and demonstrate how this operates by acting on the interface of the family and the community. I first look into how policies of health and elderly care have made use of the community or the discourse thereof. Then I introduce the case of a specific subdistrict to see how such top-down governance actually operates on the ground, how local networks can be reactivated, and, ultimately, how we find, among the participating elderly and caregivers, emerging biosocial communality at the interface of the family and community.
Kyoto : [Nakanishi Printing Company;Nakanishi Printing Company;Nakanishi Printing Company;Nakanishi Printing Company;Nakanishi Printing Company;Nakanishi Printing Company;Nakanishi Printing Company;Nakanishi Printing Company, Nakanishi Printing Company], 2019
050 SEAS 8:3 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yanuar Farhanditya
Abstrak :
ABSTRAK
Handmaid rsquo;s Tale 2017 adalah adaptasi serial dari novel 1985 dengan nama yang sama karya Margaret Atwood yang mengikuti kehidupan seorang Handmaid - seorang pembawa anak yang diritualkan - di Amerika Serikat pasca-kudeta teokratis yang telah mengganti namanya menjadi Republik Gilead . Serial ini mengeksplorasi kehidupan yang keras di bawah rezim tersebut melalui sudut pandang Offred, seorang Handmaid yang baru-baru ini direkrut paksa. Serial ini bisa dilihat sebagai kritik terhadap struktur kekuasaan yang beroperasi di bawah kerja biopolitik. Literatur mengenai novel-novel Atwood sudah berlimpah Brackins, 2014; Jacob, 2015 , terutama yang berurusan dengan feminisme dan keibuan. Namun, serial ini belum pernah dibahas, khususnya dalam kaitannya dengan biopolitik. Dengan memanfaatkan Pendekatan Althusser tentang aparatur negara dan pemikiran Foucault tentang biopower, artikel ini bertujuan untuk menemukan penindasan yang dilakukan oleh aktor negara maupun non-negara serta saling keterlibatan yang kemudian dihasilkan dan ketahanan dari subjeknya. Dengan menganalisis struktur naratif dari elemen visual dan audio dari musim pertama serial ini 2017 , makalah ini mengkaji implikasi biopolitik dalam tingkat sistemik maupun individu, khususnya melalui sudut pandang perempuan-perempuan yang terpinggirkan. Makalah ini mencerminkan bagaimana serial ini berhubungan dengan konteks sosio-politik Amerika Serikat abad 21.
ABSTRACT
Handmaid rsquo;s Tale 2017 is a serial adaptation of the 1985 novel of the same name by Margaret Atwood which follows the life of a handmaid ndash; a ritualized child bearer ndash; in a post-coup theocratic United States of America USA which renamed itself ldquo;Republic of Gilead rdquo;. This series explores the harsh life under the regime through the viewpoint of Offred, a recently indicted handmaid. This series could be seen as a critique of power structure operating underneath the working of biopolitics. Scholarship on Atwood rsquo;s novel are abound Brackins, 2014; Jacob, 2015 , especially dealing with feminism and motherhood. However, the series has not been discussed, in particular in relations to biopolitics. By utilising Althusser rsquo;s approach on state apparatuses and Foucault rsquo;s thought on biopower, this article aims to discover the repression perpetrated by both state and non-state actors along with the resulting complicity and resistance of the subjects. By analysing the narrative structure of the series visual and audio elements of the first season 2017 , this paper examines the implications of biopolitics in both systemic and individual level, specifically through the viewpoint marginalized women. The paper reflects how the series relate to the socio-political context of 21st century USA.
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yustinus Bonaventura Dwi Juliantoro
Abstrak :
Sudah lebih dari lima puluh tahun sejak peristiwa pembantaian orang-orang yang diduga berhubungan dengan PKI terjadi pada tahun 1965, namun kebencian dan diskriminasi terhadap orang-orang yang diduga berhubungan dengan PKI masih terus berlanjut. Kondisi ini disebabkan oleh proses biopolitik yang terjadi di Indonesia yaitu berupa propaganda yang dilakukan oleh militer angkatan darat dan pemerintah Orde Baru. Dalam proses biopolitik tersebut, pemerintah Orde Baru melakukan apa yang disebut oleh Giorgio Agamben sebagai sakralisasi, dalam hal ini sakralisasi terhadap Pancasila, yang membuat Pancasila sebagai clandestine essence dari bangsa Indonesia. Di saat yang sama, pemerintah Orde Baru berusaha mengidentikkan PKI dan komunisme sebagai kumpulan orang dan ide yang sifatnya bertolak belakang dengan clandestine essence (Pancasila) tersebut. Hal ini membuat kebencian dan diskriminasi terhadap orang-orang yang diduga berhubungan dengan PKI menjadi awet. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan profanasi, yaitu upaya untuk melampaui pemisahan apa yang disakralkan dan yang tidak. Film Jagal : The Act of Killing a dalah sebuah bentuk profanasi, yang membuat Pancasila tidak lagi disakralkan dan tidak dapat digunakan lagi sebagai justifikasi untuk melakukan tindakan yang mendegradasi kemanusiaan. Tulisan ini menggunakan metode definisi dan kriteria. Definisi digunakan untuk memberi pengertian dan batasan yang jelas mengingat banyaknya istilah yang digunakan dalam konsep biopolitik. Konsep beserta istilah yang ada juga dipaparkan kriterianya, yang kemudian akan digunakan sebagai pembuktian dari tesis dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh penulis, yaitu bahwa terjadi proses biopolitik di Indonesia dan cara mengatasinya adalah dengan profanasi.
It has been more than fifty years since the massacre of people allegedly associated with the PKI occurred in 1965, but hatred and discrimination against people allegedly associated with the PKI continued. This condition is caused by the biopolitical process occurring in Indonesia, which is the propaganda conducted by the military of the army and the government of the New Order. In the biopolitical process, the New Order government did so-called Giorgio Agamben as the sacredness, in this case the sacredness of Pancasila, which makes Pancasila a clandestine essence of the Indonesian nation. At the same time, the New Order government seeks to identify the PKI and communism as a collection of people and ideas of opposite nature with the clandestine essence (Pancasila). This makes hatred and discrimination against people who allegedly relate to the PKI to be durable. To overcome this, profanation is necessary, which is an effort to exceed the separation of what is prescribed and which is not. Film Jagal: The Act of Killing is a form of profanation, which makes Pancasila no longer undisputed and can no longer be used as a justification for committing actions that degrades humanity. This article uses definitions and criteria methods. Definitions are used to give clear understanding and limitation given the many terms used in biopolitical concepts. The concept and the term also display the criteria, which will then be used as proof of the thesis and statements submitted by the author, namely that there is a biopolitical process in Indonesia and the way to overcome it is with Profanation.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library