Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
[Minyak bumi kian hari kian mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena sumur produksi yang sudah tua. Untuk mengatasi itu, diperlukan teknologi yang digunakan dalam perolehan minyak bumi dengan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR). Dewasa ini, perkembangan teknologi EOR mengarah kepada bidang bioteknologi dengan menggunakan mikroorganisme yang kita kenal sebagai Microbial Enhanced Oil Recovery (MEOR). Di dalam MEOR, injeksi biosurfaktan merupakan teknik yang paling efisien dalam perolehan minyak bumi. Biosurfaktan yang paling efektif adalah rhamnolipid yang dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa yang dapat menurunkan tegangan antarmuka antara minyak bumi dengan air. Dalam produksi biosurfaktan oleh bakteri ini, diperlukan substrat sebagai sumber karbon dalam proses fermentasi. Sumber karbon yang digunakan pada penelitian ini adalah glukosa, gliserol, molase, kulit pisang, dan minyak jelantah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber karbon yang paling optimum dalam menghasilkan biosurfaktan dari Pseudomonas aeruginosa dengan menggunakan busnell hass medium sebagai media cair pertumbuhan bakteri. Produksi biosurfaktan yang dihasilkan adalah 74mg/L dari glukosa; 63mg/L dari kulit pisang; 66mg/L dari gliserol; 85mg/L dari minyak jelantah; dan 64mg/L dari molase dengan penurunan tegangan permukaan berturut-turut: 33,55 mN/m dari glukosa; 32,51 mN/m dari kulit pisang; 27,55 mN/m dari gliserol; 22,46 mN/m dari minyak jelantah; dan 31,49 mN/m serta memiliki penurunan tegangan antarmuka dari glukosa; kulit pisang; glisero; minyak jelantah; dan molase berturut-turut adalah 15,2 mN/m; 13,78 mN/m; 8,15 mN/m; 0,14 mN/m; dan 11,2 mN/m. , Petroleum nowadays is decreasing due to the decrepitude of production wells. Regarding to this, to solve the problem, it is needed to use the technology in obtaining the petroleum with Enhanced Oil Recovery (EOR). Today, the development of EOR technology moves to the field of biotechnology by using microorganisms known as Microbial Enhanced Oil Recovery (MEOR). In MEOR, the biosurfactant’s injection is acknowled as the most efficient technique in the acquisition of petroleum. The most effective biosurfactant is rhamnolipid produced by Pseudomonas aeruginosa, the bacteria which can lower the interfacial tension between the petroleum and water. In biosurfactant’s production thanks to these bacteria, the substrate as the source of carbon in the fermentation process is needed. The source of carbon used in this study are glucose, glycerol, molasses, banana peels, and waste cooking oil. This research aims to determine the most optimum carbon sources to produce biosurfactant from Pseudomonas aeruginosa by using busnell hass medium as a liquid medium of bacterial growth. Biosrufaktant production’s result are; 74mg/L from glucose; 63mg/L from banana peels; 66mg/L from glycerol; 85mg/L from waste cooking oil; and 64mg/L of molasses with the decreasing surface’s tension in a row: 33.55 mN/m from glucose; 32.51 mN/m from banana peels; 27.55 mN/m from glycerol; 22:46 mN/m from waste cooking oil; and 31.49 mN/m from molases,,and also the decresing of interface tension of glucose; banana peels; glycerol; waste cooking oil; and molases in a row as follow : 15.2 mN/m; 13.78 mN/m; 8:15 mN/m; 0:14 mN/m; and 11.2 mN/m. ]
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S58627
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Nugraha
Abstrak :
Limbah industri biodiesel merupakan senyawa komplek yang mengandung gliserol. Gliserol limbah biodiesel dapat digunakan sebagai substrat Pseudomonas aeruginosa untuk memproduksi biosurfaktan. Limbah biodiesel yang ada masih perlu dimurnikan. Pemurnian limbah biodiesel dari senyawa-senyawa yang dapat meracuni bakteri Pseudomonas aeruginosa dalam memproduksi biosurfaktan dan momotong-motong asam lemak agar mudah digunakan sebagai sumber karbon dapat menggunakan variasi pH dan metode ozonasi yang diatur laju alirnya. Pencarian kondisi operasi optimum proses pemurnian limbah biodiesel akan menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Perubahan karateristik limbah biodiesel akan dianalisa menggunakan Spectrofotometer UV-Visible dan GCMS. Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi optimum produksi biosurfaktan dengan pH 4, Laju alir 3 L/menit, dan waktu ozonasi selama 50 menit. dengan tengangan permukaan yang mampu diturunkan 56.12% dan tegangan antar muka 80.12%.
Waste from Biodiesel industry contains glycerol. Glycerol from Biodiesel waste can be processed into biosurfactant as substrate Pseudomonas aeruginosa. Waste biodiesel there still needs to be purified from compounds that are toxic to bacteria Pseudomonas aeruginosa in producing biosurfactant and cutting fatty acids for easy use as a carbon source in biosurfactant production, the methode for purification can use a variation of pH and ozonation method which set the flow rate. Optimum operating condition will be search using Response Surface Methodology (RSM). Carateristic will be analyzed using Spectrophotometer UV-Visible and GC-MS. The results showed that the optimum conditions for the production of biosurfactant with pH 4, flow rate 3 L/menit, and the time during the ozonation 50 minute with surface tension 56.12% and interfacial tension 80.12%.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
T43151
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yayang Nurkarima Deastri
Abstrak :
ABSTRAK
Kurkumin yang berasal dari kunyit dapat digunakan sebagai pewarna alami minuman, namun kurkumin sukar larut dalam air dan rentan terhadap suhu dan cahaya. Pada penelitian ini, telah diuji kemampuan mikroemulsi untuk meningkatkan kelarutan kurkumin dalam air dan meningkatkan kestabilannya terhadap suhu dan cahaya. Mikroemulsi dibuat dengan menggunakan biosurfaktan saponin dari ekstrak daun pletekan, span 20 sebagai kosurfaktan, palm oil sebagai fasa minyak, dan air. Ekstraksi daun pletekan dilakukan dengan cara maserasi. Hasil uji fitokimia menunjukkan saponin terkandung dalam fraksi air, selanjutnya daun pletekan fraksi air dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR. Formulasi mikroemulsi optimum adalah pada perbandingan saponin terhadap span 20 Sm 9:1 v/v dan perbandingan Sm terhadap palm oil 10:1 v/v . Hasil uji dengan mikroskop optik diperoleh mikroemulsi tipe minyak dalam air M/A . Mikroemulsi memiliki ukuran partikel antara 5,615-15,69 nm hasil pengujian dengan Particle Size Analyzer PSA . Solubilisasi kurkumin mengalami peningkatan dari 0,0004 mg/mL, menjadi 5,2 mg/mL dalam mikroemulsi. Kurkumin dalam mikroemulsi memiliki kestabilan yang lebih tinggi terhadap suhu, cahaya, dan pH dibandingkan kurkumin tanpa mikroemulsi.
ABSTRAK
Curcumin which comes from turmeric can be used as natural dyes, but curcumin difficult to soluble in water and not stable with temperature and light. In this study, microemulsion ability has been tested to increase solubility of curcumin in water and improve its stability to the influence of temperature and light. Microemulsion was prepared with biosurfactant saponin from leaf extract of Ruellia tuberosa L., span 20 as cosurfactant, palm oil as oil phase, and water. Leaf extraction of Ruellia tuberosa L. has been done with maceration. Phytochemical analysis showed that there was saponins which contained in the water fraction, and was characterized with UV Vis spectrofotometer, and FTIR spectroscopy. The optimum formulation microemulsion was obtained with ratio of saponin with span 20 Sm 9 1 v v and ratio of Sm with palm oil 10 1 v v . The result of optic microscope showed that the type of microemulsion was oil in water O W microemulsion. Microemulsion has droplet size with range 5,615 15,69 nm by instrument particle size analyzer PSA . Curcumin solubilization increased from 0,0004 mg mL to 5,2 mg mL in microemulsion. Curcumin in microemulsion has a higher stability against temperature, light, and pH than curcumin without microemulsion.
2017
S68641
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miftahul Jannah
Abstrak :
Biosurfaktan merupakan senyawa amfifatik yang dihasilkan dari metabolit mikroorganisme yang berperan sebagai agen untuk menurunkan tegangan antarmuka pada fluida yang tidak dapat bercampur. Biosurfaktan sangat potensial untuk diaplikasikan pada industri kilang minyak melalui teknologi MEOR. MEOR merupakan teknologi yang bertujuan untuk meningkatkan perolehan minyak bumi yang terperangkap di dalam media berpori pada reservoir. Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis biosurfaktan dari Pseudomonas aeruginosa dengan memanfaatkan whey terozonasi sebagai sumber karbon pada medium fermentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi optimum biosurfaktan dicapai dengan ozonasi dan metode oil spreading test. Uji aktivitas biosurfaktan dilakukan dengan mengukur tegangan antarmuka dan tegangan permukaan menggunakan processor tensiometer. Crude biosurfaktan yang dihasilkan mampu menurunkan tegangan antarmuka crude oil sebesar 98,3% dan tegangan permukaan sebesar 23,7%. ......Biosurfactants is amphiphatic compound of microorganism metabolites which has a role as an agent to decrease the interface tension of the fluid which could not be mixed. It is very potential to applied on oil refineries industry through MEOR technology. MEOR is a technology that aims to enhance of oil recovery which trapped in porous media in the reservoir. In this research biosurfactants has been synthesized from Pseudomonas aeruginosa by utilizing ozonized cheese whey as a carbon source. The result shows that the optimum concentration of biosurfactants achieved on fifteen minutes ozonation time and oil spreading test methods. Biosurfactants activity test is done by measuring the interfacial tension and surface tension using a tensiometer processor. Crude biosurfactants produced capable of lowering the interfacial tension of crude oil sample amounted to 98,3% and 23,7% of surface tension
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46842
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosella
Abstrak :
Biosurfaktan merupakan senyawa aktif permukaan yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan tegangan antar muka dan menstabilkan emulsi Bacillus amyloliquefaciens MD4 12 telah diteliti mampu menghasilkan biosurfaktan Penelitian bertujuan untuk mendapatkan kondisi optimal produksi biosurfaktan menggunakan metode permukaan respon Penelitian tahap awal dilakukan dengan pemilihan sumber karbon dan nitrogen terbaik Sumber karbon yang digunakan adalah minyak tanah solar pelumas jagung sawit kelapa sedangkan sumber nitrogen yang digunakan adalah yeast extract tepung ikan tepung kedelai NH4 2SO4 NaNO3 dan NH4NO3 Komposisi medium dan kondisi lingkungan untuk produksi biosurfaktan dioptimasi dengan metode statistik yaitu Plackett Burman untuk memilih faktor yang berpengaruh signifikan dan Central Composite Design CCD untuk optimasi faktor tersebut terhadap produksi biosurfaktan Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak jagung dan yeast extract merupakan sumber karbon dan nitrogen terbaik berdasarkan penurunan tegangan permukaan tertinggi Faktor yang berpengaruh signifikan terhadap penurunan tegangan permukaan berdasarkan Plackett Burman adalah minyak jagung yeast extract dan MgSO4 7H2O Kondisi optimal berdasarkan prediksi CCD adalah minyak jagung 2 78 yeast extract 5 94 g l dan MgSO4 7H2O 1 18 g l dengan tegangan permukaan sebesar 34 18 dyne cm Hasil validasi kondisi optimal menghasilkan tegangan permukaan sebesar 35 10 dyne cm sedangkan tegangan permukaan sebelum optimasi adalah 40 dyne cm Hal tersebut menunjukkan bahwa optimasi dapat menurunkan tegangan permukaan sebesar 12 25.
Biosurfactant are surface active agent produced by microorganisms and had the ability to decrease surface tension interfacial tension and emulsion stabilization Biosurfactant of B amyloliquefaciens MD4 12 has been reported in previous study The aim of this study was to obtain optimum conditions biosurfactant production using response surface methodology Early stage research was carried out by selection of the best carbon and nitrogen sources Carbon sources used were kerosene diesel fuel lubricant corn palm and coconut while the nitrogen sources used were yeast extract fish meal soy flour NH4 2SO4 NaNO3 dan NH4NO3 Medium composition and the culture conditions for the biosurfactant production by B amyloliquefaciens MD4 12 were optimized by using Plackett Burman design to find out the significant factor and Central Composite Design CCD to optimize the significant factors that influence the production of biosurfactant The results showed that yeast extract and corn oil were the best carbon and nitrogen source for biosurfactant production The Plackett Burman design found corn oil yeast extract and MgSO4 7H2O have significant effect on decrease surface tension The optimum condition of CCD predictions were 2 78 corn oil 5 94 g l yeast extract and 1 18 g l MgSO4 7H2O can decrease surface tension to 34 18 dyne cm Validation result of optimal condition showed surface tension of 35 10 dyne cm while surface tension before optimization was 40 dyne cm This showed that optimization can decrease surface tension by 12 25.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S61812
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naya Prakasita Putri
Abstrak :
ABSTRAK
Biosurfaktan adalah agen aktif permukaan (surfaktan) yang dapat menurunkan tegangan permukaan minyak dan dapat digunakan dalam peningkatan perolehan minyak bumi secara hayati (Microbial Enhanced Oil Recovery / MEOR). Bakteri Halomonas meridiana BK-AB4 diharapkan dapat bertahan pada kondisi reservoir yang memiliki suhu dan salinitas tinggi sehingga cocok untuk digunakan dalam MEOR. Uji potensi dengan media agar darah menunjukkan hemolisis tipe alfa (α) yang menunjukkan adanya biosurfaktan yang diproduksi oleh bakteri Halomonas meridiana BK-AB4. Kultur starter optimum didapatkan setelah pertumbuhan selama 6 jam. Komposisi POME yang digunakan dianalisis dengan GC-MS dan didapatkan susunan utamanya adalah asam oleat dan asam palmitat. Kondisi optimum produksi biosurfaktan pada konsentrasi POME (v/v) 20%, suhu 65°C, pH 8 dan konsentrasi NaCl (w/v) 7% dengan nilai ODA 1,382 cm dan nilai IFT 1,817 dyne/cm. Hasil analisis FTIR menunjukkan adanya gugus asam karboksilat ataupun ester yang mengindikasikan jenis biosurfaktan asam lemak.
ABSTRACT
Biosurfactant is surface active agents (surfactant) that is able to reduce surface tension of oil and can be utilized for Microbial Enhanced Oil Recovery (MEOR). Halomonas meridiana BK-AB4 is a strain of microorganism that is able to survive in high temperature and salinity as in oil reservoirs, which will be suitable for MEOR. Hemolysis assay with blood agar showed alpha type hemolysis that indicated biosurfactant produced by Halomonas meridiana BK-AB4. The optimum starter culture is obtained after 6 hours of culitvation. Composition of POME is analyzed with GC-MS which primarily consisted of oleic acid and palmitic acid. Optimum biosurfactant production is at POME concentration (v/v) of 20%, 65°C temperature, pH 8 and NaCl concentration (w/v) of 7% with ODA value 1.382 cm and IFT 1,817 dyne/cm. FT-IR analysis showed functional groups of carboxylic acid or ester which indicated fatty acid class biosurfactant.
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rivalda Jhoneta
Abstrak :
Studi morfologi dan ukuran nanopartikel Cu2O menjadi topik menarik untuk diteliti karena memiliki pengaruh terhadap fungsi dan aplikasinya. Nanopartikel Cu2O berhasil disintesis dengan variasi konsentrasi saponin (100 ppm, 500 ppm dan 1000 ppm), menggunakan NaOH sebagai sumber basa dan NH2OH.HCl sebagai agen pereduksi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh biosrufaktan saponin ekstrak daun kembang sepatu (Hisbiscus rosa sinensis L) terhadap morfologi dan ukuran nanopartikel Cu2O. Sintesis nanopartikel Cu2O juga dilakukan tanpa penambahan esktrak saponin ditujukan sebagai pembanding. Hasil sintesis diarakterisasi menggunakan instrumentasi spektofotometer UV-Vis, XRD dan TEM. Hasil karakterisasi TEM menunjukkan bahwa nanopartikel Cu2O yang diperoleh memiliki morfologi seperti kubus, truncated octahedral serta truncated cubic dengan ukuran sekitar 121, 5 ± 27,9 nm hingga 455,9 ± 67,7 nm.
Morphological studies and sizes of Cu2O nanoparticles are interesting topics to be investigated because they influence their function and application. Cu2O nanoparticles were successfully synthesized with variations in the concentration of saponins (100 ppm, 500 ppm and 1000 ppm), using NaOH as a base source and NH2OH.HCl as a reducing agent. f this study aimed to examine the effect of saponin biosrufactant of hibiscus leaf extract (Hisbiscus rosa sinensis L) on the morphology and size of Cu2O nanoparticles. Synthesis of Cu2O nanoparticles was also carried out without the addition of saponin extracts intended as a comparison. The synthesis results were characterized using UV-Vis, XRD and TEM spectrophotometer instrumentation. TEM characterization results show that Cu2O nanoparticles obtained have morphology such as cubes, truncated octahedral and truncated cubic with sizes ranging from 121, 5 ± 27,9 nm to 455,9 ± 67,7 nm.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanti Indriati
Abstrak :
ABSTRAK
Biosurfaktan merupakan produk turunan dari ester yang dapat disintesis dari asam lemak dan gula alkohol. Biosurfaktan bersifat biodegradable dengan toksisitas rendah, biocompatible serta memiliki aktivitas spesifik pada kondisi tertentu. Salah satu aplikasi biosurfaktan adalah dapat mencakup bidang petroleum. Produksi biosurfaktan dalam skala lebih luas untuk keperluan petroleum layak diwujudkan. Sebagai langkah awal, perlu dipertimbangkan beberapa strategi agar produksi yang dilakukan bersifat cost-effective. Salah satu jenis biosurfaktan yang berpotensi sebagai bahan bakar fuel adalah ester karbohidrat. Reaksi enzimatik produksi biosurfaktan pada penelitian ini menggunakan substrat berupa sorbitan dan asam oleat yang dikatalisis oleh Novozym 435 untuk menghasilkan ester sorbitan oleat. Selanjutnya, campuran mikroemulsi yang terdiri dari minyak diesel komersiil, air, ester sorbitan oleat, dan ester sorbitan oleat teretoksilasi disintesis. Berdasarkan penelitian ini, diperoleh hasil bahwa kondisi terbaik dari sistem reaksi ini belum dapat ditentukan karena reaksi esterifikasi antara sorbitan dan asam oleat menggunakan Novozym 435 tidak cukup efektif dilakukan dalam sistem campuran pelarut organik. Hal tersebut diindikasikan karena gugus ndash;OH dari pelarut dapat menutupi sisi aktif dari enzimnya sehingga dapat mengganggu proses terbentuknya ester. Apabila reaksi esterifikasi secara enzimatik dilangsungkan dalam sistem bebas pelarut, substrat sorbitan tidak dapat bercampur baik dengan asam oleat, dikarenakan wujud dari sorbitan yang cukup lengket pada suhu 60. Besaran kinematika viskositas dan densitas dari diesel = 2,97 cSt dan 0,83 gr/mL. Serta besaran kinematika viskositas dan densitas dari campuran mikroemulsi diesel/Tween80/Span80/air = 11,69 cSt dan 0,88 gr/mL. Campuran antara surfaktan dari jenis sorbitan oleat Span 80 dan ko-surfaktan dari jenis sorbitan oleat teretoksilasi Tween 80 , dapat membentuk campuran mikroemulsi dari minyak dan air serta dapat berpotensi sebagai bahan bakar mikroemulsi. Hal ini didasarkan pada besaran densitas dan wujud dari campuran yang membentuk 1 fasa serta stabil selama 2 minggu.
ABSTRACT
Biosurfactant is a derivative product of esters which can be synthesized from fatty acid and sugar alcohol. Biosurfactant is biodegradable with low toxicity, biocompatible, and has a specific activity under certain condition. One kind of biosurfactant application is for petroleum purposes. Production of biosurfactant on a wider scale for petroleum purposes is feasible. As a first step, several strategies are needed to make the production cost is effective. One type of biosurfactant which has a potential as a fuel is carbohydrate ester. In this study, the enzymatic reaction of biosurfactant production was using sorbitan and oleic acid as the substrates which catalyzed with Novozym 435 to produce sorbitan oleic ester. Furthermore, a mixture of microemulsion that comprising commercial diesel oil, water, sorbitan oleate ester, and ethoxylated sorbitan oleate ester was synthesized. Based on this study, it is still not be determined for a best condition of enzymatic reaction because the esterification reaction between sorbitan and oleic acid using Novozym 435 was not quietly effective in an organic solvent blend system. It could happen because the OH solvent group could mask the active site of the enzyme thus disturbing the ester forming process. If an enzymatic esterification was carried out in a solvent free system, the sorbitan could not be well mixed with oleic acid, due to the sticky sorbitan at 60. Magnetic viscosity magnitude and diesel density 2,97 cSt and 0,83 gr mL. As well as the magnitude of kinematic viscosity and density of diesel Tween80 Span80 water as a mixture of microemulsion were 11,69 cSt and 0,88 gr mL, respectively. The mixture between the sorbitan oleate typed surfactant Span 80 and the co surfactant of ethoxylated sorbitan oleate Tween 80 , may form a microemulsion mixture of oil and water and has a potential as a microemulsion fuel. It is based on the value of density and the physical form of the mixture which is 1 phase and stable during 2 weeks.
2018
T49775
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Nanda Sari
Abstrak :
Indonesia saat ini mengalami penurunan produksi minyak seiring semakin tuanya sumur-sumur produksi. Salah satu lokasi sumur minyak tersebut adalah lapangan Rantau yang terletak di Aceh Tamiang. Banyaknya studi EOR yang terkait dengan karakter reservoirnya, menyebabkan lapangan ini dijadikan sebagai model untuk penelitian EOR. Pada penelitian sebelumnya telah diteliti potensi Halomonas meridiana BK-AB4 menggunakan minyak zaitun yang menghasilkan biosurfaktan dengan karakteristik tahan pada konsentrasi garam dan suhu tinggi yang sesuai dengan karakteristik reservoir lapangan Rantau. Pada penelitian ini dilakukan uji lebih lanjut yang bertujuan untuk mengukur potensi biosurfaktan yang dihasilkan oleh Halomonas meridiana BK-AB4 menggunakan Palm Oil Mill Effluent (POME) untuk aplikasi EOR. Optimasi produksi dilakukan menggunakan analisis single factor dan Response Surface Methodology (RSM) dengan parameter konsentrasi POME, konsentrasi NaCl, masa inkubasi dan pH terhadap aktivitas biosurfaktan yang diukur berdasarkan nilai Oil Displacement Area (ODA). Kondisi optimum untuk biokonversi POME menjadi biosurfaktan dengan metode curah berdasarkan analisis RSM diperoleh dalam medium yang mengandung POME 16% (v/v), NaCl 4,7% (w/v), pH 6,7 dan waktu inkubasi 112 jam. Pada kondisi optimum ini diperoleh ekstrak kasar sekitar 3,98 g/L±0,18 kultur dengan nilai ODA 3,6 cm. Sifat fisikokimia biosurfaktan yang dihasilkan memiliki nilai Critical Micelle Concentration (CMC) sebesar 280 mg/L dengan penurunan tegangan permukaan sebesar 16,5 mN/m, serta nilai E24 tertinggi diperoleh pada minyak mentah CR-04 (Naphthenic–naphthenic) yaitu 76,33%±0,57. Hasil uji stabilitas dengan metode sebaran minyak diperoleh bahwa surfaktan dapat bekerja optimal pada rentang pH 6-10, konsentrasi garam 15-20% (w/v), dan suhu 45-65 oC. Tipe biosurfaktan berdasarkan spektrum FT-IR dan LC-MS tergolong kedalam golongan asam lemak. Melalui uji EOR diperoleh nilai IFT terendah 0,03 mN/m pada uji stabilitas termal, tergolong kategori fase tipe III dengan karakter water-wet dari hasil uji kelakuan fasa dan kebasahan batuan. Kinerja faktor perolehan (recovery factor) skala laboratorium adalah 23,89% pada pengukuran imbibisi. Faktor perolehan yang didapat dengan metoda core flooding relatif terhadap persentase Saturated oil residue (Sor) adalah 7,7%, Saturated oil initial (Soi) adalah 5,1%. Berdasarkan data fisikokimia dan hasil uji EOR, biosurfaktan dari Halomonas meridiana BK-AB4 berpotensi dikembangkan lebih lanjut sebagai surfaktan EOR. ......Indonesia is currently experiencing a decline in oil production as production wells are getting old. One of the locations for the oil well is the Rantau field, located in Aceh Tamiang. The number of EOR studies related to the character of the reservoir, causes this field to be used as a model for EOR research. In a previous study, the potential of Halomonas meridiana BK-AB4 using olive oil was investigated which produces biosurfactants with resistant characteristics at salt concentrations and high temperatures that are in accordance with the characteristics of the Rantau field reservoir. In this study, further tests were carried out aimed at measuring the potential of the biosurfactant produced by Halomonas meridiana BK-AB4 using Palm Oil Mill Effluent (POME) for EOR applications. Production optimization was carried out using single factor analysis and Response Surface Methodology (RSM) with parameters of POME concentration, NaCl concentration, incubation period and pH of biosurfactant activity measured based on the value of Oil Displacement Area (ODA). The optimum conditions for the bioconversion of POME to biosurfactant by bulk method based on RSM analysis were obtained in a medium containing POME 16% (v/v), NaCl 4.7% (w/v), pH 6.7 and incubation time of 112 hours. At this optimum condition, crude extract was obtained about 3.98 g/L±0.18 culture with an ODA value of 3.6 cm. The physicochemical properties of the biosurfactants produced have a Critical Micelle Concentration (CMC) value of 280 mg/L with a decrease in surface tension of 16.5 mN/m, and the highest E24 value was obtained in crude oil CR-04 (Naphthenic–naphthenic) which was 76.33 %±0.57. The results of the stability test using the oil distribution method showed that the surfactant could work optimally in the pH range of 6-10, the salt concentration of 15-20% (w/v), and the temperature of 45-65 oC. The type of biosurfactant based on the FT-IR and LC-MS spectrum belongs to the fatty acid group. Through the EOR test, the lowest IFT value was 0.03 mN/m in the thermal stability test, belonging to the type III phase category with water-wet character from the results of phase behavior and rock wetness tests. The performance of the laboratory scale recovery factor was 23.89% on the imbibition measurement. The recovery factor obtained by the core flooding method relative to the percentage of Saturated oil residue (Sor) was 7.7%, Saturated oil initial (Soi) was 5.1%. Based on the physicochemical data and EOR test results, the biosurfactant from Halomonas meridiana BK-AB4 has the potential to be further developed as an EOR surfactant.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library