Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Meliala, Gabriel Almon
"Kopi merupakan salah satu minuman yang paling populer didunia termasuk di Indonesia. Kandungan kafein dalam kopi memiliki dampak positif dan negatif bagi kesehatan. Dampak negatif akan timbul apabila dikonsumsi secara berlebih (>400mg/hari). Secara umum metode ekstraksi dekafeinasi dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu : Proses dekafeinasi dengan pelarut kimia, dekafeinasi dengan pelarut air dan dekafeinasi dengan pelarut CO2 superkritis. Dalam perancangan ini digunakan CO2 sebagai pelarut karena sifatnya yang aman bagi kesehatan dan menghasilkan kopi rendah kafein dengan cita rasa tinggi. Dengan kapasitas produksi 10 ton/hari, dari perhitungan estimasi biaya didapatkan Total Capital Investment (TCI) untuk pabrik dekafeinasi biji kopi ini adalah Rp 98.175.644.912,00, dengan nilai Net Present value (NPV) RP 75.271.394.223,00, IRR sebesar 21,8%, dan payback period selama kurang lebih 7 tahun.

Coffee is one of the most popular beverages in the world, including in Indonesia. The caffeine contained in coffee has both positive and negative effect on health. The negative effect especially will be felt if the caffeine is consumed execessively (>400mg/day). Commonly there are three different method in decaffeinating extraction: decaffeination using chemical solvent, decaffeination using water solvent and decaffeination using CO2 supercritical solvent. This plant design is using CO2 as the solvent because CO2 is safe for human and can produce high quality taste in low caffeine coffee. With production capacity of 10 tons /day, this coffee beans decaffeination plant has Total Capital Investment (TCI) value of Rp 98.175.644.912,00, and Net Present value (NPV) RP 75.271.394.223,00, IRR value of 21,8%, and payback period of 7 years approximately."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S45386
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvina Wijaya Puteri
"Kafein memiliki banyak kegunaan, salah satunya adalah diaplikasikan sebagai kosmetik. Namun, absorpsi kafein secara perkutan termasuk rendah, hanya 9% dan kafein bukan merupakan zat ideal untuk berpenetrasi melewati kulit karena merupakan material hidrofilik dengan log P -0,07. Ethosom dan dmsosom merupakan vesikel lipid hasil modifikasi dari liposom. Pemilihan ethosom sebagai vesikel dikarenakan ethosom dapat meningkatkan permeasi, memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan vesikel konvensional lainnya, dan telah banyak penelitian mengenai ethosom. Maka dari itu ethosom dipilih sebagai baku pembanding bagi dmsosom. Pemilihan dmsosom sebagai vesikel dikarenakan dmsosom merupakan vesikel baru dan belum banyaknya penelitian mengenai vesikel tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektifitas antara ethosom dan dmsosom sebagai vesikel dalam meningkatkan penetrasi kafein. Metode lapis tipis digunakan untuk pembuatan ethosom dan dmsosom. Ethosom memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan dmsosom. Jumlah kumulatif penetrasi dari gel ethosom adalah 3.316,46 ± 218,51 μg/cm2, dengan nilai fluks sebesar 249.45 ± 30.06 μg cm-2 jam-1 dan persentase 62,35 ± 4,52 % sedangkan gel dmsosom memberikan jumlah kumulatif terpenetrasi 2954,95 ± 222,87 μg/cm2. dengan nilai fluks sebesar 381,68 ± 34,91 μg cm-2 jam-1 dengan persentase sebesar 53,4 ± 3,65 %. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan ethosom merupakan vesikel yang lebih baik dibandingkan dmsosom.

Caffeine has many functions. One of the function is applied as cosmetics. Nonetheless, percutant absorption of caffeine is very low (9 %) and caffeine is not a good substance when penetrating into the skin because it is a hidrophilic compound with a log P of -0,07. Ethosomes and dmsosomes are lipid vesicles created from modification of liposomes containing phospholipids and ethanol or dimethyl sulfoxide as the penetration enhancer. Ethosomes can increases permeation, has a small sized vesicle compared to conventional liposomes, and have many research, so ethosom chosen as the standard. Dmsosoms are considered a new vesicle and only few research are available about this vesicle, therefore they were chosen.
The purpose of this study is to compare the effectivity of ethosomes and dmsosomes as a vesicle to increase penetration of caffeine. Thin-filmed method is used to make the ethosomes dan dmsosoms. Based on this research, ethosomes have better characteristics compared to dmsosoms. The cumulative penetration of caffeine ethosome gel is 3316.46 ± 218.51 μg/cm2, with flux 249.45 ± 30.06 μg cm-2 jam-1 and percentage 62.35 ± 4.52 %. Cumulative penetration of dmsosom gel is 2954.95 ± 222.87 μg/cm2 with flux 381.68 ± 34.91 μg cm-2 jam-1and percentage 53.4 ± 3.65 %. Based on these results it can be concluded that ethosome is a better vesicle than dmsosome.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S62767
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pada penelitian ini telah dilakukan pengembangan metode penentuan kadar parasetamol dan kafein dalam obat dengan KCKT menggunakan fasa gerak KH2PO4--metanol-asetonitril-isopropil alkohol (42 : 2: 3: 3), laju alir 1 mL/menit, detektor UV panjang gelombang 215 nm dan kolom C18, yang dilakukan secara simultan. Uji validasi metode analisis kadar parasetamol dan kafein dalam tablet obat dengan KCKT dilakukan untuk memperoleh data validasi metode sehingga metode tersebut diketahui kelayakannya. Parameter-parameter validasi yang diuji meliputi linearitas, limit deteksi, limit kuantitasi, presisi, dan akurasi. Hasil yang diperoleh memiliki nilai waktu retensi lebih cepat daripada teknik simultan sebelumnya dengan menggunakan kolom C8. Semua parameter yang diuji memenuhi kriteria penerimaan yang telah ditetapkan oleh Association of Official Analytical Chemists. Untuk parasetamol mempunyai nilai koefisien korelasi (r) = 0,9997, limit deteksi 17,5867 mg/L, limit kuantitasi 53,2932 mg/L, presisi luas area 0,96% serta presisi konsentrasi analit 1,03% dan akurasi dengan persen perolehan kembali berkisar 100,22-102,36%. Sedangkan kafein mempunyai nilai koefisien korelasi (r) = 0,9999, limit deteksi 0,7567 mg/L, limit kuantitasi 2,2932 mg/L, presisi luas area 0,99% serta presisi konsentrasi analit 1,01% dan akurasi dengan persen perolehan kembali berkisar 90,03-92,98%."
541 JSTK 5:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Arrasyid
"Telah dilakukan penelitian kecepatan pelarutan asetosal dalam bentuk campuran dengan koffein yang dibuat dengan mencampur 500 mg asetosal dan koffein dalam berbagai variasi berat, yaitu: 0 mg (kontrol), 20 mg, 40 mg,60 mg, dan 80 mg. Campuran dikemas dalam bentuk kapsul. Masing-masing kapsul ditentukan kecepatan pelarutannya dengan metode "Rotating Basket" dalam media pelarut buffer asetat 0,05 M, pH 4,5 ± 0,05 dan temperatur 370 C ± 0,5. Kadar asetosal yang terlarut ditentukan kadamya dengan metode titrasi asam-basa secara tidak langsung, dimana asetosal yang terlarut dihidrolisa terlebih dahulu dengan larutan Natriuni Hidroksida 0,2 N dan kelebihan larutan natrium hidroksida tersebut dititrasi dengan asam klorida 0,1 N. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa koffem meningkatkan kecepatan pelarutan asetosal dalam sediaan kapsul. Padajumlah tertentu semakin bèsarjumlah koffein yang ditambahkan, semakin besar pula kecepatan pelarutan asetosal.

The dissolution rate test of mixtures consisted of 500 mg acetosal and 0 mg (control), 20 mg, 40 rng, 60 mg, and 80 mg coffein had been carried out. The mixtures were loaded into capsul. The dissolution rate of each capsule was determined in 0,05 M acetic buffer solution, pH 4,5 ± 0,05 at 370 C ± 0,5 using " Rotating Basket" method. The dissolved acetosal concentration was determined by indirect acid-base titration after the dissolved acetosal was hydrolyzed by 0,2 N sodium hydroxide and the excess of sodium hydroxide was titrated by 0,1 N hydrochloride acid. The results showed that coffein increase the dissolution rate of acetosal in capsule dosage form. Increasing of coffein in certain amount will increase the dissolution rate of acetosal significantly."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kafein merupakan salah satu zat yang terkandung dalam berbagai minuman yang sering dikonsumsi oleh masyarakat dan prevalensi pengguna zat ini juga tidakiah sedikit. Minuman ini sudah terbukti mempunyai efek meningkatkan semangat seseorang dalam melakukan aktivitas, namun di sisi lain terdapat pula efek negatifnya bagi kesehatan jika dikonsumsi secara berlebihan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidenfifikasi ada/tidaknya hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat tentang efek kafein bagi kesehatan dengan penggunaan kafein dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini dilakukan di RW 04 KeI. Pondok Cina Kec. Beji, Kota Depok pada tanggal 9 Mei 2008. Metode yang digunakan adalah korelasi, dengan jumlah sampel sebanyak 106 orang yang diambil secara proposive sampling. Hasil penelitian adalah tidak ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan masyarakat tentang efek kafein bagi kesehatan dengan penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari (p Value = 0,200; α = 0,05). Hal ini berarti tingkat pengetahuan masyarakat tidak mempengaruhi perilaku konsumsinya.
Kata kunci: efek, kafein, kesehatan, minum"
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
TA5650
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Lany Melian
"Latar Belakang : Kafein merupakan substansi yang paling banyak di gunakan di seluruh dunia, hampir 80 % dari populasi merupakan pengguna rutin. Efek dari penggunaan kafein bergantung kepada beberapa faktor, antara lain jenis, intensitas dan durasi dari kerja flsik, dosis kafein. Pada suatu populasi, 75% orang dewasa dalam melakukan aktivitas sehari-hari menggunakan energi yang sama pada saat melakukan kerja fisik ringan. Tubuh manusia memiliki kemampuan untuk menyimpan kelebihan energi. Cadangan energi tersebut akan dipergunakan melalui proses penguraian kembali kreatin fosfat rnenjadi ATP Serta Iipolisis, glikogenolisis dan glukoneogenesis. Kafein adalah inhibitor kompetitif dari reseptor dengan ligan adenosine di adiposit. Kafein menghilangkan efek penekanan adenosin terhadap lipolisis. Kafein bersama homlon-honnon lipolitik (epinefrin, norepinefiin, glukagon dan hormon pertumbuhan) bersinergi dalam meningkatkan kadar asam lemak bebas. Kafein dapat meningkatkan ketersediaan oksigen melalui mekanisme blok reseptor adenosin, sehingga efek penekanan adenosin terhadap neuron-neuron di PreB6t.zinger kompleks dalam pembentukkan irarna pernafasan hilang, dan menyebabkan peningkatan frekuensi pemafasan. Kondisi tersebut, membuat kafein dikenal sebagai substansi yang dapat meningkatkan kemampuan Esik dan menurunkan tingkat kelelahan
Tujuan : Mengetahui pengaruh kafein terhadap kadar asam lemak bebas, frekuensi pemafasan dan tingkat kelelahan.
Metode : Penelitian menggunakan disain cross over, pada 8 laki-laki dewasa yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang mendapat kafein 3 mg/kg.bb dan kelornpok kontrol yang mendapatkan plasebo. Kadar asam lemak dan frekuensi pemafasan diukur pada saat sebelum perlakuan, sesudah perlakuan dan sesudah kerja fisik. Tingkat kelelahan diukur selama kerja fisik.
Hasil : Setelah kerja fisik kadar asam lemak bebas kelompok kafein mengalami peningkatan yang bermakna dibandingkan kelompok plasebo, frekuensi pernafasan pada kelornpok kafein meningkat tetapi tidak berbeda bemmakna dibanding kelompok plasebo, tingkat kelelahan pada kelompok kafein lebih rendah dibanding kelompok plasebo dan berbeda bermakna secara statistik.
Kesimpulan : Penggunaan kafein 3 mg/kg.bb secara bermalma dapat meningkatkan kadar asam lemak bebas sesudah kerja fisik dan menurunkan tingkat kelelahan selama kerja fisik. Tetapi tidak meningkatkan frekuensi pernafasan secara bermakna.

Background : Caffeine is the most widely used substance in the world, its regular users comprise almost 80% of the population. The effects of using caffeine depend on a number of factors such as the type, intensity, and duration of physical work, and the dose of caffeine. In a particular population, 75% of adults in doing their daily routine spend as much as energy as when they do light exercise. Human body processes the ability to store extra energy. The stored energy will o utilized through decomposition of creatine phosphate into ATP and lipolysis, glycogenolysis ang gluconeogenesis. Caffeine is a competitive inhibitor of a receptor with ligand adenosine in adipocyte. Caffeine bounds to the receptor, but since it inhibits the adenosine effect, caffeine increases lipolysis. Caffeine along with lipolytic hormones (epinephrine, norepinephrine, glucagons and growth hormone) increases the levels of free fatty acids. Caffeine can increase the availability of oxygen through adenosine receptor blockade mechanism, which results in the disappearance of the pressing effect of adenosine against neurons of PreB6tzinger complex in the formation of breathing pattern, and it can increase breathing frequency. That condition makes caffeine known as a substance which can increase physical ability and reduce the level of fatigue.
Objective : To discover the effects of caffeine on the levels of free fatty acids, breathing frequency, and the level of fatigue.
Method : The research used the cross»over design in 8 males, conducted in two groups: the group receiving 3 mg/kg body weight and the control group receiving placebo. The levels of fatty acids and breathing frequency were measured prior to the procedure, after the procedure and after exercise. The level of fatigue was measured during exercise.
Results : After exercise, levels of free fatty acids in the group with the caffeine increased significantly than that in the group receiving placebo, the breathing frequency in the caffeine group increased but it was not significantly than that in the palcebo group, and the level of fatigue in the caffeine group was lower significantly than that in the placebo group.
Conclusion : The use of caffeine 3 mg/'kg body weight significantly increases the levels of free fatty acids after exercise and reduces level of fatigue during exercise. However, it does not cause a significant increase in the breathing frequency."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T33073
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zuraida Syafara Dzuhro
"Meningkatkan penetrasi mencapai lapisan subkutan. Natrium hialuronat (NaHA), bentuk garam asam hialuronat, merupakan polimer hidrofilik derivat polisakarida. NaHA memiliki kemampuan meningkatkan penetrasi perkutan dengan mengubah susunan sel-sel stratum korneum yang tersusun rapat menjadi lebih renggang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh NaHA terhadap penetrasi kofein sebagai zat aktif antiselulit dalam sediaan hidrogel, hidroalkoholik gel, dan emulsi gel. Masing-masing sediaan mengandung kofein 1,5% dan terbagi atas 3 formula. Formula 1 mengandung basis gel HPMC 2%; formula 2 mengandung basis gel HPMC 2% dan NaHA 0,5%; formula 3 mengandung NaHA 2% sebagai basis gel.
Uji penetrasi dilakukan secara in vitro menggunakan sel difusi Franz dengan kulit tikus sebagai membran selama 8 jam. Persentase kofein terpenetrasi sediaan hidrogel formula 1, 2, 3 secara berturut-turut adalah 9,41 ± 0,01%; 11,74 ± 0,13%; 16,32 ± 0,03%. Persentase kofein terpenetrasi sediaan hidroalkoholik gel formula 1, 2, 3 secara berturut-turut adalah 19,54 ± 0,02%; 22,99 ± 0,23%; 7,42 ± 0,08%. Persentase kofein terpenetrasi sediaan emulgel formula 1, 2, 3 secara berturut-turut adalah 10,47 ± 0,19%; 13,41 ± 0,12%; 18,42 ± 0,06%. Hasil menunjukkan NaHA meningkatkan penetrasi kofein perkutan berbagai sediaan gel, kecuali hidroalkoholik gel formula 3.

Penetration enhancer to reach subcutaneous layer. Sodium hyaluronate (NaHA), the sodium salt of hyaluronic acid, is a hydrophilic polysaccharide derivative polymer. It has ability to enhance percutaneous penetration by loosening the dense of the compact substance stratum corneum. The aim of this research was to observe the effects of NaHA on caffeine penetration as anticellulite active agent in three types of gel preparation: hydrogel, hydroalcoholic gel, and gel emulsion. Each gel type contained caffeine 1,5% and was varied into three formulas. Formula 1 contained HPMC 2% as gel basis; formula 2 contained HPMC 2% and NaHA 0,5%; formula 3 contained NaHA 2% as gel basis.
Caffeine penetration properties were analyzed by Franz diffusion cell in vitro test using rat skin as membrane. Percent caffeine penetration of hydrogel formula 1, 2, 3 were 9,41 ± 0,01%; 11,74 ± 0,13%; 16,32 ± 0,03%, respectively. Percent caffeine penetration of hydroalcoholic gel formula 1, 2, 3 were 19,54 ± 0,02%; 22,99 ± 0,23%; 7,42 ± 0,08%, respectively. Percent caffeine penetration of gel emulsion formula 1, 2, 3 were 10,47 ± 0,19%; 13,41 ± 0,12%; 18,42 ± 0,06%, respectively. The result showed that NaHA enhanced the caffeine percutaneous penetration properties in various gel preparations, except hidroalkoholic gel formula 3.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S1147
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yunita Sari
"Indonesia memiliki status sebagai produsen kopi terbesar keempat di dunia. Senyawa kimia utama dalam biji kopi adalah kafein dan asam klorogenik, yang bermanfaat bagi kesehatan. Memproduksi bahan baku herbal perlu dikeringkan. Freeze-drying adalah metode pengeringan yang digunakan untuk ekstrak. Namun, produk pengeringan beku dapat dengan mudah menyerap kelembaban dan kolin klorida yang digunakan sebagai salah satu komponen NADES sangat higroskopis, sehingga akan lengket.
Dalam penelitian ini, kombinasi maltodekstrin-arabic gum (1: 1) dan Aerosil® digunakan dalam formulasi ekstrak biji kopi hijau kering-beku, dengan 25%; 30%; 35% maltodekstrin-arabic gum dan 1%; 2%; 3% Aerosil® untuk desain faktorial, jadi ada 9 formula.
Setelah proses pengeringan beku, tidak ada perbedaan yang signifikan pada konsentrasi kafein dan hasil. Namun, konsentrasi permen karet maltodekstrin-arabik memiliki efek pada asam klorogenik dan konsentrasi Aerosil® berpengaruh pada kadar air. Hasilnya, formulasi terbaik adalah 25% maltodekstrin-arabic gum dengan 3% Aerosil®.

Indonesia has the status as the fourth largest coffee producer in the world. The main chemical compounds in coffee beans are caffeine and chlorogenic acid, which is beneficial for health. Producing herbal raw materials needs to be dried. Freeze drying is a drying method used to extract. However, freeze drying products can easily absorb moisture and choline chloride which is used as one of the components of NADES which is very hygroscopic, so it will be sticky.
In this study, a combination of maltodextrin-arabic gum (1: 1) and Aerosil® was used in the formulation of freeze-dried green coffee bean extract, with 25%; 30%; 35% maltodextrin-arabic gum and 1%; 2%; 3% Aerosil® for factorial design, so there are 9 formulas.
After the freeze drying process, there were no significant differences in the concentration and yield of caffeine. However, the concentration of maltodextrin-arabic gum has an effect on chlorogenic acid and the concentration of Aerosil® affects the water content. As a result, the best formulation is 25% maltodextrin-arabic gum with 3% Aerosil®.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Whinanda Chalista
"Kafein merupakan senyawa alkaloid metilxantin yang tersebar luas penggunaannya dalam bidang kosmetik sebagai anti selulit. Kafein bersifat hidrofilik dimana hal tersebut menunjukkan bahwa kafein sulit berpenetrasi ke dalam kulit yang sebagian besar tersusun oleh lipid. Pada penelitian ini, kafein dibuat dalam bentuk emulsi dan mikroemulsi tipe air dalam minyak yang kemudian dimasukkan ke dalam sediaan berbentuk stik dengan komponen penyusun yang bersifat lipofilik untuk mengatasi permasalahan penetrasi. Tujuan penelitian ini adalah memformulasikan stik yang mengandung zat aktif serbuk kafein stik kontrol, emulsi kafein stik emulsi, dan mikroemulsi kafein stik mikroemulsi serta membandingkan penetrasi diantara ketiganya. Uji penetrasi dilakukan menggunakan sel difusi Franz dengan membran kulit tikus betina galur Sprague-Dawley selama 12 jam.
Berdasarkan hasil uji penetrasi, jumlah kumulatif kafein yang terpenetrasi dari stik kontrol, stik emulsi, dan stik mikroemulsi berturut-turut adalah 306,42 34,92 g/cm2, 927,75 57,38 g/cm2, dan 2408,68 81,65 g/cm2 dengan persentase sebesar 5,90 0,67, 12,76 0,78, dan 35,23 1,19. Selain itu, dilakukan uji stabilitas fisik dan kimia pada penyimpanan selama 8 minggu di suhu kamar 29±2°C, suhu dingin 4±2°C, dan suhu panas 40±2° C. Ketiga stik tidak stabil secara fisik dan kimia dengan parameter organoleptis, homogenitas, dan pengukuran kadar kafein setiap 2 minggu.

Caffeine is a methylxanthin alkaloid compound that has been widely used in cosmetics products as anticellulite. Caffeine has a hydrophilic characteristics and it indicates that caffeine will be difficult to penetratre into the skin that is mostly composed by lipids. In this study, caffeine will be made in the form of water in oil emulsions and microemulsions then form into a sticks shaped with lipophilic constituent component to overcome the penetration problem. The aims of this study were to formulate sticks containing active substances of caffeine control sticks, caffeine emulsions emulsion sticks, and caffeine microemulsions microemulsion sticks and compare the penetration between them. The penetration test was performed using a Franz diffusion cell with a Sprague dawley rat skin for 12 hours.
Based on results, the cumulative amount of caffeine from control sticks, emulsion sticks, and microemulsion sticks were 306.42 34.92 g cm2, 927.75 57.38 g cm2, and 2408.68 81.65 g cm2 respectively, with a percentage 5.90 0.67, 12.76 0.78, and 35.23 1.19. In addition, physical and chemical stability tests were performed for 8 weeks at room temperature 29±27deg;C, cold temperature 4±2°C, and hot temperature 40±2°C. The three sticks showed physical and chemical unstability with organoleptic, homogeneity, and measurement parameters of caffeine content every 2 weeks.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69720
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>