Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pulunggono Sudarmo
Abstrak :
ABSTRAK
Kanker payudara di Indonesia merupakan jenis kanker yang terbanyak ditemukan setelah kanker mulut rahim.

Banyak upaya yang telah dilakukan untuk pengobatan kanker payudara ini yang pada umumnya meliputi tiga hal yaitu bedah, radiasi serta sitostatik yang terdiri dari kemoterapi dan hormonal. Kegagalan pengobatan biasanya bila penderita ditemukan adanya metastasis jauh.

Dibeberapa tempat pemeriksaan Bone Scanning dan atau Bone Survey serta foto thorax dikerjakan secara rutin sebagai bagian dari prosedur pemeriksaan lanjutan disamping pemeriksaan kimia darah. Menurut kepustakaan pemeriksaan Bone scanning dengan menggunakan radiofarmaka Tc 99 pyrophosphat adalah pemeriksaan penunjang yang terpenting karena mempunyai daya sensitifitas yang tinggi tetapi daya spesifisitasnya lebih rendah bila dibandingkan dengan pemeriksaan bone survey atau radiografi tulang.

1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Pardiastuti Bhudjono
Abstrak :
Radioterapi mempunyai peranan yang penting pada penderita penderita Karsinoma Serviks Uteri dan Karsinoma Ovarium serta Karsinoma Endometrium pascabedah. Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara ketahanan hidup 5 tahun penderita keganasan ini pada tingkatan penyakit dini yang hanya mendapat radioterapi saja dan yang dilakukan tindakan operasi dengan dilanjutkan radiasi pascabedah. Sebelum digunakan pesawat dengan energi tinggi, radiasi dengan menggunakan pesawat energi rendah mempunyai keterbatasan karena taleransi kulit yang rendah, Pada saat ini dengan penggunaan pesawat berenergi tinggi dapat diberikan dosis radiasi yang jauh lebih tinggi dengan cedera kulit minimal sekalipun untuk tumor tumor yang letaknya dalam. Dengan demikian diharapkan angka kesembuhan lokal yang tinggi, tetapi dengan kemungkinan akan didapatkan efek samping yang lebih tinggi pada organ organ disekitarnya . Organ organ yang patut mendapat perhatian pada radiasi daerah pelvis atau abdomen adalah bull bull, ureter, rektum, kolon sigmoid dan usus halus. Komplikasi pada traktus digestivus berkisar antara rasa tidak enak pada saluran pencernaan, diare dan yang lebih berat dari itu adalah stenosis usus. Pada dosis radiasi yang lebih tinggi dapat terjadi fistulasi yang kadang kadang memerlukan intervensi pembedahan. Dikenal suatu sindroma dengan gejala gejala nyeri pada perut disertai diare yang disebabkan oleh karena adanya asam empedu yang berlebihan didalam kolon. Sindroma ini didapatkan pada penderita dengan penyakit pada ileum dan disebut sebagai Cholerheic Enteropathy. Seperti diketahui pada keadaan normal asam empedu direabsorpsi oleh ileum. Gambaran yang sama dengan " Cholerheic Enteropathy " didapatkan pada pereobaan binatang yang mendapat radiasi. Sehingga dipikirkan bahwa gangguan diatas merupakan faktor yang panting atas terjadinya diare pada penderita yang mendapat radiasi daerah pelvis atau abdomen. Dengan metoda radiasi konvensional yang diberikan 5 kali per minggu, dengan dosis harian 200 cc/hari selama kurang lebih 5 minggu, keluhan diare biasanya mulai timbul pada minggu kedua. Setelah selesai radiasi pada sebagian besar kasus diare akan berhenti atau mereda dalam beberapa minggu. Dilaporkan oleh Newman bahwa terjadi perubahan defekasi pada 12 dari 17 penderita dengan tumor ganas kandungan yang mendapat terapi radiasi. Sedangkan Van Blankestein mendapatkan penurunan reabsorpsi asam empedu pada semua pasien yang mendapat radiasi daerah abdomen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari jawaban salah satu dari berbagai kemungkinan penyebab diare berlandaskan teori diatas, yakni dengan mendapatkan data data mengenai gambaran kadar asam empedu dalam serum penderita kanker ginekologis yang mendapat terapi radiasi pada daerah pelvis atau abdomen, balk kadar asam empedu dalam keadaan puasa maupun sesudah makan.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Roehyantini
Abstrak :
Tujuan : Mengetahui perbandingan respons terapi dan Disease Free Survival pasien kanker serviks stadium lokal lanjut yang dilakukan pengobatan kemoradiasi dan radiasi. Tempat : Ruang rawat Paviliun ERIA dan Poliklinik Onkologi, Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUPN-Cipto Mangunkusumo. Rumusan Data : Penelitian ini bersifat uji klinik retrospektif. Bahan dan Data Kerja : 278 pasien kanker serviks mendapat terapi lengkap selama kurun waktu 1997-2004. Terbagi 2 kelompok terapi, 199 kasus (1997-2000) adalah kelompok radiasi dan 79 kasus (2001-2004) adalah kelompok kemoradiasi. Kedua kelompok diikuti sampai dengan 1 tahun setelah selesai terapi. Kejadian yang dinilai adalah respons terapi serta adanya residif dan dihitung waktu babas tumor untuk menentukan disease free survival. Hasil : Respons Berdasarkan Jenis Terapi :Respons komplit kelompok radiasi 179 kasus (89,95%), 14 kasus respons parsial (7,04%), 4 kasus nonrespons (2,01%) dan 2 kasus progresif (1,01%). Respons komplit kelompok kemoradiasi 73 kasus (92,41%), 4 kasus respons parsial (5,06%), 1 kasus nonrespons (1,27%) dan 1 kasus progresif (1,27%), (p = 0,899). Respons terapi pada stadium lanjut: Kelompok radiasi : komplit respons pada 99 kasus, Parsial respons 8 kasus, progresif 2 kasus. Kelompok kemoradiasi : komplit respons 63 kasus, parsial respons 3. dan 1 kasus progresif, (p . 0,05). Disease Free Survival Berdasarkan Jenis Terapi :DFS kelompok radiasi 1 tahun 87,07%, sedangkan kelompok kemoterapi 81,66%. DFS kelompok radiasi 2 tahun 79,81%, sedangkan kelompok kemoterapi 68,6%. (p = 0,405). Disease Free Survival pada Stadium Lanjut :Kelompok radiasi DFS 85% pada 1 tahun dan 71,58% pada 2 tahun.Kelompok kemoradiasi 81% pada 1 tahun, 2 tahun sebesar 66,77%, dengan peluang residif terapi kemoradiasi 1,09 kali. Kesimpulan : Respons terapi kelompok kemoradiasi tidak lebih baik dibandingkan dengan kelompok radiasi, namun secara statistik tidak bermakna. Ditinjau dari Disease Free Survival dan laju rekurensinya, perlakuan kelompok kemoradiasi tidak lebih baik dibandingkan dengan kelompok radiasi, namun secara statistik tidak bermakna. Peluang residif terapi kemoradiasi 1,09 kali dibanding dengan terapi radiasi.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hery Tiera
Abstrak :
ABSTRAK
Pemeriksaan Urinary Bladder Cancer Antigen (UBC) merupakan salah satupemeriksaan non invasive terbaru dalam mendeteksi karsinoma buli dengan mengidentifikasi ekspresisito keratin 8 dan 18 di dalam urin. Tujuan dari penelitian ini adalah uji diagnostic dari pemeriksaan Rapid UBC pada populasi Indonesia dengan kecurigaan klinis tumor buli.Penelitian ini mengevaluasi 21 pasien secara prospektif di rumah sakit pusat rujukan nasional Indonesia padatahun 2011-2012. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien usia diatas 18 tahun dengan gross hematuria dan hasil pemeriksaan imajing menunjukkan adanya tumor buli, atau pasien KST buli dengan riwayat reseksi tumor buli habis yang menjalani follow up sistoskopi rutin. Kriteria eksklusi meliputi pasien dengan infeksi saluran kemih atau dengan hasil pemeriksaan bakteri tahan asam di urin positif. Pemeriksaan Rapid UBC dilakukan sebelum sistoskopi dilakukan. Hasil pemeriksaan selanjutnya dibandingkan dengan hasil sistoskopi dan histopatologi. Analisa statistic dilakukan dengan perbandingan bivariat menggunakan SPSS v.17.0. Mayoritas subjek penelitian adalah laki-laki (71.4%). Nilai rerata usia adalah 56.1± 15.4 tahun. Lima belas pasien (71.4%) memiliki hasil UBC positif, dan 6 pasien (28.6%) memilikihasil UBC negatif. Diantara pasien-pasien dengan hasil positif tersebut, 93.3% memiliki penemuan sistoskopi positif tumor buli dengan hasil histopatologi menunjukkan positif karsinoma sel transisional buli, dan 1 pasien memiliki hasil sistoskopi dan histopatologi negatif. Diantara pasien-pasien denganhasil UBC negatif, 83.3% memiliki hasil sistoskopi positif menunjukkan adanya tumor buli dan hasilhistopatologi karsinoma sel transisional buli, dan 1 pasien memiliki hasil sistoskopi dan histopatologi negatif. Nilai positif predictive value pemeriksaan rapid UBC dalam mendeteksi KST buli adalah 93.3% dan nilai negative predictive value adalah 16.7%. Sensitivitas rapid UBC dalam penelitian ini sebesar 73.7%, spesifisitas 50%, p=0.5 Pemeriksaan rapid UBC memberikan nilai PPV yang cukup tinggi terkait temuan sistoskopi tumor buli dan hasil histopatologi karsinoma sel transisional buli. Pada penelitian awal ini, pemeriksaan Rapid UBC dapat menjadi pemeriksaan penunjang yang menjanjikan dan berguna untuk evaluasi cepat pada kasus-kasus dengan dugaan tumor buli. Dibutuhkan studi lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar untuk mengevaluasi nilai diagnostik pemeriksaan Rapid UBC.
ABSTRAK
Urinary Bladder Cancer Antigen (UBC) test is a novel non-invasive detection method of bladder cancer, which identifies the expression of cytokeratin 8 and 18 in the urine. This study objective is to evaluate the diagnostic performance of the Rapid UBC urine test in Indonesian population with clinical bladder tumor. We prospectively evaluated 21 subjects in the national referral hospital of Indonesia from year 2011-2012. The inclusion criteria were patients older than 18 years old with gross hematuria and imaging result suggestive of bladder cancer, or patients with history of complete transurethral resection of bladder tumor who underwent routine follow-up cystoscopy. The exclusion criteria were: active urinary tract infection or positive acid fast bacilli urine test. Rapid UBC urine tests were conducted prior to cystoscopy. The result was compared with cystoscopy and histopatology findings. Statistics were analyzed by chi-square comparison, using SPSS v17.0. Majority of the subjects were males (71.4%). The mean age was 56.1 ± 15.4 years old. Fifteen patients (71.4%) had positive UBC result, and 6 patients (28.6%) had negative UBC result. Among those with positive UBC result, 93.3% had positive cystoscopy finding of bladder mass and histopatology report of bladder TCC, while one subject had negative cystoscopy and histopatology findings. Among patients with negative UBC result, 83.3% had positive cystoscopy finding of bladder mass and positive histopatology report of bladder TCC, whereas one subject had negative cystoscopy and histopatology findings. The positive predictive value of rapid UBC test in detection of bladder TCC was 93.3%, and the negative predictive value was 16.7%. The rapid UBC test sensitivity was 73.7% and, the specificity was 50%, overall p = 0.5.Rapid UBC urine test were giving high positive predictive value associated with positive cystoscopic and histopathologic findings of bladder cancer in our initial evaluation. The UBC rapid test may be a promising additional test that might be useful for quick clinical evaluation of suspected bladder cancer. Further studies with larger samples are required to evaluate the diagnostic value of rapid UBC urine test
Jakarta: [Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rekky Syaifuddin Pradiwa
Abstrak :
Ubur-ubur (Aurella SP) mengandung Green Flourescent Protein (GFP) yang dapat digunakan untuk mendeteksi sel yang sedang memperbaiki DNA-nya yang rusak karena adanya substansi penyebab kanker . Material ini sangat sensitif terhadap panas.Pengeringan beku vakum adalah metode pengeringan yang terbaik untuk material sensitif terhadap panas, tetapi tidak hemat energi karena proses pengeringan yang relatif lama. Skripsi ini membahas efek penambahan udara panas sebagai usaha untuk mempercepat laju pengeringan material. Hasil penelitian membuktikan bahwa penambahan udara panas dapat mempercepat laju pengeringan.Udara panas di dapat dari pemanas udara yang terdapat pada sistem yang berlainan dengan sistem pengering beku vakum.Penambahan udara panas terbukti memangkas waktu pengeringan dari 22.717 jam menjadi 18.5 jam.
Jellyfish (Aurella SP) containing Green Fluorescent Protein (GFP) that can be used to detect cells that were repairing DNA damaged by the cancer-causing substance. This material is very sensitive to heat. Vacuum freeze drying is the best method for drying heat-sensitive materials, but not energy efficient due to the relatively long drying process. This study discusses the effect of the addition of the hot air in an effort to accelerate the rate of drying material. The results demonstrate that the addition of heat can accelerate the rate of drying. Hot air from the air heater can be contained in different systems with vacuum freeze dryer systems. The addition of hot air proved to cut drying time of 22 717 hours to 18.5 hours.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S44356
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Yulianto
Abstrak :
Penggunaan medan listrik untuk terapi pengobatan kanker dengan frekuensi 100 kHz dari sumber arus listrik bolak-balik dengan tegangan -8,5 V sampai 8,5 V cukup efektif untuk membunuh sel kanker payudara namun tidak efektif untuk membunuh sel kanker nasofaring. Nilai permitivitas pada daerah nasofaring bervariasi karena terdiri dari otot, tulang keras, otak, dan udara (rongga) sehingga distribusi medan listrik yang dihasilkan oleh alat ECCT akan mengalami pembelokkan. Pada simulasi ini menggunakan 2 elektroda dengan variasi frekuensi sebesar 100 kHz, 150 kHz, dan 200 kHz dengan tegangan 6 V, 10 V, dan 14 V. Hasil simulasi menunjukkan bahwa frekuensi 100 kHz dan tegangan 14 V memiliki daya tembus yang optimal pada karsinoma nasofaring.
The use of electrical field from an AC source with frequency of 100 kHz and voltage range between -8.5 V and 8.5 V in cancer treatment is effective enough to kill breast cancer cells. However, it is not effective enough to kill nashopharing cancer cells. Permittivity distribution of nasopharing area varies because it contains muscle, compact bone, brain, and cavity (cellom). Therefore, the electrical field which is produced by ECCT device will be deflected. In this simulation, 2 electrodes were used, and frequencies of 100 kHz, 150 kHz and 200 kHz and voltages of 6 V, 10 V and 14 V were applied. The results of this research have shown that electrical field from a source with frequency of 100 kHz and voltage of 14 V has the optimal penetration for carcinoma nasopharing.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S44677
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhlisoh
Abstrak :
Kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel tubuh yang tidak terkontrol dan mampu bermetastasis ke organ tubuh lainnya. Teori self care deficit dapat diterapkan pada klien dengan kanker yang mengalami gangguan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari untuk meningkatkan kondisi klinis. Tujuan karya ilmiah akhir ini adalah sebagai laporan praktik praktik keperawatan medical bedah onkologi di RSP Fatmawati dan RSPAD Gatot Subrort Jakarta. Terdapat tiga pokok bahasan pada karya ilmiah ini 1 penerapan Self Care Deficit Theory Orem pada klien kanker tiroid, 2 intervensi relaksasi terbimbing untuk mengurangi kecemasan dan gejala distress pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi 3 proyek inovasi video edukasi untuk mempromosikan efek samping manajemen kemoterapi. Kesimpulan: Self Care Deficit Theory Orem dapat meningkatkan kondisi klinis pasien yang didiagnosis kanker tiroid. Intervensi relaksasi terbimbing dapat digunakan sebagai pilihan manajemen alternatif pelengkap untuk mengurangi kecemasan dan gejala gangguan klien kanker payudara yang menjalani kemoterapi. Video manajemen efek samping kemoterapi dapat memberikan pendidikan kesehatan yang bermanfaat bagi pasien yang menjalani kemoterapi.
Cancer is a disease caused by the growth of body cells that are not controlled and capable of metastasizing to other organ of body. Self care deficit is theory on clinical improvement of cancer client that disturbed of activity daily living. The purpose of scientific work is a practice report of medical and surgical nursing residency of oncology in RSP Fatmawati and RSPAD Gatot Subrort Jakarta. There are tree contains of scientific work 1 the application of Orem rsquo;s Self Care Deficit Theory of Nursing in Thyroid cancer client, 2 guided imagery intervention to reduce anxiety and distress sindrom of breast cancer patient undergoing chemotherapy 3 innovation project video education to promote management side effect of chemotherapy.Conclusion: Orem rsquo;s Self Care Deficit Theory of Nursing could enhance the clinical condition of patients diagnosed thyroid cancer. Intervention guided imagery can be used as complementary alternatife management option to reduce anxiety and symptom distress of breast cancer client undergoing chemotherapy. Management side effect of chemotherapy ducation video is expected to provide a useful healt education for patient undergoing chemotherapy.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Japaries, Willie
Abstrak :
Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan karakteristik pasien dan kinerja terapi di Unit Onkologi Komplementer Medis-TCM di RS Harapan Bunda, Jakarta Timur antara periode 1 Agustus-31 Desember 2005. Metode penelitian ini adalah penelitian deskriptif retrospektif berdasarkan rekam medik dari semua pasien yang berkonsultasi ke Unit Onkologi TCM tersebut antara 1 Agustus-31 Desember 2005. Hasil penelitian terdapat 271 pasien yang berkonsultasi ke Unit Onkologi TCM RS Harapan Bunda antara 1 Agustus-31 Desember 2005, 58,30% adalah wanita. Kelompok usia terbanyak adalah 41-50 tahun dan 51-60 tahun yaitu masing-masing 23,62% dan 23,99%, disusul 61-70 tahun (17,71%), 31-40 tahun (13,28%) dan 71-80 tahun (12,18%). Dari keseluruhan pasien tersebut, 207 pasien menderita tumor yang secara klinis atau patologik anatomik bersifat ganas. Tumor ganas terbanyak adalah karsinoma mamae (31,88%), disusul paru (10,63%), hati (9,66%), usus besar (7,73%), limfoma (6,76%), ovarium (5,31%), nasofaring (4,83%), sebagian terbesar pada stadium III dan IV (26,57% dan 41,55%). Pada 54 pasien kanker (26,09%) tidak tersedia data untuk penentuan stadium. Efek terapi umumnya dinilai secara klinis. Dari 80 pasien yang telah diterapi 1 bulan atau lebih di Unit TCM, secara keseluruhan yang kondisinya membaik dan stabil masing-masing 29 orang (36,25%) dan 36 orang (45%), dan yang memburuk 15 orang (18,75%). Pada pasien kanker mamae yang membaik dan stabil adalah 38,71% dan 41,94%; pada kanker paru 30% dan 50%, pada kanker usus besar 25% dan 62,50%, pada kanker nasofaring 66,67% dan 16,67%, dan pada hepatoma 16,67% dan 50%. Kesimpulan: Pelayanan Unit TCM RS Harapan Bunda cukup diminati masyarakat. Proporsi wanita sedikit lebih besar dari pria. Kelompok usia terbesar adalah 41-50 tahun, disusul 51-60 tahun. Jenis kanker terbanyak adalah karsinoma mamae, disusul kanker paru. Respons terapi secara keseluruhan adalah 81,25% membaik atau stabil, 18,75% memburuk.
Patient Characteristics and Performance of the TCM Unit of ?Harapan Bunda? Hospital in Jakarta, Indonesia. This study describes the characteristics of patients and treatment results of The TCM Unit in Harapan Bunda hospital in Jakarta during August - December 2005. The data were taken from medical records of all patients visiting the TCM Unit during the study periode. The results are presented in texts and tables. There were 271 patients registered during the periode, 58,30% were female. The dominant age groups were 41-50 years (23,62%) and 51-60 years (23,99%), followed by 61-70 years (17,71%), 31-40 years (13,28%) and 71-80 years (12,18%). Of the 271 patients, 207 were with tumors either clinically or pathologically assessed as malignant. Mammary carcinoma (31,88%) was most prevalent, then pulmonary (10,63%), liver (9,66%), large intestine (7,73%), lymphoma (6,76%), ovarian (5,31%), NPC (4,83%), mostly in stadium III or IV (26,57% and 41,55% respectively). For 54 patients (26,09%), no data to assess stadium. Therapeutic response was mostly evaluated clinically. Of 80 patients receiving at least 1 month treatment at TCM Unit, 29 pts (36,25%) showed improvement, 36 pts (45%) were relatively stable, 15 pts (18,75%) deteriorated. The improved and stabilized patients of mammary cancer were 38,71% and 41,94%, of lung cancer 30% and 50%, of colon cancer 25% and 62,50%, of NPC 66,67% and 16,67%, of hepatoma 16,67% and 50% respectively. It was concluded that the TCM Unit of Harapan Bunda hospital had received good attention from the public. Female visitors were more prevalent than male. Most prevalent age group was 41-50 years followed by 51-60 years. Mammary carcinoma was the most prevalent. Therapeutic response showed 81,25% either improved or stabilized, 18,75% deteriorated.
TCM RS Harapan Bunda. Unit Onkologi Komplementer, 2006
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Munthe, Dina Rismauli
Abstrak :
Metal-organic framework (MOF) berpotensi untuk mengurangi besarnya angka kematian akibat penyakit kanker, melalui sistem penghantaran obat. Pada penelitian ini digunakan MOF berbasis zirkonium (MOF UiO-66) dan terimpregnasi nanopartikel perak (AgNPs Zr-BDC) sebagai simulasi pada sistem penghantaran obat antikanker. MOF UiO-66, atau MOF Zr-BDC menggunakan ligan asam benzendikarboksilat (BDC) dengan asam asetat sebagai modulator, dan CTAB sebagai capping agent. MOF yang terimpregnasi nanopartikel perak akan membentuk nanokomposit AgNPs Zr-BDC, menggunakan Zr-BDC dengan variasi konsentrasi AgNO3 pada proses pembuatan untuk melihat pengaruhnya pada kemampuan drug loading dan drug release. Proses reduksi Ag+ menjadi AgNPs terjadi pada permukaan MOF sebagai template reaksi, dengan DMF sebagai agen pereduksi sedang. Obat yang digunakan adalah Tamoxifen Sitrat, yang merupakan obat kanker payudara. Uji simulasi penghantaran obat oleh Zr-BDC dan AgNPs Zr-BDC dilakukan dengan simulasi cairan tubuh phosphate buffer saline (PBS) dengan suhu 37°C dan pH 7,4 dalam periode waktu 36 jam. Karakterisasi hasil sintesis menggunakan FT-IR, XRD, SEM, BET, UV-Vis dan TEM. Zr-BDC dan AgNPs Zr-BDC sebagai sistem penghantaran tamoxifen sitrat secara in vitro memiliki kapasitas drug loading berturut-turut adalah 64,16% dan 61,36% pada perendaman 72 jam. Kapasitas drug release Zr-BDC-TMC mencapai 23,49% dan AgNPs Zr-BDC-TMC mencapai 15,81% pada dialisis selama 36 jam. ......Metal-organic framework (MOF) has the potential to reduce the number of deaths from cancer, through drug delivery systems. In this study, Zirconium-based MOF (MOF UiO-66) and MOF UiO-66 impregnated Silver Nanoparticles (AgNPs Zr-BDC) were used as simulations of anticancer drug delivery systems. MOF UiO-66, or MOF Zr-BDC was synthesized by solvothermal method with ZrCl4 and benzendicarboxylic acid (BDC) ligand with acetic acid as a modulator, and CTAB as a capping agent. MOF impregnated with silver nanoparticles will form AgNPs Zr-BDC nanocomposites, using Zr-BDC with various AgNO3 concentrations to see its effect on drug loading and drug release. The reduction process from Ag+ to AgNPs occurs on the surface of the MOF as a reaction template, with DMF as a moderate reducing agent. Simulation test of drug delivery by Zr-BDC and AgNPs Zr-BDC was carried out by simulating body fluid phosphate buffer saline (PBS) at 37°C and pH 7.4 for a period of 36 hours, with Tamoxifen Citrate as a breast cancer drug. The results were characterized using FT-IR, XRD, SEM, BET, UV-Vis and TEM. Zr-BDC and AgNPs Zr-BDC as a tamoxifen citrate delivery system in vitro had a drug loading capacity of 64.16% and 61.36% respectively at 72 hours immersion. The drug release capacity of Zr-BDC-TMC reached 23.49% and AgNPs Zr-BDC-TMC reached 15.81% on dialysis for 36 hours.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Primahastuti
Abstrak :
Latar belakang: Kanker kepala dan leher merupakan salah satu kanker yang berisiko tinggi malnutrisi. Pada kanker kepala dan leher stadium lanjut lokal, radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi merupakan terapi pilihan dan berkaitan dengan berbagai efek samping yang berperan dalam penurunan asupan makan dan berefek negatif pada status nutrisi. Tata laksana nutrisi bertujuan untuk mengurangi risiko malnutrisi, mendukung keberhasilan terapi kanker, meningkatkan kualitas hidup, serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Pemberian terapi nutrisi berupa konsultasi individu yang meliputi perhitungan kebutuhan energi, makronutrien, mikronutrien, dan nutrien spesifik, serta pemberian medikamentosa bila diperlukan. Metode: Pasien pada serial kasus ini berjumlah empat orang dengan rentang usia 3055 tahun. Dua dari empat pasien mendapat kombinasi kemoterapi. Hasil skrining keempat pasien dengan malnutrition screening tools (MST) didapatkan skor ≥2. Kebutuhan energi total dihitung menggunakan persamaan Harris-Benedict yang dikalikan dengan faktor stres sebesar 1,4. Pemantauan yang dilakukan berupa anamnesis keluhan subyektif dan analisis asupan, pemeriksaan fisik, antropometri, massa otot skelet, massa lemak, kekuatan genggam tangan, dan hasil laboratorium. Pemantauan dilakukan secara rutin dengan frekuensi satu kali per minggu untuk menilai pencapaian target nutrisi. Hasil: Terapi nutrisi dapat meningkatkan asupan protein dan nutrien spesifik, namun tidak dapat mencegah penurunan BB, massa otot skelet, dan kekuatan genggam tangan pada pasien kanker kepala dan leher stadium lanjut lokal yang menjalani terapi radiasi dengan atau tanpa kemoterapi. Kesimpulan: Tata laksana nutrisi pada pasien kanker kepala dan leher stadium lanjut lokal yang menjalani terapi kanker dapat memberikan efek positif pada asupan nutrien pasien.
Introduction: Head and neck cancer is one of malignancy with higher risk of malnutrition. Treatment of choice for locally advanced head and neck cancer is radiotherapy with or without chemotherapy and is associated with various side effects that may decrease food intake and negatively affect nutritional status. The aim of nutrition management is to reduce the risk of malnutrition, to support the success of cancer therapy, to enhance the quality of life, and to reduce morbidity and mortality. Nutrition therapy in the form of consultation includes calculation of energy needs, macronutrient, micronutrient, and specific nutrients, as well as drug therapy when needed. Methods: This case series consist of four patients between 3055 years old. Half of the patients received combination with chemotherapy. All patients had screening score with malnutrition screening tools (MST) ≥2. The total energy requirement was calculated using Harris-Benedict equation then multiplied with stress factor 1.4. Monitoring was done by anamnesis of subjective complaints and food intake, physical examination, anthropometric, muscle mass, fat mass, hand grip strength, and laboratory results. Monitoring was performed frequently once a week to assess the accomplishment of nutritional target. Results: Nutrition therapy could improve intake of protein and specific nutrients, but couldn't prevent weight loss, a decrease in muscle mass and hand grip strength in locally advanced head and neck cancer patients receiving radiation therapy with or without chemotherapy. Conclusion: Nutrition management in locally advanced head and neck cancer patients receiving anticancer therapy positively affect patient's nutrient intake.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>