Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 43 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Loekman
Abstrak :
Pada tahun 2004 Mahkamah Konstitusi meluncurkan dokumen bersejarahnya: "Cetak Biru: Membangun Mahkamah Konstitusi Sebagai Institusi Peradilan Konstitusi yang Moderen dan Terpercaya" (Cetak Biru). Cetak Biru ini merupakan dokumen utama kebijakan strategi manajemen perubahan Mahkamah Konstitusi yang unik, yaitu dibuat bersama-sama dengan lembaga swadaya masyarakat Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) sebagai wujud penghargaannya terhadap proses pengambilan kebijakan publik yang partisipatif. Permasalahan yang akan diteliti dalam tesis ini adalah: (i) Bagaimanakah Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia melakukan manajemen perubahannya? dan (ii) Bagaimana hubungan kegiatan manajemen perubahan Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia terhadap upaya mewujudkan organisasi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sebagai lembaga peradilan yang moderen dan terpercaya? Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan studi kasus di Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan. Sebagai unit unit pendukung utama dibidang administrasi umum dan justisial, peranan Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan sangatlah penting bagi kelancaran beroperasinya Mahkamah Konstitusi dan terutama memiliki posisi yang strategis untuk mewujudkan pelbagai program dalam Cetak Biru. Kedua unit tersebutlah yang akan melanggengkan cita-cita Cetak Biru, melampaui terbatasnya masa jabatan para hakim konstitusi. Penelitian ini mendasarkan pada pendapat Burke (2002: 43) bahwa untuk memahami perubahan organisasi maka pendekatan yang diambil adalah dengan memandang organisasi sebagai suatu sistem yang terbuka, yang tergantung pula dari faktor lingkungan dimana organisasi itu berada. Sedangkan kesuksesan upaya untuk menghadapi perubahan baik yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi, maka menurut Nickols (2004:1), Potts dan La Marsh (dalam Wibowo, 2006: 175), Asian Institute of Journalism and Communication (2003:1), maupun National School of Government (2006: 4) suatu organisasi perlu melakukan serangkaian tindakan untuk mengelolaperubahan itu dengan memperkenalkannya secara terencana, sistematis dan berkelanjutan (sengaja mengalokasikan sumber dayanya) melalui pelbagai program baru yang relevan pula bagi organisasi itu agar seluruh elemen dalam organisasi itu bisa menyesuaikan diri dengan lancar tiap perubahan yang dihadapi. Dalam menjaga kesuksesan mengelola tahapan program perubahan itu pula suatu organisasi harus senantiasa memberi perhatian pada pengaruh kepemimpinan, budaya organisasi, strategi perubahan yang terintegrasi serta komunikasi dua arah dengan para stakeholders organisasi itu. Berdasarkan hasil kuesioner, telah ditemukan bahwa kriteria ?Organisasi? berpengaruh cukup besar dalam manajemen perubahan di organisasi Mahkamah Konstitusi, sehingga dengan memperhatikan sub kriteria - sub kriteria di dalam kriteria Organisasi maka perlu dipertimbangkan untuk melakukan perubahan di organisasi Mahkamah Konstitusi. Sedangkan untuk kriteria ?Perubahan Organisasi? maka masih perlu dilakukan pengembangan dan pelatihan untuk menerapkan kriteria ini di organisasi Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya berdasarkan serangkaian wawancara mendalam terhadap beberapa narasumber di lingkungan kerja Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi adalah suatu lembaga publik yang baru sehingga masih perlu penyempurnaan sistem kerjanya. Sekalipun hal itu akan menambah beban kerja tetapi semua narasumber tetap bersemangat guna mendukung lancarnya pelaksanaan tugas dan wewenang Mahkamah Konstitusi. Namun demikian, kecuali untuk program pengembangan website Mahkamah Konstitusi, otomatisasi sistem manajemen perkara secara elektronik dan pembangunan gedung perkantoran baru, hingga saat ini belum terbentuk kepanitiaan dan alokasi anggaran khusus untuk mendukung program perubahan sebagaimana direkomendasikan oleh Cetak Biru. Berdasarkan hal-hal diatas, manajemen perubahan yang dilakukan di lingkungan Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan perlu dilakukan secara konsisten dan perlu dicermati secara serius mengingat bila tidak ditangani lebih lanjut secara profesional, dapat menjadi potensi pada gagalnya upaya perubahan organisasi yang saat ini sedang dikerjakan dan mencederai kepercayaan para stakeholders terhadap kegiatan perubahan organisasi Mahkamah Konstitusi di masa mendatang. Oleh karena itu disarankan agar pertama, pimpinan Sekretariat Jenderal, Kepaniteraan dan para hakim konstitusi bersama-sama menyelenggarakan rangkaian diskusi internal terbatas untuk merancang dan menyelenggarakan evaluasi secara menyeluruh tentang sejauhmana keberhasilan program perubahan sejak diterbitkannya Cetak Biru di tahun 2004. Kredibilitas evaluasi tersebut akan lebih dihargai oleh publik bilamana dilakukan oleh sebuah tim independen yang berisi para tenaga ahli lokal dibidang organizational development (terutama yang berpengalaman menanagani organisasi publik), ahli hukum administrasi negara/tata negara dan perwakilan stakeholders yang berkompeten. Kedua, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan secara periodik menyelenggarakan survei secara internal dan eksternal organisasi, untuk memudahkan pengamatan terstruktur tentang sejauhmana pengaruh manajemen perubahan yang dilakukan telah mewujudkan Mahkamah Konstitusi yang moderen dan terpercaya. Berdasarkan kedua survei tersebut, setidaknya para pimpinan akan mendapatkan suatu bentuk awal analisa kebutuhan (needs assessment) guna ditindaklanjuti dengan keputusan strategis berikutnya
In the year 2004, the Constitutional Court launched its historical document: Cetak Biru: Membangun Mahkamah Konstitusi Sebagai Institusi Peradilan Konstitusi yang Moderen dan Terpercaya (The Blue Print to Develop the Constitutional Court as a Modern and Trusted Judicial Institution) (hereinafter referred to as the ?Blue Print?). The Blue Print is the principal document for the Court?s strategy in managing organizational change. The document was also unique because it was jointly drafted with a local civil society organization Konsorsium Reformasi Hukum Nasional/KRHN, as a testament to the court?s support to public participation in policy making. The focus of the research are twofold: First, on how the Secretariat General and the Court Registrar manage the organizational change. Second, to better understand the the relationship between the Secretariat General?s and the Court Registrar?s efforts in managing the organizational change and how such activity influenced the efforts to develop the Constitutional Court to become a modern and trusted judicial institution. The research is descriptive and focuses on the court?s Secretariat General and Registrar as objects for the case study. Although each unit provides support in managing the court?s general and judicial administration respectively, they are all very important in making sure that the Constitutional Court is managed properly and posses the strategic role in implementing the various development programs contained in the Blueprint. Those units would eventually be the main actors in implementing the Blueprint, beyond the tenure of the justices of the Constitutional Court. This research is based on Burke (2002: 43) who opined that in order to understand organizational change, one should observe such organization as an open system, which is dependant to its environment. Meanwhile, in order to successfully respond to change, Nickols (2004:1), Potts and La Marsh (in Wibowo, 2006: 175), the Asian Institute of Journalism and Communication (2003:1), and National School of Government (2006:4) opined that such organization needs to conduct a series of actions in managing change and introduce the changes in a planned, systematic and sustainable way, i.e. allocating the relevant resources, so that all elements of the organization can better adjust to such changes. In maintaining the success of managing change, such organization should focus on the influences of leadership, organizational culture, integrated strategies for change and a ?two-way? communication process with the stakeholders. Based on the results from the questionaires, the research found that the ?Organization? criteria has a profound influence on how change is managed in the Constitutional Court. In this regard, consideration should be focused on better understanding the various subcriterias in order to conduct organzational change at the court. Meanwhile, under the ?Organizational Change? criteria, the results from the questionaires indicate that further development in and training on organizational change are required for the Constitutional Court. Subsequently, based on the series of in-depth interviews with officials of the Secretariat General and the Court Registrar, all opined that the Constitutional Court is a developing public organization and therefore still needs to enhance its system of operational procedures. Eventhough such enhancement would increase the workload, all of the interviewees are generally enthutiastic in supporting and making sure that the mandates of the court are successfuly implemented. However, except for the development of the court?s website, an automated electronic based case management system and the construction of a new court building, the interviewees confirmed that until this day no special commitees or budget allocations are made to support the various change programs as recommended by the Blueprint. In this regard, change management efforts at the Secretariat General and the Court Registrar should be conducted in a consistent way and to be seriously monitored considering that unprofessional handling of the change program would potentially lead to the failure of such programs and jeopardize the credibility of future change programs of the court before its stakeholders. Therefore, it is proposed that firstly, the leadership of the Secretariat General, the Court Registrar and the court?s justices should jointly organize a series of internal focused group discussions to craft and determine a comprehensive evaluation to measure the successes of implementation since the launching of the Blueprint in 2004. The credibillty of the evaluation may be better appreciated by the public if conducted by a team of independent evaluators, consisting of local experts in the field of organizational development (particularly those experienced in handling public organizations), administrative law/constitutional law specialists, and competent representatives of the stakeholders. Secondly, the Secretariat General and the Court Registrar jointly conduct periodic surveys (internal and external) to enhance structured observations on how change management efforts have influenced the efforts to develop the Constitutional Court to become a modern and trusted judicial institution. Based on those surveys, at the minimum the leadership of the court can obtain an initial form of a needs assessment analysis, which is required to be followed up via strategic decisions.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T 19245
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardili Nuryadi
Abstrak :
Bureaucracy, business sector, and people are three main pillars in carrying out good governance system. The implementation of governmental functions, such as public services, basically have already been supported by bureaucracy. Bureaucracy, which is reliable and able to perform well, has been a wish/an expectation of all Indonesian people. The expectation, which was also one of things demanded in a bureaucratic reformation movement in 1998, in order to make bureaucracy more responsive inexpensive, indiscriminative, and more transparent in its service. Besides bureaucracy, law enforcement and justice are also the reformation movement mandates that people expect to come to pass. Reformation in judiciary institutions with notorious reputation and considered fail in fulfilling people`s sense of justice has been the central demand / the main point in the reformation era. However, until more than a decade after the reformation movement begun in 1998, that/such expectation have not yet come to reality. Bureaucracy and judiciary institutions in Indonesia are still considered lacking of the betterment spirit and considered not standing up for people. Until recently, not many bureaucratic institutions have been considered to provide optimum services for the people and, at the same time, implement the good governance principles successfully. One of the few institutions manages to implement both service excellence and good governance, is The Constitutional Court of Republic of Indonesia. This research is aimed at examining a clear picture of the organization of The Constitutional Court in its effort to become a modern and credible judiciary institution as well as to provide fast, simple, and inexpensive services to justice seekers. The analysis of Constitutional Court`s organization in this research is conducted by using McKinsey`s 7-S model framework in organization, which are System, Strategy, Structure, Style, Staff, Skill, and Shared Values. This research also using positivist approach (Neuman, 1991) with mix method in gathering the research data, they are in depth interview and survey. The interview was made with several officer who are responsible in organizational policies, while survey`s respondents are employees those already work in the Constitutional Court for two years or more. The type of this research is applied-descriptive. The result of this research showed that the organization of Constitutional Court is indeed designed to become an open organization by setting out its slogan: Filing a petition at Constitutional Court is free of charge. The Constitutional Court was also a pioneer by developing an information and communication technology (ICT) network system for bringing up fast, inexpensive, simple, and transparent judiciary system. Judiciary services were conducted in one-stop-service system through The Constitutional Court`s official website in the internet. Meanwhile, The Constitutional Court`s fundamental strategy in developing its organization is by being consistent with its vision and mission and by positioning the organization as a clean, modern, and credible judiciary institution. The Court is also designed its bureaucracy organization with slim-but-abounds-with-functions structure; consequently, the span of control could be much shorter. In human resources development area, every staff is demanded to possess multi-tasking ability. For this intention, the organization has facilitated the staff to continually increase their capabilities through many training programs, as well as providing opportunity to study in local or overseas universities. Meanwhile, the organization shared values that could increase the level of productivity and services are togetherness and kinship among the staff. Nevertheless, contrary to the perception of those outside the organization, the leadership in The Constitutional Court has not been successful in assuring all its employees about the idea of creating a bureaucratic institution which fully adopts and implements the good governance principles.
Birokrasi, dunia usaha, dan masyarakat merupakan tiga pilar utama dalam upaya mewujudkan pelaksanaan kepemerintahan yang baik (good Governance). Pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan seperti pelayanan publik, pada dasarnya telah ditopang oleh birokrasi. Birokrasi yang handal dan mampu bekerja dengan baik, merupakan harapan bagi seluruh bangsa Indonesia. Harapan tersebut, merupakan salah satu tuntunan gerakan reformasi birokrasi 1998, agar birokrasi menjadi tempat layanan masyarakat yang cepat, murah, tidak diskriminatif dan transparan. Selain birokrasi, penegakan hukum dan keadilan juga merupakan amanat reformasi yang menjadi harapan setiap masyarakat agar dapat terlaksana. Reformasi terhadap lembaga peradilan yang dianggap belum mampu memenuhi rasa keadilan masyarakat telah menjadi satu tuntutan sentral dalam era reformasi. Namun, hingga lebih dari satu dekade reformasi berlalu, harapan tersebut belum sepenuhnya terealisasi. Birokrasi dan lembaga peradilan di Indonesia masih dianggap belum memiliki semangat perbaikan dan keberpihakan kepada masyarakat. Belum banyak instansi birokrasi dan lembaga penegakan hukum yang dianggap mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakt sekaligus juga berhasil dalam pelaksanaan nilai-nilai good governance. Salah satu organisasi birokrasi sekaligus lemabag penegak hukum dan peradilan yang dianggap mampu mewujudkaan kedua hal tersebut adalah Mahkamah Konstitusi. Penelitian ini berusaha mengkaji upaya Mahkamah Konstitusi dalam membangun organisasinya menjadi lembaga peradilan yang kredibel, modern, terpercaya, sekaligus mampu memberikan pelayanan yang cepat, mudah, dan murah kepada masyarakat. Analisis organisasi Mahkamah Konstitusi pada penelitian ini menggunakan teori model 7-S McKinsey yang terdiri atas System, Strategy, Structure, Style, Staff, Skill, dan Shared Values. Pendekatan penelitian yang digunakan dengan menggunakan pendekatan positivist (Neuman, 1991) dengan metode campuran (mix method) untuk pengumpulan datanya, yakni wawancara dan survey. Wawancara dilakukan terhadap para pejabat pengambil kebijakan di Mahkamah Konstitusi sedangkan survey dilakukan terhadap para pegawai yang telah bekerja di Mahkamah Konstitusi selama 2 (dua) tahun atau lebih. Tipe penelitian ini adalah deskriptif terapan. Temuan penelitian menunjukkan, sistem organisasi Mahkamah Konstitusi didesain menjadi sebuah organsiasi yang terbuka dengan mengedepankan slogan `Berperkara di Mahkamah Konstitusi Tidak Dipungut Biaya`. Mahkamah Konstitusi juga membangun sistem jaringan teknologi informasi dan komunikasi untuk memelopori sistem peradilan yang cepat, murah, sederhana atau mudah, dan transparan. Pelayanan peradilan dilakukan dengan sistem one stop services melalui laman atau website Mahkamah Konstitusi. Sementara, strategi utama Mahkamah Konstitusi dalam mengembangkan organisasi adalah konsisten dengan visi dan misi serta positioning institusi sebagai lembaga peradilan yang bersih, modern dan terpercaya. Mahkamah Konstitusi juga mendesain organisasi birokrasinya menjadi organisasi yang ramping namun kaya akan fungsi kerja sehingga rentang kendali (span of control) organisasi menjadi lebih pendek. Pada bidang pengembangan SDM, setiap pegawai juga dituntut memiliki kemampuan kerja dengan ragam kecakapan (multi tasking). Organisasi juga memfasilitasi setiap pegawai dalam peningkatan kemampuan (capability) melalui berbagai program diklat serta magang dan tugas belajar di luar negeri. Sementara nilai bersama (shared values) organisasi yang mampu meningkatkan kinerja dan pelayanan adalah kebersamaan dan kekeluargaan di antara sesama pegawai. Namun berbeda dengan persepsi ekstrenal organisasi, kepemimpinan di Mahkamah Konstitusi belum mampu memberi keyakinan kepada seluruh pegawai dalam mewujudkan institusi birokrasi yang secara penuh melaksanakan prinsip-prinsip good governance.
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T26360
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Meyrin
Abstrak :
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 46/PUU/VII/2010 tentang anak yang lahir di luar perkawinan merupakan putusan yang bersejarah bagi hukum perkawinan Indonesia. Putusan ini membuka peluang kepada anak yang lahir di luar perkawinan untuk mempunyai hubungan keperdataan dengan ayahnya dan keluarga ayahnya. Tesis ini membahas mengenai apakah latar belakang terbitnya putusan tersebut juga bagaimanakah dampak berlakunya putusan terhadap akta pengakuan anak dan surat keterangan hak waris. Sebagai perbandingan, tesis ini juga memaparkan gambaran umum mengenai anak luar kawin di negeri Belanda. Penyusunan tesis ini dilakukan dengan metode penelitian normatif.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2012
T30371
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jimly Asshiddiqie, 1956-
Jakarta: Konstitusi Press, 2006
340 JIM h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nurudin Hadi
Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007
342.06 NUR w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jimly Asshiddiqie, 1956-
Jakarta: Sinar Grafika, 2012
340 JIM h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
<<   1 2 3 4 5   >>