Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sitorus, Rikson
"Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta mengatur mengenai hak eksklusif bagi pencipta untuk mengumumkan suatu ciptaan. Pengertian hak Eksklusif adalah hak yang hanya dimiliki oleh pencipta saja. orang lain yang ingin mempergunakan hak eksklusif tersebut, wajib untuk meminta iziri kepada pencipta. Izin inilah yang dinamakan Iisensi. Perjanjian lisensi ini disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada pencipta yang besarnya berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi. Kewenangan YKCI sebagai pemegang Hak Cipta lagu dan musik untuk mengelola hak eksklusif para pencipta didasarkan kepada Undang-Undang RI No. 19 Tahun 2002 tentang Flak Cipta, Perjanjian dan Kuasa Pencipta Indonesia, Perjanjian Resiprokal dengan organisasi sejenis di lebih 100 negara. Melihat pada jumlah user yang memiliki lisensi pengumuman musik (diperkirakan berjumlah 20 %) dan user yang tidak memakai lisensi pengumuman musik, maka dapat disimpulkan bahwa penegakan hak dari para pencipta lagu atas pengumuman ciptaan lagu tidak berjalan efektif. Dengan hanya memiliki 5 Kantor Wilayah di seluruh Indonesia, YKCI mengumpulkan royalty sejumlah Rp. Rp.8.675.688.609 tahun 2002, Rp.6.707.037.126 tahun 2003 serta Rp.12.297.120.524 pada tahun 2004. Kinerja YKCI masih dipengaruhi dan diwarnai oleh berbagai hal, antara lain : Krisis ekonomi yang berkepanjangan, kurangnya pemahaman tentang Hak Cipta oleh para pengguna musik, masih rendahnya pengetahuan dan penegakan hukum di bidang Hak Cipta oleh para penegak hukum, dan bahkan luasnya wilayah Indonesia secara geografis merupakan tantangan tersendiri yang dihadapi KCI. Melihat pada keterangan YKCI tersebut, kita dapat memahami bahwa pemahaman masyarakat akan pentingnya menghormati Hak Cipta orang lain masih rendah sehingga menghambat optimalisasi peran YKCI selama ini. Rendahnya kesadaran masyarakat tersebut timbal dikarenakan budaya hukum yang belum membudaya di masyarakat. Mulai Januari 2003 Hingga Mei 2006, penegakan hukum yang sedang diupayakan oleh YKCI terhadap pengguna lagu yang diduga melakukan pelanggaran Hak Cipta adalah sebanyak 27 kasus yang diselesaikan secara pidana maupun perdata. Direktorat Jenderal HKI memiliki 5 kebijakan strategis, yaitu kebijakan di bidang : legislasi, administrasi, kerjasama, Sosialisasi dan penegakan hukum. Direktorat Jenderal HKI telah melakukan langkah-Iangkah untuk lebih mengefektifkan penegakan hak memungut royalti atas tindakan pengumuman suatu lagu, seperti : revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (tim revisi telah dibentuk Direktur Jenderal HKI), Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pembentukan Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual, Penyelesaian Peraturan Pemerintah tentang Dewan Hak Cipta (vide Pasal 48 ayat (3) Undang-Undang Hak Cipta), serta rencana pembentukan Direktorat khusus Penyidikan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16634
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zulmanah Isnaem
"

ABSTRAK

Pembayaran royalti hak cipta musik dan lagu sangat kompleks karena terdiri dari berbagai mekanisme sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Selain itu, terdapat permasalahan baru dengan adanya pengaturan LMKN di Undang-undang tersebut. Fokus penelitian adalah perkembangan tentang Lembaga Manajemen Kolektif di Indonesia dan perbandingannya dengan Negara Singapura, rumusan Royalti antara Lembaga Manajemen Kolektif dengan Pengelola Usaha Karaoke, dan Penyelesaian Sengketa Royalti Antara Lembaga Manajemen Kolektif Dengan Pengelola Usaha Karaoke Ditinjau Dari UU Nomor 28 Tahun 2014 Berdasarkan Putusan Nomor 122 PK/Pdt.Sus-HKI/2015. Metode Penelitian dilakukan yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang bersumber dari bahan hukum primer dan sekunder. Dari hasil penelitian ditemukan di Singapura telah berdiri beberapa Lembaga Manajemen Kolektif yang berperan membantu para Pencipta menegakkan hak-haknya yang berkaitan dengan performance ciptaan lagu atau musik, dan secara nyata pemerintah Singapura sangat mendukung kegiatan Lembaga Manajemen Kolektif yang ada. Rumusan Royalti antara Lembaga Manajemen Kolektif dengan Pengelola Usaha Karaoke dituangkan dalam surat kuasa dan Perjanjian Kerjasama yang diberikan oleh Pencipta/Pemegang Hak Cipta kepada LMK.  Penyelesaian Sengketa Royalti Antara Lembaga Manajemen Kolektif Dengan Pengelola Usaha Karaoke Ditinjau Dari UU Nomor 28 Tahun 2014 Berdasarkan Putusan Nomor 122 PK/Pdt.Sus-HKI/2015 diselesaikan melalui Pengadilan Niaga. Majelis PK mengakui eksistensi KCI telah diakui oleh UU Nomor 19/2002 tentang Hak Cipta jo UU Nomor 28/2014 tentang Hak Cipta. Selain itu, Hakim Peninjau memberikan pertimbangan bahwa kegiatan tersebut bukanlah untuk mencari keuntungan, namun kegiatan tersebut adalah untuk kepentingan para Pencipta.

 


ABSTRACT

Payment of music and song copyright royalties is very complex because it consists of various mechanisms as stipulated in Law No. 28 of 2014 concerning Copyright. In addition, there are new problems with the LMKN arrangements in the Law. Problems that will be the focus of the research include how to regulate the Collective Management Institution in Law No. 28 of 2014 compared to Law No.19 of 2002, How is the formula of Royalties between Collective Management Institutions and Karaoke Business Managers Judging from Law Number 28 of 2014, and How is the Royalty Management Collective Dispute Settlement with Karaoke Business Managers Judging from Law Number 28 Year 2014 Based on Verdict Number 122 PK/Pdt.Sus-HKI/ 2015. The method of research is normative juridical using secondary data sourced from primary and secondary legal materials. From the results of the research found in Singapore there have been established several Collective Management Institutions whose role is to help Creators uphold their rights relating to the performance of song or music creation, and in fact the Singapore government strongly supports the activities of existing Collective Management Institutions. Royalty formulation between the Collective Management Institution and Karaoke Business Managers is stated in a power of attorney and Cooperation Agreement granted by the Creator / Copyright Holder to the LMK. Royalty Dispute Settlement Between Collective Management Institutions and Karaoke Business Managers Judging from Law Number 28 Year 2014 Based on Verdict Number 122 PK / Pdt.Sus-HKI / 2015 resolved through the Commercial Court. The PK Assembly acknowledges the existence of the KCI has been recognized by Law Number 19/2002 concerning Copyright in conjunction with Law Number 28/2014 concerning Copyright. In addition, the Review Judge considers that the activity is not for profit, but that the activity is for the benefit of the Creator.

 

"
2019
T52848
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bellina Trita Anjani
"Seiring dengan perkembangan teknologi di era digital, kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual juga semakin beragam jenisnya. Saat ini, tindakan lembaga penyiaran yang mengunggah karya siarannya pada media sosial sedang marak terjadi. Hal tersebut rawan menimbulkan sengketa hak cipta. Salah satu sengketa hak cipta mengenai karya siaran yang diunggah di media sosial adalah perkara antara pencipta lagu melawan lembaga penyiaran dalam Putusan No. 26/Pdt.Sus.HakCipta/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst jo. Putusan Mahkamah Agung No. 913 K/Pdt.Sus-HKI/2022 yang akan dibahas dalam skripsi ini. Skripsi ini pada pokoknya membahas 3 (tiga) permasalahan, yaitu bagaimana pengaturan perlindungan hak cipta atas lagu di Indonesia, bagaimana ruang lingkup distribusi royalti atas penggunaan lagu untuk kepentingan lembaga penyiaran melalui LMKN, dan bagaimana kesesuaian penerapan peraturan perundang-undangan dalam Putusan No. 26/Pdt.Sus.HakCipta/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 913 K/Pdt.Sus-HKI/2022. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif dengan menganalisis bahan pustaka dan sumber hukum tertulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Putusan Mahkamah Agung Nomor 913 K/Pdt.Sus-HKI/2022 adalah putusan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena Tergugat telah melakukan pelanggaran hak moral Penggugat berupa right of paternity yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) angka 1 UU Hak Cipta 2014 dan melakukan pelanggaran hak ekonomi Penggugat yang diatur pada Pasal 9 ayat (1) UU Hak Cipta 2014 karena melakukan komunikasi karya siaran yang bermaterikan lagu ciptaan Penggugat tanpa seizin Penggugat. Pengunggahan karya siaran yang mengandung lagu di YouTube memerlukan izin pencipta lagu karena objek yang diunggah pada akun YouTube Tergugat bukan karya siaran yang murni merupakan hasil dari kreativitas Tergugat, melainkan juga mengandung hasil kreativitas Penggugat sebagai pencipta lagu. Sementara dalam kasus ini, Tergugat hanya pernah menandatangani perjanjian lisensi untuk kepentingan lembaga penyiaran. Dalam hal ini, pengunggahan karya siaran di YouTube telah keluar dari objek perjanjian lisensi.

Along with the development of technology in the digital era, cases of intellectual property infringement are also becoming more diverse. Currently, the actions of broadcasting organizations that upload their broadcast works on social media are rife. This is prone to cause copyright disputes. One of the copyright disputes regarding broadcast works uploaded on social media is a case between songwriters and broadcasters in Decision No. 26/Pdt.Sus.HakCipta/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst jo. Supreme Court Decision No. 913 K/Pdt.Sus-HKI/ 2022 which will be discussed in this thesis. This thesis discusses 3 (three) issues, namely how is the regulation of copyright protection for songs in Indonesia, the scope of royalty distribution for the use of songs for the benefit of broadcasters through LMKN, and the application of laws and regulations in Decision No. 26/Pdt.Sus.HakCipta/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst and Supreme Court Decision Number 913 K/Pdt.Sus-HKI/2022. The research method used in this thesis is juridical normative, by analyzing literature and written laws. The results of the study show that the Supreme Court Decision Number 913 K/Pdt.Sus-HKI/2022 is a decision that is in accordance with applicable laws and regulations because the Defendant violated the Plaintiff's moral rights in the form of the right of paternity, which is regulated in Article 5 paragraph (1) number 1 of the Copyright Law 2014 and violated the Plaintiff's economic rights as stipulated in Article 9 paragraph (1) of the Copyright Law 2014 by communicating broadcast works that contain songs created by the Plaintiff without the Plaintiff's permission. Uploading broadcast works containing songs to YouTube required the songwriter's permission because the object uploaded on the Defendant's YouTube account was not a broadcast work that was purely the result of the Defendant's creativity but also contained the result of the Plaintiff's creativity as a songwriter. In this case, the Defendant had only ever signed a license agreement for the benefit of a broadcasting institution. However, uploading broadcast works on YouTube is not an object of the license agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Canda Wardhani
"Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis penentuan objek Pajak Penghasilan atas imbalan royalti dan jasa teknik pada transaksi-transaksi yang terjadi pada PT GNC (perusahaan periklanan digital di Indonesia) dengan para vendor dan menganalisis dokumen pendukung yang dapat digunakan untuk memperkuat argumentasi PT GNC. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi lapangan dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa transaksi yang dilakukan PT GNC dengan Mobile 218 Sdn Bhd, Dorce Pte Ltd, dan Oliver Pte Ltd tidak memenuhi kategori royalti, baik ditinjau dari teori maupun regulasi terkait. Hal tersebut dikarenakan tidak ada penyerahan hak, tidak ada hak untuk mengkomersialisasi atau menduplikasi konten ataupun layanan yang ada di dalam platform, tidak terdapat transfer pengetahuan di dalamnya, vendor terlibat dalam pemberian jasa, dan vendor bertanggung jawab atas output yang dihasilkan.. Transaksi-traksaksi yang dilakukan tersebut lebih dapat dikategorikan sebagai jasa teknik, baik dari segi teori maupun regulasi. Hal tersebut disebabkan pemberi jasa terlibat dalam pemberian jasa, bertanggung jawab atas output yang dihasilkan, pembayaran yang dilakukan oleh PT GNC didasarkan pada banyaknya manfaat jasa dalam platform tersebut. Untuk memperkuat argumentasi tersebut, PT GNC dapat menyediakan dokumen pendukung berupa kontrak atau terms and condition, invoice, skema transaksi, riwayat transaksi, COD, dan DGT Form. Terbatasnya kapasitan penyimpanan secara online dan kurangnya koordinasi antara divisi operasional dan keuangan menjadi tantangan dalam proses pendokumentasian bukti pendukung. Untuk mengurangi terjadinya perbedaan interpretasi, penulis menyarankan diterbitkannya pengaturan lebih lanjut pada peraturan domestik dan tax treaty terkait royalti dan imbalan jasa teknik pada transaksi digital. Selain itu, untuk penyimpanan dokumen pendukung, PT GNC dapat menggunakan penyimpanan online yang memiliki kapasitas lebih besar dan berkoordinasi dengan divisi operasional untuk kepentingan administrasi pajak.

This thesis aims to analyze the object of income tax on royalties and technical services in transactions that occur at PT GNC (a digital advertising company in Indonesia) with vendors and analyze supporting documents that can be used to strengthen PT GNC's argument. This research uses a qualitative approach with field studies and literature studies. The results of this study indicate that the transactions made by PT GNC with Mobile 218 Sdn Bhd, Dorce Pte Ltd, and Oliver Pte Ltd do not meet the royalty category, both from theory and related regulations. These because there is no transfer of rights, there are no rights to commercialize or duplicate content or services on the platform, there are no transfer of knowledge, vendors are involved in providing services, and vendors are responsible for the output produced. These services can be categorized as technical services, both in terms of theory and regulation. These because service providers are involved in providing services, responsible for the output, and the payments made by PT GNC are based on the how many services are used in those platforms. To strengthen this argument, PT GNC can provide supporting documents in the form of contracts or terms and conditions, invoices, transaction schemes, transaction history, COD, and DGT Forms. The limited online storage capacity and lack of coordination between the operational and financial divisions are challenges in the process of documenting supporting evidence. For differences in interpretation, the authors suggest for further regulation of domestic regulations and tax treaties related to royalties and technical service fees in digital transactions. In addition, to store supporting documents, PT GNC can use online storage that has a larger capacity and coordinate with operational division for tax administrative obligation."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alyssa Tanuwidjaja
"ABSTRAK
Industri Jasa Hiburan Karaoke Keluarga merupakan bentuk hiburan yang cukup diminati masyarakat Indonesia. Selain memberi keuntungan bagi pengusahanya, usaha ini sebenarnya juga memberi keuntungan kepada para Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan Pemilik Hak Terkait. Undang-Undang Hak Cipta mengatur mengenai penggunaan ciptaan secara komersial, dimana usaha karaoke keluarga diwajibkan membayar royalti atas penggunaan ciptaan dalam usahanya kepada pihak berhak, diwakili oleh Lembaga Manajemen Kolektif LMK yang diberi wewenang oleh undang-undang tersebut. Tulisan ini membahas sistem pemungutan dan tarif royalti yang diberlakukan di Indonesia, yaitu dengan sistem borongan yang dibayar di awal tahun sesuai jumlah ruangan pada sebuah outlet. Tarif yang dikenakan untuk usaha karaoke keluarga adalah Rp 12.000,00 per ruangan per hari. Juga dibahas mengenai perlindungan bagi industri jasa hiburan karaoke keluarga, yang dirasakan belum cukup diatur. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan studi kepustakaan yang dilengkapi dengan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pemungutan royalti sebaiknya digeser menjadi sistem pay per song, dimana usaha karaoke keluarga diwajibkan membayar royalti sesuai jumlah lagu yang diputar, dengan tarif tambahan pada saat pemasukkan lagu ke database karaoke. Tarif royalti juga belum mempertimbangkan tiap daerah di Indonesia dengan daya beli yang berbeda. Perlindungan terhadap usaha karaoke keluarga sudah mengalami peningkatan, walaupun masih banyak yang bisa diperbuat oleh Pemerintah.

ABSTRACT
The Industry of Family Karaoke is a highly demanded entertainment by the community of Indonesia. Besides bringing profit to the business owner itself, this business also gives profit to Creators, Copyright Holder, and Related Rights Owner. Copyright Law regulated about the usage of creations commercially, where family karaoke businesses are obligated to pay royalty for the usage of creations to the rightful owners, represented by the Collective Management Organizations CMO who have been authorized by the law. This paper discusses about the collection of royalty and the tariff enforced in Indonesia, known as whole package system, where businesses are obligated to pay at the beginning of the year, based on the number of rooms in an outlet. The royalty tariff for family karaoke business is Rp 12.000,00 per room per day. This paper also discusses about the protection to the family karaoke industry, which is felt being insufficient. This research uses juridicial normative method, with literature study accompanied by interviews. This research shows the fact that the collecting system of royalty should be changed to a pay per song system, in which the businesses are obligated to pay based on the songs played, with addition of fee when a song is input to the karaoke database. The tariff hasn rsquo t consider each region in Indonesia apiece. The protection of this business shows improvement, though there could be more to be done by the Government."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Ajeng Anissa Widiatri
"Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis substansi penghasilan yang diterima oleh prinsipal dan kesesuaian dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus sengketa banding PT AG. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kepustakaan dan wawancara mendalam sebagai teknik pengumpulan data. Substansi penghasilan yang diterima prinsipal adalah royalti dan imbalan jasa teknik dan dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus sengketa banding tidak sesuai dengan maksud dari P3B serta konsep passive dan active income. Sehingga diperlukan penegasan definisi royalti dan kriteria agen tidak bebas dalam UU PPh dan pembenahan internal Pengadilan Pajak dalam menentukan Majelis Hakim yang memutus suatu sengketa.

This thesis aims to analyze substance of income received by principal and suitability of judges? basic considerations in deciding PT AG?s appeal dispute. This research was using qualitative approach with literature review and in-depth interview as data-collection technique. Income received by principal are royalties and fees for technical services and basic consideration of judges in deciding appeals does not appropriate with intent of tax treaty also passive and active income concepts. There should be clear definition about royalties and criteria of dependent agent in Income Tax Law and internal improvements by Tax Court in determining judges who decided disputes."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S652734
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Talitha Zhafira Audrina
"Memasuki era globalisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki dampak yang cukup besar dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, masyarakat erat kaitannya dengan dunia digital sebagai media untuk mendapatkan informasi secara cepat dan signifikan. Perkembangan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi ini tentu juga memberi perubahan terhadap hukum, terutama hukum kekayaan intelektual. Salah satu hukum kekayaan intelektual yang ikut berkembang seiring dengan perkembangan zaman adalah mengenai hak cipta. Hak cipta juga erat kaitannya dengan royalti yang merupakan bentuk perwujudan nyata dari hak ekonomi yang dihasilkan oleh pencipta atas ciptaannya itu sendiri. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 juga telah dijelaskan mengenai royalti yang merupakan imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk hak terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait. Berkaitan dengan royalti hak cipta, akhir-akhir ini, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan keputusan hakim dalam Putusan Nomor 1622/Pdt.G/2023/PAJB yang pada intinya adalah dikabulkannya tuntutan pembagian royalti hak cipta sebagai harta bersama. Kasus tersebut bermula dari gugatan cerai yang dilayangkan oleh Inara (istri) kepada Virgoun (suami, yang merupakan musisi) melalui Pengadilan Agama Jakarta Barat. Dalam gugatan tersebut, terdapat 7 (tujuh) tuntutan dan salah satu tuntutannya adalah untuk memberikan royalti kepada Inara terhadap 3 (tiga) lagu Virgoun. Kemudian, Pengadilan mengabulkan gugatan Inara secara penuh termasuk dengan tuntutan untuk memberikan royalti sebesar 50% kepada Inara. Hal ini terjadi karena pembuatan 3 (tiga) lagu tersebut oleh Virgoun terinspirasi dari Inara dan juga anak-anaknya. Kasus tersebut menjadi pembicaraan hangat masyarakat dikarenakan kasus tersebut digadang-gadang yang menjadi kasus pertama di Indonesia yang dikabulkan secara penuh tuntutan pembagian royalti hak cipta atas harta bersama. Dalam penelitian ini akan membahas mengenai keterkaitan royalti hak cipta dengan harta bersama dalam perkawinan, yang mana menjadi polemik di masyarakat atas dasar hukum dari keterkaitan dua hal tersebut dan juga berkaca langsung pada kasus nyata dalam Putusan Nomor 1622/Pdt.G/2023/PAJB. Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan yuridis normatif dan menggunakan tipologi penelitian deskriptif-analitis. Penelitian ini menemukan bahwa memang benar adanya royalti hak cipta dapat menjadi objek dalam perkawinan, namun terdapat beberapa catatan untuk hakim untuk memutus mengenai pembagian besaran royalti dan juga mengenai aturan pemanfaatan, pengelolaan, dan pengalihan royalti pasca putus perkawinan.

Entering the era of globalization, the development of science and technology has a significant impact on social life. In living their daily lives, people are closely related to the digital world as a medium for obtaining information quickly and significantly. These developments in science and technology of course also bring changes to law, especially intellectual property law. One of the intellectual property laws that has developed along with the times is regarding copyright. Copyright is also closely related to royalties which are a real form of manifestation of economic rights generated by the creator of his own creation. In Law Number 28 of 2014, royalties are also explained, which are compensation for the use of the economic rights of a work or product related rights received by the creator or owner of related rights. Regarding copyright royalties, recently, Indonesian society has been shocked by the judge's decision in Decision Number 1622/Pdt.G/2023/PAJB, which in essence is the granting of the demand for distribution of copyright royalties as joint property. The case started with a divorce lawsuit filed by Inara (wife) against Virgoun (husband, who is a musician) through the West Jakarta Religious Court. In the lawsuit, there are 7 (seven) demands and one of the demands is to provide royalties to Inara for 3 (three) Virgoun songs. Then, the Court granted Inara's lawsuit in full, including the demand to provide 50% royalties to Inara. This happened because Virgoun's creation of these 3 (three) songs was inspired by Inara and her children. This case became a hot topic of discussion among the public because it was predicted to be the first case in Indonesia where the demand for distribution of copyright royalties on joint property was fully granted. This research will discuss the relationship between copyright royalties and joint assets in marriage, which has become a polemic in society based on the legal basis of the relationship between these two things and also reflects directly on the real case in Decision Number 1622/Pdt.G/2023/PAJB. This research was carried out with a normative juridical approach and used a descriptive-analytical research typology. This research found that it is true that copyright royalties can be an object in marriage, but there are several notes for the judge to decide regarding the distribution of the amount of royalties and also regarding the rules for utilization, management and transfer of royalties after the breakup of the marriage."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peter Alexander
"Skripsi ini menganalisis legalitas penggunaan lagu dalam aplikasi Spotify untuk hiburan karaoke massal komersial serta perlindungan hukum bagi pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait. Skripsi ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Karaoke adalah suatu hiburan yang menyanyikan lagu-lagu dengan diiringi musik berbentuk rekaman. Industri karaoke ini kian berkembang hingga menciptakan berbagai konsep baru, salah satunya karaoke massal. Karaoke Massal merupakan suatu konsep karaoke dimana puluhan bahkan ratusan orang bernyanyi bersama-sama sambil mengikuti lirik yang ditampilkan di sebuah layar. Penyelenggara karaoke massal umumnya memanfaatkan aplikasi Spotify untuk memperdengarkan lagu serta menampilkan lirik kepada pengunjung. Penyelenggara karaoke massal umumnya juga mematok tiket masuk atau minimal pembelian makanan dan/atau minuman bagi pengunjung sehingga memberikan keuntungan bagi penyelenggara. Pemanfaatan lagu untuk memperoleh keuntungan merupakan bentuk dari Penggunaan Secara Komersial yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Tindakan memperdengarkan lagu kepada pengunjung dalam karaoke massal juga tergolong sebagai Pengumuman ciptaan yang merupakan hak ekonomi pencipta. Penggunaan lagu dalam aplikasi Spotify untuk hiburan karaoke massal komersial tanpa memperoleh izin dan membayar royalti adalah tindakan yang ilegal. Penggunaan lagu untuk hiburan karaoke massal komersial harus memperoleh izin dari pencipta berupa lisensi pengumuman serta membayar royalti. Lisensi dan royalti merupakan bentuk perlindungan hukum hak cipta dan hak terkait yang diberikan kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait.

This thesis analyzes the legality of using songs in the Spotify application for commercial mass karaoke entertainment as well as legal protection for authors, copyright holders, and related rights owners. This thesis was prepared using doctrinal research methods. Karaoke is an entertainment that involves singing songs accompanied by recorded music. The karaoke industry is increasingly developing to create various new concepts, one of which is mass karaoke. Mass Karaoke is a karaoke concept where tens or even hundreds of people sing together while following the lyrics displayed on a screen. Mass karaoke organizers generally use the Spotify application to play songs and display the lyrics to visitors. Organizers of mass karaoke generally also set entrance tickets or minimum purchases of food and/or drinks for visitors, thereby providing a profit for the organizer. The use of songs to gain profit is a form of Commercial Use regulated by Law Number 28 of 2014 concerning Copyright. The act of playing songs to visitors in mass karaoke is also classified as publishing works which is the economic right of the creator. Using songs in the Spotify application for commercial mass karaoke entertainment without obtaining permission and paying royalties is illegal. The use of songs for commercial mass karaoke entertainment must obtain permission from the creator in the form of a performing license and paying royalties. Licenses and royalties are a form of legal protection for copyright and related rights given to authors, copyright holders, and related rights owners."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover