Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bakhrul Khair Amal
Abstrak :
Penelttian ini adalah studi kebijakan tentang pemberdayaan anak jalanan melalui Rumah Singgah . Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan ini digunakan karena peneliti ingin mendiskripsikan penanganan Anak Jalanan di Indonesia yang menjadi perbandingan dengan negara- negara seperti Afganistan, Bangladesh, Nepal, Pakistan, Srilangka, Filipina, Brazil, temyata Indonesia mempunyai perspektif yang berbeda dengan penanganan anak jalanan yang dilakukan di berbagai Negara, dan daiam mendefinisikan anak jalanan. Penjelasan jenis penelitian ini diambil karena peneliti hanya ingin memberikan gambaran penangani masalah anak jatanan. Peneliti tidak ingin menguji hipotesa ataupun mencari hubungan sebab akibat. Penelitian ini dilakukan di Rumah Singgah dan Pembuat kebijakan yakni Departemen Sosial Adapun waktu penelitian ini dimulai dari bulan Febuari 2002 sampai dengan bulan agustus 2002. Penetapan infbrman diambil secara purposive, dimana informan diambil secara sengaja oleh peneliti. Setiap infbrman mewakili bagian-bagian program pada Rumah Singgah Informan terdiri dari, anak jalanan, pengurus Rumah Singgah, Masyrakat, Pekerja sosial dan orang tua anak jalanan. Upaya penanganan anak jalanan, perlu melibatkan banyak pihak, profesi dan disiplin ilmu karena masalah anak jalanan merupakan hasil dan penghasil bagi masalah sosial lainnya. Rumah Singgah Anak Jalanan merupakan salah satu bentuk usaha penanganan permasalahan sosial, terutama anak-anak jalana. Namun dalam realitanya penanganan anak jalanan melalui Rumah Singgah hanya mengurangi aktivitas anak di jalana. tidak kepada permasalahan anak berada di jalan. Kehidupan Anak Jalanan merupakan kehidupan yang sangat keras bagi seorang anak. Dari kondisi alam yang kadang kala tidak bersahabat, gangguan orang dewasa, dan dan tingginya resiko kecelakaan melekat pada diri mereka. Dilihat dan pendekatan yang digunakan rumah singgah menggunakan pendekatan centre based program dengan fungsi intervensi rehabilitatif, yaitu berusaha melepaskan anak dari jalannan. Meskipun demikian rumah singgah juga menggunakan pendekatan community based dan street based yang tercermin dalam beberapa program dan kegiatannya. Rumah singgah adalah realisasi model penampungan drop in centre yaitu penampungan sementara, karena rumah singgah hanya sebagai fasilitator untuk memfasilitasi anak jalanan lepas dari jafanan agar kembali ke keluarga asli, ataupun keluarga pengganti. Rumah singgah sebagai tempat penampungan sementara memberikan bermacam fasilitas sebagai daya tarik, yang dapat digunakan oleh anak-anak jalanan untuk beristirahat, membersihkan diri, mencuci pakaian, makan, berteduh, tidur, bermain, dan tain sebagainya. Selain fasilitas, anak-anak jalanan di rumah singgah juga memperoleh beragam pelayanan berupa program bimbingan anak, bimbingan keluarga, dan pendidikan jalanan. Masing-masing dari program tersebut direalisasikan dalam bentuk kegiatan yang dafam pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak jalanan. Program bimbingan anak diturunkan dalam bentuk kegiatan bimbingan sosial ke anak, bimbingan kesehatan, bimbingan agama, belajar, dan pemberian bantuan beasiswa kepada anak-anak jalanan yang masih bersekolah ataupun yang ingin melanjutkan sekolah. Program bimbingan keluarga terdiri dari kegiatan home visit, surat-menyurat dan mengundang orang tua anak jalanan untuk berdiskusi bersama tentang perkembangan anak mereka. Kegiatan pemberdayaan ekonomi keluarga anak jalanan juga merupakan kegiatan dari program bimbingan keluarga. Sedangkan kegiatan yang tercakup dalam program pendidikan jalanan adalah kegiatan outreach, yang didalamnya sendiri terdiri dari bimbingan anak, keluarga, yang dilakukan oleh petugas outreach di jalan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T461
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustuti Hamid
Abstrak :
Sering terjadi hak asuh dipersengketakan melalui Pengadilan antara ayah dan ibu si anak ketika pasangan suami isteri melakukan perceraian apabila kedua orangtua tersebut masing-masing menginginkan untuk mendapatkan hak asuh dari anak hasil perkawinan mereka. Meskipun Buku Kesatu KUH Perdata, UU No.1 Tahun 1974, Kompilasi Hukum Islam, UU No. 4 Tahun 1979 dan UU No. 23 Tahun 2002 dapat dijadikan landasan hukum bagi perlindungan anak yang kedua orangtuanya bercerai tetapi pada umumnya keputusan mengenai siapa yang memiliki hak dan kuasa asuh lebih tertuju kepada keinginan ibu atau ayahnya dan bukan semata-mata demi kepentingan anak seperti diamanatkan oleh undang-undang. Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan terhadap kasus perselisihan hak asuh anak adalah kasus perceraian Ny. ?RAM? dengan ?AMS? dan Permohonan Penetapan Perwalian Anak Ny. "AS". Pokok permasalahanya adalah bagaimana perlindungan hukum yang dapat diberikan terhadap anak ketika terjadi perceraian kedua orang tuanya apabila kedua atau Salah satu orangtuanya dianggap tidak mampu mengasuh, merawat dan memberi perlindungan terhadap anaknya Serta apakah ada jaminan hukum hak asuh, kuasa asuh yang dapat memberikan perlindungan terhadap anak dalam kasus yang dianalisis. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, yaitu dengan cara menganalisis kasus putusan Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas kasus hak dan kuasa asuh, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan hak asuh, kuasa asuh dan perlindungan anak. Kesimpulan diambil melalui metode analisis evaluatif yang hasilnya yaitu Pasal 41 UU No. 1 Tahun 1974, Pasal 156 dan Kompilasi Hukum Islam serta Pasal 31 dan 32 UU No. 23 Tahun 2002 memberikan perlindungan terhadap anak. Pertimbangan hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan tidak menggambarkan "niat" untuk melindungi kepentingan anak dalam Putusannya tentang Kasus Ny. RAM dan VAMS. Putusan Pengadilan Negeri bagi kasus Ny. YAS? lebih tertuju kepada kepentingan anak tetapi tidak mempertegas kewajiban ibu sebagai pemegang kuasa asuh dan ayah sebagai penanggungjawab biaya asuh seperti dibahas dalam tesis ini.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16357
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanna Arinawati
Abstrak :
Pemeliharaan anak merupakan tanggung jawab dari kedua orang tuanya. Meskipun perkawinan putus sehingga suami dan istri tidak dapat menjalin rumah tangga bersama dan berpisah tempat tinggal, maka dalam menentukan hak asuh anak harus benar-benar mempertimbangkan ketentuan hukum yang berlaku demi kepentingan terbaik bagi anak itu sendiri. Hukum Islam mengatur bahwa bagi anak yang belum mumayyiz atau belum berusia 12 (dua belas) tahun berada dalam asuhan ibu kandungnya. Namun dalam kenyataannya ditemukan terjadinya perebutan hak asuh anak hingga berujung pada pencabutan hak asuh anak yang masih di bawah umur dari ibu kandungnya. Kasus semacam itu ditemukan dalam Putusan Pengadilan Agama Lahat Nomor 685/Pdt.G/2022/PA.Lt. Fokus dari penelitian ini adalah tentang kesesuaian peristiwa pencabutan hak asuh anak di bawah umur dari ibu kandungnya dalam Putusan a quo dengan syarat sah pencabutan hak asuh anak dalam Hukum Islam. Selain itu juga tentang akibat hukum pencabutan hak asuh anak di bawah umur dari ibu kandungnya. Penelitian hukum doktrinal ini menggunakan studi kepustakaan guna mengumpulkan data sekunder yang diperkuat dengan wawancara terhadap narasumber yang memiliki relevansi dengan fokus penelitian ini. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap data yang dikumpulkan. Dari hasil analisis dapat dinyatakan bahwa pencabutan hak asuh anak di bawah umur dari ibu kandungnya dalam Putusan a quo tidak sesuai dengan syarat sah pencabutan hak asuh anak dalam Hukum Islam karena sang ibu tidak berkelakuan buruk dan tidak melalaikan kewajibannya dalam mengurus anak kandungnya. Sang ibu justru memiliki iktikad baik dengan meminta ibunya sendiri untuk merawat anaknya dan tetap bertanggung jawab memberikan nafkah selama bekerja di luar kota. Adapun akibat hukum pencabutan hak asuh anak tidak menggugurkan hak anak untuk mendapatkan kasih sayang, pengasuhan dan pendidikan dari kedua orang tuanya yang telah bercerai dan pemegang hak asuh anak harus memberikan akses kepada orang tua yang tidak memegang hak asuh untuk tetap bertemu dengan anaknya. ......Child care is the responsibility of both parents. Even though the marriage has broken down so that the husband and wife cannot have a household together and live separately, in determining child custody, you must really consider the applicable legal provisions in the best interests of the child himself. Islamic law regulates that children who are not mumayyiz or not yet 12 (twelve) years old are under the care of their biological mother. However, in reality, it was found that there was a struggle for child custody, which resulted in the revocation of custody for children who were still underage from their biological mothers. Such a case was found in Lahat Religious Court Decision Number 685/Pdt.G/2022/PA.Lt. The focus of this research is on the suitability of the event of revoking custody of a minor child from his biological mother in the a quo decision with the legal conditions for revoking child custody rights in Islamic law. Apart from that, it is also about the legal consequences of revoking custody of a minor child from his biological mother. This doctrinal legal research uses library research to collect secondary data, which is strengthened by interviews with sources who are relevant to the focus of this research. Next, analysis was carried out on the collected data. From the results of the analysis, it can be stated that the revocation of custody of a minor child from his biological mother in the a quo decision is not in accordance with the legal requirements for revocation of child custody rights in Islamic law because the mother did not behave badly and did not neglect her obligations in caring for her biological child. The mother actually had good intentions by asking her own mother to look after her child and remain responsible for providing a living while working outside the city. The legal consequences of revoking child custody do not invalidate the child's right to receive love, care, and education from his divorced parents, and the holder of child custody must provide access to the parent who does not have custody to continue to see the child.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hani Regina Sari
Abstrak :
Dalam suatu perkawinan terkadang timbul permasalahan yang bisa mengakibatkan terjadinya perceraian pada pasangan suami istri. Setelah perceraian, timbul permasalahan hak asuh anak pada pasangan yang mempunyai anak dalam perkawinannya. Hak untuk mengasuh anak yang masih di bawah umur biasanya jatuh kepihak ibu. Namun dalam kasus tertentu, hak asuh tersebut bisa jatuh kepihak ayah. Penelitian ini akan membahas mengenai pemberian hak asuh atas anak di bawah umur kepada orang tua laki-laki (Ayah) yang terjadi akibat perceraian. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tinjauan hukum dalam menentukan hak asuh bagi anak di bawah umur yang jatuh kepada orang tua laki-laki (ayah) akibat perceraian dan aspek hukum yang ditimbulkan dari putusan perceraian yang telah berkuatan hukum tetap dan hak asuh anak yang telah diputuskan kepada orang tua laki-laki (ayah) (studi kasus) putusan Pengadilan Negeri Nomor 203/Pdt.G/2018/Pn.Dpk. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatifdengan tipologi penelitian deskriptif evaluatif. Hasil Penelitian menyimpulkan bahwa Hakim memberikan hak asuh anak di bawah umur kepada sang ayah, dikarenakan beberapa faktor salah satunya adalah ibu tidak merawat dan mengurus anak-anaknya. Hakim memutuskan perkara ini dengan memperhatikan hal-hal yang bertujuan mementingkan lingkungan, pertumbuhan dan perkembangan anak-anak tersebut dikemudian hari. ......In a marriage, sometimes problems arise that can lead to divorce for married couples. After a divorce, child custody issues arise for couples who have children in their marriage. The right to care for a minor usually falls on the mother's side. However, in certain cases, the custody may fall on the father's side. This study will discuss the provision of custody of minors to male parents (father) which occurs as a result of divorce. The problem raised in this study is the legal review in determining custody of minors who fall to male parents (father) due to divorce and legal aspects resulting from divorce decisions that have permanent legal force and custody of children who have it was decided to the male parent (father) (case study) District Court decision Number 203/Pdt.G/2018/Pn.Dpk. To answer this problem, a normative juridical research method with a descriptive evaluative typology was used. The results of the study concluded that the Judge gave custody of underage children to the father, due to several factors, one of which was that the mother did not care for and take care of her children. The judge decided this case by taking into account things that were aimed at promoting the environment, growth and development of these children in the future.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Anggraenny
Abstrak :
Latar belakang skripsi ini adalah dikarenakan semakin banyaknya pasangan suami istri yang tidak mempunyai keturunan dan mendambakan seorang anak dari perkawinannya sehingga melakukan pengangkatan anak atau biasa disebut dengan adopsi. Dengan berkembangnya zaman dan banyaknya kebutuhan masyarakat Indonesia untuk mengangkat seorang anak maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak untuk memberikan kepastian hukum dan pengaturan mengenai proses dan tata cara pengangkatan anak. Tujuan penulisan adalah untuk mengetahui alasan serta tujuan dari pengangkatan anak dan motivasi pengangkatan anak berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak serta mengetahui pelaksanaan pengangkatan anak, syarat calon orang tua angkat, calon anak angkat dan syarat- syarat serta prosedur lain yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2007. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Maka dapat disimpulkan bahwa motivasi pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak yang dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dari analisis kasus dapat ditarik kesimpulan Pengadilan mengabulkan permohonan pemohon yang dikarenakan pemohon mengangkat anak tersebut semata-mata untuk kepentingan terbaik bagi anak yaitu anak tersebut sudah tidak dirawat lagi oleh ibu kandungnya dari usia 9 bulan pada tahun 2003 sampai dengan 2012. ......The background of this paper is due to the increasing number of married couples who do not have offspring and expecting child in their marriage. As time goes on, many Indonesian people want to raise a child, the Indonesian Government issued Government Regulation No. 54 of 2007 on the Implementation of Adoption to provide legal and regulatory certainty regarding the process and procedures for adoption. The purpose of this thesis is to know the reason and the purpose of adoption, also the motives based on Government Regulation No. 54 of 2007 concerning the Implementation of Adoption, and also to know the process of it, the requirement of the prospective adopters, prospective adopted child, the conditions, and other procedures stipulated in the Government Regulation No. 54 of 2007. The method used in this thesis is a normative-juridical research. The conclusion of this thesis is the motivation of adoption aims for the best interests of the child in the context of child welfare and protection conducted by local customs and the provisions of legislation. From the analysis of the case, it can be concluded that the Court grant the applicant’s petition because the applicant has raised the child solely in the best interest of the child that the child was no longer cared by his biological mother since the age of 9 months, since 2003 until 2012.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46549
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Haqilla Bilqis
Abstrak :
Putusnya suatu perkawinan campuran karena perceraian dapat berakibat langsung terhadap berbagai aspek, salah satu yang paling terdampak adalah akibat perceraian terhadap anak, yaitu mengenai hak pemeliharaan anak. Pemeliharaan anak akibat putusnya perkawinan campuran tidak dapat disamakan begitu saja dengan pemeliharaan anak dalam perkawinan pada umumnya. Terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memutus pemeliharaan anak dalam perkawinan campuran, salah satunya pertimbangan bahwa setelah perceraian, kedua orang tua sangat berkemungkinan tinggal di negara yang berbeda sehingga sulit bagi anak untuk dapat berhubungan langsung dengan kedua orang tuanya setelah perceraian. Berdasarkan hal tersebut, Penulis tertarik untuk membahas mengenai bagaimana akibat perceraian dalam perkawinan campuran terhadap hak pemeliharaan anak serta penerapannya dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 804K/PDT/2016. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif serta tipologi yang bersifat deskriptif untuk memecahkan masalah. Dari penelitian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa Putusan Mahkamah Agung Nomor 804K/PDT/2016 kurang tepat karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan khususnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dimana hakim seharusnya mempertimbangkan pemberian hak pemeliharaan anak dalam perkawinan campuran dengan lebih matang dan berdasarkan kepentingan terbaik bagi anak. Untuk mencegah pemberian hak pemeliharaan anak yang kurang dipertimbangkan dengan matang oleh hakim, diharapakn adanya pedoman pengaturan dari Pemerintah khususnya Mahkamah Agung mengenai pemeriksaan putusan perkara hak pemeliharaan anak terutama hak pemeliharaan anak dalam perkawinan campuran. ......Divorce in a mixed marriage can cause direct consequences on various aspects, one of the most affected aspects is the consequence to the children, namely regarding child custody. Child custody due to a divorce in mixed marriages can’t be equated with child custody in general marriages. There are some things that need to be considered when deciding child custody in mixed marriages, one of the consideration is that after the divorce, both parents are likely to live in different countries so that it will be difficult for the child to be able to have direct contact with both parents after the divorce. Based on those explanations, the author is interested in discussing how is child custody due to a divorce in mixed marriages and its application in the Supreme Court Verdict Number 804K/PDT/2016. This research was conducted using normative juridical research methods and descriptive typology to solve the problems. From this research, it can be concluded that the Supreme Court Verdict Number 804K/PDT/2016 was not correct because it was not complying with the regulations, especially Law Number 23 of the year 2002 on Child Protection which has been amended by Law Number 35 of the year 2014 on Amendments to Law Number 23 of the year of 2002 on Child Protection, where the judge supposed to considers granting the child custody in mixed marriages more carefully and always refers to the best interests of the child. To prevent the not well-considered granting of child custody for children by the judges, it is hoped that the Government, especially the Supreme Court, can conduct regulatory guidelines regarding the examination of the verdict on the case of child custody in mixed marriages.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Destika Ekawanty Kurniawan
Abstrak :
Di tengah-tengah masyarakat seringkali terjadi kasus perebutan hak asuh anak antara mantan pasangan suami istri, baik di dalam persidangan maupun di luar persidangan karena pihak terhukum tidak mau melaksanakan putusan hakim mengenai hak pengasuhan anak secara sukarela. Tesis ini membahas mengenai kekuatan eksekutorial putusan Pengadilan Agama tentang hak asuh anak dalam suatu perceraian serta upaya hukum yang dapat dilakukan jika pihak terhukum tidak mematuhi hasil putusan pengadilan agama tentang hak asuh anak dalam suatu perceraian secara sukarela. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang memberikan penjelasan secara eksplanatoris (mendalam). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Pengadilan Agama, atas permintaan pemegang hak asuh anak, dapat melakukan eksekusi terhadap putusan Pengadilan Agama tentang hak asuh anak yang bersifat putusan Kondemnatoir, yang dilakukan oleh juru sita Pengadilan Agama. ......In the community, there is often occurred child custody dispute between former marriage partners, within or outside the court, since the losing parties is unwilling to execute the court verdict voluntarily. This theses will discuss the executorial power of the religious court's verdict with regard to child custody right dispute in divorce cases, as well as on the legal avenue which available in cases where the losing parties is unwilling to execute such verdict voluntarily. The research would be conducted in normative juridical method to provide an in-depth explanation on the cases. The research finds that the religious court, on the request of the holder of the child custody right, may execute its condemnatoir verdict, conducted by the bailiff of the religious court.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35825
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmawati Herdian
Abstrak :
Hak asuh anak (hadhanah) atas anak di bawah umur oleh pasangan suami istri yang bercerai pada umumnya diberikan kepada orang tua perempuan (ibu) kandung, namun pada kondisi tertentu Hakim Pengadilan Agama memberikan hak asuh anak kepada orang tua laki-laki (ayah) kandung melalui putusan pengadilan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai pertimbangan hakim dalam memutuskan hak asuh bagi anak di bawah umur pasca perceraian kepada orang tua laki-laki kandung dan akibat hukum yang ditimbulkan dalam Putusan Pengadilan Agama Tanjung Karang Nomor 1419/Pdt.G/2020/PA.Tnk. Metode yang digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut adalah penelitian yuridis normatif dengan tipologi deskriptif analisis. Hasil analisis menunjukkan bahwa pertimbangan hakim dalam memutuskan hak asuh bagi anak di bawah umur pasca perceraian kepada orang tua laki-laki kandung dalam Putusan Pengadilan Agama Tanjung Karang Nomor 1419/Pdt.G/2020/PA.Tnk sudah sesuai dengan syariat Islam, Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Pertimbangan hakim tersebut didukung oleh alat bukti, saksi-saksi dan pertimbangan bahwa penetapan hak asuh anak sangat diperlukan untuk kepentingan pemenuhan hak anak. Majelis Hakim menilai bahwa tergugat kurang memberikan kasih sayang, perhatian dan tidak memiliki keteladanan yang baik bagi anak, sehingga Majelis Hakim memutuskan bahwa kedua anak hasil perkawinan Penggugat dengan Tergugat berada di bawah pemeliharaan Penggugat sebagai ayah kandungnya sampai anak-anak tersebut mumayyiz. Akibat hukum putusan tentang pemberian hak asuh atas anak di bawah umur kepada orang tua laki-laki kandung pasca perceraian adalah adanya kepastian hukum bagi penggugat dalam melaksanakan pengasuhan anak. Akibat hukum bagi anak adalah perceraian orang tua tidak menggugurkan hak anak untuk mendapatkan kasih sayang, pengasuhan dan pendidikan. Anak tetap berhak untuk mendapatkan nafkah dan kebutuhan baik materiil maupun moril dari kedua orang tuanya yang telah bercerai. ......Custody of children (hadhanah) by a divorced husband and wife is generally given to the biological parents (mother) of the woman, but in certain conditions the Religious Court Judge gives custody of the child to the biological parents of the male (father) through a court decision. The problem in this study is regarding the judge's considerations in deciding custody of minors after divorce to biological male parents and the legal consequences caused in the Religious Court Decision Number 1419/Pdt.G/2020/PA.Tnk. The method used to answer these problems is normative juridical research with evaluative descriptive typology. The results of the analysis show that the judge's consideration in deciding custody of minors after divorce to biological male parents in the Tanjung Karang Religious Court Decision Number 1419/Pdt.G/2020/PA.Tnk is in accordance with Islamic law, the Marriage Law and the Compilation Islamic law. The judge's consideration is supported by evidence, witnesses and the consideration that the determination of child custody is very necessary for the fulfillment of children's rights. The Panel of Judges considered that the defendant lacked affection, attention and did not have a good example for the child, so the Panel of Judges decided that the two children resulting from the marriage of the Plaintiff and the Defendant were under the care of the Plaintiff as their biological father until the children were mumayyiz. The legal consequence of the decision on granting custody of minors to biological male parents after divorce is legal certainty for the plaintiff in carrying out child care. The legal consequence for the child is that the divorce of the parents does not abort the child's right to love, care and education. Children still have the right to earn a living and both material and moral needs from their divorced parents.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afrian Bondjol
Abstrak :
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kebahagiaan yang ingin dicapai oleh mereka yang melangsungkan perkawinan tidak hanya dalam bentuk terpenuhinya kebutuhan akan hal-hal yang bersifat kebendaan. Dalam mengarungi mahligai rumah tangga, terpenuhinya kebutuhan batiniah seringkali lebih membahagiakan daripada terpenuhinya hal-hal yang bersifat kebendaan. Salah satu hal yang dapat memenuhi kebutuhan batiniah pasangan suami istri ialah lahirnya anak dalam perkawinan sebagai penerus mereka. Kelahiran anak dalam suatu perkawinan menimbulkan tanggung jawab bersama terhadap anak baik yang bersifat imateril maupun materil yang harus dipikul oleh suami istri. Dengan di kenalnya lembaga perjanjian perkawinan, tanggung jawab bersama diantara suami istri, terutama dalam hal pembiayaan untuk pemeliharaaan dan pendidikan anak diperjanjikan hanya dipikul oleh pihak suami. Hal ini merupakan suatu penyimpangan dari prinsip-prinsip hukum dalam kaitannya dengan masalah pemeliharaan dan pendidikan anak. Selain daripada itu peletakkan tanggung jawab yang hanya dipikul oleh pihak suami dapat megganggu terjaminnya hak-hak anak.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S20971
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>