Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harry Isbagio
"Petanda molekuler yang dapat menunjukkan perbedaan dalam derajat progresivitas Osteoartritis (OA) akan memberikan kemudahan bagi penelitian klinik. Deoksipiridinolin (DPD) urin dan osteokalsin (OC) serum telah digunakan secara luas untuk petanda metabolisme tulang, sedangkan penggunaannya sebagai petanda molekuler OA belum banyak data yang mendukung. Berbagai penelitian terdahulu menunjukkan hasil yang saling bertentangan dalam hal eskresi DPD urin dan kadar OC serum pada berbagai derajat OA lutut. Tujuan penelitian ini untuk melihat perbedaan ekskresi DPD urin dan kadar OC serum diantara derajat dari OA lutut. Penelitian ini merupakan studi potong-lintang pada satu kelompok dari 69 pasien OA lutut. Derajat OA ditentukan menurut skala derajat Kellgren dan Lawrence. Kelompok pasien dengan OA lutut derajat 2 dinyatakan sebagai kelompok OA awal dan kelompok pasien dengan derajat 3 dan 4 dinyatakan sebagai kelompok OA lanjut. DPD urin diukur dengan metode Immunochemilunescence dan OC serum menggunakan metode Elisa. Nilai rerata eskresi DPD urin pada pasien OA lebih tinggi dari nilai normal (9.79 + 7.28 nM DPD/mM Creatinin), tetapi nilai rerata OC serum dalam batas normal (8.49 + 4.68 ng/mL). Tidak ada perbedaan bermakna di antara OA awal dan OA lanjut dalam hal usia, indeks massa tubuh (IMT),lama sakit, eskresi DPD urin dan kadar serum OC. Disimpulkan, pada model penelitian potong lintang ini didapatkan tidak ada perbedaan bermakna dalam hal ekskresi DPD urin dan kadar OC serum di antara derajat OA lutut. Oleh karena hasil dari berbagai penelitian tidak konstan maka penggunaan DPD urin dan serum OC sebagai petanda molekuler untuk progresivitas OA masih memerlukan lagi penelitian prospektif jangka panjang. (Med J Indones 2004; 13: 96-101)

The identification of molecular markers, which reflects differences in disease progression rates in Osteoarthritis (OA), would greatly facilitate clinical studies. Urinary Deoxypyridinoline (UDPD) and serum osteocalcin (OC) had been widely used for marker of bone metabolism, but the use for molecular marker in OA was lack of data. Recent studies show that there were conflicted results between urinary excretion of DPD and serum OC value within knee OA grading. The aim of this study is to compare of urinary excretion of DPD and the level of serum OC as destructive parameter of cartilage within the knee OA grading. This cross sectional study comprise of 69 patients with OA of knee joints. Kellgren and Lawrence scale was use for grading of OA. Group of patients with knee OA grade 2 call as group of early OA and group of patients with knee OA grade 3 and 4 calls as group of late OA. DPD in urine was measured using Immunochemilunescence, serum osteocalcin was measured using Elisa method. The mean value of urinary concentrations of DPD in OA patients was higher than normal value (9.79 + 7.28 nM DPD/mM Creatinin), and the mean value of serum OC within normal value (8.49 + 4.68 ng/mL). There were no significant differences of age, body mass index (BMI), duration of illness, urinary excretion of UDPD and serum OC level between early and late OA. In conclusion, there is no significant difference of urinary excretion of DPD and serum OC level within knee OA grading. The use of urinary DPD and serum OC as molecular markers of progression of OA needed to be explored by other longitudinal study. (Med J Indones 2004; 13: 96-101)."
Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2004
MJIN-13-2-AprilJune2004-96
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arminta Utari
"Pada penelitian ini telah dilakukan analisis pembentukan senyawa 8-hidroksi-2’-deoksiguanosin (8-OHdG) sebagai penanda kerusakan oksidatif DNA yang diakibatkan oleh paparan senyawa akrilamida dan logam kromium heksavalen (Cr(VI)). Studi in vitro dilakukan melalui reaksi senyawa 2’-deoksiguanosin dengan akrilamida, logam Cr(VI), asam askorbat, dan H2O2 berdasarkan prinsip reaksi Fenton-like pada variasi pH inkubasi 7,4 dan 8,4, suhu inkubasi 37 dan 60 °C, serta waktu inkubasi 7 dan 12 jam. Analisis senyawa 8-OHdG dilakukan menggunakan UHPLC fasa terbalik dengan fasa gerak berupa campuran penyangga natrium fosfat pH 6,7 : metanol (85:15). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa paparan akrilamida dan Cr(VI) secara in vitro menyebabkan pembentukan 8-OHdG dengan konsentrasi rendah, serta penambahan asam askorbat mampu meningkatkan pembentukan 8-OHdG. Konsentrasi 8-OHdG tertinggi pada sampel tanpa asam askorbat diperoleh dengan kondisi suhu inkubasi 60 °C, serta pada sampel dengan asam askorbat diperoleh dengan kondisi pH inkubasi 7,4, suhu inkubasi 37 °C, dan waktu inkubasi 7 jam.
......
This research aims to investigate 8-hydroxy-2’-deoxyguanosine (8-OHdG) formation as a biomarker of DNA oxidative damage following acrylamide and hexavalent chromium (Cr(VI)) exposure. In vitro study was carried out through reactions between 2’-deoxyguanosine, acrylamide, Cr(VI),  and reducing agent with respect to Fenton-like principles. Samples at pH 7.4 and 8.4 were incubated for 7 and 12 hours under 37 and 60ºC to find the correlation between 8-OHdG concentration over several pH, time, and temperature conditions. Analysis was performed by reversed-phase UHPLC using sodium phosphate buffer pH 6.7 : methanol (85:15) as mobile phase. Results show that low concentration of 8-OHdG could be linked to acrylamide and Cr(VI) exposure, and ascorbic acid might have a role in increasing 8-OHdG to higher concentration. The highest concentration of 8-OHdG was obtained at 60°C in samples without the presence of ascorbic acid, and at pH 7.4, 37 °C, and 7 hours of incubation in samples with the presence of ascorbic acid."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library