Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nani Cahyani Sudarsono
"ABSTRAK
Program latihan untuk penatalaksanaan Diabetes Melitus DM tipe 2 harus dipastikan aspek keamanannya, selain juga efektif dan bermanfaat. Melalui penelitian dua tahap dilakukan perancangan latihan fisik yang dievaluasi dengan randomized controlled trial RCT .Program latihan 12 minggu mengombinasikan high intensity interval training HIIT dan latihan beban tiga dan dua kali per minggu dengan peningkatan intensitas bertahap. HIIT terdiri atas perbandingan 1 : 4 menit high intensity exercise HIE dan low intensity exercise LIE . Latihan beban terdiri atas sembilan latihan untuk batang tubuh, ekstremitas atas, dan bawah. RCT diikuti 42 penyandang DM tipe 2 berusia 35 ndash;64 tahun, yang dialokasikan menjadi kelompok eksperimen dengan latihan sesuai rancangan dan kelompok kontrol dengan continuous cardiorespiratory training. Pemeriksaan tingkat kebugaran VO2max , kontrol glikemik HbA1c , dan stres oksidatif MDA dan SOD dilakukan di awal dan akhir program.Pasca latihan didapatkan nilai rerata VO2max kelompok eksperimen 38,13 5,93 mL/kg.min lebih tinggi dibandingkan kontrol 32,09 5,24 mL/kg.min , p = 0,004, serta stres oksidatif menurun MDA eksperimen ? -0,14 0,39 nmol/mL dibandingkan kontrol ? 0,18 0,26 nmol/mL , p = 0,011; SOD eksperimen median ? 0,47 U/mL IQR 0,08-0,74 U/mL dibandingkan kontrol ? 0,14 0,35 U/mL , p = 0,036 . HbA1c kelompok eksperimen menunjukkan penurunan ? -0.43 1.01 , namun tidak bermakna. Skor komposit efek latihan lebih tinggi pada kelompok eksperimen 8,72 1,27 dibandingkan kontrol 7,20 1,08 , p = 0,001.Dengan demikian disimpulkan bahwa program latihan pada penelitian ini memberi manfaat dan dapat diimplementasikan dengan aman. Kata kunci: HIIT dan latihan beban; program latihan berbasis pasien; stres oksidatif; T2DM

ABSTRACT
Exercise programs for patients with Type 2 Diabetes Mellitus T2DM must be demonstrably safe, effective, and beneficial. Objectives. In this two-step study, a training program was designed and implemented in a randomized controlled trial RCT to meet the above criteria.The 12-week exercise program combined high intensity interval training HIIT three times per week and resistance training twice weekly , with gradually increased intensity. The HIIT element comprised 1 minute of high intensity exercise HIE and 4 minutes of low intensity exercise LIE . The resistance training element comprised nine exercises for core, upper, and lower extremities. The 42 T2DM patients who participated in the RCT were aged 35 ndash;64 years. Participants were randomly allocated to the experimental EXP group for the new training program and to the control KTR group for continuous cardiorespiratory training. Fitness level VO2max , glycemic control HbA1c , and oxidative stress MDA and SOD were measured before and after the exercise program.VO2max was higher in EXP 38.13 5.93 mL/kg.min than in KTR 32.09 5.24 mL/kg.min; p = 0.004 . Overall oxidative stress decreased in EXP MDA EXP ? -0.14 0.39 nmol/mL as compared to KTR ? 0.18 0.26 nmol/mL; p = 0.011 and SOD EXP median ? 0.47 U/mL IQR 0.08-0.74 U/mL as compared to KTR ? 0.14 0.35 U/mL; p = 0.036 . EXP HbA1c also decreased, although not significantly ? -0.43 1.01 . EXP composite effects score was significantly higher 8.72 1.27 than for KTR 7.20 1.08; p = 0.001 .The exercise program for T2DM patients was shown to be safe, with significant benefits.Keywords: glycemic control; HIIT and resistance training; oxidative stress; patient-based training program; physical fitness; T2DM"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Fitria Wahyuni
"Diabetes Mellitus tipe-2 (DM tipe-2) merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan adanya resistensi insulin. Salah satu faktor risiko DM tipe-2 pada otot rangka yakni terjadi penurunan massa otot rangka yang disebabkan oleh degradasi protein otot yang berlebihan. Jalur degradasi otot rangka diregulasi 2 sistem yakni ubiquitin proteosom dan autofagi. Terdapat faktor transkripsi pada ubiquitin proteosom yakni KLF15. Sedangkan pada autofagi terdapat P62 sebagai protein multifungsi. Pada kondisi DM, peran 2 biomarker ini belum sepenuhnya diketahui dalam pengaturan degradasi otot. Dimasa ini, terdapat suatu intervensi yang populer dan terbukti efektif untuk homeostasis otot rangka yakni High Intensity Interval Training (HIIT). Tipe latihan ini menggabungkan latihan berintensitas tinggi dengan periode istirahat berinterval. Pengaruh HIIT terhadap DM pada jalur degradasi masih harus dikaji lebih lanjut. Pada penelitian ini diberikan perlakuan HIIT selama 6 minggu pada tikus yang dbuat DM tipe-2 dibandingkan dengan kelompok DM tanpa perlakuan dan kelompok kontrol dengan melihat perubahan massa otot gastroknemius yang ditinjau dengan menimbang massa otot gastrocnemius yang didekapitasi. Ekspresi KLF15 dianalisis menggunakan qRT-PCR dan p62 menggunakan western blot. Hasil data statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada peningkatan massa otot, tidak ada perbedaan signifikan pada peningkatan ekspresi relatif KLF15 dan tidak ada perbedaan signifikan pada penurunan p62 pada perlakuan HIIT terhadap DM tipe-2.

Type-2 Diabetes Mellitus (Type-2 DM) is a disorder characterized by insulin resistance. One of the risk factors for type-2 DM in skeletal muscle is a decrease in skeletal muscle mass caused by excessive degradation of muscle protein. Skeletal muscle degradation pathway is regulated by 2 systems namely ubiquitin proteosome and autophagy. There is a transcription factor in the proteosome ubiquitin, namely KLF15. Whereas in autophagy there is P62 as a multifunctional protein. In DM conditions, the role of these 2 biomarkers is not fully understood in regulating muscle degradation. At this time, there is an intervention that is popular and proven effective for skeletal muscle homeostasis, namely High Intensity Interval Training (HIIT). This type of exercise combines high-intensity exercise with intermittent rest periods. The effect of HIIT on DM in the degradation pathway still needs to be studied further. In this study, rats treated with HIIT for 6 weeks were given type-2 DM compared to the DM group without treatment and the control group by looking at changes in gastrocnemius muscle mass which was reviewed by weighing the mass of the decapitated gastrocnemius muscles. KLF15 expression was analyzed using qRT-PCR and p62 using western blot. The results of the statistical data showed that there was no significant difference in increasing muscle mass, there was no significant difference in increasing the relative expression of KLF15 and there was no significant difference in decreasing p62 in the HIIT treatment of type-2 DM."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Amri Husna
"Pendekatan model adaptasi Roy menggunakan penanganan stimulus terhadap perubahan perilaku fisik, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi membantu pasien berperilaku adaptif terhadap perubahan status kesehatan yang terjadi. Respon fisiologis yang khas dikaji pada pasien kelolaan yaitu berfokus pada fungsi respirasi. Pasien mengalami gangguan respirasi yang disebabkan oleh adanya infeksi kronik pada paru oleh Mycobacterium tuberculosis. Selain itu, pasien juga memiliki penyakit penyerta yaitu Diabetes Melitus tipe 2, dan komplikasi berupa piopneumotoraks. Berdasarkan hasil pengkajian menggunakan pendekatan model adaptasi Roy, didapatkan tiga masalah keperawatan diantaranya gangguan pertukaran gas, resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dan resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah. Selama 12 hari perawatan, pasien mengalami perkembangan perilaku inefektif menuju perilaku adaptif dari hari ke hari. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model adaptasi Roy efektif diterapkan pada pasien dengan tuberkulosis karena dapat mengkaji pasien secara komprehensif hingga evaluasi perilaku adaptif dan inefektif selama perawatan di rumah sakit.

Roy's adaptation model approach uses stimulus handling to changes in physical behavior, self-concept, role function and interdependence to help patients behave adaptively to changes in health status. The typical physiological response was examined in managed patients, focusing on the function of respiration. Patients experienced respiratory problems caused by chronic infection of the lungs by Mycobacterium tuberculosis. In addition, patients also had comorbidities of type 2 diabetes mellitus, and the complications was pyopneumothorax. Based on the results of the study using Roy's adaptation model approach, there were four nursing problems including gas exchange disorder, risk of fluid and electrolyte imbalance, and risk of instability in blood glucose levels. During the 12 days of nursing care, patients showed improvement from ineffective behavior towards adaptive behavior day by day. It can be concluded that Roy's adaptation model is effectively applied to patients with tuberculosis because it can comprehensively assess patients and can evaluate adaptive and ineffective behavior during hospital care."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Dorthy Santoso
"Latar belakang: Diabetes melitus tipe 2 merupakan salah satu penyakit metabolik yang sering dijumpai dan merupakan salah satu dari empat prioritas penyakit tidak menular. Prevalensi penyakit DM meningkat dengan pesat dan akan menjadikan Indonesia peringkat ke empat dunia. Betambahnya jumlah penyandang DM dan komplikasi akibat DM menjadi beban negara terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia. Salah satu komplikasi yang terkait dengan bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin adalah komplikasi mikrovaskular yakni neuropati. Neuropati otonom ditandai dengan kulit kering dan jumlah keringat yang berkurang. Kekeringan kulit yang tidak di tata laksana dengan baik mempermudah timbulnya kaki diabetik.
Tujuan: Mengetahui pengaruh kadar HbA1c dan gula darah terhadap kulit kering pada pasien DM tipe 2.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan terhadap pasien diabetes melitus tipe 2 di Poliklinik Endokrin Ilmu Penyakit Dalam dan Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUPN. Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada bulan Juli hingga September 2018. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik untuk menentukan derajat kekeringan kulit dengan menggunakan penilaian SRRC, dilanjutkan dengan pemeriksaan corneometer dan tewameter. Terakhir dilakukan pemeriksaan laboratorium darah untuk kadar HbA1c dan GDS.
Hasil: Didapatkan total 95 subjek dengan usia rerata 54 tahun, hampir sebagian besar pasien tidak merokok, tidak menggunakan pelembap dan AC, tidak menggunakan air hangat untuk mandi, mengkonsumsi obat penurun kolesterol, mengalami neuropati dan menopause, serta durasi lama DM ≥5 tahun. Hasil utama penelitian ini didapatkan korelasi yang bermakna secara statistik antara kadar HbA1c dengan nilai SRRC berdasarkan uji nonparametrik Spearman (r = 0,224; p = 0,029). Perhitungan statistik dilanjutkan kembali dengan analisis stratifikasi dan regresi linear stepwise.

Background: Type 2 diabetes mellitus is one of the most common metabolic diseases and is one of the top four non-contagious priorities. DM prevalence has been increasing rapidly and would make Indonesia ranked fourth in the worldwide. The increasing number of people with DM and its associated complications are major burden, especially for developing countries such as Indonesia. One of the complications associated with Dermatology and Venereology is microvascular complications, specifically neuropathy. Autonomic neuropathy is characterized by dry skin and reduced amount of sweat. Unmanaged dry skin is a potential risk factor of developing diabetic foot.
Objective: To determine the effect of HbA1c and blood glucose level on dry skin in type 2 diabetes mellitus patient.
Methods: This study was a cross-sectional study conducted on patients with type 2 diabetes mellitus in the Endocrine outpatient clinic of the Internal Medicine and Dermatology and Venereology outpatient clinic of RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta from July to September 2018. History taking, physical examination to determine the degree of skin dryness using SRRC assessment, followed by examination of the corneometer and tewameter. At last, blood test examination was performed for HbA1c and random blood glucose levels measurement.
Results: A total of 95 subjects were enrolled with an average age of 54 years, most if the patients were non-smoker, did not use moisturizers and air conditioning, did not use warm water for bathing, consumed cholesterol lowering agent, experienced neuropathy and menopause, and have been suffering DM for more than 5 years. The main results of this study were statistically significant correlation between HbA1c levels and SRRC values based on the Spearman nonparametric test (r = 0,224; p = 0,029). Statistical calculations were continued with stratification analysis and stepwise linear regression.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Syah Abdaly
"Latar Belakang. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian utama pada populasi diabetes mellitus (DM). Proses aterosklerosis pada populasi DM sudah terjadi sebelum diagnosis DM ditegakkan, yaitu pada fase resistensi insulin. Resistensi insulin terjadi akibat pengaruh faktor genetik dan lingkungan. Secara genetik, populasi keluarga derajat pertama (first degree relative, FDR) penyandang DM tipe 2 lebih berisiko memiliki gangguan aterosklerosis akibat resistensi insulin, bila dibandingkan dengan populasi tanpa riwayat keluarga DM. Penelitian mengenai aterosklerosis subklinik pada kelompok FDR DM tipe 2 usia dewasa muda di Indonesia masih terbatas.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data perbedaan tebal tunika intima media karotis antara kelompok FDR DM tipe 2 dan kelompok bukan FDR DM tipe 2 usia dewasa muda.
Metode. Metode yang digunakan adalah studi potong lintang, melibatkan 16 subjek FDR dan 16 subjek non-FDR berusia 19-40 tahun, dengan toleransi glukosa normal dan tidak memiliki hipertensi. Kelompok non-FDR didapatkan dengan metode matching berdasarkan jenis kelamin dan usia. Data yang dikumpulkan berupa karakteristik subjek, pemeriksaan antropometrik (indeks massa tubuh dan lingkar pinggang), pemeriksaan darah (glukosa darah puasa, HbA1c, profil lipid) dan pemeriksaan tebal tunika intima-media arteri karotis menggunakan ultrasonografi (USG) B-mode.
Hasil. Rerata tebal tunika intima-media arteri karotis (CIMT) pada subjek FDR dan non-FDR secara berturut adalah 0,44 mm dan 0,38 mm, p=0,005. Setelah dilakukan adjust dengan lingkar pinggang, indeks massa tubuh, kolesterol LDL dan trigliserida, masih terdapat perbedaan CIMT yang signifikan antara kedua kelompok. Indeks massa tubuh dan lingkar pinggang mempunyai korelasi terhadap CIMT.
Simpulan. Tunika intima-media arteri karotis pada populasi FDR DM tipe 2 usia dewasa muda lebih tebal dibandingkan dengan populasi bukan FDR DM tipe 2."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Hazim
"Latar Belakang. Keluarga derajat pertama (first degree relatives/FDR) dari Diabetes Melitus tipe 2 (DMT2) memiliki kecenderungan untuk memiliki gangguan metabolik dan vaskular lebih dini tanpa melaui resistensi insulin (RI) sebagai perantaranya seperti lebih tebalnya tunika intima media karotis. Penyakit perlemakan hati non-alkoholik (non-alcoholic fatty liver disease/NAFLD) adalah penyakit hati kronik yang banyak ditemukan pada pasien DMT2 yang dependen terhadap RI. Studi tentang hubungan FDR DMT2 dengan NAFLD masih sangat terbatas dan inkonklusif. Hubungan tersebut masih belum jelas apakah kejadian NAFLD pada FDR DMT2 dependen terhadap RI atau karena kerentanan genetik FDR DMT2.
Tujuan. Untuk mengetahui hubungan antara FDR DMT2 dengan NAFLD.
Metode. Sebanyak 118 dewasa muda (19-39 tahun) dengan toleransi glukosa normal (59 subjek FDR DMT2 dan 59 subjek non-FDR dengan matching usia dan jenis kelamin) diikutsertakan dalam penelitian potong lintang ini. Pengukuran antropometri (tinggi, berat badan, indeks massa tubuh (IMT) dan lingkar perut) dan analisis laboratorium (glukosa darah puasa, HbA1c, profil lipid, serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT)), serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT)) diperiksa pada penelitian ini. Perlemakan hati didiagnosis dengan ultrasonografi (USG) menggunakan kriteria standar.
Hasil Penelitian. Dua puluh enam subjek (22,03%) dengan NAFLD terdeteksi dengan USG dalam penelitian ini dengan proporsi yang sama pada kedua kelompok. Pada kelompok FDR DMT2 didapatkan jumlah subjek dengan angka HDL rendah dan sindrom metabolik lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tanpa FDR.
Kesimpulan. Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan antara FDR DMT2 dengan NAFLD.

Background. First degree relatives (FDR) of type 2 diabetes mellitus (T2DM) predisposes individuals to have earlier metabolic and vascular disorders independent of insulin resistance (IR) such as thicker carotid intima media thickness than that of non-FDR. Non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD) is the most commonly found chronic liver disease in T2DM which is IR dependent. Studies about NAFLD in FDR of T2DM populations are very limited and inconclusive. It is unclear whether the occurrence of NAFLD in FDR of T2DM is IR dependent or due to genetic vulnerability.
Aim. to determine the association between NAFLD and FDR of T2DM.
Method. A total of 118 young adults (19-39 years old) with normal glucose tolerance (59 FDR of T2DM and age-sex matched 59 non-FDR subjects) were included in this cross-sectional study. Anthropometric measurement (height, weight, BMI and waist circumference) and routine laboratory analysis (fasting blood glucose, HbA1c, lipid profile, alanine aminotransferase (ALT), aspartate transaminase (AST)) were examined. Fatty liver was diagnosed by ultrasonography (US) using standard criteria.
Result. Twenty-six (22,03%) subjects with NAFLD were detected by US with similar proportion for each group. Low HDL level and metabolic syndrome were found higher in FDR group.
Conclusion. we couldn`t prove the association between FDR of T2DM and NAFLD in this research.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Ayu Pratiwi
"ABSTRAK
Dewasa ini ada kecenderungan kaum milenial mengonsumsi fast food yang mengandung pemanis dan lemak makanan karena mudah disajikan, murah, dan enak. Hal tersebut juga dipicu oleh kemajuan teknologi yang semakin pesat sehingga memudahkan para milenial untuk memesan dan mengkonsumsi makanan tersebut tanpa mempertimbangkan konsekuensinya yaitu obesitas dan diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan yang berkaitan dengan pemanis makanan dan makanan berlemak serta menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional terhadap 109 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70,6% (n = 109) memiliki pengetahuan yang cukup, namun tingkat konsumsi gula dan lemak pada generasi milenial masih cukup tinggi. Total konsumsi gula 54,78 gram / hari dan lemak 59,46 gram / hari. Konsumsi ini telah melebihi batas yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Upaya pendidikan kesehatan dan pemanfaatan teknologi secara bijak diperlukan untuk menambah pengetahuan generasi milenial tentang pemanis makanan, makanan berlemak, dan konsekuensinya.
ABSTRACT
Today there is a tendency for millennials to consume fast food that contains sweeteners and dietary fats because it is easy to serve, cheap, and delicious. This is also triggered by increasingly rapid technological advances making it easier for millennials to order and consume these foods without considering the consequences, namely obesity and type 2 diabetes mellitus. This study aims to determine the level of knowledge related to food sweeteners and fatty foods and use descriptive methods. analytic with cross sectional approach to 109 respondents. The results showed that 70.6% (n = 109) had sufficient knowledge, but the level of sugar and fat consumption in the millennial generation was still quite high. The total consumption of sugar is 54.78 grams / day and fat is 59.46 grams / day. This consumption has exceeded the limit recommended by the World Health Organization (WHO). Health education efforts and the wise use of technology are needed to increase the knowledge of the millennial generation about food sweeteners, fatty foods, and their consequences."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anjani Widyasintia
"Diabetes mellitus tipe 2 memiliki tingkat prevalensi yang meningkat setiap tahunnya. Salah satu obat yang semakin dikembangkan untuk pasien diabetes mellitus tipe 2 adalah inhibitor DPP-4. Pengembangan obat inhibitor DPP-4 yang memiliki struktur inti kuinazolinon menghasilkan senyawa yang selektif, serta memiliki potensi, onset, dan durasi yang baik. Dalam rangka pengembangan obat inhibitor DPP-4 turunan kuinazolinon baru, senyawa 2-([4-okso-2-(N,N-dibutilaminometil)kuinazolin-3-il]amino)benzonitril dirancang berdasarkan prinsip bioisosterisme pada senyawa yang telah ada. Sintesis tersebut memerlukan beberapa tahapan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh senyawa antara tahap 1 dan 2 dari sintesis senyawa 2-([4-okso-2-(N,N-dibutilaminometil)kuinazolin-3-il]amino)benzonitril. Tahap 1 yaitu sintesis asam 2-(bromoasetamido)benzoat dengan mereaksikan senyawa asam antranilat dengan senyawa bromoasetamido bromida dalam pelarut DMF-dioksan (1:1). Tahap 2 yaitu sintesis senyawa asam 2-(2-[dibutilamino]asetamido)benzoat dengan cara merefluks senyawa hasil sintesis tahap 1 dan dibutilamina dalam aseton dengan penambahan kalium karbonat dan kalium iodida. Produk 2 dimurnikan menggunakan metode KLT preparatif. Produk hasil sintesis diuji kemurniannya dan dikarakterisasi strukturnya dengan menggunakan FTIR. Hasil sintesis tahap 1 diperoleh rendemen sebesar 82,49%, sementara tahap 2 diperoleh rendemen sebesar 74,14%. Karakterisasi produk 1 dengan FTIR menunjukkan bahwa gugus amina dari senyawa asam antranilat telah tersubstitusi dengan amida dan memunculkan puncak C-Br pada spektrum. Karakterisasi senyawa pada produk 2 menunjukkan bahwa terdapat penghilangan puncak C-Br dan penambahan puncak baru yang mengindikasikan gugus C-H alifatis serta gugus karboksilat terionisasi. Berdasarkan hasil tersebut diindikasikan bahwa senyawa antara 1 yaitu asam 2-(bromoasetamido)benzoat dan senyawa antara 2 yaitu asam 2-(2-[dibutilamino]asetamido)benzoat telah berhasil disintesis.

Type 2 diabetes mellitus has an increasing prevalence every year. One of the antidiabetic medications that are being developed is DPP-4 inhibitors. DPP-4 inhibitors drug development with quinazolinone main structure give good selectivity, also has good potency, onset, and duration. In the development of a new drug DPP-4 inhibitor with quinazolinone main structure, the compound 2- ([4-oxo-2-(N,N-dibutylaminomethyl)quinazolin-3-il] amino)benzonitrile was designed based on bioisosterism principle from existing compounds. The synthesis of the compound requires several steps. This study aims to obtain intermediate compounds from the synthesis of 2-([4-oxo-2-(N,N-dibutylaminomethyl)quinazoline-3-yl]amino)benzonitrile with the first two steps. The first step was the synthesis of 2-(2-bromoacetamido)benzoic acid by reacting anthranilic acid and bromoacetyl bromide in DMF-dioxane (1:1) solvent. The second step was the synthesis of 2-(2-[dibutylamino]acetamido)benzoic acid by refluxing the first product with dibutylamine in acetone with the addition of potassium carbonate and potassium iodide. Purification of the compound was done by preparative layer chromatography. The purity of the products were tested and characterized by FTIR. The first product of the synthesis was obtained with a yield value of 82.49%, while second product was obtained with a yield value of 74.14%. The characterization result from the first product by FTIR showed that amine group from anthranilic acid compound was substituted with amide and gave C-Br peak in the spectra. The characterization of the second product showed that C-Br peak disappeared, while aliphatic CH group and ionized carboxylate group appeared. Based on these results, the first intermediate compound, 2-(2-bromoacetamido)benzoic acid, and the second intermediate compound, 2-(2-[dibutylamino]acetamido)benzoic acid were successfully synthesized."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S70478
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Cindy Alda Manda Ananti
"ABSTRAK
Tatalaksana diabetes merupakan hal kompleks yang melibatkan serangkaian tindakan medis dan gaya hidup seperti diet secara teratur, olahraga, pengobatan, tes kadar gula, suntik insulin, atau pengobatan oral Glasgow Nutting, 2004 . Rangkaian tatalaksana yang menimbulkan respon psikologis seperti stres bahkan depresi perlu dilaksanakan untuk mencegah komplikasi sehingga dibutuhkan kepatuhan adherence yang baik. Menurut Gherman et al. 2011 , pasien yang lebih percaya diri dalam melakukan perawatan diri memiliki kepatuhan yang lebih baik, hal ini dapat direprsentasikan dalam self-efficacy. Selain self-efficacy, dukungan sosial juga dianggap sebagai faktor yang memengaruhi kepatuhan serta berdampak positif membantu individu menjalani pengobatan. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi dampak interaksi antara self-efficacy dan dukungan sosial terhadap kepatuhan pengobatan penderita diabetes melitus tipe 2. Peneliti menggunakan tiga alat ukur, yaitu The Diabetes Activity Questionnaire TDAQ , Diabetes Management Self-Efficacy Survey DMSES , dan Medical Outcome Study-Social Support Survey MOS-SS . Penelitian ini melibatkan 109 sampel. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, model yang terdiri dari self-efficacy dan dukungan sosial mempengaruhi kepatuhan secara signifikan p.

ABSTRACT
Management of diabetes is a complex matter that involves a series of medical and lifestyle measures such as regular diet, exercise, medication, glucose test, insulin injections or oral medication Glasgow Nutting, 2004 . Management sequences that generate psychological responses such as stress and even depression need to be implemented to prevent complications so that adherence is required. According to Gherman et al. 2011 , patients who are more confident in self care have better adherence, this can be represented in self efficacy. In addition to self efficacy, social support has also considered a factor that affects adherence and has a positive impact on helping individuals through treatment. The purpose of this study was to evaluate the impact of the interaction between self efficacy and social support for treatment adherence with diabetes mellitus type 2. Researchers using three measurements, such as The Diabetes Activity Questionnaire TDAQ , Diabetes Management Self Efficacy Survey DMSES , and the Medical Outcome Study Social Support Survey MOS SS . The study involved 109 samples. Based on the results of multiple regression analysis, the model consists of self efficacy and social support significantly affect adherence p
"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>