Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yonda Gestaningrum
Abstrak :
Tesis ini disusun untuk menilai pengaruh latihan Functional Chewing terhadap fungsi mengunyah pasien anak palsi serebral dengan disfagia fase orofaringeal menggunakan metode penelitian evidence-based case report (EBCR). Pencarian literatur dilakukan pada Cochrane, Pubmed, Science direct, Oxford Academic dan Sage Journals sesuai dengan pertanyaan klinis. Penelitian ini menggunakan meta-analisis pada kedua jurnal yang didapat untuk menilai kualitasnya berdasarkan validitas, kepentingan dan aplikabilitasnya. Dari hasil meta-analisis didapatkan bahwa subjek penelitian adalah disfagia orofaringeal pada anak palsi serebral dengan GMFCS level V dan indikator kemampuan mengunyah Karaduman Chewing Performance Scale (KCPS) 4 yang mendapatkan latihan Functional Chewing memiliki kemampuan mengunyah yang lebih baik dibandingkan yang mendapatkan latihan oromotor tradisional. Kesimpulan penelitian ini adalah latihan Functional Chewing dapat meningkatkan kemampuan mengunyah pada pasien anak palsi serebral dengan disfagia fase orofaringeal. ......This thesis was designed to assess the effect of Functional Chewing exercise on the chewing function of children with cerebral palsy with oropharyngeal dysphagia using an evidence-based case report (EBCR) research method. A literature search was performed on Cochrane, Pubmed, Science direct, Oxford Academic and Sage Journals according to clinical questions. This study uses a meta-analysis of the two journals obtained to assess their quality based on their validity, importance and applicability. From the results of the meta-analysis, it was found that the research subject was oropharyngeal dysphagia in children with cerebral palsy with GMFCS level V and the Karaduman Chewing Performance Scale (KCPS) 4 chewing ability indicator who received Functional Chewing exercise had better chewing ability than those who received traditional oromotor exercise. The conclusion of this study is that Functional Chewing exercises can improve chewing ability in children with cerebral palsy with oropharyngeal dysphagia.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Randi Dias
Abstrak :
Latar belakang: Disfagia merupakan salah satu tanda yang dapat menggambarkan hipofungsi oral pada lansia. Kondisi ini biasanya tidak diperhatikan dan tidak disadari oleh lanjut usia (lansia) serta keluarganya, akibatnya menyebabkan kecacatan dan kematian. Eating Assesment Tool (EAT-10) merupakan alat ukur pemeriksaan awal/skrining terhadap keluhan disfagia. Namun, alat ukur tersebut belum tersedia dalam Bahasa Indonesia. Penelitian hubungan faktor usia, jenis kelamin, pendidikan, dan jumlah penyakit sistemik terhadap disfagia pada lansia masih terbatas sehingga perlu diteliti lebih lanjut. Tujuan: Penelitian ini untuk mendapatkan EAT-10 berbahasa Indonesia (EAT-10-ID) sebagai alat skrining disfagia yang valid dan reliabel pada lansia. Selanjutnya dianalisis hubungan antara faktor sosiodemografi dan jumlah penyakit sistemik dengan disfagia serta mengetahui faktor yang paling berperan terhadap disfagia. Metode: Dilakukan adaptasi lintas budaya EAT-10 dengan metode translate-backward translate. Selanjutnya dilakukan uji validitas dan reliabilitas EAT-10-ID, dianalisis hubungan antara usia, jenis kelamin, pendidikan dan jumlah penyakit sistemik dengan disfagia serta dianalisis faktor yang paling berperan terhadap disfagia pada 121 responden laki-laki dan perempuan berusia ≥ 60 tahun yang mampu berkomunikasi secara lisan atau tulisan dengan bahasa Indonesia. Hasil: Validitas isi dan validitas muka EAT-10-ID terpenuhi dengan baik. Reliabilitas konsistensi internal baik (Cronbach's alpha=0,896) dan reliabilitas konsistensi eksternal sangat baik (ICC =0,935). Hasil uji validitas konvergen menunjukkan nilai yang baik antara EAT- 10-ID dan kualitas hidup (GOHAI) (r =-0,449; p=0,000). Selain itu, EAT-10-ID memiliki hubungan dengan 3 Oz Water Swallow Test sebagai alat ukur gejala klinis disfagia (p=0,00) yang berarti EAT-10-ID memiliki validitas konstruk yang baik dalam membedakan responden yang memiliki risiko dan tidak berisiko disfagia. Titik potong EAT-10-ID yang menunjukkan individu memiliki disfagia dengan skor 3 dengan nilai sensitivitas 94,7% dan spesifisitas 97,1%. Dari keempat variabel yang dianalisis, usia (OR=2,023) dan jumlah penyakit sistemik (OR=2,261) memiliki hubungan bermakna dengan disfagia (p ≤0,05) serta merupakan faktor yang paling berperan terhadap terjadinya disfagia Kesimpulan: EAT-10-ID merupakan alat ukur yang valid dan reliabel untuk pemeriksaan awal/skrining disfagia dengan titik potong 3. Usia dan jumlah penyakit sistemik merupakan faktor yang paling berperan terhadap terjadinya disfagia. ......Introduction: Dysphagia is one of the signs that can describe oral hypofunction in the elderly. This condition is usually not noticed nor realized by the elderly and their families, resulting in disability and death. The Eating Assessment Tool (EAT- 10) is an initial examination/screening tool for dysphagia complaints. However, this measurement tool is not yet available in the Indonesian language. Studies on the relationship between age, gender, education, and the number of systemic diseases towards dysphagia in the elderly are still limited, so further research is needed. Objective: To obtain a valid and reliable EAT-10 in the Indonesian language (EAT-10-ID) as a dysphagia screening tool in the elderly and to analyze the relationship between sociodemographic factors and the number of systemic diseases with dysphagia and find out which factors contribute the most to dysphagia. Method: A cross-cultural adaptation of EAT-10-ID was carried out using the backward-translation method. The EAT-10-ID was given to 121 male and female respondents, aged ≥ 60 years who were able to communicate in Indonesian both orally and in writing in order to test for validity and reliability. Subsequently, the EAT-10-ID was analyzed for the relationship between age, sex, education, and the number of diseases with dysphagia. Moreover, factors that contributed the most to dysphagia were also analyzed. Results: The EAT-10-ID had achieved good content validity and face validity. Internal consistency reliability was good value (Cronbach's alpha=0.896) and excellent external consistency reliability (ICC =0.935). The convergent validity test showed a good value between EAT-10-ID and quality of life (GOHAI) (r = -0.449; p= 0.000). In addition, the EAT-10-ID showed a correlation with the 3 Oz Water Swallow Test as the clinical symptom measurement tool for dysphagia (p=0.000), meaning that the EAT-10-ID had a good construct in distinguishing respondents whether they risk having dysphagia or not. The EAT-10-ID cut off score of 3 which indicated an individual had dypshagia, sensitivity value of 94.7% and specificity value of 97.1%. Of the four variables analyzed, age (OR=2.023) and number of systemic diseases (OR= 2,261) had a significant relationship with dysphagia (p ≤0.05) and was the most contributing factor to dysphagia. Conclusion: The EAT-10-ID with cut off score of 3 is a valid and reliable measurement tool for the initial examination/screening of dysphagia. The age and number of systemic diseases are the factors that contribute the most to the occurrence of dysphagia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Ghassani
Abstrak :
Menelan merupakan mekanisme neurologis dan perilaku kompleks dikontrol oleh otak. Kemampuan menelan memerlukan fungsi kognitif yaitu atensi, memori dan fungsi eksekusi. Disfagia pada stroke disebabkan oleh hilangnya jaringan konektivitas menelan karena berkurangnya aktivasi regio yang terkena dan hemisfer kontralateral. Pada stroke iskemik, lesi otak yang terkena dapat mempengaruhi menelan dan fungsi kognitif. Penurunan fungsi kognitif dapat mempengaruhi fungsi menelan dengan berkurangnya fungsi lipseal, pergerakan otot-otot lidah yang mengakibatkan adnya residu sehingga menjadi disfagia oral. Penelitian ini merupakan studi cross-sectional pada 72 subjek stroke subakut-kronik stroke iskemik. Subjek dengan nilai MoCA <26 akan dilakukan pemeriksaan disfagia dengan FEES (Flexible Endoscopic Evaluation of Swallowing). Hasil penelitian didapatkan 38 subjek dengan disfagia dan 34 orang dengan non-disfagia, dengan rata-rata nilai MoCA INA 23. Domain yang paling terganggu adalah visuospasial/fungsi eksekutif, memori dan atensi. Kesimpulan penelitian ini adalah tidak didapatkan hasil yang signifikan hubungan fungsi kognitif terhadap kejadian disfagia. ......Swallowing is a complex neurological and behavioral mechanism controlled by the brain. Swallowing ability requires cognitive function consists attention, memory and execution function. Dysphagia in stroke is caused by loss of swallowing tissue connectivity due to decreased activation of the affected and contralateral hemispheres. In ischemic stroke, the affected brain lesion can simultaneously affect swallowing and cognitive function. Decreased cognitive function can affect swallowing function which decreased lipseal function, impaired movement of the tongue muscles affected residues in the mouth and result in oral phase dysphagia. The research method used was a cross-sectional on 72 subacute-chronic ischemic stroke subjects. Subjects with MoCA INA results <26 will be assessed for their dysphagia using FEES (Flexible Endoscopic Evaluation of Swallowing). Of the 72 subjects with MoCA INA score <26, 38 subjects had dysphagia and 34 Non-dysphagia. The mean value of the MoCA INA was 23. The most impaired of cognitive domains was visuospatial/executive function, memory and attention. There is no significant relationship between cognitive function and the incidence of dysphagia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Pradana Maryadi
Abstrak :
Anak sindrom Down memiliki risiko komorbiditas yang tinggi akibat silent aspiration yang persisten. Hingga saat ini, belum ada data secara khusus mengenai gambaran disfagia pada anak sindrom Down dengan menggunakan instrumen FEES. Tujuan penelitian: Mengetahui gambaran disfagia pada anak sindrom Down dengan melihat prevalensi, karakteristik subjek dan gambaran disfagia berdasarkan parameter FEES. Metode: Penelitian cross-sectional yang bersifat deskriptif terhadap 43 anak sindrom Down dengan kecurigaan disfagia di RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan pemeriksaan FEES periode November 2019–Januari 2020. Hasil: Prevalensi disfagia didapatkan 13 dari 43 subjek (30,2%). Gejala disfagia pada anak ≤6 bulan adalah apnea saat menyusu (2/2), pada anak >6 bulan adalah hanya makan makanan tertentu atau lebih menyukai cairan kental (8/11). Komorbid yang paling banyak menyertai adalah kelainan jantung dan tiroid (6/13). Komplikasi yang sering terjadi adalah pneumonia aspirasi (4/13). Pada pemeriksaan awal FEES didapatkan lip seal lemah (12/13). Pada pemeriksaan FEES, Preswallowing leakage, residu, penetrasi dan aspirasi paling sering terjadi pada konsistensi air dan susu. Standing secretion (6/13) dan silent aspiration (1/13). Kesimpulan: Prevalensi disfagia sebesar 30,2% dan pada pemeriksaan FEES penetrasi dan aspirasi pada konsistensi cair terutama terjadi pada usia ≤24 bulan. ......Background: Persistent silentaspiration is an often unrecognized comorbidity in children with Down syndrome. However, there is still limited study on the characteristic of dysphagia in children with Down syndrome using FEES. Aim : To find the prevalence and the characteristics of the subjects and dysphagia in children with Down syndrome using FEES’ parameters. Methods: This is a descriptive cross-sectional study involving 43 Down syndrome children with dysphagia suspicion in Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital from November 2019–January 2020. Results: The prevalence of dysphagia was 13 out of 43 subjects (30,2%). Dysphagia symptom in children ≤ 6 months was apnoea while bottle/breast feeding (2/2). Meanwhile, in children > 6 months was food texture selectivity or liquid consistency food preferred (8/11). The comorbidities found mostly were heart anomaly and congenital hypothyroid (6/13). The complication mostly was aspiration pneumonia (4/13). In pre-FESS examination, poor lip sealed was dominant (12/13). In FEES examination, pre-swallowing leakage, residue, penetration, and aspiration were more common in thin and thick liquid. Standing secretion (6/13) and silent aspiration (1/13). Conclusion: The prevalence of dysphagia was 30,2% and in FEES examination, penetration and aspiration were found mostly in thin liquid, ≤24 months of age predominantly.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library