Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Joni Haryadi D.
"Mangrove ecosystem has been studied by many researchers in several topics, such as mangrove density, litter production and decomposition rate, nutrients dynamic, and structure of aquatic organism communities. Since their studies are incomplete, the comprehensive study about mangrove ecology as a unity of vegetations, water and sediment environments, and their relationships on the aquatic organisms, specifically plankton and infernal macrobenthic need more attention. The research was conducted at Blanakan mangrove pond from March - October 2008 which diveded into 4 sampling site such as tambak terbuka (TB), tambak tumpang sari (TS), tambak tanah timbul (IT) and tambak perhutani (TP). The aims of this research were to know and to analysis; (1) standing stock, structure, and composition of mangrove vegetation at Blanakan mangrove pond, (2) production and decomposition of mangrove litter, (3) abiotic factors, (4) the potency of nutrients, (5) the structure of plankton and infaunal macrobenthic Blanakan mangrove pond."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
D1254
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan, 2003
577.7 IND k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Hasroel Thayib
"ABSTRAK
Kegiatan yang dilakukan dalam suatu lingkungan dapat menganggu kesetimbangan ekosistem jika tidak dipahami mekanisme yang bekerja di alam. Pembangunan Indonesia di hampir segala bidang sejak 1968-antelah mengembnagkan Indonesia menjadi negara menuju modernisasi dan memberikan hasil nyata namun banyak menimbulkan dampak yang justru merugikan, bahkan mendatangkan bencana lingkungan. Kkeliruan persepsi dan pemahaman mengenai lingkungan akan dapat mengakibatkan simalakama yang menyebabkan serba salah. Dikemukakan berbagai contoh yang kemudian berkembang menjadi keadaan bagaikan makan buah simalakama lingkungan. Budidaya pertanian perlu mendapatkan perhatian karena menyangkut pengubahan lingkungan areal luas. Hal itu dijelaskan dan dianalisis dari sudut ilmu lingkungan yang bersifat multidisiplin dan interdisiplin dan memerluan kajian holistik dan Komprehensif. Budidaya Sawit yang berkembang Pesat menjanjikan keuntungan ekonomi besar, namun kekeliruan budidayannya yang dilakukan tanpa memahami kaidah ekologis alam telah memicu masalah politik dan hubungan internasional. Lingkungan Nusantara Indonesia, yang adalah bagian terbesar dari Nusantara Indo-Malesia, bersifat unik di muka bumi ini, sehingga kegiatan yang dilakukan di lingkungan tidak begitu saja dapat meniru contoh dan menerapkan teknologi dan cara-cara yang berhasil dilakukan di bagian bumi lain."
Jakarta: The Ary Suta Center, 2019
330 ASCSM 44 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sabarman Ranudiwiryo
"ABSTRAK
Fluktuasi debit sungai di daerah aliran Bengawan Solo Hilir sangat tinggi, hal ini mengakibatkan terjadinya banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Debit sungai yang tinggi akan menyulitkan dalam pemanfaatan sumber daya air baik secara kuantitas maupun kualitas. Debit sungai di daerah aliran Bengawan Solo Hilir berbanding lurus dengan intensitas curah hujan artinya curah hujan yang tinggi akan mempengaruhi secara langsung terhadap besarnya debit sungai di daerah aliran Bengawan Solo Hilir. Dipihak lain kapasitas peresapan (infiltrasi) di daerah aliran Bengawan Solo Hilir sangat kecil.
Penggunaan lahan yang berbeda pada setiap daerah aliran sungai akan mengakibatkan perbedaan jumlah air hujan yang sampai dipermukaan tanah; hal ini akan mempengaruhi besar-kecilnya aliran air limpasan (water run off).
Adanya tanaman penutup lahan (cover crops) akan memperkecil volume dan kecepatan aliran permukaan dan dapat meningkatkan kapasitas peresapan suatu daerah aliran sungai. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji hubungan antara banjir dengan kerusakan ekosistem di daerah aliran Bengawan Solo Hilir. lndikator kerusakan ekosistem yang diukur adalah : debit banjir pada sungai utama (Bengawan Solo) dan cabang-cabang sungai, kapasitas sungai, curah hujan, kapasitas peresapan, sedimen terangkut dan luas tata guna lahan di daerah aliran Bengawan Solo Hilir. Data yang terkumpul dianalisis untuk mencari hubungan antara kerusakan komponen ekosistem dengan bencana banjir yang terjadi di daerah aliran Bengawan Solo Hilir.
Dari hasil analisis tersebut diperoleh suatu bentuk hubungan komponen ekosistem dengan bencana banjir sebagai berikut :
1) semakin tinggi curah hujan akan semakin besar debit banjir,
2) semakin sempit luas vegetasi penutup lahan (cover crops) semakin kecil tingkat peresapan air ke dalam tanah,
3) semakin meningkat debit banjir semakin meningkat pula erosivitas lahan dan semakin tinggi tingkat sedimentasi serta semakin menurun kapasitas sungai.
Dalam upaya menurunkan debit banjir agar sesuai dengan kapasitas sungai (full bank flow) maka perlu dilakukan upaya peningkatan kapasitas peresapan, penurunan kecepatan dan volume aliran permukaan (run of]) dengan mempertebal profit tanah di daerah aliran Bengawan Solo Hilir, memperluas lahan bervegetasi (cover crops) dengan pepohonan yang mempunyai fungsi konservasi.
Dari hasil perhitungan debit sungai pada setiap sub daerah aliran sungai (Y), pengukuran luas sub daerah aliran sungai (Xl), curah hujan (X2), pengukuran luas vegetasi penutup lahan (cover crops) (X3), pengukuran peresapan (X4) serta mengevaluasi kegiatan manusia di setiap sub daerah aliran sungai (C), maka banjir di daerah Bengawan Solo Hilir merupakan fungsi dari (X1,X2,X3,X4 dan C) dari hasil hubungan tersebut didapat bentuk hubungan sebagai berikut :
(1) S.Wulung : Y = 0,1156X1 + 0.0016X2 - 0.0011X3.- 0,0405X4 + 0,9244C
(2) S.Grabagan : Y = 0,0320X1 + 0,0040X2 - 0.0219X3 - 0,02323X4 + 0,970C
(3) S.Tinggang : Y = 0,0212X1 + 0,0040X2 - 0.0086X3 - 0,0140X4 + 0,953C
(4) S.Batokan : Y = 0,0509X1 + 0.0024X2 - 0.0051X3 - 0,0358X4 + 0,9031C
(5) S.Gandong : Y = 0,0630X1 + 0,0019X2 - 0.0066X3 - 0,0440X4 + 0,8830C
(6) S.Tidu : Y = 0,02673X1 + 0,0020X2 - 0.0056X3 - 0,0018X4 + 0,944C
(7) S.Kening : Y = 4,1870X1 + 4,0013X2 - 0.0057X3 - 0,0113X4 + 0,6865C
(8) S.Pacal : Y = 0,0967X1 + 0,0018X2 - 0.0083X3 - 0,0727X4 + 0,8205C
(9) S.Besuki : Y = 0,0276X1+0,0024X2-0.0092X3 - 0,0285X4 + 0,9414C
(10) S.Merkuris : Y = 0,2183X1 + 0,0026X2 - 0.0099X3 - 0,01653X4 +
(11) S.Ingas : Y = 0,02574X1 + 0,0020X2 - 0.0067X3 - 0,0179X4 + 0,946C
(12) S.Cawak : Y = 0,0191X1 + 0,0020X2 - 0.0058X3 - 0,0107X4 + 0,9601C
(13) S.Serning : Y = 0,0594X1 + 0,0014X2 - 0.0029X3 - 0,0415X4 + 0,8889C
(14) S.Brangkal : Y = 0,0685X1 + 0,0013X2 - 0.0037X3 - 0,0414X4 + 0,8857C
(15) S.Semarmendem: Y = 0,0614X1 + 0,0013X2 - 0.0030X3 - 0,043X4 + 0,8882C
Dari persamaan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa banjir di daerah Bengawan Solo Hilir sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia yang berada di sub daerah aliran sungai. Untuk menurunkan debit banjir dan meningkatkan kapasitas resapan perlu dibuat sumur resapan sebanyak 272 (dua ratus tujuh puluh dua) unit sumur resapan.
Pustaka : 41 literatur dan artikel terbitan 1968 - 1994

ABSTRACT
The fluctuation of the water flow in Bengawan Solo Lower Stream catchments area is very high. This is the reason why flood is encountered during the wet season and dryness in the dry season. The flow of the river causes difficulties in utilizing the water resources, both in quality as well as in quantity. The river water flow in Bengawan Solo Lower Stream catchments area is directly proportional to the rainfall intensity, which means that the higher the rain fall intensity the higher river flow in Bengawan Solo Lower Stream catchments area. On the other hand the infiltration rate of the water in Bengawan Solo Lower Stream catchments area is too low. The difference of land use in the Bengawan Solo Lower Stream catchments area causes a difference in the rain water volume reaching the land surface, affecting the rate of water run off. The existence of cover crops can reduce the volume and velocity of water run off and increase the infiltration rate of a catchments area. This study is conducted to assess the correlation between flood and ecosystem destruction in the Bengawan Solo Lower Stream catchments area. The indicators of the ecosystem destruction which will be measure are : the main stream (Bengawan Solo Lower Stream) and its tributaries discharge, river capacity, rain fall, infiltration capasity, sediment loads, and land use area at each sub catchments area. All the data collected will be analyzed to be use as parameters of the correlation between flood and the ecosystem destruction at bengawan Solo Lower Stream catchments area. The result of the data analysis at Bengawan Solo Lower Stream catchments area are as follows :
1. The higher the rain fall intensity, the higher the flood discharge.
2. The narrower the cover crops area, the lesser the infiltration capasity.
3. The higher the discharge the higher the erosion and the higher sedimentation rate, resulting in the decrease of the river capacity.
In order to reduce the peak river discharge so as to match the river capacity (full bank flow) the infiltration capacity needs to be enhanced, the velocity and volume of water run off needs to be reduced by thickening the soil profile at Bengawan Solo Lower Stream catchments area, widening the cover crops area and planting vegetation which have conservation function. Based on the calculation of river discharge (Y) at each sub catchments area, area measurement of the sub catchments area (Xl), measurement of the rain fall intensity (X2), measurement of the cover crops area (X3), measurement of the infiltration capasity (X4) and by evaluating the human resources activity (C) the result of calculation as follows:
(1) S.Wulung : Y = 0,1156X1 + 0.0016X2 - 0.0011X3.- 0,0405X4 + 0,9244C
(2) S.Grabagan : Y = 0,0320X1 + 0,0040X2 - 0.0219X3 - 0,02323X4 + 0,970C
(3) S.Tinggang : Y = 0,0212X1 + 0,0040X2 - 0.0086X3 - 0,0140X4 + 0,953C
(4) S.Batokan : Y = 0,0509X1 + 0.0024X2 - 0.0051X3 - 0,0358X4 + 0,9031C
(5) S.Gandong : Y = 0,0630X1 + 0,0019X2 - 0.0066X3 - 0,0440X4 + 0,8830C
(6) S.Tidu : Y = 0,02673X1 + 0,0020X2 - 0.0056X3 - 0,0018X4 + 0,944C
(7) S.Kening : Y = 4,1870X1 + 4,0013X2 - 0.0057X3 - 0,0113X4 + 0,6865C
(8) S.Pacal : Y = 0,0967X1 + 0,0018X2 - 0.0083X3 - 0,0727X4 + 0,8205C
(9) S.Besuki : Y = 0,0276X1+0,0024X2-0.0092X3 - 0,0285X4 + 0,9414C
(10) S.Merkuris : Y = 0,2183X1 + 0,0026X2 - 0.0099X3 - 0,01653X4 + 0,951C
(11) S.Ingas : Y = 0,02574X1 + 0,0020X2 - 0.0067X3 - 0,0179X4 + 0,946C
(12) S.Cawak : Y = 0,0191X1 + 0,0020X2 - 0.0058X3 - 0,0107X4 + 0,9601C
(13) S.Serning : Y = 0,0594X1 + 0,0014X2 - 0.0029X3 - 0,0415X4 + 0,8889C
(14) S.Brangkal : Y = 0,0685X1 + 0,0013X2 - 0.0037X3 - 0,0414X4 + 0,8857C
(15) Semarmendem River : Y = 0,0614X1 + 0,0013X2 - 0.003030 - 0,043X4 + 0,88820
From the above equations it can be concluded that floods at Bengawan Solo Lower Stream catchments area is more due to human resources activities in the sub catchments area. Bengawan Solo Lower Stream catchments area is characterized by many meanders, high sedimentation, and the horizontal erosion which more intensive than the vertical erosion. Most of rain water (90%) falling in Bengawan Solo Lower Stream becomes run off water while (10%) will infiltrate into the ground. The land use in the Bengawan Solo Lower Stream catchments area may be divided into 6 (six) groups i.e. forest, bushes, dry land, rice fields and swamps. Floods normally occur in December up to March.
In order to limit floods discharge and increase infiltration capacity reforesting is required in each sub catchments area of rivers which is estimated as follows :
(1) Wulung R : 311 km2 (72,66 %),
(2) Grabagan R: 79 km2 (72,48 %),
(3) Tinggang R: 80 km2 (66,12 %),
(4) Batokan R: 147 km2 (70,33 %),
(5) Gandong R: 176 km2 (69,74 %),
(6) Tidu R: 91 km2 (69,74 %),
(7) Kening R: 512 km2 (62,21 %),
(8) Pacal R: 269 km2 (75,14 %),
(9) Besuki R: 98 km2 (75,38 %),
(10) Merkuris R: 81 km2 (75,70 %),
(11) Ingas R: 97 km2 (69,78 %),
(12) Cawak R: 61 km2 (69,78 %),
(13) Serving R: 237 km2 (69,91 %),
(14) Brangkal R: 232 km2 (65,91 %),
(15) Semarmendem R: 230 km2 (65,71 %) .
Foods can be reduced so as to match the river capacity (full bank flow) if 55,95 % to 75,70 % of the Bengawan Solo Lower Stream catchments area which is in the form of forest with conservation function, while in the settlement areas 272 infiltration well are required.
References : 41 Textbooks an articles, published during period 1986 - 1994;ABSTRAK
Fluktuasi debit sungai di daerah aliran Bengawan Solo Hilir sangat tinggi, hal ini mengakibatkan terjadinya banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Debit sungai yang tinggi akan menyulitkan dalam pemanfaatan sumber daya air baik secara kuantitas maupun kualitas. Debit sungai di daerah aliran Bengawan Solo Hilir berbanding lurus dengan intensitas curah hujan artinya curah hujan yang tinggi akan mempengaruhi secara langsung terhadap besarnya debit sungai di daerah aliran Bengawan Solo Hilir. Dipihak lain kapasitas peresapan (infiltrasi) di daerah aliran Bengawan Solo Hilir sangat kecil.
Penggunaan lahan yang berbeda pada setiap daerah aliran sungai akan mengakibatkan perbedaan jumlah air hujan yang sampai dipermukaan tanah; hal ini akan mempengaruhi besar-kecilnya aliran air limpasan (water run off).
Adanya tanaman penutup lahan (cover crops) akan memperkecil volume dan kecepatan aliran permukaan dan dapat meningkatkan kapasitas peresapan suatu daerah aliran sungai. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji hubungan antara banjir dengan kerusakan ekosistem di daerah aliran Bengawan Solo Hilir. lndikator kerusakan ekosistem yang diukur adalah : debit banjir pada sungai utama (Bengawan Solo) dan cabang-cabang sungai, kapasitas sungai, curah hujan, kapasitas peresapan, sedimen terangkut dan luas tata guna lahan di daerah aliran Bengawan Solo Hilir. Data yang terkumpul dianalisis untuk mencari hubungan antara kerusakan komponen ekosistem dengan bencana banjir yang terjadi di daerah aliran Bengawan Solo Hilir.
Dari hasil analisis tersebut diperoleh suatu bentuk hubungan komponen ekosistem dengan bencana banjir sebagai berikut :
1) semakin tinggi curah hujan akan semakin besar debit banjir,
2) semakin sempit luas vegetasi penutup lahan (cover crops) semakin kecil tingkat peresapan air ke dalam tanah,
3) semakin meningkat debit banjir semakin meningkat pula erosivitas lahan dan semakin tinggi tingkat sedimentasi serta semakin menurun kapasitas sungai.
Dalam upaya menurunkan debit banjir agar sesuai dengan kapasitas sungai (full bank flow) maka perlu dilakukan upaya peningkatan kapasitas peresapan, penurunan kecepatan dan volume aliran permukaan (run of]) dengan mempertebal profit tanah di daerah aliran Bengawan Solo Hilir, memperluas lahan bervegetasi (cover crops) dengan pepohonan yang mempunyai fungsi konservasi.
Dari hasil perhitungan debit sungai pada setiap sub daerah aliran sungai (Y), pengukuran luas sub daerah aliran sungai (Xl), curah hujan (X2), pengukuran luas vegetasi penutup lahan (cover crops) (X3), pengukuran peresapan (X4) serta mengevaluasi kegiatan manusia di setiap sub daerah aliran sungai (C), maka banjir di daerah Bengawan Solo Hilir merupakan fungsi dari (X1,X2,X3,X4 dan C) dari hasil hubungan tersebut didapat bentuk hubungan sebagai berikut :
(1) S.Wulung : Y = 0,1156X1 + 0.0016X2 - 0.0011X3.- 0,0405X4 + 0,9244C
(2) S.Grabagan : Y = 0,0320X1 + 0,0040X2 - 0.0219X3 - 0,02323X4 + 0,970C
(3) S.Tinggang : Y = 0,0212X1 + 0,0040X2 - 0.0086X3 - 0,0140X4 + 0,953C
(4) S.Batokan : Y = 0,0509X1 + 0.0024X2 - 0.0051X3 - 0,0358X4 + 0,9031C
(5) S.Gandong : Y = 0,0630X1 + 0,0019X2 - 0.0066X3 - 0,0440X4 + 0,8830C
(6) S.Tidu : Y = 0,02673X1 + 0,0020X2 - 0.0056X3 - 0,0018X4 + 0,944C
(7) S.Kening : Y = 4,1870X1 + 4,0013X2 - 0.0057X3 - 0,0113X4 + 0,6865C
(8) S.Pacal : Y = 0,0967X1 + 0,0018X2 - 0.0083X3 - 0,0727X4 + 0,8205C
(9) S.Besuki : Y = 0,0276X1+0,0024X2-0.0092X3 - 0,0285X4 + 0,9414C
(10) S.Merkuris : Y = 0,2183X1 + 0,0026X2 - 0.0099X3 - 0,01653X4 +
(11) S.Ingas : Y = 0,02574X1 + 0,0020X2 - 0.0067X3 - 0,0179X4 + 0,946C
(12) S.Cawak : Y = 0,0191X1 + 0,0020X2 - 0.0058X3 - 0,0107X4 + 0,9601C
(13) S.Serning : Y = 0,0594X1 + 0,0014X2 - 0.0029X3 - 0,0415X4 + 0,8889C
(14) S.Brangkal : Y = 0,0685X1 + 0,0013X2 - 0.0037X3 - 0,0414X4 + 0,8857C
(15) S.Semarmendem: Y = 0,0614X1 + 0,0013X2 - 0.0030X3 - 0,043X4 + 0,8882C
Dari persamaan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa banjir di daerah Bengawan Solo Hilir sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia yang berada di sub daerah aliran sungai. Untuk menurunkan debit banjir dan meningkatkan kapasitas resapan perlu dibuat sumur resapan sebanyak 272 (dua ratus tujuh puluh dua) unit sumur resapan.
Pustaka : 41 literatur dan artikel terbitan 1968 - 1994

ABSTRACT
The fluctuation of the water flow in Bengawan Solo Lower Stream catchments area is very high. This is the reason why flood is encountered during the wet season and dryness in the dry season. The flow of the river causes difficulties in utilizing the water resources, both in quality as well as in quantity. The river water flow in Bengawan Solo Lower Stream catchments area is directly proportional to the rainfall intensity, which means that the higher the rain fall intensity the higher river flow in Bengawan Solo Lower Stream catchments area. On the other hand the infiltration rate of the water in Bengawan Solo Lower Stream catchments area is too low. The difference of land use in the Bengawan Solo Lower Stream catchments area causes a difference in the rain water volume reaching the land surface, affecting the rate of water run off. The existence of cover crops can reduce the volume and velocity of water run off and increase the infiltration rate of a catchments area. This study is conducted to assess the correlation between flood and ecosystem destruction in the Bengawan Solo Lower Stream catchments area. The indicators of the ecosystem destruction which will be measure are : the main stream (Bengawan Solo Lower Stream) and its tributaries discharge, river capacity, rain fall, infiltration capasity, sediment loads, and land use area at each sub catchments area. All the data collected will be analyzed to be use as parameters of the correlation between flood and the ecosystem destruction at bengawan Solo Lower Stream catchments area. The result of the data analysis at Bengawan Solo Lower Stream catchments area are as follows :
1. The higher the rain fall intensity, the higher the flood discharge.
2. The narrower the cover crops area, the lesser the infiltration capasity.
3. The higher the discharge the higher the erosion and the higher sedimentation rate, resulting in the decrease of the river capacity.
In order to reduce the peak river discharge so as to match the river capacity (full bank flow) the infiltration capacity needs to be enhanced, the velocity and volume of water run off needs to be reduced by thickening the soil profile at Bengawan Solo Lower Stream catchments area, widening the cover crops area and planting vegetation which have conservation function. Based on the calculation of river discharge (Y) at each sub catchments area, area measurement of the sub catchments area (Xl), measurement of the rain fall intensity (X2), measurement of the cover crops area (X3), measurement of the infiltration capasity (X4) and by evaluating the human resources activity (C) the result of calculation as follows:
(1) S.Wulung : Y = 0,1156X1 + 0.0016X2 - 0.0011X3.- 0,0405X4 + 0,9244C
(2) S.Grabagan : Y = 0,0320X1 + 0,0040X2 - 0.0219X3 - 0,02323X4 + 0,970C
(3) S.Tinggang : Y = 0,0212X1 + 0,0040X2 - 0.0086X3 - 0,0140X4 + 0,953C
(4) S.Batokan : Y = 0,0509X1 + 0.0024X2 - 0.0051X3 - 0,0358X4 + 0,9031C
(5) S.Gandong : Y = 0,0630X1 + 0,0019X2 - 0.0066X3 - 0,0440X4 + 0,8830C
(6) S.Tidu : Y = 0,02673X1 + 0,0020X2 - 0.0056X3 - 0,0018X4 + 0,944C
(7) S.Kening : Y = 4,1870X1 + 4,0013X2 - 0.0057X3 - 0,0113X4 + 0,6865C
(8) S.Pacal : Y = 0,0967X1 + 0,0018X2 - 0.0083X3 - 0,0727X4 + 0,8205C
(9) S.Besuki : Y = 0,0276X1+0,0024X2-0.0092X3 - 0,0285X4 + 0,9414C
(10) S.Merkuris : Y = 0,2183X1 + 0,0026X2 - 0.0099X3 - 0,01653X4 + 0,951C
(11) S.Ingas : Y = 0,02574X1 + 0,0020X2 - 0.0067X3 - 0,0179X4 + 0,946C
(12) S.Cawak : Y = 0,0191X1 + 0,0020X2 - 0.0058X3 - 0,0107X4 + 0,9601C
(13) S.Serning : Y = 0,0594X1 + 0,0014X2 - 0.0029X3 - 0,0415X4 + 0,8889C
(14) S.Brangkal : Y = 0,0685X1 + 0,0013X2 - 0.0037X3 - 0,0414X4 + 0,8857C
(15) Semarmendem River : Y = 0,0614X1 + 0,0013X2 - 0.003030 - 0,043X4 + 0,88820
From the above equations it can be concluded that floods at Bengawan Solo Lower Stream catchments area is more due to human resources activities in the sub catchments area. Bengawan Solo Lower Stream catchments area is characterized by many meanders, high sedimentation, and the horizontal erosion which more intensive than the vertical erosion. Most of rain water (90%) falling in Bengawan Solo Lower Stream becomes run off water while (10%) will infiltrate into the ground. The land use in the Bengawan Solo Lower Stream catchments area may be divided into 6 (six) groups i.e. forest, bushes, dry land, rice fields and swamps. Floods normally occur in December up to March.
In order to limit floods discharge and increase infiltration capacity reforesting is required in each sub catchments area of rivers which is estimated as follows :
(1) Wulung R : 311 km2 (72,66 %),
(2) Grabagan R: 79 km2 (72,48 %),
(3) Tinggang R: 80 km2 (66,12 %),
(4) Batokan R: 147 km2 (70,33 %),
(5) Gandong R: 176 km2 (69,74 %),
(6) Tidu R: 91 km2 (69,74 %),
(7) Kening R: 512 km2 (62,21 %),
(8) Pacal R: 269 km2 (75,14 %),
(9) Besuki R: 98 km2 (75,38 %),
(10) Merkuris R: 81 km2 (75,70 %),
(11) Ingas R: 97 km2 (69,78 %),
(12) Cawak R: 61 km2 (69,78 %),
(13) Serving R: 237 km2 (69,91 %),
(14) Brangkal R: 232 km2 (65,91 %),
(15) Semarmendem R: 230 km2 (65,71 %) .
Foods can be reduced so as to match the river capacity (full bank flow) if 55,95 % to 75,70 % of the Bengawan Solo Lower Stream catchments area which is in the form of forest with conservation function, while in the settlement areas 272 infiltration well are required.
References : 41 Textbooks an articles, published during period 1986 - 1994"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Made Cita
"ABSTRAK
Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan R.I. Nomor 756/KPTSII/90 tertanggal 17 Desember 1990. Kelengkapan peraturan seperti tersebut merupakan unsur penting dalam suatu sistem pengelolaan taman nasional. Namun yang lebih penting lagi adalah dukungan dan peranserta masyarakat.
Dukungan dan peranserta masyarakat itu hanya akan diperoleh, apabila di satu pihak taman nasional ini dapat meberikan manfaat nyata bagi masyarakat, dan di pihak yang lain, masyarakat memahami bahwa, eksistensi taman nasional ini penting bagi generasi mendatang sehingga perlu dilestarikan. Akan tetapi di dalam kenyataannya bahwa, taman nasional ini relatif belum dapat mendorong pemanfaatan secara rasional dari kawasan marginal, sementara masyarakat untuk sebagian besar kehidupannya bergantung pada sumberdaya alam yang ada di hutan, yang pada umumnya dimanfaatkan atas dasar hak-hak tradisional. Aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam yang dibutuhkan oleh masyarakat demi kelangsungan hidupnya, diduga mempunyai dampak terhadap ekosistem Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak aktivitas masyarakat terhadap ekosistem Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, serta pola-pola bagi aktivitas masyarakat yang menimbulkan dampak tersebut. Untuk itu, lokasi penelitian ditetapkan di dalam kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai dan di wilayah pedesaan sekitarnya. Penelitian di dalam kawasan dilakukan dengan cara pengamatan terutama pada unit-unit pengamatan tertentu, yaitu di sepanjang jalan setapak, lintasan satwa, tempat makan satwa, daerah rawa, sungai dan kawasan marginal. Tujuannya adalah untuk mengetahui keadaan fisik kawasan, potensi flora maupun fauna serta tingkat pengelolaan taman nasional ini. Sedangkan penelitian terhadap masyarakat di sekitarnya dilakukan dengan menggunakan schedule terhadap 150 unit sampel yang ditarik secara multiple stage random sampling. Di samping itu dilakukan pula wawancara terhadap sejumlah responden. Tujuannya adalah untuk mengetahui pola-pola bagi aktivitas masyarakat yang diduga menimbulkan dampak terhadap ekosistem Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai. "
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resi Diniyanti
"

 

Salah satu tujuan utama dibentuknya kawasan konservasi adalah untuk menjaga ekosistem dan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Setiap tahun pemerintah mengalokasikan anggaran untuk pengelolaan kawasan konservasi, namun degradasi dan deforestasi di sebagian lokasi kawasan konservasi tetap terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh anggaran pemerintah untuk pengelolaan kawasan konservasi terhadap pengendalian laju deforestasi di Indonesia. Menggunakan model panel dinamis dengan estimasi System Generalized Method of Moment (GMM), penelitian ini menganalisis perubahan tutupan hutan (deforestasi) dan data anggaran pengelolaan kawasan konservasi di 43 taman nasional yang tersebar di 114 Kabupaten/Kota selama kurun waktu 2013-2017. Hasil estimasi menunjukkan bahwa alokasi anggaran pemerintah untuk kegiatan perlindungan hutan dan tenaga pengamanan hutan berpengaruh dalam mengendalikan laju deforestasi. Namun ditemukan bahwa anggaran untuk pemberdayaan masyarakat ternyata tidak berpengaruh dalam mengendalikan deforestasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemerintah perlu memperhatikan alokasi anggaran pada kegiatan yang berpengaruh secara langsung terhadap pengendalian deforestasi.


One of the main objectives of the establishment of a conservation area is to preserve the ecosystem and biodiversity. The government allocates budget for conservation areas, but in some locations degradation and deforestation still persist. This study aims to examine whether government spending has impact to control deforestation in conservation areas in Indonesia. Utilizing a dynamic panel model with a Generalized Method of Moment (GMM) estimation, this study uses the forest cover data in 43 national parks that lies in 114 districts / cities during 2013-2017. The results show that the government spending for forest protection activities and forest ranger has an effect on controlling the deforestation rate in conservation area. However, there is no evidence showing correlation between the spending for community empowerment to deforestation control. This indicates that the government should consider budget allocation to make deforestation control more effective.

"
2020
T54996
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ella Whidayanti
"Pesisir Barat Kabupaten Pandeglang yang menghadap Selat Sunda merupakan daerah yang rawan terhadap terjadinya bencana alam. Tinggi gelombang dan pasang surut air laut, termasuk tsunami merupakan bencana yang sering melanda pesisir tersebut. Eksosistem mangrove yang merupakan bagian dari ekosistem pesisir memiliki peranan penting dalam mengurangi bencana alam akibat gelombang air laut. Di samping dapat mengurangi terjadinya abrasi, sistem perakaran mangrove dapat menahan laju sedimentasi. Sehingga akan memperluas garis pantai atau akresi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekosistem mangrove terhadap perubahan garis pantai yang berupa abrasi dan akresi dalam kurun waktu 10 tahun dari tahun 2010 hingga 2020. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan memanfaatkan Remote Sensing dan teknologi GIS. Pengumpulan data menggunakan citra satelit Landsat 7 ETM+ Tahun 2010, Landsat 8 OLI/TRS Tahun 2015 dan 2020. Pengolahan data spasial menggunakan google earth engine, software ArcGIS 10.6 dan ENVI 5.3. Data perubahan ekosistem mangrove diperoleh dengan menggunakan metode NDVI. Teknis GIS digunakan untuk analisis data laju perubahan garis pantai secara spasial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari tahun 2010 hingga 2020, ekosistem mangrove selalu mengalami perubahan setiap periodenya. Ekosistem mangrove di sepanjang pesisir Kabupaten Pandeglang mengalami penambahan dari tahun 2010 hingga 2015, namun kembali berkurang pada tahun 2020 akibat bencana tsunami Banten tahun 2018. Perubahan ini tentunya juga mempengaruhi terjadinya perubahan garis pantai. Berdasarkan hasil analisis statistik, penurunan luas mangrove mempunyai pengaruh sebesar 48,63% terhadap luas abrasi dan penambahan luas mangrove mempunyai pengaruh sebesar 51,7% terhadap luas akresi. Secara spasial penelitian ini menunjukkan penurunan dan penambahan luas mangrove berbanding lurus dengan perubahan luas abrasi dan akresi.
......The coastal area of Pandeglang Regency , which faces the Sunda Strait, is prone to natural disaters. As the high wave tides, and in same periode including tsunami, are the named type of disasters that frequently hit the area. Mangrove ecosystem that are the part of coastal ecosystems have an importance role in reducing natural disasters caused by seawater waves. In addition to preventing abrasion, the mangrove root system can hold sediment. So that it will expand the coastline or accretion. This study aims to determine the effect of existence of mangrove ecosystems on coastline change in the form of abrasion and accretion within ten years during 2010 to 2020. The research method uses remote sensing and GIS Technology. The remote sensing data collection uses is separate into Landsat 7 ETM+ for 2010 and Landsat 8 OLI/TRS for 2015 and 2020. Spatial data processing using google earth engine, ArcGIS 10.6 and ENVI 5.3 software. Mangrove ecosystem change data is obtained using NDVI method. GIS technology is used for spatial analysis of coastline change rate data. As a result of this study show that during 2010 to 2020, mangrove ecosystems always change every period. Mangrove ecosystems along the coastal area of Pandeglang Regency increased during 2010 to 2020, but decreased in 2020 caused by Banten Tsunami disaster in 2018. This change certainly also affects the change of coastline. Based on the results of statistical analysis, the decrease in mangrove area has an influence of 48.68% on the area of abrasion, and the addition of mangrove area has an influence of 51.7% on the area of accretion. Spatially revealed that the decrease and the addition of mangrove area is proportional to the area changes abrasion and accretion."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alkindi Hakim
"Restorasi ekosistem merupakan salah satu program pemerintah yang bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan ekosistem pada hutan yang telah rusak dan peningkatan kapasitas masyarakat lokal yang ada disekitarnya. Salah satu hutan restorasi ekosistem di Indonesia adalah Hutan Harapan yang dikelola oleh PT. Restorasi Ekosistem Indonesia. Perubahan hutan produksi menjadi kawasan lindung berdampak pada kehidupan masyarakat desa Sako Suban yang terletak di sekitar wilayah konsesi PT. REKI. Penelitian ini membahas dampak mata pencarian masyarakat Sako Suban akibat kebijakan restorasi ekosistem. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi lapangan. Hasil perolehan data dianalisis dengan konsep mata pencarian berkelanjutan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa usaha merestorasi ekosistem mempersempit ruang gerak masyarakat Desa Sako Suban yang bermata pencarian mengandalkan hasil hutan. Akan tetapi untuk menciptakan mata pencarian berkelanjutan tidak dapat hanya memberikan tekanan dan hukuman kepada pelanggar peraturan. Tetapi masyarakat diberikan alternatif mata pencarian agar dapat berkolaborasi dalam mengkonservasi hutan.
......Ecosystem restoration is a government program that aims to restore ecosystems' balance to damaged forests and increase the capacity of local communities around them. One of the ecosystem restoration forests in Indonesia is Hutan Harapan, which is managed by PT. Indonesian Ecosystem Restoration. The conversion of the production forest into a protected area impacts the people of Sako Suban village, which is located around the concession area of PT. REKI. This research discusses the impact of the livelihoods of the Sako Suban community due to ecosystem restoration policies. Collecting data used in this study were interviews and field observations. The results of data acquisition were analyzed using the concept of sustainable livelihoods. This study's results indicate that efforts to restore the ecosystem narrowed the space for Sako Suban Village people, whose eyes were to rely on forest products. However, creating sustainable livelihoods can not only provide pressure and punishment to rule-breakers. But the community is given alternative livelihoods so that they can collaborate in conserving forests"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pemanfataan sumberdaya alam melebihi daya dukungnya , akan memicu terjadinya bencana lingkungan . Situasi ini mengharuskan kita belajar dari perilaku masyarakat adat dalam mengelola lingkungan. Secara ekologis manusia memiliki keterikatan dan ketergantungan dengan alam sekitarnya dalam membentuk keseimbangan lingkungan...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Muricid gastropods of the genus drupella spp, are comman snails throughout the tropical Indo-Pacific. These snails prey exclusively on living coral tissue but they rarely present in sufficient numbers to cause coral mortality...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>