Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta : Indonesia Corruption Watch, 2004
324.66 MOD
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Febriyan M.
"Pemilihan Umum yang Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia untuk menyusun lembaga-lembaga permusyawaratanlperwakilan rakyat yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) serta Presiden dan Wakil Presiden perlu diselenggarakan berdasarkan demokrasi pancasila, yang pelaksanaanya dilakukan dengan jujur dan adil. Tetapi, tak satupun yang dapat menjamin seluruh manusia selalu bertindak jujur dan adil dalam segala aspek kehidupannya begitu pula partai politik dalam rangka pelaksanaan pemilu.
Perkembangan tindak pidana pemilu di Indonesia dalam Pemilu 2004 i.ni terjadi sangat cepat dan sangat banyak karena sifatnya yang serentak dan menjangkau seluruh wilayah pemilihan di Indonesia yang mempunyai potensi terjadinya kejahatan dan pelanggaran pemilu. Mengingat pentingnya pemilu bagi sebuah negara demokrasi, maka adalah tidak berlebihan bila dikatakan bahwa kebersihan, kejujuran dan keadilan pelaksanaan pemilu akan mencerminkan kualitas demokrasi di negara yang bersangkutan. Hal lain ditandai juga dengan upaya keras oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU),Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu), kepolisian dan kejaksaan melalui peraturan-peraturan yang ada untuk terus mengawasi dan memantau jalannya pemilu.
Oleh karena itu tindak pidana pemilu yang dilakukan orang-perorangan dan partai politik sebagai subyek tindak pidana Pemilu perlu mendapatkan perhatian yang besar. Fungsi dari Undang-undang Pemilu adalah merupakan sarana untuk mencegah tindakan-tindakan yang tidak demokratis terhadap pelaksanaan pemilu yang dalam ketentuannya banyak mengatur hal - hal yang pokok saja, maka sebelum ada peraturan pelaksananya sudah barang tentu dalam penerapannya akan menghadapi hambatan.
Dalam kasus tindak pidana pemilu terdapat kesulitan bagi aparat penegak hukum, seperti untuk menentukan siapa yang menjadi subyek tindak pidana pemilu. Di samping itu, penerapan hukum pada tindak pidana pemilu yang dilakukan oleh partai politik merupakan kendala tersendiri. Tindak pidana pemilu sering terjadi secara bersama-sama, baik itu melibatkan orang perorangan, pengurus serta partai politiknya sendiri, sehingga sulit untuk menentukan siapa saja yang bertanggungjawab.
Selain menyediakan alat bukti, aparat penegak hukum juga harus cermat dalam menentukan tersangkanya yang ternyata sulit untuk menempatkan apakah orang perorangan, pengurus atau partai politik sebagai tersangka. Pada tingkat penuntutan kesulitan yang dihadapi oleh Penuntut Umum sebagai pihak yang membawa perkara tersebut di muka pengadilan adalah memenuhi persyaratan formil dan materiil KUHAP khususnya Pasal 143 ayat (2) KUHAP.
Apabila ketentuan pada Pasal 143 ayat (2) KUHAP tersebut tidak dipenuhi maka pada Pasal 143 ayat (3) KUHAP menyatakan bahwa surat dakwaan tersebut batal demi hukum. Dihubungkan dengan partai politik sebagai pelaku tindak pidana pemilu, jaksa harus mempertahankan hasil penyidikan yang disertai dengan bukti-bukti kuat yang nantinya bisa membawa pada putusan final hakim yang menyatakan partai politiklah yang bertanggung jawab atas tindak pidana yang terjadi.
Dalam penelitian ini penulis juga berusaha untuk mengungkapkan hambatan dan kendala yang dihadapi oleh aparat penegak hukum dalam penanganan tindak pidana pemilu yang dilakukan oleh orang-perorangan, pengurus partai politik dan partai politik serta untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum dalam kasus tindak pidana pemilu khususnya ditinjau dari segi pertanggunjawaban pidana. Pada akhir penelitian, penulis mampu untuk menemukan permasalahan-permasalahan pokok yang menjadi penghambat dalam penuntutan tindak pidana pemilu serta bagaimana penerapan hukum dalam kasus tindak pidana pemilu di Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14556
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mokhamad Sodikin
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang Huru-hara demokratisasi lokal khususnya kasus kerusuhan pilkada yang menempatkan ruang spasial di Kabupaten Tuban. Temporal yang diambil adalah perisitiwa kerusuhan Pilkada tahun 2006 yang mencoba ditarik mundur dengan menelisik berbagai situasi dan peristiwa politik lokal sejak terpilihnya Haeny sebagai wakil ketua DPRD kabupaten Tuban pada tahun 1997. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi gejala-gejala sosial yang menyertai setiap peristiwa dan momentum politik yang berujung pada kerusuhan Pilkada pada tahun 2006. Berbagai kasus kerusuhan pilkada di Indonesia bersifat partikulistik dengan faktor determinan yang berbeda-beda. Kerusuhan pilkada kabupaten tuban 2006 merupakan kasus kerusuhan yang tidak disebabkan oleh faktor tunggal, terdapat banyak faktor pendukung lain yang menyebabkan meletusnya perirtiwa Tuban membara tahun 2006. Faktor Meletusnya peristiwa kerusuhan pilkada tuban tahun 2006 disebakan oleh faktor umum dan faktor khusus. Faktor umum yang menyebabkan kerusuhan Pilkada tuban dipicu oleh banyaknya kecurangan Pilkada yang dilakukan oleh kubu pasangan Haeny-Lilik Heli yang mengakibatkan kekalahan yang terpaut tipis di kubu Noor Nahar-Tjong Ping Nonstop . Berita mengenai berbagai kecurangan yang dilakukan oleh kubu Heli begitu cepat menyebar di kalangan pendukung Nonstop sehingga terjadi gerakan massa untuk melakukan aksi. Sedangkan sebab khusus kerusuhan pilkada tuban dipicu oleh latar belakang politik di Kabupaten Tuban yang bersifat unik antara Partai Golkar dan PDIP dan PKB. Politik lanjutan yang digelar pasca pemilu 1999 telah menimbulkan sejumlah ketegangan pada elit politik hingga massa pendukungnya. Proses lanjutan tersebut diantaranya merupakan persaingan Partai Golkar, PDIP dan PKB dalam memperebutkan kursi Ketua DPRD Kabupaten Tuban periode 1999-2004 yang berakhir dengan kemenangan Haeny Relawati dari Partai Golkar. Tidak hanya sampai disitu pertarungan lanjutan yang sebenarnya justru terjadi pada Pilkada Tuban 2001 yang memperebutkan kursi Bupati dan Wakil Bupati Tuban periode 2001-2006.

ABSTRACT
This thesis discusses the local democratization riots, especially in the case of regional elections that place spatial space in Tuban Regency. Temporal taken is the event of 2006 elections that was elected by Haeny as vice chairman of Tuban district council in 1997. This is done to identify the social phenomena that accompany every political event and momentum which led to unrest in 2006. Various cases of regional election unrest in Indonesia are particulate with different determinants. The eruption of the incidents of the regional head election in 2006 was the result of the eruption of the incidents of the regional head election in 2006 was caused by general factors and special factors. The general factor causing the unrest of Tuban election was triggered by the number of election fraud conducted by the Haeny Lilik Heli stronghold which resulted in a slight deficit in the Noordin Nahar Tjong Ping Nonstop group. News of the various fraud by Heli stronghold so rapid spread among Nonstop supporters so that the mass movement to take action. While the unique causes of the election unrest were triggered by the political background in Tuban Regency which is unique between Golkar Party and PDIP and PKB. The continued politics that followed post 1999 elections has caused some tension in the political elite to the masses of supporters. The follow up process among others is the competition of Golkar Party, PDI P, and PKB in fighting for Chairman of Tuban District Council of 1999 2004 period ended with Haeny Relawati victory from Golkar Party. Not only there was a follow up fighting that actually happened at the Tuban election 2001 who was fighting over the seat of Regent and Vice Regent of Tuban period 2001 2006. "
2017
T51447
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Prakoso
Jakarta: Rajawali, 1987
345.023 DJO t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Topo Santoso
Jakarta: Sinar Grafika, 2006
345.023 TOP t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover