Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ria Anggraeni
"Sebagian besar masyarakat menyampaikan pengetahuan etnobotani secara lisan sehingga banyak dari pengetahuan mereka tidak terdokumentasikan. Tingkat pengetahuan etnobotani dipengaruhi oleh umur pada masyarakat. Namun, beberapa penelitian menyatakan bahwa tingkat pengetahuan etnobotani tidak dipengaruhi oleh umur. Oleh karena itu, perlu dilakukan pendekatan etnobotani untuk mendokumentasikan pengetahuan etnobotani dan mengetahui pengaruh umur pada masyarakat pada tingkat pengetahuan tersebut.
Penelitian dilakukan pada masyarakat subetnis Batak Toba di Desa Peadungdung, Sumatera Utara. Pengumpulan data etnobotani dan deskripsi desa dilakukan dengan metode wawancara terbuka dan semistruktural. Analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif, yaitu mengelompokkan spesies tumbuhan berdasarkan kategori guna dan pendekatan kuantitatif, yaitu analisis UVs, ICS dan LUVI.
Hasil penelitian menunjukkan 163 spesies tumbuhan berguna dimanfaatkan oleh masyarakat dan dikelompokkan berdasarkan kegunaan, yaitu bahan pangan (71 spesies), kayu bakar (25 spesies), teknologi lokal (18 spesies), obat-obatan (92 spesies), konstruksi bangunan (13 spesies), tali-temali 15 spesies), pakan ternak (20 spesies), kerajinan (11 spesies), simbol (21 spesies) dan berpotensi ekonomi (12 spesies). Arenga pinnata merupakan spesies tumbuhan dengan nilai kultural (ICS) dan nilai guna (UVs) tertinggi. Bahan pangan merupakan kategori guna dengan nilai kepentingan lokal (LUVI) tertinggi, yaitu 9,9%. Tingkat pengetahuan etnobotani terendah pada kelompok responden berumur 17--30 tahun.

Orally delivery about ethnobotanical knowledge cause the knowledge is not documented. The level of ethnobotanical knowledge in a society?s are different based on the age. However, some studies suggest that the level of ethnobotanical knowledge are not affected by age. Therefore, the ethnobotanical approach needs to documenting the ethnobotanical knowledge and identify the knowledge level of the local society about the use of plants.
The study was conducted in Batak Toba sub-ethnic society in Peadungdung rural, North Sumatera. This study used open interview and semi-structured interview. The data were analyzed qualitatively by categorizing plant species based on their use dan quantitatively by measuring ICS, UVs and LUVI.
The result show that 163 species of plant are used which are as food (71 species), fuelwood (25 species), local technology (18 species), medicines (92 species), the building materials (13 species), ropes (15 species), fodder (20 species), crafts (11 species), symbols (21 species) and economic potential (12 species). Arenga pinnata is the species with the highest value of ICS and UVs. Food is the most important use category because have the highest value of local interests (LUVI), that is 9,9%. The lowest level of ethnobotanical knowledge goes to 17--30 years-old respondent.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S44378
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofiah Rohmat
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang etnobotani pada masyarakat suku Dayak Ngaju di kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, dari Februari ndash; Juli 2014 dan Februari ndash; Mei 2017. Tujuan penelitian untuk mendokumentasikan pengetahuan lokal tentang keanekaragaman tumbuhan dan pemanfaatannya pada berbagai kategori guna, serta keanekaragaman tumbuhan obat yang dimanfaatkan untuk mengobati berbagai penyakit. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, survey lapangan, observasi partisipatif dan Focus Group Discussion FGD dengan distribusi kerikil. Data dianalisis dengan statistika deskriptif, penghitungan nilai Local User rsquo;s Value Index LUVI dan nilai Index of Cultural Significance ICS . Terdapat 259 spesies yang termasuk ke dalam 193 genus dan 85 famili yang dikenal masyarakat suku Dayak Ngaju di kecamatan Mantangai. Spesies tetumbuhan tersebut dimanfaatkan untuk berbagai kategori kegunaan. Sebanyak 151 spesies dari 128 genus dan 68 famili dimanfaatkan untuk mengobati 78 jenis penyakit. Berdasarkan analisis LUVI, didapatkan 124 spesies tumbuhan yang dianggap penting berdasarkan persepsi masyarakat. Curcuma domestica dan Oryza sativa memeroleh nilai ICS tertinggi yaitu masing-masing 61 dan 60. C. domestica dimanfaatkan sebagai bumbu, obat dan pewarna, sedangkan O. sativa dimanfaatkan sebagai makanan pokok, ritual. dan obat tradisional. Nilai tertinggi ICS pada tumbuhan obat terdapat pada cabi Piper longum dan henda Curcuma domestica yang dimanfaatkan untuk mengobati meroyan dan berbagai jenis penyakit.

ABSTRACT
A research of ethnobotanical study of Dayak Ngaju tribe communities, in Mantangai sub district, Kapuas regency, Central Kalimantan was conducted from February to July 2014 and February to May 2017. The aim of this study was to preserve local knowledge of plant diversity and their uses and the diversity of medicinal plants to cure various disease. Data was collect through interview, field survey, participatory observation and Focus Group Discussion FGD by Pebble Distribution Method PDM . The data was analized by descriptive statistics, Local User rsquo s Value Index LUVI and Index of Cultural Significance ICS . A total of 259 plants species including 193 genus and 85 families known by Dayak Ngaju tribe communities in Mantangai sub district. Those plants species used for various useful category. A total of 151 plants species from 128 genus and 68 families used to cure 78 type of disease. Based on LUVI analysis, there were 124 plants species as important species based on communities perception. Curcuma domestica and Oryza sativa get the highest value of ICS as many as 61 and 60. Curcuma domestica used as flavor, medicine and dye color, while O. sativa used as staple food, ritual and traditional medicine. Cabi Piper longum and C. domestica get the highest value of ICS as medicinal category, which being used to cure meroyan and various of disease."
2018
T49384
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Rifqi Al Author
"Telah dilakukan penelitian tentang struktur dan komposisi vegetasi lanskap pekarangan dan pemanfaatan tanaman pekarangan di Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat pada bulan Oktober-Desember 2018. Penelitian bertujuan untuk mengkaji struktur dan komposisi vegetasi lanskap pekarangan dan pengetahuan lokal dalam memanfaatkan tanaman pekarangan. Tipe pekarangan yang dijadikan objek penelitian ditentukan secara stratified random sampling berdasarkan lokasi yang berbeda-beda yaitu pekarangan yang berlokasi di dekat hutan, dekat jalan raya dan dekat sungai. Setiap tipe pekarangan dikelompokkan ke dalam dua kelas luasan yaitu kecil dan besar. Masing-masing kelas luasan dicuplik sebanyak 15 pekarangan. Data struktur dan komposisi vegetasi lanskap pekarangan dikumpulkan dengan mencatat nama lokal tanaman, menghitung jumlah individu tanaman dan mengukur diameter batang tanaman sedangkan data pemanfaatan tanaman pekarangan dengan pendekatan etnobotani melalui wawancara semi terstruktur, terbuka dan FGD (Focus Group Discussion). Wawancara dilakukan pada pemilik pekarangan atau anggota keluarga pemilik pekarangan. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dengan statistika deskriptif untuk menggambarkan pengetahuan lokal masyarakat. Analisis secara kuantitatif dilakukan dengan menghitung indeks nilai penting, indeks keanekaragaman menurut Shannon-Wiener (H), indeks kesamaan Jaccard (Ji), indeks nilai kepentingan lokal (Local Users Value Index, LUVI) dan indeks kepentingan budaya (Index of Cultural Significance, ICS). Hasil pencuplikan sebanyak 90 pekarangan teridentifikasi sebanyak 300 spesies terdiri atas 236 genus dan 85 famili. Indeks keanekaragaman di tiap pekarangan tergolong tinggi yaitu 3,97-4,6. Indeks kesamaan tertinggi terdapat di pekarangan dekat sungai ukuran besar dengan pekarangan dekat sungai ukuran kecil. Indeks nilai penting tiap perawakan tanaman di setiap kategori pekarangan memiliki spesies yang berbeda-beda. Stratifikasi tanaman pekarangan lebih menyerupai stratifikasi hutan dengan lapisan tajuk yang rapat. Nilai LUVI di tiga tipe pekarangan menunjukkan adanya perbedaan persepsi mengenai spesies yang disukai pada beberapa kategori pemanfaatan. Nilai ICS tertinggi dimiliki oleh karambia (Cocos nucifera L.) sebesar 68.

Research about the structure and composition of vegetation of homegardens landscape and utilization of plants in the homegardens of Pariangan Subdistrict, Tanah Datar district, West Sumatra was conducted on October-December 2018. The purposes of this research were to investigate the structure and composition of vegetation homegardens landscape and the local knowledge in utilizing homegardens plants. The type of homegardens used as the object of research is determined by stratified random sampling based on different locations, namely the homegardens near the forest, near the highway and near the river. Furthermore, each type of homegardens is grouped into two broad classes, namely small and large. Each broad class is sampled as many as 15 homegardens. Data of the structure and composition of vegetation homegardens landscape were collected by recording as local names, calculating individual numbers and measuring in stem diameter while data of utilizing homegardens plants were collected using ethnobotanical approach through semi structured interview, open ended and FGD (Focus Group Discussion). Interview were conducted with the homegardens owner or the family members of the homegardens owner. Data were analyzed qualitatively using descriptive statistics to describe the local knowledge. Quantitative analysis was conducted by calculate the important value index, the diversity index according to the Shannon-Wiener index (HE), the similarity index according to the Jaccard index (Ji), Local Users Value Index (LUVI) and Index of Cultutral Significance (ICS). Sampling results as many as 90 homegardens identified 300 species consisting of 236 genera and 85 families. The diversity index in each homegardens is classified as high, namely 3.97-4.6. The highest similarity index was in the homegardens near the river with a large size with a homegardens near the river with a small size. The important value index for each plant stature in each homegardens category have different species. Stratification of homegardens plants is more like stratification of forests with a dense canopy layer. LUVI in three type of homegardens show the different perception of the preferred species in several utilization categories. The highest ICS has karambia (Cocos nucifera L.) (68)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T53401
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachma Fauziah
"Tradisi penggunaan tumbuhan lokal untuk penyembuhan patah tulang oleh masyarakat Kerajaan Jambu Lipo, konservasi tumbuhan obat yang berkelanjutan salah satunya dapat dilestarian melalui budaya lokal dan pengetahuan tradisional. Masalah dalam penelitian ini adalah kajian etnobotani tumbuhan obat untuk patah tulang di wilayah Kerajaan Jambu Lipo belum ada. Tujuan penelitian ini, yaitu untuk menganalisis pengetahuan lokal, sikap, dan perilaku masyarakat dalam memanfaatkan tumbuhan obat, kandungan fitokimia tumbuhan obat, serta menyusun konsep konservasi tumbuhan obat. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode campuran, informan dalam penelitian ini dilakukan melalui wawancara semi terstruktur dan kuisioner yang disebar ke responden di tiap nagari di Kecamatan Lubuk Tarok. Hasil penelitian menunjukkan 17 jenis tumbuhan yang digunakan sebagai obat oleh dukun patah tulang, masyarakat Kerajaan Jambu Lipo memiliki pengetahuan, sikap, dan perilaku yang saling berkorelasi terkait tumbuhan obat patah tulang, tumbuhan obat memiliki kandungan senyawa yang berperan dalam proses penyembuhan patah tulang, serta konsep konservasi yang disusun melalui pengukuran populasi tumbuhan, penggunaan berkelanjutan, dan pengetahuan tradisional. Kesimpulan penelitian ini yakni melalui budidaya di area pekarangan dan juga perkebunan menjadi bentuk pelestarian dari tumbuhan obat dan juga menjadi sumber ekonomi pengembangan desa.

The tradition of using local plants for healing fracture by the people of Kerajaan Jambu Lipo, sustainable conservation of medicinal plants can be preserved through local culture and traditional knowledge. The problem in this research is that there is no ethnobotanical study of medicinal plants for fractures in Kerajaan Jambu Lipo. The purpose of this study was to analyze local knowledge, attitudes and behavior of the community in utilizing medicinal plants, the phytochemical content of medicinal plants, and to develop a concept of conserving medicinal plants. This research method used a quantitative approach with mixed methods, the informants in this study were conducted through semi-structured interviews and questionnaires which were distributed to respondents in each village in Lubuk Tarok District. The results showed that 17 types of plants were used as medicine by traditional healers for fracture, the people of Kerajaan Jambu Lipo had knowledge, attitudes, and behaviors that correlated with each other related to medicinal plants for broken bones, medicinal plants contain compounds that play a role in the healing process of broken bones, and the concept conservation structured through measurement of plant populations, sustainable use, and traditional knowledge. The conclusion of this study is that through cultivation in the yard area and also plantations it is a form of preservation of medicinal plants and also a source of economic development for village development."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1987
633.2 MAN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Maikel Simbiak
"Telah dilakukan suatu studi etnoekologi untuk mengungkap hubungan suku asli di sekitar
kawasan Taman Nasional Wasur (TNW) dengan lanskap budaya mereka melalui tiga
sumbu pendekatan etnoekologi yaitu kosmos (sistem kepercayaan), corpus (pengetahuan
ekologis), dan praxis (pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya). Data dalam penelitian
ini diperoleh melalui kombinasi metode ekologi, antropologi, dan linguistik.
Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara semi-struktural, diskusi kelompok
terfokus (DKT), metode distribusi kerikil, dan survei lapangan dengan teknik walktransect
and free-listing serta observasi bebas. Hasil studi mengungkapkan bahwa suku
asli di sekitar kawasan TNW memiliki dasar penguasaan lanskap budaya yang diinisiasi
oleh kosmos yang juga mempengaruhi corpus serta praxis. Corpus suku asli di sekitar
kawasan TNW tentang etnoekotop (satuan-satuan lanskap utama) menunjukan kesamaan
konsep berdasarkan fisiografi kawasan yang sama dari dataran rendah aluvial yang secara
musiman dipengaruhi genangan air. Corpus suku asli tentang asosiasi vegetasi dengan
masing-masing etnoekotop diidentifikasi secara perseptual berdasarkan persepsi budaya
dan alamiah berdasarkan indikator spesies. Praxis suku asli dipengaruhi oleh kosmos
melalui hubungan Dema-totem-klan yaitu suatu struktur dasar komunitas suku asli yang
berhubungan dengan mitologi asal-usul yang mengatur pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya hayati sehingga terbentuk suatu tatanan kehidupan yang harmonis. Praxis
suku asli juga dipengaruhi kosmos dengan adanya penentuan areal-areal sakral, sistem
sasi (sar), dan aktivitas budidaya tumbuhan simbolik. Dalam hubungan budaya dengan
lingkungan, aktivitas subsisten suku asli tidak secara mutlak dipengaruhi oleh
lingkungan. Mereka mampu mengembangkan teknologi adaptasi melalui pengetahuan
yang diperoleh dari pemahaman tentang alam lingkungan mereka
An ethnoecological study has been carried out to reveal the relationship of indigenous
tribes around the Wasur National Park (WNP) area with their cultural landscape through
three axes of an ethnoecological approach, namely kosmos (belief system), corpus
(ecological knowledge), and praxis (resource management and utilization). The data in
this study were obtained through a combination of ecological, anthropological, and
linguistic methods. Data collection was obtained through semi-structural interviews,
focus group discussions (FGD), pebble distribution methods (PDM), and field surveys
using walk-transect and free-listing techniques as well as free observation. The results of
the study reveal that the indigenous tribes around the WNP area have a basic mastery of
the cultural landscape initiated by the kosmos which also affects the corpus and praxis.
The corpus of indigenous tribes around the WNP area regarding ethnoecotopes (main
landscape units) shows a similarity in concept based on the physiography of the same area
of the alluvial lowlands which are seasonally influenced by waterlogging. Indigenous
corpus about vegetation association with each ethnoecotope identified perceptually based
on cultural and natural perceptions based on species indicators. Indigenous Praxis is
influenced by the kosmos through the Dema-totem-clan relationship, which is a basic
structure of indigenous tribal communities associated with the mythology of origins
which regulates the management and use of biological resources so as to form a
harmonious life order. Indigenous praxis is also influenced by the kosmos by determining
sacred areas, the sasi system (sar), and symbolic plant cultivation activities. In the
relationship between culture and environment, the subsistence activities of indigenous
people are not absolutely influenced by the environment. They are able to develop
adaptation technologies through knowledge gained from an understanding of their natural
environment."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library