Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dian Anjari
"Jutaan manusia di seluruh dunia menggantungkan hidupnya pada sektor perikanan sebagai penyedia sumber makanan yang penting, lapangan kerja, sumber pendapatan dan rekreasi. Bagi Indonesia yang merupakan negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah laut sebesar 5,8 juta km2, perikanan memiliki potensi ekonomi yang sangat besar. Sayangnya, pendayagunaan sektor perikanan terhambat oleh maraknya tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi, akibatnya Indonesia mengalami kerugian yang sangat besar. Tindak pidana di bidang perikanan sebenarnya telah menjadi isu yang sangat penting dalam manajemen perikanan dunia, oleh karena itu Food and Agriculture Organization (FAO) mengeluarkan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) dengan mandat utama dalam hal penyediaan kerangka pengelolaan bagi pemanfatan sumber daya perikanan yang berkelanjutan baik dalam tatanan global, regional maupun nasional.
Sebagai pelaksanaan dari CCRF, FAO mengeluarkan panduan yang dinamakan International Plan of Action (IPOA). Sejalan dengan tuntutan dunia internasional dan kebijakan FAO tersebut, Pemerintah Indonesia berusaha untuk memperbaiki pengelolaan perikanan nasional, termasuk dalam hal penegakan hukum yang selama ini dirasa lemah. Salah satu usaha peningkatan penegakan hukum adalah dengan mengeluarkan Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Dalam penegakan hukum melalui sarana penal, penyidik merupakan instansi penegak hukum yang memegang peranan penting untuk menciptakan suatu sistem peradilan pidana terpadu. Dalam pembahasan Rancangan Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan muncul ide untuk memberikan kewenangan penyidikan kepada satu instansi penyidik (penyidik tunggal) yaitu PPNS Perikanan, namun ide tersebut ditolak oleh Perwira TNI AL dan penyidik POLRI.
Pada akhir pembahasan, disepakati suatu kompromi politis untuk memberikan kewenangan penyidikan tindak pidana di bidang perikanan kepada tiga instansi penyidik, yaitu perwira TNI AL, PPNS Perikanan dan penyidik POLRI, kesepakatan tersebut dituangkan dalam Pasal 73 Undang - Undang Nomor 31Tahun 2004. Keberadaan tiga instansi penyidik dengan posisi sejajar dan kewenangan yang sama dalam penyidikan tindak pidana di bidang perikanan memungkinkan terjadinya tumpang tindih penyidikan. Oleh karena itu diperlukan suatu mekanisme koordinasi dalam menjalankan tugas dan wewenang masing - masing penyidik sehingga tercipta suatu mekanisme penyidikan yang akuntabel. Dengan mekanisme koordinasi maka tugas dan wewenang ketiga instansi penyidik tidak tumpang tindih dan justru akan mendorong peningkatan kinerja para penyidik secara umum, dengan demikian tujuan dari Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2004 untuk menimalisir tindak pidana di bidang perikanan dapat tercapai."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16453
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Leonard
"Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 atau UNCLOS 1982 (United Nation Convention of the Law of the Sea), Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki wilayah perairan yang meliputi perairan pedalaman, laut territorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif (ZEE), landas kontinen (LK), dan laut lepas. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki garis pantai yang sangat panjang dan berbatasan dengan sepuluh negara. Hal tersebut menyebabkan delimitasi batas maritim merupakan hal yang penting bagi Indonesia. Permasalahan delimitasi batas maritim Republik Indonesia dengan Malaysia bersumber dari ketidakjelasan batas-batas negara dan status suatu wilayah yang saling bertumpang tindih menurut versi masing-masing. Situasi inilah yang menjadi sumber konflik khususnya dalam penegakan hukum terhadap IUU Fishing dalam wilayah Overlapping terutama mengenai klaim yurisdiksi batas-batas maritimnya. Implikasi nyata dari belum selesainya batas maritim ini jelas akan menimbulkan permasalahan penegakan hukum di daerah overlapping claim. Permasalahan yang sering timbul ketika proses negosiasi delimitasi batas maritim sedang berlangsung adalah apabila terjadi pelanggaran ketentuan hukum nasional dari kedua negara, sehingga sering menimbulkan ketidak pastian hukum terkait siapa yang memiliki kewenangan untuk menegakkan ketentuan hukum nasional di perairan perbatasan yang belum ditentukan diantara kedua negara. Ketidakpastian tersebut sering berakibat pada penangkapan nelayan kedua negara. Terkait hal tersebut UNCLOS 1982 hanya memberikan kewajiban kepada kedua negara untuk membentuk pengaturan sementara di perairan perbatasan yang belum ditentukan untuk mencegah terjadinya konflik. Tesis ini lebih lanjut akan menganalisa mengenai bagaimana hukum nasional dan internasional serta praktek negara-negara terkait penegakan hukum di perairan perbatasan yang belum ditentukan.. Berdasarkan praktek negara dan hukum internasional penegakan hukum berdasarkan klaim unilateral di perairan perbatasan yang belum ditentukan (overlapping claim) dapat menimbulkan konflik dan memperlambat penyelesaian delimitasi batas maritim antara kedua negara.. Penyelesaian batas maritim tersebut dilakukan secara diplomasi melalui perundingan batas sesuai dengan UNCLOS 1982. Tesis ini akan memberi gambaran, menemukan fakta dan data baru serta meneliti tentang wilayah perairan overlapping dan menjelaskan status terakhir delimitasi batas maritim Indonesia dengan Malaysia dan bagaimana implementasi penegakan hukum terhadap IUU Fishing di area itu.

In accordance with the provisions of the United Nations Convention of the Law of the Sea (UNCLOS), Indonesia as an archipelagic state has a water area containing the internal waters, territorial sea, contiguous zone, exclusive economic zone (EEZ), Continental Shelf (CS), and high seas. Indonesia as the largest archipelagic country in the world has a very long coastline and is bordered by ten countries. This makes delimitation of the maritime boundary is genuinely important for Indonesia. The process of maritime boundary delimitation Indonesia between Malaysia often source from undefined borders and overlapping claim according to each countries version. The problem that often arises when the maritime boundary delimitation negotiation process is underway is if there is a violation of the provisions of the national law of both countries, which often leads to legal uncertainty over who has the authority to enforce national law provisions in the unresolved maritime boundary between the two countries. Such uncertainty often results in interception of violations occurring in undefined border waters by the two disputing countries. In this regard, UNCLOS only provides obligations to both countries to establish provisional arrangements in undefined border waters to prevent conflicts. This thesis will further analyze the national and international regulations as well as the practice of law enforcement both countries in overlapping claim waters. The completion of the maritime border diplomacy is conducted through the boundary negotiations in accordance with UNCLOS 1982. This paper will gives overview, to discover new facts and to researches about waters area in overlapping claim and to explain the latest status of Indonesian maritime boundary delimitation with Malaysia and to what extent the implementation of law enforcement in those areas."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T51928
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R Agung Gunawan
"ABSTRAK Penegakan hukum di laut memegang peranan dan fungsi yang sangat penting sebagai bagian dalam mewujudkan kewibawaan dan kedaulatan Negara di laut. Tindak Pidana illegal fishing sampai saat ini belum masuk dalam golongan kejahatan transnasional sebaimana tertuang dalam UNTOC. Namun, pelaku dari tindak pidana illegal fishing tidak menutup kemungkinan dilakukan oleh korporasi yang berada di luar Indonesia, dan selama ini belum pernah bisa dijerat dengan hukum Indonesia. Adanya perbedaan pandangan dari setiap penegak hukum untuk memidanakan korporasi menjadi isu penting, karena penegak hukum hanya berpegang pada KUHAP dimana pemidanaannya ditujukan kepada pelaku perorangan/pengurus dari korporasi tersebut.

ABSTRACT
Law enforcement at the sea plays a very important role and function as part in realizing the authority and Sovereignty of the State at sea. Illegal act of illegal fishing has not been included in transnational crime as stated in UNTOC. But the perpetrators of illegal fishing crime is not possible to be done by corporations outside Indonesia, and so far has never been snared with Indonesian law. The existence of different views of every law enforcer to criminalize the corporation becomes an important issue, because law enforcement only holds KUHAP where its punishment is addressed to individual perpetrators/administrators of the corporation.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T52475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan Widiarto
"ABSTRAK
Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya permintaan ikan ini mengarah pada jumlah yang tidak terbatas, mengingat kegiatan pembangunan yang merupakan faktor pendorong dari permintaan ikan berlangsung secara terus menerus. Sementara di sisi lain, permintaan ikan tersebut dipenuhi dari sumber daya ikan yang jumlahnya di alam memang terbatas. Kini ikan menjadi komoditas penting dunia, manusia di planet bumi ini lebih banyak mengonsumsi ikan dari pada protein hewani lain. Permintaan produk perikanan meningkat dua kali lipat selama 30 tahun terakhir dan diproyeksikan akan terus meningkat dengan rata-rata 1,5% per tahun sampai tahun 2020. Pengelolaan sumber daya ikan di era globalisasi bukan hanya menjadi masalah nasional, tetapi sudah mendunia jika dilihat makin meningkatnya perdagangan internasional produk perikanan selama dua dekade terakhir. Adanya indikasi peningkatan impor untuk produk perikanan tentunya harus diperhatikan oleh pemerintah karena pelaku industri perikanan dalam negeri harus bisa bersaing dengan produk dari luar yang mungkin harganya bisa lebih murah sehingga dapat mengakibatkan kerugian terhadap industri perikanan di Indonesia. Untuk memastikan produk perikanan impor tidak merusak pasar dan industri perikanan dalam negeri serta aman untuk dikomsumsi dan bebas dari penyakit, maka produk perikanan tersebut diwajibkan memenuhi sejumlah persyaratan. Pemerintah dalam memanfaatkan kebijakan impor sebagai instrument strategis untuk menjaga kepentingan ekonomi dan sosial yang lebih luas. Penerbitan kebijakan impor dipakai untuk menertibkan lonjakan impor produk perikanan, memagari kepentingan nasional dengan tujuan untuk menjaga dan mengamankan produk perikanan dalam negeri serta melindungi industri perikanan dalam negeri dengan tidak mengabaikan kedudukan Indonesia sebagai subjek hukum internasional yang terikat dan dituntut untuk melaksanakan aturan-aturan internasional yang telah disepakati untuk dipatuhi dan dijalankan oleh setiap negara anggotanya. Tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif karena menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang intinya meneliti asas-asas hukum, sistematis hukum, dan sinkronisasi hukum dengan cara menganalisanya. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Selanjutnya, permasalahan yang dibahas dalam Tesis ini adalah mengenai pengaturan pengendalian impor produk perikanan di Indonesia dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mengenai penerapan pengaturan tersebut apakah telah dapat melindungi industri perikanan dalam negeri dari lonjakan impor atau belum.

ABSTRACT
Growth of population and economic in some countries, has increased demand for fishery commodities for the time being. The increasing of fish demand become an unlimited amount because that’s one of development factor but in the other side the fish resources in the nature are limited. Now, fish is an important commodity world, people’re eating more fish than other animal protein. For the last 30 years, Demand of the fishery products has increased twice than before. It have projected to increase by an average of 1.5% per year until 2020. Management of fisheries resources is not just a national problem in the era of globalization, but becoming a international problem based on international trade of fisheries product. Government must be realized for Indication about increase of fish and fisheries product import because domestic stakeholders must be compete with the prices of import of fisheries product which perhaps cheaper than domestic prise that can make effects on the fishing industry in Indonesia. For Guaranting the import of fishery products do not spoil the market and the domestic fishing industry as well as safe for the consumed and free of disease, the fishery products must be complete the requirements of Government policy in order to maintain economic and social interests. The import policies used to protect and secure our domestic fishery products in relation the amout of fisheries product import not to blooming, protect of national interest in order to safeguard and secure the domestic fishing industry with regardless the position of Republic of Indonesia as a subject of international law are bound and required to implement international rules has agreed to be obeyed and executed by each of its member countries. This thesis uses normative legal research because it focuses on the research literature that examines the core principles of law, the law systematically, and the synchronization of the law in a way it analyzed. The data obtained were analyzed using qualitative descriptive methods. Furthermore, the problems will be discussed in this thesis is on setting up the control of fishery products imports in Indonesia in the force legislation and the application of such arrangements whether it has been able to protect the fisheries industry in the country of import surges or not."
Universitas Indonesia, 2013
T33088
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haposan, Filipus
"Penangkapan ikan ilegal (Illegal fishing) merupakan praktik yang telah menjadi masalah bersama negara-negara di dunia. Salah satu zona maritim yang paling banyak terjadi Illegal fishing adalah zona ekonomi eksklusif (ZEE) yang terdapat yurisdiksi eksklusif suatu negara untuk kegiatan eksploitasi, eksplorasi, serta konservasi dan pengelolaan sumber daya hayati lautnya, termasuk juga sumber daya perikanannya. Banyaknya praktik Illegal fishing di ZEE tidak terlepas dari lemahnya penegakan hukum terhadap praktik tersebut, sehingga dibutuhkan pengaturan yang tegas mengenai penegakan hukum terhadap praktik tersebut dalam hukum internasional dan juga hukum nasional.
Penelitian ini bermaksud untuk mengkaji bagaimana pengaturan hukum internasional serta pengaturan hukum nasional negara-negara mengenai penegakan hukum terhadap praktik Illegal fishing di ZEE. Dengan metode penelitian yuridis-normatif dalam bentuk deskriptif, penelitian ini bertujuan untuk memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai dampak dan kerugian yang ditimbulkan oleh Illegal fishing, serta penegakan hukum yang dapat dilakukan oleh setiap negara, dalam rangka memberantas praktik tersebut di ZEE negara bersangkutan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat batasan-batasan tertentu terhadap penegakan hukum yang dapat dilakukan negara berdasarkan hukum internasional.

Illegal fishing has become a common issue for all countries in the world. One of the maritime zones which many illegal fishing occur is exclusive economic zone (EEZ), where there are some exclusive jurisdiction for the purpose of exploiting, exploring, conserving, and managing the living resources, including fisheries. The number of illegal fishing practices in EEZ can not be saparated from the weakness of the law enforcement. Therefore, it needs a strict regulation regarding the law enforcement towards such practices, both in the international law and the national legislation.
The purposes of this research are to examine how the international and national law of states arranging the law enforcement towards illegal fishing practices in EEZ. Using juridical-normative method and descriptive form, this research is addresed for serving a comprehensive description concerning the impacts and damage caused by illegal fishing, and actions may be taken by states, as a law enforcement, for the purpose of eradicating such practices in EEZ. The result of this research shows that there are certain limitations on the implementation of the law enforcement can be conducted by states based on the international law.
"
2016
S65533
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Ade Triarsa
"Besarnya potensi perikanan Indonesia tidak diimbangi dengan pendapatan yang diperoleh negara akibat kegiatan IUU fisjing. IUU fishing memberikan dampak pada lingkungan, ekomini, maupun sosial. Pengawasan kegiatan IUU fishing di Indonesia dilakukan oleh Kementeria Kelautan dan Perikanan. Sistem pengawasan kegiatan IUU fishing di Indonesia dibagi menjadi empat yaitu pengawasan before fishing, while fishing, during landing, dan post landing. Pelaksanaan kegiatan pengawasan yang diakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan BAKAMLA, POLAIR, dan TNI AL. Penelitian ini membahas mengenai bagaimana sistem pengawasan kegiatan IUU fishing yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif. Hasil skripsi ini menggambarkan bagaimana pengawasan yang dilakukan pada saat before fishing, while fishing, during landing, dan post landing.

Indonesia have great potential of fisheries, but Indonesia get low income from fisheries cause IUU fishing. Activities of illegal, unreported, and unregulated fishing give negative impact to environment, economy, and social. Controlling of IUU fishing in Indonesia is countered by Ministry of Maritime Affairs and Fisheries. Controlling system of IUU fishing in Indonesia devide into controlling of before fishing, while fishing, during landing, and post landing. Ministry of Maritime Affairs and Fisheries make cooperation with BAKAMLA, POLAIR, and TNI AL in controlling of IUU fishing in Indonesia. This research use qualitative research metode with descriptive analysis. The research result describe about controlling in before fishing, while fishing, during landing, dan post landing."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S64896
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Elyza Larasati Anggun
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai penenggelaman kapal perikanan asing yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia sebagai upaya dalam memberantas IUU Fishing yang dikaji
berdasarkan hukum internasional. Penenggelaman kapal bertujuan untuk menunjukkan
pemerintah Indonesia dalam melindungi kedaulatan wilayah dan sumber daya alam yang
dimilikinya. Tesis ini membahas mengenai pengaturan hukum internasional dan hukum
nasional tentang IUU Fishing serta tentang penenggelaman kapal perikanan asing dan
praktek pelaksanaannya di Indonesia. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa tindakan
penenggelaman yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia telah sesuai dengan aturan
hukum nasional yaitu Pasal 69 ayat (4) Undang-Undang Perikanan, serta aturan
internasional yaitu UNCLOS 1982. Dalam UNCLOS 1982 memang tidak ada pengaturan
khusus secara spesifik tentang IUU Fishing. Namun terdapat ketentuan tentang yurisdiksi
pidana yang dapat diterapkan bagi kapal asing yang melakukan penangkapan ikan secara
illegal di wilayah kedaulatan negara seperti laut teritorial. Terhadap tindak pidana di
bidang perikanan yang terjadi di ZEE, dalam UNCLOS 1982, negara pantai memiliki hak
berdaulat yang eksklusif untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber kekayaan
alam serta mengambil tindakan termasuk menaiki kapal, memeriksa, menangkap dan
melakukan proses peradilan, sebagaimana diperlukan untuk menjamin ditaatinya
peraturan perundang-undangan yang ditetapkannya

ABSTRACT
This thesis discusses the sinking of foreign fishing vessels conducted by the Indonesian
government as an effort in combating IUU fishing are assessed on the basis of international
law. The sinking of foreign fishing vessels aims to show that the Indonesian Government
is protecting its territorial sovereignty and its natural resources. This thesis discussed the
rules of international law and national law on IUU Fishing as well as about the sinking of
foreign fishing vessels and the practice of its implementation in Indonesia. The result of
this thesis is that the sinking actions conducted by the Indonesian Government is in accordance
with the rules sets in the national law, namely Article 69 paragraph (4) of the
Law of Fisheries, as well as international rules in UNCLOS 1982. In UNCLOS 1982, there
was no specific rules relating the IUU Fishing. However, there are provisions on criminal
jurisdiction that can be applied to foreign fishing vessels that performs illegal fishing in the
territorial sovereignty of the country such as the territorial sea. Relating to the fisheries
crime that occurred in the EEZ, the UNCLOS 1982 stated that a coastal state has sovereign
rights which are exclusive for the exploration and exploitation of natural resources
and take the necessary action, including boarding, inspection, arrest and do the judicial
process, as necessary to ensure the compliance of its legislation"
2016
T46183
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Indonesia Merupakan Negara maritim terbesar di dunia, sumber daya maritim tersebut perlu dipertahankan dan dijaga secara berkelanjutan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Salah satu permasalahan yang menarik perhatian dan masih tetap terjadi di wilayah perairan teritorial Indonesia adalah pengambilan ikan secara ilegal. Indonesia merupakan salah satu dari negara-negara yang menjadi korban aktivitas pengambilan ikan secara ilegal. pengambilan ikan secara ilegal merupakan tindakan melanggar hukum. akibat dari hal tersebut tidak hanya menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan negara, tetapi juga mengganggu stabilitas keamanan dilaut dan juga mengandung potensi konflik antara tindakan Indonesia dengan negara lain. Tulisan ini akan memberikan gambaran atas permasalahan hukum terkait dengan pengambilan ikan secara ilegal, bagaimana hal tersebut diatur dalam perspektif hukum nasional dan internasional, kondisinya di Indonesia, bagaimana penanganan kasus-kasus penangkapan ikan secara ilegal melalui pengadilan perikanan dan juga upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah RI untuk menghadapi dan mencegah penangkapan ikan secara ilegal yang terjadi di wilayah perairan Indonesia.

Indonesia is a maritime country in the world, the maritime resources need to be maintained and kept in a sustainable manner for the welfare of the people of Indonesia. One of the issues that interest and still persists in Indonesian territorial waters are fishing illegally. Indonesia is one of the countries that are victims of illegal fishing activity. making illegal fishing is illegal. consequence of that, not only cause harm to the society and the state, but also disrupt the security and stability at sea and it also contains the potential for conflict between the actions of Indonesia and other countries. This paper will provide an overview of the legal issues associated with fishing illegally, how they are set in the perspective of national and international law, the conditions in Indonesia, how the handling of cases of illegal fishing through the courts fishery and also the efforts that have been made by the Indonesian government to deal with and prevent illegal fishing that occurred in Indonesian waters."
Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Heidy Jane
"Skripsi ini membahas penangkapan ikan secara destruktif dengan bahan peledak (blast fishing) dalam rangka perlindungan lingkungan dan nelayan sebagaimana diatur dalam hukum dan perundang-undangan internasional di Indonesia serta membahas kesesuaiannya dalam putusan pengadilan di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Saat ini pengaturan hukum mengenai penangkapan ikan dengan bahan peledak dan kaitannya dengan lingkungan dan nelayan telah diatur dalam hukum dan perundang-undangan internasional di Indonesia, namun dalam penerapannya ditemukan bahwa putusan pengadilan di Indonesia tidak mencerminkan konsep lingkungan seperti pembangunan berkelanjutan. (pembangunan berkelanjutan). Keputusan mengenai Blast Fishing di Indonesia melambangkan kegagalan keputusan Indonesia dalam mengimplementasikan regulasi internasional seperti Code of Conduct of Responsible Fisheries dan peraturan perundang-undangan Indonesia yang belum melindungi kepentingan lingkungan dan nelayan dalam melakukan penangkapan ikan dengan Bahan Peledak. Sebaiknya dalam mengatasi masalah tersebut aspek perlindungan lingkungan dan kesejahteraan nelayan harus diutamakan dengan mengatur tindakan preventif dalam pemberantasan blast fishing, penguatan koordinasi antar instansi serta peningkatan fungsi pengawasan dan kualitas penegakan hukum di lapangan.

This thesis discusses destructive fishing with explosives (blast fishing) in the framework of environmental protection and fishermen as regulated in international law and legislation in Indonesia and discusses its suitability in court decisions in Indonesia. The method used in this research is normative juridical method. Currently, legal arrangements regarding fishing with explosives and its relation to the environment and fishermen have been regulated in international law and legislation in Indonesia, however in practice it is found that court decisions in Indonesia do not reflect environmental concepts such as sustainable development. (sustainable development). The decision regarding blast fishing in Indonesia symbolizes the failure of Indonesia's decision to implement international regulations such as the Code of Conduct of Responsible Fisheries and Indonesian laws that have not protected the interests of the environment and fishermen in fishing with explosives. It is better if in overcoming these problems the aspects of environmental protection and fishermen welfare should be prioritized by regulating preventive actions in eradicating blast fishing, strengthening coordination between agencies and improving the supervisory function and quality of law enforcement in the field."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esa Thanico Maulana
"Transshipment adalah praktik umum yang dilakukan oleh individu dalam bisnis perikanan untuk meningkatkan efektivitas penangkapan ikan dan mengurangi biaya bahan bakar dan dapat dianggap sebagai praktik yang hemat biaya. Namun praktik ini menjadi bahan perdebatan karena mengarah pada Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing. Illegal Transshipment mengaburkan transparansi penangkapan ikan karena sulitnya melacak di mana dan bagaimana ikan ditangkap, dan dengan demikian menyebabkan kurangnya pengawasan dalam praktiknya. Indonesia dan Panama adalah dua dari banyak negara yang wilayahnya menjadi hotspot praktik transshipment. Hal ini karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas dan pusat perdagangan perikanan di Asia Tenggara. Di sisi lain, Panama merupakan salah satu pusat perdagangan di mana sebagian besar kargo dari atau ke Panama tiba di tujuannya melalui proses transshipment. Regulasi antara Indonesia dan Panama mengenai transhipment diatur melalui regulasi nasional masing-masing negara, serta regulasi dari organisasi internasional dan regional seperti Uni Eropa dan Regional Fisheries Management Organizations (RFMOs). Melalui metode penelitian hukum normatif akan dianalisis bagaimana prosedur transshipment diatur menurut hukum Indonesia dan Panama, beserta persamaan dan perbedaannya. Penelitian ini juga menjelaskan keterkaitan antara praktik Illegal Transshipment dengan IUU Fishing. Penelitian ini kemudian menyarankan agar prosedur transshipment dibahas dan diatur dalam undang-undang perikanan Indonesia dan Panama, perlunya International Fishing License yang berbeda untuk kapal Indonesia yang melakukan layanan internasional dan harus ada unit penegak hukum dari RFMO yang wilayahnya sering terjadi transshipment.

Transshipment is a common practice carried out by individuals in the fishery business to increase the effectiveness of fishing and reduce fuel costs in order fft to be considered cost-effecive practices. However, this practice has become a matterrof debate because it leads to Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing. Illegal Transshipment obscures the transparency of fishing due to its difficulty to track where and how the fish are caught, and thus leading to a lack of oversight in the practice. Indonesia and Panama are two of the many countries whose territory is a hotspot for transshipment practices. This is because Indonesia is a vast archipelagic country and fishing trade center in South East Asia. On the other hand, Panama is one of the trade centers where most of the cargo from or to Panama arrives at its destination through the transshipment process. Regulations between Indonesia and Panama regarding transshipment are regulated through the national regulations of their respective countries, as well as regulations from international and regional organizations such as the European Union and Regional Fisheries Management Organizations (RFMOs). Through the normative legal research method will analyze how the transshipment procedures are regulated according to Indonesian and Panamanian laws, along with its similarities and differences. This study also explained the link between Illegal Transshipment practices and IUU Fishing. This research then suggests that transshipment procedures is discussed and regulated in the Indonesian and Panamanian fisheries laws, the need for a different International Fishing License for Indonesian vessels that perform international services and there must be a law enforcement unit from RFMOs whose areas often occur transshipment."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>