Found 5 Document(s) match with the query
Dian Rezky Catur Pitaloka
"Sementara kuantitas partisipasi perempuan Indonesia pada sektor produktif terus meningkat, kualitas partisipasinya masih jauh dari cukup. Perempuan lebih banyak menempati posisi manajerial bawah, sedangkan angkanya terus berkurang seiring dengan kenaikan level manajerial. Hal ini mengakibatkan hanya terdapat sedikit perempuan di posisi manajerial atas jika dibandingkan dengan laki-laki. Fenomena ini kemudian dikenal sebagai Female Leadership Deficit. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi fenomena Female Leadership Deficit di Indonesia. Penyebab dari sedikitnya pemimpin perempuan, faktor yang berkontribusi pada fenomena ini, serta bagaimana solusi untuk mengatasinya. Pendekatan pada Penelitian Kualitatif ini menggunakan metode Fenomenologi dengan mengumpulkan data melalui wawancara semi-structured dari 24 responden. Responden terdiri dari perempuan di posisi manajerial atas serta pihak SDM di Indonesia. Analisis data dilakukan dengan reduksi data lewat coding dan interpretasi peneliti. Hasil temuan pertama menunjukan penyebab terjadinya fenomena Female Leadership Deficit adalah karena terdapat sedikitnya tenaga kerja perempuan pada industri tertentu sebagai akibat dari stereotip gender pada industri/pekerjaan, stagnasi karier perempuan, dan keluarnya perempuan dari dunia kerja. Hasil temuan kedua adalah faktor yang berkontribusi pada fenomena ini terbagi menjadi faktor internal dari diri perempuan sendiri dan faktor eksternal dari lingkungan perusahaan dan masyarakat. Hasil temuan ketiga penelitian adalah solusi untuk mengatasi fenomena ini, diantaranya dengan perubahan mindset perempuan Indonesia, sosial budaya yang suportif dan mendorong partisipasi perempuan, dan lingkungan dan budaya perusahaan yang suportif serta mengedepankan keragaman gender.
While the quantity of Indonesian female's participation in the productive sector continues to increase, the quality of participation is still far from enough. More females occupy lower managerial positions, while the numbers continue to decrease with the increasing of managerial levels. This results in fewer females in top managerial positions compared to males. This phenomenon became known as the Female Leadership Deficit. This study aims to explore the phenomenon of Female Leadership Deficit in Indonesia. What are the causes, what factors contribute to this phenomenon, as well as how the solution to overcome it? The approach used in this qualitative study is the method of phenomenology by collecting data through semi-structured interviews from 24 respondents. Respondents consisted of females in top managerial positions as well as the HR Department in the company in Indonesia. Data analysis was performed by data reduction through coding and interpretation of researchers. The first findings show the cause of the phenomenon of Female Leadership Deficit is because there are a small number of female workers in certain industries as a result of gender stereotypes in the industry/job, career stagnation of females, and the exit of females from the professional world. The second finding is that the factors contributing to this phenomenon are divided into internal factors originating from females themselves and external factors originating from the corporate and community environment. The last findings of this study are solutions to overcome this phenomenon, including by changing the mindset of Indonesian females, a supportive social culture that encourages female's participation, and a supportive corporate environment and culture that prioritizes gender diversity"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Indira Sekarzeta
"Seiring dengan perkembangan budaya populer yang menyuarakan kesetaraan gender, Disney merilis dua film berjudul Mulan (2020) dan Raya and the Last Dragon (2021) yang menampilkan dua wanita kuat sebagai pemeran utama. Seperti diinformasikan di atas, dalam abstrak bahasa Indonesia, tujuan dari penulisan artikel adalah menelusuri bagaimana patriarki dan kesetaraan gender dapat mengakibatkan dua hubungan yang berbeda antara perempuan. Penelitian kualitatif ini akan menggunakan dua konsep: sisterhood (solidaritas antara perempuan untuk menghentikan seksisme) dan persaingan (hubungan kompetitif antara perempuan). Penelitian ini akan berfokus pada aspek visual, dialog, alur cerita, dan perkembangan hubungan antara perempuan pada film Mulan (2020) dan Raya and the Last Dragon (2021). Kedua film ini berbeda jika dibandingkan dengan film-film Disney lainnya dimana para wanita yang berkarakter baik akan membantu satu sama lain, dan antagonis akan selalu bertingkah jahat dari awal hingga akhir cerita. Selain itu, hubungan antara perempuan pada kedua film ini lebih rumit dibandingkan dengan hubungan yang biasa digambarkan oleh film Disney lainnya. Karakter protagonis dan antagonis diilustrasikan sebagai sosok yang mempunyai sisi baik dan buruknya masing-masing. Dalam kedua film ini, hubungan antara perempuan juga memiliki proses yang signifikan. Penulis menarik kesimpulan bahwa patriarki akan mendorong solidaritas antara Mulan dan Xianniang dari film Mulan (2020). Namun ketika kesetaraan gender muncul, para pemimpin perempuan, yang terikat pada kolektif dan komunitas mereka, akan saling bersaing seperti yang digambarkan oleh Raya dan Namaari dari film Raya and the Last Dragon (2021).
Following the mainstreaming of gender equality, Disney recently released two films titled Mulan (2020) and Raya and the Last Dragon (2021) that portray influential ladies as the main characters. This study investigates how the patriarchal society in Mulan and gender equality in Raya and The Last Dragon will result in different relations between women. Focusing on the relationships between protagonist and antagonist in Mulan and Raya and the Last Dragon, the author examines two dynamic connections influenced by the patriarchal system and gender equality. Disney breaks the traditional stereotypes of villains by depicting three-dimensional antagonists. In Mulan, even though Xianniang is introduced as the antagonist, the relationship between her and Mulan evolves positively as they fight against male oppression. However, Princess Namaari starts a friendly yet deceitful connection, leading to competition with another leader named Princess Raya in Raya and the Last Dragon. This qualitative research will use the concept of sisterhood and rivalry to analyze the connections between women, focusing on visual elements, dialogues, plot, and the development of the relationships in Mulan and Raya and the Last Dragon. The writer contends that Disney shows different perceptions regarding relationships between women. Based on these two films, the women in Mulan build sisterhood to gain gender emancipation, whereas when gender equality is achieved in Raya and the Last Dragon, the rivalry between women leaders, who are attached with their collective, appears."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
La-Tanya Alisa Riskasari
"Penelitian ini membahas mengenai pemahaman sosial mengenai isu kesetaraan gender di kalangan pekerja perempuan formal dengan kontribusi faktor lingkungan dan perilaku sebagai faktor pembentuk utama yang dibahas melalui disiplin Ilmu Kesejahteraan Sosial. Kesetaraan gender di sektor ketenagakerjaan ditandai dengan mulai meningkatnya angka pekerja perempuan formal yang semestinya dibarengi dengan pemahaman terhadap kesetaraan gender, terutama di tempat kerja. Hal tersebut ditujukan agar para pekerja perempuan dapat peka terhadap isu terkait sehingga dapat turut mengimplikasikan perilaku setara gender dan membantu penanganan kasus ketidaksetaraan gender, terutama yang terjadi di tempat kerja. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan mengenai pemahaman sosial tentang kesetaraan gender di kalangan pekerja perempuan formal dan memberikan gambaran kontribusi faktor lingkungan dan perilaku dalam membentuk pemahaman sosial tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif yang mengambil data melalui wawancara mendalam bersama para pekerja perempuan formal. Kesetaraan gender yang dimaksud dilihat berdasarkan indikator kesetaraan gender menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, yaitu melalui aspek akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat. Adapun pemahaman sosial ditinjau dari teori kognitif sosial oleh Albert Bandura berdasarkan lima kemampuan kognitif dasar manusia, antara lain kemampuan simbolisasi (symbolizing capability), kemampuan pembelajaran melalui pengalaman tidak langsung (vicarious capability), kemampuan berpikir ke depan (forethought capability), kemampuan pengaturan diri (self-regulatory capability), dan kemampuan refleksi diri (self-reflective capability). Adapun hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kemampuan dasar kognitif yang paling utama dimiliki seorang individu dalam memahami kesetaraan gender adalam kemampuan simbolisasi (symbolizing capability) untuk mendeskripsikan kesetaraan gender berdasarkan perisitiwa atau pengalaman yang pernah dialami. Pemahaman sosial dapat dibentuk melalui kontribusi faktor lingkungan; yaitu melalui lingkungan keluarga, tempat kerja dan sosial dan factor personal yang turut berperan dalam proses transformasi pemahaman sosial menjadi perilaku (behavior) yang berkaitan dengan kesetaraan gender, sehingga menjadi output dalam determinan proses triadic reciprocal. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap program studi Ilmu Kesejahteraan Sosial, terkhusus di mata kuliah Tingkah Laku Manusia dan Lingkungan Sosial, serta Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Organisasi Pelayanan Kemanusiaan.
This study discusses the social understanding of the issue of gender equality among formal female workers with the contribution of environmental and behavioral factors as the main forming factors which are discussed through the discipline of Social Welfare Sciences. Gender equality in the employment sector is characterized by increasing formal female workers that should be accompanied by an understanding of gender equality, especially in the workplace. This is intended so that female workers can be sensitive to related issues so that they can contribute to gender-equal behavior and assist in handling cases of gender inequality, especially those that occur in the workplace. The purpose of this study is to explain the social understanding of gender equality among formal female workers and provide an overview of the contribution of environmental and behavioral in shaping this social understanding. This research is a qualitative research using a descriptive method that collects data through in-depth interviews with formal women workers. The gender equality in question is seen based on indicators of gender equality according to the Ministry of Women's Empowerment and Child Protection, namely through aspects of access, participation, control, and benefits. As for social understanding in terms of social cognitive theory by Albert Bandura based on five basic human cognitive abilities, including symbolizing capability, vicarious capability, forethought capability, self-regulatory capability, and self-reflective capability. The results of the study indicate that the most important cognitive basic ability possessed by an individual in understanding gender equality is the symbolizing capability to describe gender equality based on events or experiences that have been experienced. Social understanding can be formed through the contribution of environmental factors; namely through the family environment, workplace and social and personal factors that play a role in the process of transforming social understanding into behavior related to gender equality, so that it becomes the output in the determinant of the triadic reciprocal. The results of this study are expected to contribute to the Social Welfare Studies program, especially in the Human Behavior and Social Environment courses, as well as Human Resource Management in Human Service Organizations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Safira Raharjo
"Studi ini bertujuan mempelajari hubungan antara kesetaraan gender dan transisi fertilitas di negara OECD sebagai negara maju. Studi ini melihat apakah kesetaraan gender dalam keluarga memiliki pengaruh positif terhadap perubahan fertilitas di negara-negara maju yang memiliki angka fertilitas rendah. Regresi panel fixed effects model dilakukan dengan data panel 28 negara OECD antara tahun 2000-2012 untuk melihat pengaruh kesetaraan gender terhadap fertilitas. Hasil analisis menemukan bahwa peningkatkan kesetaraan gender dalam institusi keluarga berasosiasi positif dengan fertilitas di negara-negara dimana kesetaraan gender dalam institusi individu sudah tinggi. Temuan ini sesuai dengan teori yang telah dikemukakan oleh McDonald 2000 yang menyatakan bahwa fertilitas akan mencapai tingkat yang sangat rendah jika kesetaraan gender dalam institusi individu tinggi, namun tetap rendah dalam institusi keluarga.
This study aims to find a relationship between gender equity and fertility transition in OECD countries as developed nations. This study looks at whether gender equity in family institutions have a positive effect on fertility in developed nations with low fertility. A fixed effects panel regression is used with panel data from 28 OECD countries between the years 2000-2012 to see whether gender equity has an effect on fertility. Results of the analysis show that an increase in gender equity in family institutions have a positive effect on fertility in countries where gender equity in individual institutions is high. This finding aligns with McDonald's 2000 theory which states that fertility will reach very low levels when gender equity is high in individual institutions is high low in family institutions.gender equity, social institutions, fertility."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Afifah Rizka Bonita
"Topik dan pembahasan tentang kesetaraan gender dan apa yang harus dilakukan untuk menegakkannya merupakan isu yang masih hadir di zaman sekarang ini. Makalah ini berfokus pada serikat pekerja yang telah mengambil banyak langkah untuk meningkatkan kesetaraan gender dengan menargetkan ketidaksetaraan gender secara keseluruhan, mendorong pengaturan upah yang adil, dan meningkatkan peran perempuan dalam pengambilan keputusan. Meskipun serikat pekerja telah melakukan upaya yang signifikan dan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja telah meningkat, masih banyak perempuan yang mempunyai pekerjaan dengan kategori pekerjaan yang rentan. Dengan demikian, pengaruh serikat pekerja dalam meningkatkan kesetaraan gender dalam bentuk perlindungan perempuan dari pekerjaan yang rentan dan mempromosikan posisi kerja yang setara harus diuji. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh keberadaan serikat pekerja yang dihitung dari tingkat partisipasi serikat pekerja di suatu negara terhadap kesetaraan gender yang diukur dengan porsi perempuan pada posisi manajerial. Untuk menguji hipotesis bahwa negara-negara dengan tingkat partisipasi serikat pekerja yang lebih tinggi memiliki presentase perempuan yang lebih tinggi pada posisi manajerial, dilakukan analisis regresi linier pada tingkat lintas negara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh negatif serikat pekerja terhadap presentase perempuan pada posisi manajerial. Oleh karena itu, alasan hasil ini akan dibahas lebih lanjut dalam makalah.
The topic and discussion about gender equality and what must be done to enforce them are issues that are still present in today’s time. This paper focuses on labor unions that have taken many steps to improve gender equality by targeting overall gender inequality, encouraging equitable wage setting, and improving the role of women in decision-making. Although labor unions have made significant efforts and women’s participation in the workforce has increased, women are still segregated into working vulnerable jobs. Thus, the influence of labor unions in increasing gender equality in the form of protecting women against vulnerable work and promoting equal job positions should be tested. This research aims to explain the influence of the presence of labor union, calculated by the labor union participation rate of countries to gender equality, measured by the women shares in managerial positions. To test the hypothesis that countries with a higher labor union participation rate have a higher share of women in managerial positions, a linear regression analysis on a cross-country level was conducted. The results show that there is a negative influence of labor unions on the shares of women in managerial positions. Therefore, the reason for these results will be further discussed in the paper."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library