Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Benedicta M. Suwita
"Multidiscipline care is defined as a care consisting of at least a physician, a nurse, and other healthcare worker (eg. dietician). Multidiscipline care has generated benefits, both in medical aspects (eg. increasing patients compliance) and nonmedical aspects (eg. more cost-effective than conventional treatment). There are several models of multidiscpline care; however, which model is more suitable for type 2 diabetes care is not clear yet. In this review, we aimed to identify and compare multidiscipline care method for reducing glycated hemoglobin ( HbA1C) levels in type 2 diabetes patients, particularly Asian patients because they have greater tendency to develop type 2 diabetes at lower degrees of obesity and at younger ages than Caucasian ethnic group. There were limited number of studies examining multidiscipline care for type 2 diabetes patients, moreover for Asian patients. They showed mixed results on the efficacy of multidiscipline care in achieving HbA1C target. Healthcare personnel visit, either personal or group session, appeared effective both for general and Asian T2DM patients. It needs further studies to clarify which models are most effective for practices of varying cultures, socio-economic condition, and healthcare settings.

Tatalaksana multidisiplin didefinisikan sebagai tatalaksana yang melibatkan setidaknya satu dokter, satu perawat, dan petugas kesehatan lainnya (contohnya dietisien). Tatalaksana multidisiplin dapat memberikan keuntungan, baik dalam aspek medis (misalnya meningkatkan kepatuhan berobat pasien) dan non-medis (misalnya meningkatkan efektivitas biaya dibandingkan tatalaksana konservatif). Terdapat beberapa model tatalaksana multidisiplin; namun demikian, model yang paling cocok untuk tatalaksana diabetes mellitus tipe 2 belum jelas. Dalam kajian ini, penulis bertujuan mengidentifikasi dan membandingkan berbagai jenis tatalaksana multidisiplin dalam menurunkan kadar hemoglobin glikosilasi (HbA1C) pada pasien diabetes mellitus tipe 2, terutama pasien ras Asia, karena golongan ini memiliki kecenderungan untuk mengidap diabetes mellitus tipe 2 pada derajat obesitas yang lebih rendah dan usia yang lebih muda dibandingkan kelompok ras Kaukasia. Penelitian mengenai tatalaksana multidisiplin pada pasien diabetes mellitus tipe 2 masih terbatas, terlebih untuk pasien ras Asia. Studi-studi tersebut menunjukkan hasil yang bervariasi mengenai efektivitas tatalaksana multidisiplin untuk mencapai target HbA1C. Kunjungan tenaga medis, baik dalam sesi perorangan ataupun kelompok, tampak efektif pada populasi pasien diabetes mellitus tipe 2 secara umum dan pada ras Asia. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengetahui model tatalaksana multidisiplin mana yang paling cocok untuk pasien di wilayah tertentu dengan kebudayaan, kondisi sosial ekonomi dan fasilitas kesehatan yang beragam"
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2017
610 UI-IJIM 49:3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Aprilia
"Latar belakang: Hubungan antara HbA1c dengan kejadian mortalitas dan morbiditas pada pasien diabetes yang menjalani CABG telah dijelaskan dalam banyak penelitian sebelumnya. Namun, peran HbA1c pada populasi pasien non-diabetes dengan PJK yang menjalani BPAK belum pernah dilakukan, khususnya di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kadar HbA1c praoperasi memiliki hubungan dan dapat memprediksi keluaran awal pascaoperasi setelah BPAK pada pasien non-diabetes dengan penyakit arteri koroner. Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif pada pasien non-diabetes dengan penyakit jantung koroner yang menjalani BPAK sejak Januari 2022 hingga Desember 2023 di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. Kemudian, data kadar HbA1c praoperasi serta keluaran pascaoperasi yaitu mortalitas intrahospital dan morbiditas pascaoperasi seperti durasi penggunaan ventilator mekanik, lama rawat inap di ICU, lama rawat inap di rumah sakit, Major Adverse Cardiovascular Event (MACE), dan infeksi luka operasi diambil dari rekam medis pasien. Data variabel kontinu dinilai dengan menggunakan uji T atau uji Mann-Whitney U, sedangkan data nominal dinilai menggunakan uji Chi square atau Fischer. Analisis multivariat akan dilakukan lebih lanjut untuk hasil yang signifikan. Hasil: Sebanyak 391 subjek memenuhi kriteria dalam penelitian ini. Usia rata-rata subjek adalah 58,69 ± 8,29 tahun. Subjek dengan prediabetes (n = 268) memiliki perbedaan yang signifikan  secara statistik dalam median durasi ventilator dibandingkan dengan kelompok HbA1c normal (p = 0,009). Namun, tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara HbA1c praoperasi dengan mortalitas intrarawat, lama rawat inap di ICU, lama rawat inap di rumah sakit, kejadian MACE, dan infeksi luka operasi pascaoperasi. Simpulan: Tidak terdapat hubungan antara HbA1c praoperasi pada pasien non-diabetes dengan PJK yang telah menjalani BPAK dengan mortalitas intrarawat, lama rawat inap di ICU, lama rawat inap di rumah sakit, kejadian MACE, dan infeksi luka operasi pascaoperasi. Pasien HbA1c normal praoperasi diasosiasikan signifikan secara statistik mempunyai durasi ventilasi mekanik yang lebih pendek dibandingkan pada pasien prediabetes dengan PJK yang telah menjalani BPAK.

Background: The association between HbA1c with mortality and morbidity events in diabetic patients undergoing CABG have been explained in many previous studies. However, the predictive value of this in the non-diabetic patient population has not received sufficient attention, especially in Indonesia. This study investigated whether the pre-operative HbA1c level had an association and could predict early post-operative outcomes after CABG in non-diabetic patients with coronary artery disease. Methods: This retrospective cohort study involved non-diabetic patients with coronary artery disease who underwent CABG from January 2022 until December 2023 at National Cardiovascular Center Harapan Kita. Pre-operative HbA1c level and post-operative incidence of intrahospital mortality and morbidities such as mechanical ventilator duration, length of ICU stay, length of hospital stay, major adverse cardiovascular event (MACE), and sternal wound infections were collected. Continuous variable is assessed using T test or Mann- Whitney U test. Nominal data are assessed using Chi square or Fischer test. Multivariate analysis will be conducted further for significant results. Results: Three hundred-ninety-one subjects were involved in this study. The mean age of all subjects was 58.69 ± 8.29 years. Subjects with pre-diabetes (n = 268) have statistically significant difference in median ventilator duration compared to normal HbA1c group (p = 0.009). However, there was no significant association between pre-operative HbA1c and early post-operative intrahospital mortality, length of ICU stay, length of hospital stay, major adverse cardiovascular event (MACE), and sternal wound infections in this population. Conclusion: Pre-operative glycated hemoglobin level is not associated with early mortality, length of ICU stay, length of hospital stay and MACE. However, there is statistically significant lower mechanical ventilator duration in normal HbA1c compared to pre-diabetic patients with CAD who have undergone CABG."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library