Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tobing, Elisabeth
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Defananda Amalia
Abstrak :
[ ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pengaturan hak atas rahasia kedokteran dan privacy dalam peraturan perundang-undangan serta pelaksanaannya dalam praktik. Meskipun begitu, kedua hak tersebut seolah dapat disimpangi dengan beberapa kondisi di mana hal tersebut juga diatur dalam peraturan perundangundangan. Skripsi ini berfokus meneliti mengenai hak atas rahasia kedokteran dan privacy bagi pasien HIV/AIDS. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Sedangkan tipologi dari penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini adalah mengenai pengaturan hak atas rahasia kedokteran dan privacy di Indonesia serta bagaimana praktiknya bagi pasien HIV/AIDS serta perlindungannya.
ABSTRACT This thesis discusses about the rights regulation of medical confidentiality and privacy in rights regulations and implementation in medical practice. Nevertheless, both of these rights can be ruled out in several conditions where those rights are also stipulated in legislation. This thesis focuses on analyzing the rights to medical confidentiality and privacy for HIV/AIDS patients. This research fundamentally used normative juridical method. While the typology of this research is a descriptive study, the results of this research are about the regulations of rights to medical confidentiality and privacy in Indonesia and how its practice implemented for HIV/AIDS patients as well as its protection.;This thesis discusses about the rights regulation of medical confidentiality and privacy in rights regulations and implementation in medical practice. Nevertheless, both of these rights can be ruled out in several conditions where those rights are also stipulated in legislation. This thesis focuses on analyzing the rights to medical confidentiality and privacy for HIV/AIDS patients. This research fundamentally used normative juridical method. While the typology of this research is a descriptive study, the results of this research are about the regulations of rights to medical confidentiality and privacy in Indonesia and how its practice implemented for HIV/AIDS patients as well as its protection., This thesis discusses about the rights regulation of medical confidentiality and privacy in rights regulations and implementation in medical practice. Nevertheless, both of these rights can be ruled out in several conditions where those rights are also stipulated in legislation. This thesis focuses on analyzing the rights to medical confidentiality and privacy for HIV/AIDS patients. This research fundamentally used normative juridical method. While the typology of this research is a descriptive study, the results of this research are about the regulations of rights to medical confidentiality and privacy in Indonesia and how its practice implemented for HIV/AIDS patients as well as its protection.]
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S61530
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bella Mey Cendy
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai peredaran vaksin palsu yang terjadi pada tahun 2016 di rumah sakit swasta di wilayah Jabodetabek dan pertanggungjawaban hukum di rumah sakit terkait peredaran vaksin palsu. Peredaran vaksin palsu itu sendiri telah terjadi selama lebih kurang 13 tahun di Indonesia yang menunjukkan kurangnya atau bahkan tidak adanya pengaturan dan/atau penegakkan hukum yang dapat mengatasi permasalahan mengenai peredaran vaksin palsu di Indonesia. Dalam penulisan skripsi ini, bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis-normatif. Berangkat dari latar belakang tersebut, maka pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah mengenai prosedur peredaran vaksin di Indonesia dan juga pertanggungjawaban hukum rumah sakit terkait peredaran vaksin palsu di rumah sakit. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur secara komprehensif mengenai prosedur peredaran vaksin di Indonesia dan juga mengenai pertanggungjawaban hukum yang dapat dikenakan kepada rumah sakit adalah tergantung daripada persoalan atau kasus yang terjadi. Dalam hal ini rumah sakit dapat dikenakan pertanggungjawaban hukum administrasi, pertanggungjawaban hukum perdata maupun pertanggungjawaban hukum pidana. Bahkan terhadap rumah sakit dapat dikenakan ketiga jenis pertanggungjawaban hukum tersebut secara berbarengan.
ABSTRACT This thesis discusses about the distribution of fake vaccines at private hospitals in the Jabodetabek region on 2016 and the liability of hospitals with regards to the distribution of fake vaccines. The distribution of fake vaccines has been going for approximately 13 years in Indonesia which shows lack or even absence of regulation and or law enforcement to solve this problems regarding to the fake vaccine rsquo s distribution in Indonesia. In conducting this thesis, the writer uses juridical normative research methods. Based on the background, the issues in this thesis are the procedure of vaccines rsquo distribution in Indonesia and also the liability of hospital with regards to the distribution of fake vaccines. The conclusions are the absence of legislation that regulates comprehensively about the procedure of fake vaccines rsquo distribution in Indonesia and the liability of hospital depends on the cases or the issues. In this case, the hospital can be imposed by the administrative, civil or criminal legal liability, even the hospital can be imposed by these three types of legal liability simultaneously depends on the cases or the issues.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S66163
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Gustin Ekaputri
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai kasus peredaran obat keras PCC yang beredar di Kota Kendari pada bulan September 2017, adapun tujuan dari Penelitian ini adalah memahami bagaimana peredaran obat keras ditinjau dari hukum kesehatan dan etika profesi apoteker, memahami pengaturan dan peranan BPOM dalam pengawasan peredaran obat keras di Indonesia, dan menganalisis kasus peredaran obat keras Paracetamol Caffeine Carisoprodol PCC di Kendari. Bentuk penelitian yang akan Penulis gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, menggunakan studi literatur, serta pendapat dari narasumber. Kemudian tipe penelitian yang Penulis gunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dan perskriptif. Kesimpulan dari penelitian iniadalah dalam menangani kasus peredaran obat keras PCC di Kendari ini diperlukan kerjasama antara instansi pemerintah untuk menangani hal tersebut sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing instansi pemerintah. Untuk mencegah kasus serupa terulang kembali, diperlukan juga aturan hukum yang secara tegas mengatur mengenai kewenangan instansi pemerintah dalam mengatasi penyalahgunaan obat keras di Indonesia.
ABSTRACT
This thesis discusses the case of distribution of PCC drugs in Kendari, September 2017. The purpose of this research is to understand how the distribution of drugs in terms of health law and pharmacist ethics, understand regulatory and supervisory role of BPOM in the drugs circulation in Indonesia and analyze cases of the circulation of Paracetamol Caffeine carisoprodol PCC drug case in Kendari. Forms of research in this study is a normative legal research, using the literature, as well as the opinion of the expert. Then the type of research which the author used in this research is descriptive and prescriptive. The conclusion in the case is cooperation between government agencies to deal with such matters is necessary. To prevent the recurrence of similar cases, it also required the rule of law which expressly governs the authority of government agencies in addressing the abuse of drugs in Indonesia.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surabaya: ARKOLA, 1992
344.04 IND u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Christine S.T. Kansil
Abstrak :
Buku ini memuat malapraktek, izin praktek dokter umum, etik kedokteran, wajib kerja para medis, penyaluran obat hingga ketentuan pidana dan perdata.
Jakarta: Rineka Cipta, 1991
344.041 KAN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Sekretariat Jenderal Kementrian Kesehatan RI, {s.a.}
JHK 4:6 (2012)
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Etheldreda Tikatama Ayutiar
Abstrak :
ABSTRAK
Dewasa ini jasa kecantikan bedah plastik kosmetik sangat populer dan mengalami perkembangan pesat karena digemari oleh masyarakat dan merupakan bisnis yang menjanjikan sehingga banyak pihak ikut mengambil peluang dari bisnis tersebut. Mulai dari dokter sampai oknum non dokter yang tidak mempunyai kompetensi ikut melakukannya sehingga mengakibatkan korban. Hal tersebut dikarenakan belum jelasnya pengaturan pihak yang berwenang untuk melakukan bedah plastik kosmetik. Permasalahan dalam skripsi ini adalah pengaturan mengenai bedah plastik kosmetik di Indonesia, pihak yang berwenang melakukan bedah plastik kosmetik, dan analisa Putusan No. 944/Pid.Sus./2015/Jkt.Sel. berdasarkan hukum kesehatan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan. Data yang digunakan adalah data sekunder dari buku-buku, jurnal, kamus, peraturan perundang-undangan dan tulisan-tulisan lain yang mendukung penelitian ini. Penelitian lapangan juga dilakukan dengan mewawancarai dokter yang terkait dengan objek penelitian. Kesimpulan yang dicapai yaitu pengaturan bedah plastik kosmetik belum diatur secara jelas dan lengkap dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, bedah plastik kosmetik harus dilakukan oleh pihak yang memiliki kewenangan dan kompetensi serta memiliki izin praktik untuk melakukan tindakan tersebut, dan permasalahan hukum dalam analisa Putusan No. 944/Pid.Sus./2015/Jkt.Sel. yaitu pihak yang seharusnya berwenang melakukan bedah plastik kosmetik yang dilakukan oleh JS, sarana yang digunakan JS tidak memenuhi standar kesehatan, tanggung jawab hukum supplier obat, putusan hakim, dan kesalahan penulisan dalam putusan. Adapun saran yang disampaikan yaitu perlu adanya peraturan pelaksana yang mengatur secara jelas dan lengkap mengenai bedah plastik kosmetik dan adanya sosialisasi dan penyuluhan dari pemerintah untuk meningkatkan kesadaran dan campur tangan masyarakat dalam memilih jasa kecantikan bedah plastik kosmetik yang aman.
ABSTRACT
Nowadays, cosmetic surgery popularity seems to be rapidly growing in society and one of a promising business so that many people want to take the opportunity from it. Cosmetic plastic surgery must be performed by competent doctors who have the competence to do so, but in reality those treatments are performed by Doctors and non doctors without the relevant and required competence join in the act, resulting in a number of casualties. The issues discussed in this thesis are the regulation of cosmetic plastic surgery in Indonesia, the authorized party to do so and the extent of its authority. And also an analysis of District court decision Number 944 Pid,Sus. 2015 PN.Jkt.Sel. from health law perspective. The research method used in this thesis is literature review. The datas used are secondary data from journals, dictionary, legislations and other relsted literatures. Furthermore, the datas also conducted by interviewing the related beauty physicians. The conclusion of this research is that the regulation itself does not explicitly and completely express about the cosmetic plastic surgery. Nevertheless the cosmetic plastic surgery must be performed by competent and licensed doctors. In addition, the issues in the analysis of district court decision Number 944 Pid,Sus. 2015 PN.Jkt.Sel. is namely the party who should have the authority to perform cosmetic surgery conducted by JS, the tools used by JS does not meet the health standard, the legal responsibility of the medical supplier, judges rsquo decision, and the judge 39 s legal error. The recommendation is that there should be a complete and clearer regulation of cosmetic surgery and also for the government, socialization and counseling are needed to raise awareness so that people will choose cosmetic surgery wisely.
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marsha Maharani
Abstrak :

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pasal-pasal terkait pemenuhan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan peraturan turunannya, yaitu Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual. Rangkaian regulasi tersebut secara tekstual mengalienasi hak-hak perempuan lajang atas pemenuhan HKSR mereka, karena hanya perempuan menikah saja yang berhak atas kesehatan seksual dan reproduksi. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian sosio-legal, dengan menganalisis implikasi dari pasak-pasal dalam ketiga peraturan perundang-undangan tersebut melalui pendekatan kualitatif. Temuan dalam penelitian ini adalah: 1. Rangkaian regulasi kesehatan seksual dan reproduksi yang berlaku berpotensi menjadi justifikasi untuk menolak perempuan lajang yang ingin mengakses layanan kesehatan seksual dan reproduksi; 2. Rangkaian regulasi yang ada berperan dalam penegakan stigma negatif yang menyelubungi pemenuhan HKSR bagi perempuan lajang; dan 3. Perlunya rangkaian regulasi yang sensitif dengan isu gender dan harusz inklusif bagi semua perempuan dan tidak hanya merujuk kepada pengalaman perempuan berstatus menikah.

 


This research aims to analyze the laws around Sexual and Reproductive Health Rights (SRHR) in Law on Health (Law No. 36/2009), Government Regulation on Reproductive Health (Government Regulation No. 61/2014) and Minister of Health Regulation on Health Services during Pre-Pregnancy, Pregnancy, Childbirth and Post-Childbirth, Contraceptive Services and Sexual Health Services (Minister of Health Regulation No. 97/2014). These laws and regulations textually alienate unmarried women and their sexual and reproductive health rights since the laws only recognizes sexual and reproductive health rights for married women. The method used to conduct this research is socio-legal method, which analyzes the implication that comes from the aforementioned laws and regulations through qualitative approach. This research finds: 1. The laws and regulations on sexual and reproductive health has the potential to justify any medical facility to reject unmarried women that wanted to access sexual and reproductive healthcare; 2. The existing set of law and regulations has a role in upholding the negative stigma surrounding SRHR for unmarried women; and 3. There is a need for a set of laws and regulations that are sensitive to gender issues and that it should be inclusive to all women and not only centered around the experience of married women.

 

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arya Widi Ramadanang
Abstrak :
Self-Medication atau swamedikasi merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan yang saat ini banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia dan Dunia. Self-Medication atau swamedikasi sendiri merupakan kegiatan pengobatan diri sendiri yang didasarkan pada pengetahuan individu yang diperoleh dari berbagai sumber tanpa adanya konsultasi dengan dokter. Self-Medication atau swamedikasi diawali dengan self-diagnose atau mendiagnosis diri sendiri yang berdasarkan pada sumber non tenaga medis atau tidak berdasarkan pada diagnosis yang dilakukan oleh dokter. Setelah melakukan self-diagnose dan sudah mengetahui perkiraan penyakit yang dialami, selanjutnya pelaku self-Medication atau swamedikasi akan membeli obat untuk penyakit tersebut di toko obat ataupun apotek. Apoteker memiliki peran penting dalam melayani Self-Medication atau swamedikasi yang dilakukan oleh masyarakat di apotek. Dalam pelayanan Self-Medication atau swamedikasi di apotek, apoteker harus terlebih dahulu mengetahui penyakit apa yang diderita oleh pelaku swamedikasi. hal tersebut dilakukan dengan cara melakukan wawancara kepada pelaku swamedikasi di apotek. Proses untuk mengetahui penyakit yang diderita tersebut terlihat seperti diagnosis yang dilakukan oleh dokter dan merupakan wewenang dari dokter. Dalam peraturan perundang-undangan belum disebutkan secara jelas mengenai wewenang apoteker dalam melakukan wawancara kepada pelaku swamedikasi yang bertujuan untuk mengetahui penyakit yang dialami oleh pelaku swamedikasi. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penelitian ini akan membahas mengenai wewenang apoteker untuk memberikan obat dan diagnosis kepada pasien atau pelaku swamedikasi di apotek dilihat dari peraturan perundang-undangan hukum kesehatan. Dari penelitian ini ditemukan bahwa wewenang apoteker dalam hal melakukan wawancara untuk menentukan penyakit yang dialami oleh pelaku swamedikasi diperbolehkan dalam peraturan perundang-undangan namun terbatas pada penyakit-penyakit ringan yang dapat diobati dengan obat golongan bebas dan bebas terbatas. ......Self-medication is a prevalent practice in Indonesia and worldwide, where individuals diagnose and treat themselves based on their own knowledge without consulting to a doctor. This process begins with self-diagnosis, using non-medical sources rather than a doctor's diagnosis. After self-diagnosing, individuals proceed to purchase medicines for their perceived ailment from pharmacies. Pharmacists play a crucial role in facilitating self-medication by providing assistance to customers in pharmacies. They engage in interviews with individuals to determine their medical condition, resembling a doctor's diagnosis, although the legal framework does not clearly define the authority of pharmacists in conducting these interviews. Through normative juridical research, this study aims to explore the authority of pharmacists to provide medications and diagnoses to self-medication actors in pharmacies within the context of health law legislation. The findings reveal that pharmacists are permitted by the legislation to conduct interviews to identify the illnesses experienced by self-medication actors. However, this authority is limited to minor ailments that can be treated with over-the-counter and limited over-the-counter drugs.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>