Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ariiq Azmi Rofiqi Sulkhan
"Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) merupakan penyakit mulut ditandai dengan ulkus berwarna putih-kekuningan yang umumnya sembuh selama 14 hari. Berbagai bentuk sediaan memiliki waktu kontak terbatas dengan lesi sehingga dapat mengurangi efek terapinya. Aktivitas anti-inflamasi, antiulkus, antioksidan, antibakteri glycyrrhizin (GL) dan ekstrak kayu secang sudah banyak dilaporkan tetapi belum ada yang menguji efeknya pada penyembuhan ulkus oral. Penelitian dilakukan bertujuan untuk membuat film mukoadhesif menggunakan zat aktif GL dan ekstrak kayu secang dengan karakteristik yang baik yang dapat diterima, memiliki aktivitas anti-inflamasi, dan tidak mengiritasi. Uji aktivitas anti-inflamasi zat aktif dilakukan sebagai uji pendahuluan penentuan dosis formulasi. Sembilan formula dengan variasi chitosan (CH) dan propilen glikol (PG) diuji terhadap parameter indeks mengembang, kekuatan mukoadhesif, waktu mukoadhesif, ketahanan regangan, dan pH permukaan. Formula optimal film dievaluasi karakteristik fisik, aktivitas anti-inflamasi, dan iritasinya. Total 3% kombinasi GL:ekstrak kayu secang (2:1) merupakan dosis optimal untuk formulasi. Formula optimal film (CH 0,53%; PG 3,00%) memiliki karakteristik sediaan film mukoadhesif yang baik yaitu mengembang >200%; melekat kuat pada mukosa selama 180,67 ± 9,85 menit; pH 6,39 ± 0,02 sama dengan rongga mulut; tahan terhadap lipatan >300 kali; stabil; dan tidak mengiritasi. Formula optimal film secara signifikan (p<0,05) menurukan diameter ulkus >90% sejak hari ke-4 dan jumlah leukosit mendekati normal yaitu 8975 ± 435,5/μL dibandingkan triamcinolone salep yaitu 9575 ± 415,1/μL. Pengamatan histologi menunjukkan formula optimal film memberikan profil regenerasi jaringan mirip dengan mukosa oral yang sehat. Formula optimal film dengan 3% kombinasi GL:ekstrak kayu secang (2:1) yang dihasilkan disimpulkan berpotensi dikembangkan sebagai alternatif pengobatan untuk SAR
......Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) is the oral mucosal lesions characterized by round ulcers with yellow-white color and heals up to 14 days. Many commercialized forms of treatment have limited residence time with the lesion that may decrease therapeutic efficiency. The anti-inflammatory, anti-ulcer, antioxidant, antibacterial properties of glycyrrhizin (GL) and C. sappan extract (CSE) have been demonstrated in many recent studies but no study has demonstrated the effect on the oral mucosal ulcer. The objective of this study was to optimize mucoadhesive oral film containing GL and CSE that is aesthetically acceptable, provides anti-inflammatory activity, and not irritant. Anti-inflammatory activity of GL and CSE was conducted as the preliminary study to determine the dosage of the formulation. All nine experimental runs with the various chitosan (CH) and propylene glycol (PG) concentrations were optimized against swelling index, mucoadhesive strength, residence time, tear resistance, and surface pH then physical characteristics, anti-inflammatory activity, and irritancy of the optimum formula were evaluated. Combination of 3% GL:CSE (2:1) showed the optimum dosage for formulation. The optimum formula (0.53% CH; 3.00% PG) showed a swelling index >200%; residence time up to 180.67 ± 9.85 minutes; pH 6.39 ± 0.02 similar to oral cavity; folding endurance >300 times; physical stable; and not irritant. The optimum formula was significantly (p<0.05) decreased the ulcer size up to >90% since day 4 with the leukocyte number 8975 ± 435.5/μL that was similar to the normal value compared to the triamcinolone paste 9575 ± 415.1/μL. In addition, the histological examination from optimum formula treatment showed a similar tissue regeneration profile with the healthy oral mucosa. This study was concluded that the mucoadhesive film containing combination of 3% GL:CSE (2:1) may be potential as the alternative treatment for RAS."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debora E. Gondokusumo
"Brazilin dan 6-gingerol, senyawa bioaktif dalam ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dan rimpang jahe (Zingiber officinale Rosc.), memiliki berbagai potensi manfaat farmakologis. Kombinasi ekstrak ini telah menunjukkan sifat antitrombotik dan antihiperlipidemia, sehingga menunjukkan potensi penggunaan kombinasi ini dalam produk herbal. Analisis kuantitatif diperlukan untuk memastikan kontrol kualitas produk herbal. Namun, kuantifikasi simultan Brazilin dan 6-gingerol menggunakan metode HPLC saat ini tidak tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan memvalidasi metode kuantifikasi simultan untuk Brazilin dan 6-gingerol dalam ekstrak gabungan kayu secang dan jahe menggunakan KCKT- fase terbalik. Analisis kromatografi dilakukan menggunakan kolom C18 Inertsil ODS3 fase terbalik (4,5x250mm; ukuran partikel 5μm) pada suhu kamar, dengan deteksi pada 282nm menggunakan detektor UV. Fase gerak terdiri dari asetonitril (A) dan air yang mengandung 0,1% asam asetat (B), dengan elusi gradien yang dioptimalkan sebagai berikut: 0-12 menit 15% A: 85% B; 12-16 menit 30% A: 70% B; 16-21 menit 45% A: 55% B; 21-35 menit 60% A: 40% B, dengan laju aliran 1mL/menit dengan volume injeksi 20 μL. Metode yang dikembangkan menunjukkan kesesuaian sistem yang dapat diterima (resolusi puncak, faktor tailing, nomor plat teoritis, selektivitas), dan parameter yang divalidasi. Baik Brazilin dan 6-gingerol menampilkan kurva kalibrasi linier (R2 > 0,999), presisi intraday dan interday tinggi (%RSD <2%), dan akurasi (93-106%). Studi ini berhasil mengembangkan dan memvalidasi metode KCKT yang cepat dan akurat untuk mengkuantifikasi Brazilin dan 6-gingerol secara simultan dalam ekstrak gabungan kayu secang dan rimpang jahe. Metode ini dapat digunakan unuk pengendalian mutu dan dapat memfasilitasi pengembangan produk herbal yang menggunakan kombinasi senyawa bioaktif ini.
......Brazilin and 6-gingerol, bioactive compounds found in sappan wood (Caesalpinia sappan L.) and ginger rhizome (Zingiber officinale Rosc.) extracts, offer various potential pharmacological benefits. The combination of these extracts has shown promising antithrombotic and antihyperlipidemic properties, suggesting the potential use of this combination in herbal products. Quantitative analysis is required to ensure the quality control of herbal products. However, the simultaneous quantification of Brazilin and 6-gingerol using an HPLC method is currently unavailable. To address this gap, this study aimed to develop and validate a simultaneous quantification method for Brazilin and 6-gingerol in combined extracts of sappan wood and ginger using RP-HPLC. Chromatographic analysis was performed using a reverse-phase C18 Inertsil ODS3 column (4.5x250mm; particle size 5μm) at room temperature, with detection at 282nm using a UV detector. The mobile phase consisted of acetonitrile (A) and water containing 0.1% acetic acid (B), with gradient elution optimized as follows: 0-12 min 15% A: 85% B; 12-16 min 30% A: 70% B; 16-21 min 45% A: 55% B; 21- 35 min 60% A: 40% B, at a flow rate of 1mL/min with an injected volume of 20 μL. The developed method demonstrated acceptable system suitability (peak resolution, tailing factor, theoretical plate number, selectivity), and validated parameters. Both Brazilin and 6-gingerol displayed linear calibration curves (R2 > 0.999), high intraday and interday precision (%RSD < 2%), and accuracy (93-106%). This study successfully developed and validated a rapid RP- HPLC method for simultaneous quantifying Brazilin and 6-gingerol in combined extracts of sappan wood and ginger rhizome. This method provides a reliable means for quality control analysis and could facilitate the development of herbal products incorporating these bioactive compounds."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Elsevier, 2005
615.321 RES
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Junaedi
"Pemakaian obat herbal dimasyarakat diiringi dengan berkembangnya industri obat tradisional. Khusus untuk Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) setiap tahun pertumbuhannya semakin meningkat. IKOT turut berkontribusi sebesar 20% dari omset nasional produk herbal. Permasalahan utama yang dihadapi oleh IKOT adalah ketersediaan bahan baku dan kualitas produksi yang belum terstandar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketersediaan bahan baku untuk produk IKOT dan kontribusi dari kualitas produk IKOT terhadap pemakaian produk herbal masyarakat. Metode yang digunakan adalah survey dan wawancara kepada 4 IKOT di kota Depok dan responden yang menggunakan produk herbal sebanyak 84 orang. Berdasarkan analisa hasil penelitian diperoleh Y = 0,549 X atau pemakaian produk = 0,549 kualitas produk. Artinya apabila kualitas produk ditingkatkan satu kali maka pemakaian produk akan meningkat 1/0,549 atau sekitar dua kali. Kualitas produk berkaitan secara bermakna dengan kualitas bahan baku herbal. Kontinuitas produksi di IKOT tergantung pada bahan baku yang berasal dari bukan hasil budidaya. Kemitraan dengan petani penyedia bahan baku melalui pola penanaman sistem Good Agriculture Practice (GAP). Pembinaan petani diarahkan pada cara budidaya, pengelolaan panen dan pasca panen serta cara penyimpanan bahan baku yang sesuai dengan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Kerjasama dengan pihak perguruan tinggi dalam hal pengujian bahan baku herbal harus dilakukan oleh IKOT agar kualitas bahan terstandar.
......The use of herbs remedies in industrial growth accompanied by traditional medicine. Specifically for Small traditional medicine Industry (IKOT) increasing its growth each year. IKOT contribute 20% of the national turnover of herbs products. The main problems faced by IKOT is the availability of raw materials and production quality that has not been standardized. This research aims to analyze the availability of raw materials for the product and IKOT contributions from IKOT product quality to the use of herbs products community. The method used was a survey and interviews to 4 IKOT in Depok and respondents who use herbs products as much as 84 people. Based on an analysis of the research results obtained Y = 0.549 X or product usage = 0.549 product quality. It means that, when the quality of products improved once and then use the product to rise 1/0.549 or about twice. The quality of the product concerned significantly to the quality of raw herbs. Continuity of production at IKOT depending on the raw material comes from is not the result of cultivation. Partnership with farmers providing raw materials through a system of planting pattern of Good Agriculture Practice (GAP). The construction of the farmers directed at how the cultivation, harvest and post harvest management and storage of the raw materials according to the way of making a good traditional medicine (CPOTB). Cooperation with the College in terms of raw herbs material testing must be carried out by the quality of the ingredients, standardized so that the IKOT."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T32157
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wina Sundari
"Tren produk kosmetik berbahan alami atau natural based cosmetic products
memiliki pasar yang luas dan menjanjikan baik di dalam maupun di luar negeri.
Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan alam luar biasa mempunyai
potensi besar untuk ikut ambil bagian dalam tren ini. Di pasaran terdapat banyak
kosmetik berbahan alami impor yang merupakan pesaing bagi kosmetik berbahan
alami produksi Indonesia. Kedua produk ini memiliki keunggulan dalam strategi
pemasaran produk. Produk impor cenderung memiliki modal besar untuk beriklan
di media massa, sedangkan produk kosmetik Indonesia telah melekat dalam
kehidupan masyarakat. Hal-hal tersebut akan mempengaruhi ekuitas merek kedua
kosmetik berbahan alami di benak masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan antara kosmetik berbahan
alami Indonesia dan kosmetik berbahan alami impor. Pengumpulan data
dilakukan di Bekasi dengan alat berupa kuesioner yang telah diuji validitas dan
realibilitas. Bekasi merupakan daerah suburban dimana masyarakatnya berada
dalam peralihan kota dan desa. Diharapkan masyarakat Bekasi dapat mewakili
karakteristik masyarakat kota, desa, dan suburban itu sendiri. Penelitian dilakukan
dengan metode convenience sampling di tempat-tempat perawatan kecantikan di
Bekasi dengan jumlah sampel 200 orang.
Responden di Bekasi memiliki perbedaan antara kosmetik berbahan alami
Indonesia dengan ekuitas merek dengan kosmetik berbahan alami impor di
seluruh dimensi ekuitas merek. Kosmetik berbahan alami Indonesia memiliki nilai
rata-rata yang lebih tinggi di semua dimensi ekuitas merek.
......The trend of cosmetic products made from natural ingredients or natural-based
cosmetic products has a vast and promising market both nationwide and abroad.
Indonesia as a country with tremendous natural wealth has great potential to take
part in this trend. In the market there are many imported natural-based cosmetics
which is a competitor for Indonesian natural-based cosmetics product. Both of
these products have advantages in product marketing strategy. Imported products
tend to have a large capital to advertise in the mass media, while the Indonesian
natural-based cosmetic products have been embedded in people's lives. These
things will affect the brand equity of both natural cosmetics brands in the minds of
the public.
This study aimed to analyze the differences between Indonesian natural-based
cosmetics and imported natural-based cosmetics. The data was collected in
Bekasi by questionnaire that had been tested for validity and reliability. Bekasi is
a suburban area where people are in transition between the capital and rural
areas, so hopefully the people of Bekasi can represent the characteristics of rural,
urban and suburban people itself. Sampling method that was used in this study is
convenience sampling method that was done ini beauty service vendors in Bekasi.
There are 200 respondents ini this study.
The respondents in Bekasi have a difference in Indonesian natural-based
cosmetics brand equity and imported natural-based cosmetics brand equity. The
respondent in Bekasi have a higher average value in all the dimensions of brand
equity in Indonesian natural-based cosmetics."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T35012
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratri Wahyu Mulyani
"Usaha-usaha yang dilakukan oleh aparat penegak hukum belum berhasil memberantas peredaran jamu berbahan Kimia Obat (BKO). Salah satu penyebabnya adalah penindakan yang bersifat reaktif sporadis, membuka kesempatan pelanggar hukum untuk beradaptasi dan terus berinovasi dalam melaksanakan modus operandinya demi menghindari tekanan dari penegak hukum. Untuk mengatasi hal ini diperlukan kewaspadaan nasional terhadap ancaman peredaran jamu BKO sebagai dasar penyusunan dan pelaksanaan suatu sistem peringatan dini. Yaitu serangkaian teknologi, kebijakan dan prosedur yang disusun khusus untuk pemprediksi dan memitigasi dampak peredaran jamu BKO. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode collection and analysis dalam pengolahan data. Teknik triangulasi digunakan untuk memastikan validitas data baik primer maupun sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelibatan komponen intelijen negara dan partisipasi aktif masyarakat menjadi hal yang mutlak dibutuhkan demi keberhasilan sistem peringatan dini atau early warning terkait peredaran jamu BKO. Badan intelijen negara selaku coordinator dari seluruh intelijen yang ada di instansi negara wajib menjalankan fungsi sebagai komite intelijen pusat (kominpus). Dalam satu system yang dibangun seharusnya Indonesia National Single Window (INSW) seharusnya didapat kerjasama kontrol antar lembaga yaitu BPOM, BIN, Bea dan Cukai, Kepolisian dan masyarakat. Early warning system menghadirkan 4 komponen utama sistem peringatan dini yaitu pengetahuan resiko, layanan pemantauan dan peringatan, diseminasi dan komunikasi serta kemampuan respons. Saran untuk melakukan pemberantasan dan pencegahan peredaran jamu BKO adalah melakukan studi untuk menilai potensi kerugian negara akibat peredaran BKO. Hasil studi tersebut dijadikan dasar untuk membangun kewaspadaan nasional dan ditindak lanjuti dengan penyusunan sistem peringatan dini yang melibatkan berbagai instansi terkait dan dukungan masyarakat.

Efforts by law enforcement officers have not succeeded in eradicating the circulation of medicinal chemicals-contained herbal medicine or also known as Jamu Berbahan Kimia Obat (BKO). One of the causes is sporadic reactive action, which gives opportunities for law offenders to adapt and continue to innovate in carrying out their operational mode to avoid pressure from law enforcement. In order to overcome this issue, national awareness as an early warning system regarding the threat of BKO herbal medicine distribution is required. Such early warning system comprises a series of technologies, policies and procedures devised specifically for predicting and mitigating the impact of BKO herbal medicine circulation. This research uses the qualitative approach with collection and analysis method in data processing. Triangulation techniques are used to ensure the validity of both primary and secondary data. The results showed that the involvement of state intelligence components and the active participation of the community becomes absolutely necessary for the success of early warning system or early warning related to the circulation of BKO herbal medicine. National Intelligence Agencies (BIN) as the coordinator of all intelligences in state institutions must perform the function as central intelligence committee (Kominpus). The one-stop integrated system namely Indonesia National Single Window (INSW) should maintain cooperation between institutions such as BPOM, BIN, Customs and Excise, Police and society. Early warning system presents 4 main components, such as risk knowledge, monitoring and warning service, dissemination and communication, as well as response capability. As a suggestion, in eradicating and preventing the circulation of BKO herbal medicine, a study to assess the potential loss of the state due to the circulation of BKO herbal medicine should be conducted. The results of these studies serve as a basis for building national awareness and are followed up by the preparation of an early warning system involving various relevant agencies and community support."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Oktavianti
"3-Chymotrypsine-Like Protease (3CLpro) adalah enzim yang memiliki fungsi utama dalam siklus hidup Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Enzim ini dapat digunakan sebagai target protein untuk mencari obat baru. Tanaman herbal diharapkan memiliki kontribusi besar dalam pencegahan dan pengobatan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), karena banyak tanaman herbal mungkin memiliki afinitas yang kuat terhadap 3CLpro dalam pengobatan COVID-19. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas penghambatan, komponen fitokimia, dan antioksidan ekstrak sembilan tanaman herbal yang diekstraksi dengan metode Ultrasound Assisted Extraction (UAE) yang berpotensi menghambat rekombinan SARS-CoV-2 3CLpro secara in vitro. Sebagai hasilnya, dapat digunakan untuk menemukan kandidat obat baru untuk terapi COVID-19. Penentuan aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH dan ABTS, total polifenol dan total flavonoid menggunakan metode Folin Ciocalteu dan quercetin. Dari sembilan tanaman herbal yang diuji, daun Jamblang (Syzygium cumini) memiliki aktivitas penghambatan paling aktif dengan nilai penghambatan 3CLpro (IC50 = 226 μg/ml) dengan total polifenol 413±1,83 mg GAE/g ekstrak dan total flavonoid sebesar 12,09 ±0,03 mg QE/g ekstrak. Pengukuran aktivitas antioksidan dengan DPPH diperoleh nilai IC50 sebesar 3,75 ± 0,01 μg/ml, dan dengan ABTS diperoleh nilai IC50 4,43±0,06 μg/ml. Hal ini menunjukkan bahwa daun Jamblang bisa menjadi sumber potensial anti-COVID.
......The 3-chymotrypsin-like protease (3CLpro) is an enzyme that has a major function in the severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) life cycle. It has the potential to be used as a protein target in the search for novel medications. Herbal plants contribute to the prevention and treatment of the 2019 coronavirus disease (COVID-19), as many of them might have a strong affinity for 3CLpro in the treatment of COVID-19. This study was aimed at screening nine herbal plant extracts for their potential in inhibiting recombinant SARS-CoV-2’s 3CLpro, as well as determining the phytochemical components and antioxidant activity of the most effective extract. Extracts were prepared from Phyllanthus niruri, Sonchus arvensis, Clitoria terntea, Caesalpinia sappan, Syzygium polyanthum, Psidium guajava, Averrhoa carambola, Andrographis paniculata, and Syzygium cumini. The extracts were used to perform the 3CLpro enzyme inhibition assay. The total phenolic content (TPC) and total flavonoid content (TFC) were determined from the extract with the most inhibitory activity. The DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) and ABTS (2,2'-azinobis [3-ethylbenzothiazoline-6-sulphonic acid]) methods were utilized for estimating the antioxidant activity of the extract. From the nine herbal plants screened, Syzygium cumini had the most effective inhibitory activity with a value of 3CLpro (IC50 = 226 μg/ml). The TPC and TFC were 413±1.83 mgGAE/g extract and 12.091±0.037 mgQE/g extract, respectively. The IC50 values for the antioxidant activity recorded for the DPPH and ABTS methods were 3.75±0.0149 and 4.43±0.06 μg/ml, respectively. The findings of this study suggest that Syzygium cumini leaves could be a potential source of COVID-19 medication."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyowati
"Paparan sinar UV yang berlebihan merupakan salah satu faktor ekstrinsik penyebab terjadinya penuaan dini, yaitu akibat terbentuknya radikal bebas dan Reactive Oxygen Species (ROS). Rubus fraxinifolius Poir. terutama pada bagian daunnya terbukti secara in vitro memiliki sifat antipenuaan dengan cara mencegah aktivitas enzim elastase. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kadar total fenol, kadar total flavonoid, aktivitas antioksidan DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil), FRAP (Ferri Reducing Antioxidant Power) dan ABTS (2,2'-azino-bis(3-ethylbenzothiazoline-6-sulfonic acid) serta aktivitas penghambatan elastase dari ekstrak (hasil optimasi jenis daun dan optimasi metode ekstraksi) dan fraksi daun Rubus fraxinifolius, selanjutnya fraksi ter-aktif diformulasikan dalam sediaan gel. Penelitian diawali dengan optimasi jenis daun terlebih dahulu dengan cara ekstraksi terhadap daun tua dan daun muda secara Soxhlet, dan dievaluasi aktivitas antioksidan dan aktivitas penghambatan elastase. Selanjutnya dilakukan optimasi metode ekstraksi secara Soxhlet, Microwave Assisted Extraction (MAE) dan Ultrasound Assisted Extraction (UAE) kemudian dievaluasi aktivitas antioksidan dan aktivitas penghambatan elastase. Ekstrak teraktif selanjutnya dilakukan fraksinasi dengan n-heksana, etil asetat, dan aquadest. Fraksi teraktif dilakukan pengujian antioksidan dan aktivitas penghambatan elastase, kemudian diidentifikasi menggunakan LC-MSMS. Berdasarkan hasil optimasi jenis daun, ekstrak daun tua memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dari daun muda dalam hal aktivitas antioksidan dan aktivitas penghambatan enzim elastase. Sedangkan hasil optimasi metode ekstraksi, UAE memberikan hasil terbaik untuk selanjutnya difraksinasi dan fraksi aquadest memberikan hasil terbaik aktivitas antioksidan dan aktivitas penghambatan enzim elastase. Formulasi gel fraksi aquadest dari metode ekstraksi secara UAE menunjukkan pada formula 1 dengan konsentrasi fraksi daun Rubus 3% memberikan hasil yang lebih baik dan stabil selama masa penyimpanan 12 minggu.
......Excessive exposure to UV light is one of the extrinsic factors that causes premature aging, which is due to the formation of free radicals and Reactive Oxygen Species (ROS). Rubus fraxinifolius Poir. especially in the leaves have antiaging in vitro properties by preventing the activity of elastase enzyme. The purpose of this study was to analyze total phenol levels, total flavonoid levels, antioxidant activity of DPPH (1,1-diphenyl-2-pikrilhidrazyl), FRAP (Ferri Reducing Antioxidant Power) and ABTS (2,2'-azino-bis(3- ethylbenzothiazoline-6-sulfonic acid) also elastase inhibitory activity of the extract (from optimizing leaf types and optimizing extraction methods) and Rubus fraxinifolius leaf fractions, then the most active fractions are formulated in Gel preparations. The research begins with optimizing leaf types first, by extraction old leaves and young leaves used Soxhlet method, and evaluated their antioxidant activity and elastase inhibition activity. Furthermore, optimization of extraction methods (Soxhlet, Microwave Assisted Extraction/ MAE and Ultrasound Assisted Extraction/ UAE) was carried out and then evaluated antioxidant activity and elastase inhibitory activity. Active extract then fractionated with n-hexane, ethyl acetate, and aquadest. The most active fraction was tested for antioxidant and elastase inhibitory activity, then identified using LC-MSMS. Based on the optimization of leaf types, old leaf extract has better performance than young leaves in terms of antioxidant activity and elastase enzyme inhibitory activity. While the optimization results of extraction method UAE gave the best results. Fractionation process gave aquadest fraction the best results for antioxidant activity and elastase enzyme inhibitory activity. The gel formulation of the aquadest fraction from the UAE extraction method showed that formula 1 with a concentration of 3% Rubus leaf fraction gave better and more stable results during a storage period of 12 weeks."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafiqah Nur Viviani
"Resep jamu kuno Au Fere II (Persea americana dan Vigna cylindrica) dari daerah Maluku dipercayai memiliki khasiat sebagai antihipertensi sejak masa lampau, meskipun belum terdapat bukti ilmiah terkait efeknya pada tekanan darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak Au Fere II terhadap kadar angiotensin II plasma pada model tikus Two-Kidney-One-Clip (2K1C). Studi dilakukan terhadap enam kelompok tikus, yaitu kelompok sham (n=4) dan lima kelompok 2K1C (n=20). Tikus 2K1C diinduksi dengan pemasangan mikroklip stainless steel 0,2 mm pada arteri ginjal kiri selama lima minggu. Kelompok tikus 2K1C (>140/100 mmHg, n=4 per kelompok) dibagi menjadi kelompok kontrol negatif (2K1C: tidak diberi perlakuan), kontrol positif (CAP: kaptopril 4,5mg/200g BB), dosis 1 ekstrak Au Fere II (D1: 0,495mL/200g BB), dosis 2 (D2: 0,99mL/20g BB), dan dosis 3 (D3: 1,98mL/200g BB). Pemberian perlakuan dilakukan secara per oral sekali sehari selama satu minggu. Pemberian perlakuan tersebut memengaruhi tekanan darah dan kadar angiotensin II plasma, serta tidak memengaruhi rasio berat ginjal basah/berat badan. Tekanan darah sistolik (D1 dan D3) dan diastolik (D1, D2, dan D3) menunjukkan perbedaan yang bermakna jika dibandingkan terhadap kelompok 2K1C, namun tidak menunjukkan adanya aktivitas yang dose-dependent dari tiga dosis yang diujikan. D3 mengalami penurunan tekanan darah paling efektif dibandingkan dengan D1 dan D2. Selain itu, kadar angiotensin II plasma seluruh kelompok perlakuan juga lebih rendah dibandingkan terhadap kelompok 2K1C, meskipun tidak bermakna secara statistik. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa resep jamu kuno Au Fere II menunjukkan potensi sebagai antihipertensi dengan menurunkan tekanan darah dan kadar angiotensin II plasma.

The Au Fere II ancient herbal recipe (Persea americana and Vigna cylindrica) from Maluku was believed to have antihypertensive properties since the past, although there has been no scientific proof regarded its effect on blood pressure. This study aimed to determine the effect of Au Fere II extract on angiotensin II plasma levels in the Two-Kidney-One-Clip (2K1C) rat model. The study was conducted on six groups, the sham group (n=4) and five groups of 2K1C rats (n=20). The left kidney artery was clipped with a 0.2mm stainless steel microclip for five weeks. Twenty hypertensive rats (>140/100mmHg) were assigned into five groups (n=4), negative control (2K1C: not treated), positive control (CAP: captopril 4.5mg/200g BW), dose 1 Au Fere II extract (D1: 0.495mL/200g BW), dose 2 (D2: 0.99mL/200g BW), and dose 3 (D3: 1.98mL/200g BW). The treatment was given orally once/day for one week. Au Fere II reduced blood pressure and plasma angiotensin II levels but did not affect the kidney's-wet-weight/body-weight ratio. Systolic (D1, D3) and diastolic blood pressure (D1, D2, D3) were significantly lower compared to the 2K1C group but did not show any dose-dependent activity of the three doses tested. D3 was shown the most effective reduction in blood pressure compared to D1 and D2. Angiotensin II plasma levels in all treatment groups decreased compared to the 2K1C group, although it was not statistically significant. These results suggest that Au Fere II could potentially be used as an antihypertensive by lowering blood pressure and angiotensin II plasma levels.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Christian Nitihardjo
"Di Indonesia stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan disabilitas utama dimana tingkat mortalitas akibat stroke mencapai 15,4% dari seluruh kasus mortalitas di Indonesia. Terapi yang diberikan pada pasien pasca-stroke adalah dengan fisioterapi dan pirasetam. Peneliti melakukan penelitian mengenai efek kombinasi Acalypha indica Linn dan Centella asiatica terhadap perbaikan neuron sebagai alternatif terhadap pirasetam yang memiliki banyak efek samping. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan uji statistik One Way Anova (P < 0,05) dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Dari hasil uji statistik didapatkan kesimpulan pemberian kombinasi ekstrak acalypha indica Linn dan centella asiatica pada berbagai dosis maupun pirasetam tidak menunjukkan efek yang berbeda bermakna terhadap sel piknotik dibandingkan pemberian akuades.
......In Indonesia stroke is one of the main causes of death and disability due to stroke mortality rates which reached 15.4% of all cases of mortality in Indonesia. Therapy given to post-stroke patients is by physiotherapy and piracetam. Researchers conducted a study of the effects of the combination of Acalypha indica Linn and Centella asiatica on the repair of neurons as an alternative to pirasetam which has many side effects. This study is an experimental study using statistical tests One Way ANOVA (P<0,05) followed by post hoc test. From the statistical test results obtained the conclusion of a combination of extracts of Acalypha indica Linn and Centella asiatica at different doses or pirasetam did not show significantly different effects on picnotic cell compared with aquadest administration."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>