Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yudi Bachri Oktora
Abstrak :
ABSTRAK
Pada masa pemerintah Orde Baru berbagai kebijakan pembangunan terutama pertanian, tidak sedikit diantaranya yang kemudian menimbulkan kontroversial. Salah satunya adalah kebijakan atas pemenuhan terhadap kebutuhan gula nasional. Pro dan kontra atas kebijakan ini terutama pada pelaksanaannya. Kebijakan tersebut tertuang pada INPRES No. 9/1975 tentang tebu rakyat intensifikasi atau yang kemudian lebih dikenal dengan TRI. Tugas ini secara otomatis dibebankan kepada para petani untuk melaksanakannya. Salah satu daerah yang juga terkena untuk dijadikan areal perkebunan tabu adalah daerah Karesidenan Surakarta. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa daerah Surakarta merupakan salah satu daerah yang berpotensi di wilayah propinsi Jawa Tengah termasuk untuk perkebunan tabu. Bagi petani di daerah karesidenan Surakarta sesungguhnya mereka merasa berat untuk mengikuiinya namun tak ada pilihan bagi mereka untuk menghindar. Petani sebagai salah satu pelaku utarnanya diberi tanggung jawab yang besar namun dengan beban resiko yang hams mereka tanggung sendiri terutama dalam hal budi daya tabu_ Hal ini sudah merupakan salah satu masalah yang harus dihadapi oleh mereka. Mulai dari penggarapan lahan, penanaman dan pemeliharaan yang dilakukan oleh para petani tergabung di dalam kelompok-kelompok tani. Dari apa yang diutarakan oleh para petani peserta TRI nampak bahwa sesungguhnya para petani tidaklah terlalu paham dengan apa yang harus dikeajakan oleh mereka dalam hal menanam tebu. Gambaran kerja teknis yang sangat panjang dan perlunya ketelitian serta ketekunan para petani dalam merawat dan mengelola tanaman tabu, ternyata membutubkan waktu kerja yang tak sedikit pula jam kerja yang panjang merupakan hal lain yang tarut menyertai rasa enggan petani untuk mau menanam tebu. Dalam pandangan petani bila dibandingkan antara jam kerja menanam tebu dengan padi yang lebih menguntungkan bagi mereka adalah menanam padi.
2001
S12628
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Agung Sujiwo
Abstrak :
Revolusi Indonesia, yang dimulai pada bulan Agustus 1945 dan berakhir pada bulan Desember 1949 dilalui dengan banyak kesulitan yang harus dihadapi. Kesulitan ekonomi merupakan salah satu kesulitan yang tidak berhasil diselesaikan oleh pemerintah Republik Indonesia yang baru berdiri tersebut. Kompleksitas permasalahan dan perubahan keadaan yang begitu cepat merupakan salah satu faktor yang membuat persoalan ekonomi menjadi sulit untuk diselesaikan. Usaha awal pemerintah dalam bidang ekonomi hanyalah berupaya untuk mencari dan mengumpulkan dana bagi pembiayaan perjuangan, karena rusaknya sistem ekonomi yang ditinggalkan Jepang juga karena sebagian besar sumber daya dan alat produksi yang dimiliki republik tidak dapat digunakan secara maksimal akibat perang. Untuk itulah maka pemerintah Republik berupaya untuk segera memperbaiki sistem moneter yang sudah sedemikian kacau akibat inflasi yang sangat tinggi. Pada masa revolusi, pemerintah Republik mengerahkan segenap kekuatan yang ada untuk mempertahankan proklamasi dan berusaha untuk mendapatkan pengakuan dunia internasional atas proklamasi tersebut. Demikian pula upaya pemecahan persoalan ekonomi sifatnya menjadi lebih politis karena didorong untuk memperkuat posisi republik dalam menghadapi konflik dengan Belanda, seperti politik batas yang dilakukan kabinet Sjahrir. Pemecahan persoalan ekonomi yang pada awalnya bertujuan untuk menyelesaikan persoalan yang mendasar banyak yang mengalarni kegagalan dan hambatan karena faktor politik yang begitu mendominasi jalannya revolusi. Upaya mendirikan Banking and Trading Company (BTC) sebagai salah satu ujung tombak perdagangan dengan luar negeri pada akhimya harus mengalami kegagalan karena tidak adanya dukungan yang kuat dari pemerintah Republik dan kondisi politik yang terus mengalami perubahan. Namun demikian pemerintah Republik melihat adanya kebutuhan untuk membuat sebuah rancangan ekonomi yang terencana sebagai sebuah kebutuhan akibat semakin intensnya perundingan yang dilakukan dengan BeIanda. Pemikiran ekonomi yang dikemukakan wakil presiden Moh. Hatta pada Konferensi Kemakmuran pertama Mei 1946, yang berjudul Ekonomi Indonesia Masa Datang merupakan salah satu sebab pemerintah Republik segera membentuk Panitia Pemikir Siasat Ekonomi, sebuah lembaga yang bertugas membuat sebuah rancangan ekonomi Indonesia. Dalam pidatonya tersebut Hatta menjelaskan tentang beberapa persoalan ekonomi yang harus dijawab oleh pemerintah dengan segera. Pemikiran Hatta itu pulalah yang kemudian menjadi dasar bagi kebijakan-kebijakan ekonomi Republik selama masa revolusi.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
S12593
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library