Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Setya Yuwana
Abstrak :
ABSTRAK Tesis ini mengkaji masalah perilaku homoseksual dalam tradisi gemblakan di Ponorogo, khususnya masalah resiko perilaku hubungan seksual warok, warokan, sinoman, dengan gemblak sebagai konsekuensi logis orang yang sering bertukar-tukar pasangan seksual. Objek penelitian ini adalah masyarakat Desa Somoroto, Kecamatan Kauman, Kabupaten Ponorogo.

Kajian tesis ini menunjukkan bahwa homoseksualitas di kalangan warok, warokan, sinoman, gemblak pada dasarnya dalam dua wujud, yaitu: (1) suami-istri, dan (2) anak-asuh. Pola hubungan itu tercermin dalam seni reog Ponorogo. Ada warok sebagai pembina atau sesepuh dan donatur, dan ada warokan sebagai pemberi semangat pergelaran. Di pihak lain ada sinoman sebagai pengiring, dan ada pula gemblak sebagai penari jathilan. Pelaku tradisi gemblakan melakukan hubungan seksual dengan teknik diloco [alat kelamin pasangan seksual gemblak diremas-remas tangan] dan dikempit [alat kelamin pasangan seksual gemblak dijepit di celah-celah paha]. Homoseksualitas warok, warokan, sinoman, dengan gemblak dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang [deviant behavior]. Perilaku menyimpang dalam suatu komunitas tertentu menarik untuk diteliti dari disiplin ilmu antropologi psikologi dengan memanfaatkan metode life history [pengalaman hidup].

Penelitian ini mengacu pada modifikasi teori Ruth Benedict mengenai pola kebudayaan, teori Kinsey dkk mengenai kontinum homoseksual, Wainwright Churchill yang dikemukakan, teori J. Patrick Gray dan Jane E. Ellington mengenai peran yang dijalankan oleh seorang yang mengenakan kostum jenis kelamin yang berbeda, teori Don Kulick mengenai tingkatan perilaku homoseksual, dan teori A.J. Biao mengenai peran seni tari sebagai ekspresi perilaku homoseksual antara realita dan imajinasi.

Dari penelitian ini telah diperoleh hasil yang mencakup 3 pokok, yaitu: Pertama, faktor penyebab utama tradisi gemblakan berhubungan dengan legitirnasi kekuasaan. Selain itu ada faktor penyebab lainnya yang menunjang, di antaranya: kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, dan kelonggaran ketaatan aturan agama. Kedua, warok, warokan, sinoman, dan gemblak berpotensi tertular penyakit kelamin, penyakit kulit, dan gangguan jiwa sebab mereka sering bertukar-tukar pasangan seksual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa warok, warokan, sinoman, gemblak hanya tertular penyakit kulit karena mereka dalam melakukan hubungan seksual terbatas pada diloco [alat kelamin pasangan seksual gemblak diremas-remas tangan] dan dikempit [alat kelamin pasangan seksual gemblak dijepit di celah-celah paha]. Berbeda dengan kaum gay di negara-negara maju (masyarakat modern) yang melakukan hubungan seksual dengan teknik oral seks dan anal seks yang memungkinkan pelaku tertular penyakit kencing nanah [gonorrhoea], gejala penyakit pada mulut dan saluran pencernaan, mencret-mencret, dan gejala penyakit pada lubang dubur.

Ketiga, laporan tentang warok, warokan, sinoman, gemblak yang tertular penyakit kelamin dan gangguan jiwa sebagai akibat dari perilaku homoseksual tidak ada. Dari.penelitian ini ditemukan ada warok, warokan, sinoman, dan gemblak yang menderita penyakit kulit, namun terbatas lecet-lecet pada alat kelamin. Pengobatan terhadap penyakit kulit itu menggunakan ramuan tradisional. Ramuan obat tradisional dapat diperoleh dari warok (yang telah tinggi ilmu kesaktian dan kekebalan tubuh) dan seorang dukun. Warok, warokan, sinoman, dan gemblak dalam beradaptasi dengan masyarakat heteroseksual memiliki dua cara, yaitu: (1) cara terbuka, dan (2) cara tertutup.
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arintowati Hartono Handojo
Abstrak :
ABSTRAK Homoseksualitas merupakan suatu gejala sosial yang pada akhir abad ke XIX sampai sekarang, acap kali dijadikan sebagai pokok pembicaraan dan tema pembahasan di berbagai media. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya artikel-artikel dalam bermacam-macam Surat Kabar dan Majalah, bahkan pada seminar-seminar baik yang diadakan di luar maupun di dalam negeri oleh berbagai pihak. Sering tampilnya gejala homoseksualitas sebagai pokok pembahasan dan ulasan-ulasan tersebut menunjukkan bahwa gejala homoseksualitas masih merupakan suatu hal yang unik dan terselubung, yang mengandung kesimpang-siuran anggapan atau pendapat mengenai aspek-aspek sehubungan dengan gejala tersebut, dan yang hingga kini belum dapat sepenuhnya diungkapkan. Dengan sendirinya hal seperti ini banyak mengundang minat, terutama di kalangan para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu, untuk melakukan penelitian-penelitian yang lebih mendalam dan lebih terperinci. Apalagi jika dilihat atau diduga adanya kemungkinan bahwa implikasi gejala tersebut pada masyarakat sekarang yang sudah serba kompleks bisa menimbulkan masalah-masalah sosial yang baru. Tentang kapan dan di belahan bumi mana tepatnya homoseksualitas pertama kali muncul, sampai saat ini belum ada satu sumberpun yang dapat dijadikan sebagai patokan. Yang pasti, homoseksualitas sudah ada sejak jaman di mana peradaban manusia masih sangat rendah dan tradisional. Menurut sejarah dan beberapa cerita atau "mythos" dari berbagai bangsa yang dapat dijumpai dalam literatur, praktek atau aktifitas kehidupan homoseksual ternyata tidak hanya merupakan aktifitas-aktifitas perorangan, melainkan pernah hidup dan berkembang secara kolektif atau memasyarakat. Literatur-literatur kuno, memang merupakan salah satu sarana yang dapat dijadikan landasan untuk membuktikan bahwa homoseksualitas benar-benar suatu gejala sosial yang sudah ada sejak lama. Kesaksian literatur paling tua yang pernah ditemukan manusia mengenai gejala homoseksualitas, ialah tulisan yang tertera pada lembaran daun lontar milik bangsa Yunani Kuno. Lembaran lontar yang berumur lebih kurang 4.500 tahun Sebelum Masehi tersebut, mengisahkan kehidupan dewa-dewi bangsa Yunani Kuno. Dan dari kisah ini, diketahui bahwa dalam kehidupan dewa-dewi mereka terjadi praktek-praktek atau aktifitas-aktifitas homoseksual. Barangkali inilah salah satu penyebab mengapa homoseksual pernah membudaya di kalangan masyarakat bangsa Yunani. Kepercayaan mereka terhadap adanya dewa-dewi sebagai perwujudan dari polytheisme yang mereka anut, menyebabkan masyaratkat bangsa Yunani kemudian merefleksikan perilaku dewa-dewinya ke dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dalam salah satu bukunya yang membahas tentang gejala homoseksualitas, Morton Hunt mengatakan bahwa kira-kira 2.400 tahun yang lalu di Athena, pesta homoseks yang diadakan dan dihadiri oleh orang-orang dari kalangan terhormat seperti misalnya para bangsawan; negarawan; sastrawan atau filsuf-filsuf ternama merupakan tradisi yang lazim dilakukan. Dan masih dalam abad yang sama di suatu daerah sebelah Baratdaya Yunani, penulis ini juga mengungkapkan bahwa bangsa Sparta yang tersohor sebagai bangsa yang gagah dan sangat ahli dalam soal perang, ternyata merupakan orang-orang yang dalam kehidupannya mempunyai kebiasaan untuk melakukan aktifitas-aktifitas homoseksual.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Adihartono Reksodirdjo
Abstrak :
Since the sexual revolution began in Europe, the sexual discourse i.e. homosexuality, lesbianism, bisexuality and transexuality could be a scientific discourse and many scholars start doing research this area. The development of sexual revolution is also bring up the movement of homosexual revolution communities. This thesis describes and analyzes the Same Sex Marriage Policy in the Netherlands, Belgium and Spain from the international perspective. The Netherlands is one of the European states which is having a free and liberal sexual tradition because the government could accommodate the sexual attitude into non-bias gender policy. The legalization of homosexuality in the Netherlands took by the French through "French Napoleonic Code at 1811. The code explained that the liberation and marriage of homosexuality is guarantee by policy. This Code is follow by the Dutch government and they make a non-bias gender policy such as Same Sex Marriage Policy and also Prostitution Policy. From the democracy theory, it is visible that the Netherlands have a "Sexual Social Democracy" because they give the tolerance for another aspiration, expression, the difference and human rights. The liberal democration in the Netherlands, it should be like a pioneer for the other European countries. After Dutch government legalizes the Same Sex Marriage Policy in 2001, Belgium is also legalizing it in 2003. One of the European countries which is surprised all over the world is Spain. Spain is the country in the Mediterranean bay which has a strong Catholic tradition, but the Spanish government could accommodate the homosexual communities with the Same Sex Marriage Policy in 2005. From this point of view, the Netherlands it should be use a "latent" ideology to marketization their liberal democration. This pattern is one of the contemporary powers at the global era which is named Soft Power. This power is like a psychological power because they use values, morals and cultures as a dominant power. The method is to promote the attractive values and cultures, not with the repression but with the persuasion and argumentation. The method of this research is descriptive. After describing the whole problems then we analyze it from the cases. In the mean time, the data's research technique of this thesis is from books, scientific journals, newspapers, the documents and internet. In brief, this thesis analyzes the Same Sex Marriage Policy in the Netherlands, Belgium and Spain, complete with the international debates regarding this policy. On chapter 4 and 5, the researcher make a differentiation between homosexual communities in Europe and Indonesia, and this differentiation will be a challenge to advocate them to achieve their rights as a human being.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18768
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erol Kurniawan
Abstrak :
ABSTRAK
Path sebagai platform media sosial banyak digunakan oleh kelompok homoseksual di Indonesia untuk mengekspresikan homoseksualitas. Secara umum kelompok homoseksual di Indonesia masih mengalami kesulitan untuk mengekspresikan diri di ruang publik. Hal ini dikarenakan homoseksualitas masih dianggap sebagai penyimpangan seksual dan perbuatan dosa sehingga visibilitasnya di ruang publik masih rentan dengan berbagai bentuk kekerasan. Akan tetapi, di tengah berkembangnya wacana-wacana dominan yang terus diproduksi untuk memarginalisasi kelompok homoseksual, Path hadir sebagai ruang publik baru yang menawarkan privasi bagi penggunanya untuk bebas menyuarakan diri tanpa harus khawatir akan serangan dari pihak-pihak yang menentang eksistensi mereka. Penelitian ini mengambil studi kasus terhadap dua akun Path homoseksual Indonesia yang mengunggah konten-konten homoseksualitas. Penelitian ini mengungkap bagaimana homoseksualitas direpresentasikan di media sosial Path dan melihat bagaimana media sosial ini digunakan oleh mereka untuk mengafirmasi dan mengkontestasi wacana-wacana dominan yang memarginalisasi kelompok homoseksual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum homoseksualitas di Indonesia masih direpresentasikan dengan cara yang sangat normatif. Di sisi lain, usaha untuk mensubversi wacana-wacana heteronormativitas juga ditemukan di media sosial Path melalui unggahan-unggahan yang ditujukan kepada wacana agama dan wacana biomedis.
ABSTRACT
As a social media platform, Path is now mostly utilized by many Indonesian gay men to express homosexuality. In general, Indonesian gay men are unable to express their sexuality in public space since homosexuality is still perceived as sexual disorder and sinful sexuality. Therefore, they tend to experience various kinds of violence if they appear in public space. Amongst the discourses on homosexuality frequently produced and constructed to marginalise homosexual people, Path appears as a new public sphere which offers privacy to its users to actively voice their interests without having to worry about the other parties trying to oppose their existence. Two active gay Path users are taken as case study in this research. Both are active in sharing homosexuality related contents in their Path accounts. This research also reveals how homosexuality is articulated in Path and examines how far Path as a social media platform is used to affirm and contest the dominant discourse on homosexuality in Indonesia. Reserach findings show that, in general, homosexuality is still articulated in a very normative way similar to heterosexuality. In one side, some attempts to subvert heteronormativity are also identified in this research through shared contents which are addressed to religion and bio medical discourses.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T50223
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ezra Ollyn C.
Abstrak :
Keberadaan homoseksual di Indonesia masih belum dapat diterima. Masyarakat masih menganggap homoseksual sebagai sebuah gangguan. Bentuk penolakan ini jika diinternalisasi dapat memberikan dampak negatif bagi harga diri seseorang. Padahal harga diri merupakan komponen esensial bagi kesehatan mental seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan harga diri laki-laki heteroseksual dan homoseksual di Indonesia. Penelitian di Barat menunjukkan bahwa kelompok seksual minoritas (homoseksual) memiliki harga diri yang lebih rendah dibandingkan heteroseksual. Subyek dalam penelitian ini adalah laki-laki heteroseksual dan homoseksual yang berusia antara 20-40 tahun. Harga diri diukur dengan menggunakan Coopersmith Self Esteem Inventory. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki homoseksual memiliki harga diri yang lebih rendah dibandingkan laki-laki heteroseksual. ......The presence of homosexuals in Indonesia is still not acceptable. Society still regards homosexuality as a disorder. This form of rejection when internalized can adversely affect a person's self esteem. Whereas self-esteem is an essential component for one's mental health. This study aimed to see differences in self-esteem in heterosexual men and homosexual in Indonesia. Research suggests that sexual minority groups (homosexuals) have a lower self-esteem than heterosexuals. The subjects in this study were heterosexual men and homosexual age 20-40. Self-esteem was measured using the Coopersmith Self Esteem Inventory. The results showed that homosexual men have a lower self-esteem than heterosexual men.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45022
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvina Rahmawati
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran keluhan sesuai Infeksi Menular Seksual (IMS), gambaran perilaku berisiko waria dalam penularan IMS dan hubungan antara keduanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan desain studi potonglintang. Partisipan penelitian sebanyak 48 waria binaan Puskesmas Kedung Badak Kota Bogor. Sebagian besar waria berada pada usia lebih dari 29 tahun, pendidikan terakhirnya SMA, belum menikah, dan homoseksual. Sebanyak 14,6% waria mengalami keluhan sesuai IMS. Berdasarkan hubungan keduanya, diketahui bahwa status pernikahan dan pemakaian NAPZA suntik memiliki hubungan yang signifikan dengan timbulnya keluhan sesuai IMS. ...... The purpose of this research is to overview symptoms in sexually transmitted infestions (STIs), risk behaviours in STI among Kedung Badak Health Cares patronage transvestities, and indicate the correlation between risk behaviour and the symptoms. This research uses quantitative method with crossectional design. The participants of this research consist of 48 Kedung Badak Health Cares patronage transvertism. The majority of transgender is more than 29 years old, the last education is SHS, unmarried, and homosexual. This research indicate that 14,6% transgender show the symptoms of STIs. The correlation has significant in marriage status and drug injections use.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S47198
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azizah Resti Permata
Abstrak :
Remaja homoseksual sangat rentan mengalami diskriminasi dari teman sebaya yang berdampak remaja mengalami depresi, harga diri rendah, perilaku kekerasan, dan percobaan bunuh diri. Diskriminasi terjadi karena keyakinan yang negatif terhadap homoseksual yang berawal dari minimnya pengetahuan tentang homoseksual. Penelitian yang menggunakan desain deskriptif sederhana bertujuan menggambarkan tingkat pengetahuan remaja tentang homoseksual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 76,8% remaja SMA memiliki tingkat pengetahuan yang kurang dan 23,2% memiliki tingkat pengetahuan yang cukup. Penelitian ini memberikan rekomendasi untuk penelitian yang lebih lanjut mengenai tingkat pengetahuan yang dihubungkan dengan sikap remaja terhadap homoseksual untuk pencegahan dini gangguan psikososial pada remaja. ...... Homosexual teens are vulnerable to discrimination from other teens that resulted depression, low self-esteem, violent behavior, and suicide attempts. Discrimination in homosexual teens occurs because of the negative beliefs toward homosexual and this beliefs stems from the lack of knowledge about homosexuality. Descriptive study using simple descriptive design aims to describe the level of knowledge about homosexual teens. The result showed that as many as 76.8% of teens who had lack the knowledge level and 23.2% who had sufficient level of knowledge. This study gives recommendation for further research regarding the level of knowledge about homosexual teens associated with the attitudes toward homosexuals for early prevention of violent behavior, depression, low self-esteem, and suicide risk in adolescents.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
S47304
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noventi Yuningsih
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang wacana homoseksualitas yang terdapat pada film Freier Fall 2013 yang berkaitan dengan konsep heteroseksualitas dan maskulinitas. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif berdasarkan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya konsep heteroseksualitas sebagai konsep yang benar menimbulkan pembagian peran di masyarakat. Konsep pembagian peran ini membentuk perilaku seseorang dalam memainkan peranannya yang sesuai di masyarakat. Hal tersebut menyebabkan homoseksualitas yang berada di luar konsep heteroseksualitas dan maskulinitas dianggap sebagai sesuatu yang salah. Film ini memperlihatkan bagaimana stereotip-stereotip negatif tentang kaum gay terus dipertahankan terutama pada lingkungan yang didefinisikan sebagai zona lingkungan laki-laki maskulin seperti kepolisian. Hal tersebut menyebabkan timbulnya homofobia dan diskriminasi terhadap kaum gay. ...... This thesis discusses the discourses of homosexuality in the film Freier Fall (2013) in relation with the concept of heterosexuality and masculinity. This research used descriptive analysis based from literature studies. The results from this study showed that the concept of heterosexuality as the right concept creates the division of roles in society. This division of roles shapes the person?s behavior in order to play his appropriated role in society. This causes homosexuality, that lie beyond the concept of heterosexuality and masculinity viewed as something wrong. The film displayed how the negative stereotypes about gays have been maintained especially in environments that identified as masculine male?s zone like law enforcement. These stereotypes created the causes of homophobia and lead to discrimination against gays.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S59798
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Nadia Rahmawati
Abstrak :
Perspektif agama arus utama yang menentang homoseksualitas dan ekspresi lintas gender, menimbulkan dilema bagi individu LGBTQ, terutama bagi mereka yang tumbuh dengan afiliasi agama tertentu. Hal ini kemudian dapat menimbulkan konflik antara identitas gender/seksualitas dengan religiositas dalam diri mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana individu memandang dan menghadapi konflik antara status religiositasnya terhadap identitas gender dan seksualitasnya dari waktu ke waktu. Peneliti menggunakan metode kualitatif, khususnya pendekatan grounded theory, yang memungkinkan peneliti untuk berfokus pada proses pembentukan atau pengembangan teori. Partisipan berjumlah enam orang dengan teknik pengambilan sampel secara purposive dan snowball, dengan kriteria: 1) merupakan bagian dari LGBTQ; 2) pernah atau sedang menganut agama tertentu, dan; 3) berusia setidaknya di atas delapan belas tahun. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara semistruktur, kemudian dianalisis menggunakan metode thematic analysis. Peneliti kemudian menyusun “Model Integrasi dengan Konflik antara Identitas Gender/Seksualitas dengan Religiositas” yang dikembangkan dari Model Pembentukan Identitas Gender oleh Cass (1978). Model ini terdiri dari tahap Nonconform, Questioning, Conflict, Exploration, Self-Identify, Compromise, Self-Integration, dan Spiritual Integration. Selain itu, peneliti mengamati bagaimana penilaian kognitif dan keterikatan kepada agama sebagai komunitas dapat berperan menyelesaikan adanya konflik antara identitas gender/seksualitas dengan religiositas. ......The mainstream religious perspective that opposes homosexuality and cross-gender expression creates a dilemma for LGBTQ individuals, especially those who grew up with a specific religious affiliation. This can result in internal conflict between gender and religiosity. The present study aims to explore how individuals perceive and cope with the conflict between their religious status and gender and sexual identity over time. The researcher used qualitative methods, specifically the grounded theory approach, which allowed for a focus on the process of theory formation and development. Six participants were selected using purposive and snowball sampling criteria: 1) they identified as part of the LGBTQ community; 2) they had practiced or were currently practicing a particular religion, and; 3) they were at least eighteen years old. Data was collected through semi-structured interviews and analyzed using thematic analysis. The researcher developed an "Integration Model with Gender- Religiosity Conflict" derived from Cass's (1978) Gender Identity Formation Model. This model consists of the following stages: Nonconform, Questioning, Conflict, Exploration, Self-Identify, Compromise, Self-Integration, and Spiritual Integration. Additionally, the researcher observed how cognitive appraisal and attachment to religion as a community can play a role in preventing gender-religiosity conflict. This study provides insight into the experiences of LGBTQ individuals who also have a religious affiliation and may be struggling with conflicting identities. The model developed in this study can be used as a framework for understanding and supporting individuals going through this process.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Routledge, 1995
306.76 Gay
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>