Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 201 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Salah satu syarat supaya pengetahuan meningkat menjadi ilmu adalah melalui motode tertentu.....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wallerstein, Immanuel
Yogyakarta LKiS 1997,
300 Wal ot
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Coates, John
Cambridge Cambridge University Press 1996,
300.1 Coa c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kukla, Andre
Yogyakarta: Jendela, 2003,
300.1 Kuk k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Maharani Ardi Putri
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran coping pada perempuan di usia dewasa muda yang mengalami kekerasan seksual, Kekerasan seksual yang dimaksud disini adalah kekerasan yang terjadi karena adanya unsur kehendak seksual yang dipaksakan dan mengakibatkan terjadinya kekerasan oleh pelaku dan tidak diinginkan oleh korban (Rubenstein dalam Yuarsi, Dzuhayatin dan Wattie, 2003) Rentannya perempuan dalam mengalami kekerasan seksual ditentukan oleh banyak faktor, yaitu antara lain faktor lingkungan dalam arti budaya dan masyarakat, faktor negara, dan juga faktor individu baik individu sebagai pelaku maupun sebagai korban. Pandangan yang sudah berakar kuat mengenai posisi perempuan yang subordinat, ketentuan hukum yang belum tegas dalam menindak pelaku kekerasan seksual, kehendak pelaku yang berada di luar kontrol perempuan, serta reaksi perempuan terhadap kekerasan seksual itu sendiri merupakan bentuk - bentuk konkrit yang memberi sumbangan besar pada kerentanan perempuan terhadap kekerasan seksual. Semakin lama, perempuan harus semakin mengurangi ketergantungannya pada lingkungan, dan menjadi lebih waspada pada perubahan lingkungan di sekitarnya Namun demikian kekerasan seksual dapat terjadi dimana saja baik dalam lingkup publik maupun privat, dan dilakukan oleh siapa saja baik orang yang dikenal maupun tidak dikenal, sehingga kadang kala kekerasan seksual itu tidak dapat dihindari. Saat perempuan mengalami kekerasan seksual, maka ia juga berarti mengalami suatu peristiwa yang tidak menyenangkan yang dapat memberikan baik dampak fisik maupun psikologis dan dapat menempatkan individu dalam keadaan bahaya atau emotional distres disebut, keadaan ini juga disebut sebagai stres (Baron & Byrne, 2000). Untuk mengatasi keadaan ini seseorang akan perlu melakukan coping. Dimana menurut Lazarus & Folkman (1984, dalam Aldwin dan Revenson, 1987 : 338) coping adalah usaha yang sifatnya kognitif maupun perilaku, yang terus berubah. Dimana usaha tersebut ditujukan untuk mengatasi tuntutan yang berat maupun yang melampaui sumber daya / kemampuan seseorang Pemilihan coping yang tepat akan membawa individu pada keadaan yang stabil. Oleh karena itu penulis ingin melihat bagaimana penghayatan perempuan yang mengalami kekerasan seksual trhadap peristiwa tersebut, dan kemudian coping apa yang dikembangkan oleh perempuan yang mengalami kekerasan seksual. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif Oleh karena proses coping pada diri setiap orang berbeda, yang disebabkan karena perbedaan pengalaman dan penghayatan masing - masing individu, maka pendekatan kualitatif lebih tepat digunakan dalam pendekatan ini karena pendekatan ini berdasarkan pada sudut pandang individu yang mengalaminya. Selain itu, penelitian ini juga merupakan sebuah studi kasus, sebab meneliti hampir keseluruhan aspek yang terdapat pada kehidupan responden. Pengambilan sampel dilakukan pada 3 rcsponden, dengan menetapka kriteria bahwa responden adalah perempuan yang berada dalam usia dewasa muda dan pernah mengalami kekerasan seksual. Pada akhirnya responden pada penelitian ini memiliki latar belakang budaya yang berbeda, namun tingkat pendidikan yang relatif sama. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setiap orang akan memiliki strategi coping yang berbeda - beda hal ini ditentukan dari bagaimana ia mempersepsikan keadaan lingkungan dan juga dirinya sendiri. Namun ditemukan pula bahwa apabila coping yang dilakukan lebih bersifat emotion focused tanpa diimbangi dengan jenis problem - directed, maka dapat membawa akibat yang negatif sebab perasaan negatif itu menjadi lebih ditujukan pada diri. Apalagi apabila yang dikembangkan adalah strategi avoidance.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melyana
Abstrak :
Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah merekomendasikan program intervensi untuk mengubah persepsi masyarakat sekitar Lembaga Pemasyamkatan Kclas II B Brebes terhadap WBP yang menjalankan pidana di Lapas. Umumnya persepsi yang sekarang dimiliki adalah persepsi yang kurang menguntungkan bagi usaha pembinaan WBP. Selain itu tidak semua orang yang masuk Lapas adalah orang yang memang jahat. Persepsi yang merugikan ini timbul sebagai akibat kurangnya pengetahuan masyaralcat tentang Sistem Pemasyarakatan. Biasanya masyarakat melihat Lapas sebagai "bui? atau ?sekolah bagi penjahat yaitu tempat penampungan penjahat yang justru akan berkumpul bersama penjahat lain dan akan menjadi semakin ah1i. Akibat cap jelek (stigma) yang diberikan masyamkat itu, proses perbaikan perilaku dan sosialisasi para narapidana terhambat, bahkan menyebabkan eks narapidana kembali melakukan kejahatan. (Samosir C.D, 1996. Untuk mengurangi dampak negatif dari persepsi yang salah itu diperlukan upaya berupa program intervensi untuk mensosialisasikan Sistem Pemasyarakatan baik proses maupmm hasil pembinaannya, juga diharapkan rekomendasi ini dapat dipakai sebagai acuan dalam proses pembuatan kebijakan yang melibatkan masyarakat sehingga program pembinaan WBP dapat lebih berhasil guna dan berdaya guna. Dalam menyusun Rancangan Inteivensi ini penulis merujuk pada beberapa hal yaitu: a. Teori tentang persepsi sosial yang pada dasarya menyatakan bahwa, - persepsi bersifat subyektif artinya, hal yang sama bisa dipersepsikan berbeda oleh orang yang berbeda - persepsi dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu perseptor - menambah informasi dan pengalaman baru pada perseptor dapat menghasilkan perubahan persepsi - masyarakat yang semula mempunyai persepsi negatif dapat diberikan pengalaman yang dapat membuat persepsinya berubah b. Tekhnik dan strategi intervensi yang diungkapkan oleh Zahman, Kotler dan Kaufman (1972) dalam Creating Social Change. Ada lima unsur pokok dalam pembahan sosial (disebut Five Cs) yaitu, Cause, Change Agency, Change Target,Channel and Change Strategy. Tekhnik intervensi yang akan digunakan meliputi: a. Pendekatan Kelompok b. Pendekatan andragogi c. Mendatangkan Tokoh model Hakekat Pemasyamkatan yang intinya menggunakan istilah kepenjaraan sejak tanggal 27 April 1964 melalui amanat tertulis Presiden Soekano dibacakan pada Konfercnsi Dinas para Pejabat Kepenjaraan di Lembang Bandung. Sujatno. A, (2004) Konsepsi Pemasyalakatan ini, bukan semata-mata memmuskan tujuan dari pidana penjara, melainkan suatu sistem pembinaan, suatu methodologi dalam bidang ?treatment oienders". Sistem Pemasyarakatan bersifat multilateral onented, dengan pendekatan yang berpusat pada potensi-potensi yang ada, baik pada individu yang bersangkutan maupun yang ada di tengah-tengah masyarakat, sebagai suatu keseluruhan, Secara singkat sistem pemasyarakatan adalah konsekuensi adanya pidana penjara yang merupakan bagian dari pidana pokok dalam sistem pidana hilang kemerdekaan. Berdasarkan tinjauan yuridis di atas maka disusunlah Rancangan Intervensi yang terdiri dari beberapa tahapan rancangan kegiatan yaitu : a. Rancangan Kegiatan untuk mensosialisasikan kegiatan intervensi guna memperoleh dukungan dari Kepala Lembaga Pemasyarakatan Rancangan kegiatan intervensi kepada seluruh pejabat Eselon IV di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan Brebes Rancangan Kegiatan intervensi kepada masyarakat - Kegitan intervensi berupa 2 Diskusi kelompok, tanya jawab, ceramah dan pemutaran film - Sasaran intervensi adalah keluarga WBP yang bertempat tinggal sekitar Kecamatan Brebes (mengingat lokasi Lapas Brebes di Ibukota Kabupaten Brebes, Kecamatan Brebes, Kelurahan Brebes) Kecamatan Brebes terdiri dari 8 Kelurahan, tahap l dimulai dari keluarga WBP dari Kelurahan Brebes - Jumlah peserta dalam tiap Tahap : 10 - 20 orang terbagi dalam 2 kelompok - Kegiatan intervesi dilakukan di ruang pertemuan Lapas Brebes - Waktu/pelaksanaan intervensi selama 2 hari yaitu : - haari Jumat dari jam 08.00 -11,00 WIB - hari sabtu dari jam 08.00 _ 12.00 WIB - Materi program intcrvensi
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Ariyani
Abstrak :
Penelitian ini adalah penelitian mengenai faktor yang berperan dan proses yang terjadi dalam keputusan perempuan dewasa untuk menjadi isteri kedua pada perkawinan poligami. Daya tarik akan kebahagiaan dalam perkawinan, perasaan cinta, dan keinginan untuk selalu bersama serta berada dekat dengan orang yang dicintai, merupakan salah satu faktor yang memperkuat keinginan seseorang untuk menikah, khususnya bagi individu di tahap perkembangan dewasa, baik awal maupun madya. Perkawinan itu sendiri terdiri dari bercam-macam tipe, Salah satunya adalah poligami. Menurut pcengamatan penulis, praktik perkawinan poligami terlihat marak akhir-akhir ini. Fenomena ini beserta dinamikanya dapat disaksikan dalam berbagai media, baik eleklronik maupun cetak. Berdasarkan undang-undang di Indonesia, poligami diperbolehkan. Adapun pendapat agama mengenai poligami, berbeda-beda. Di dalam masyarakat, pro dan kontra tentang poligami pun tidak berhenti hingga saat ini. Walau hagaimanapun pro dan kontra yang ada, keputusan perempuan untuk menjadi isteri kedua tetap menimbulkan bermacam pertanyaan dan dugaan. Di satu pihak, ketidakkonsistenan peraturan pemerintah dan perbedaan pendapat tentang praktik poligarni di Indonesia belum berakhir, sedang di pihak lain, masih banyak pihak perempuan yang bersedia menjadi isteri kedua dengan berbagai alasannya. Hal ini menimbulkan masalah penelitian yakni tentang faktor-faktor apa saja yang berperan dalam keputusan perempuan untuk menjadi istcri kedua, bagaimana proses terjadinya keputusan tersebut, dan apakah pcrbedaan dan persamaan Paktor-faktor tersebut jika perempuan dewasa yang memutuskan menjadi isteri kedua berada dalam tahap perkembangan yang berbeda, yakni pada masa dewasa awal dan dewasa madya. Penelitian yang hendak dilakukan adalah penelitian kualitatif. Adapun landasan teori yang digunakan adalah mengenai perkawinan, pemilihan pasangan, pengambilan keputusan, dan teori perkcmbangan usia dewasa. Hasil anaiisis mcnyebuLkan bahwa faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan, seperti faktor lingkungan, kepribadian, nilai, tendensi alami terhadap resiko, dan potensi disoenansi; memang turut benpcran bagi subjek. Hampir seluruh subjek penelitian menyertakan faktor ekonomi dan emosional dalam keputusannya tersebut. Adapun dalam hal kepribadian yang dinyatakan oleh subjek sendiri, terdapat beberapa kesamaan, yaitu seluruh subjek penelitian adalah pribadi-pribadi yang selalu menemukan sendiri pilihannya, berani, dan keras. Dalam hal proses pengamnbilan keputusan, tidak seluruh tahap proses pengambilan keputusan dilakukan oleh subjek, terutama tahap evaluasi sebelum memilih altematif. Seluruh subjek penelitian tidak melakukan kompromi atau meminta pendapat orang tua dan keluarga sebelum mengambil keputusan. Selain itu, kebanyakan subjek tidak memiliki pengembangan alternatif lain selain hanya pilihan menikah atau tidak menikah. Perbedaan antar subjek penelitian ini bukan terletak pada tahap perkembangan usia dewasa, akan tetapi, perbedaan yang cukup menonjol terletak pada faktor gadis (belum pernah menikah) dan janda. Mereka yang menikah dalam kondisi masih gadis, memang cenderung disebabkan oleh keinginannya atau kesejahteraannya sendiri. Tujuan yang bersifat emosional lebih berpengaruh di sini. Adapun mereka yang menikah dalam kondisi janda,lebih memikirkan kesejahteraan anak-anak sebelum mengambil keputusan. Namun, hal ini hanya berlaku bagi mereka yang memiliki hak asuh anak
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Amijanti
Abstrak :
Manajer Madya PERTAMINA pada umumnya memiliki masa kerja yang relatif lama akan memiliki corak keikatan organisasi dan gaya kepemimpinan tertentu dalam menjalin hubungan dengan bawahan maupun atasannya. Saat ini PERTAMINA sedang berada dalam kondisi transisi yaitu adanya perubahan visi dan misi dari cost oriented menjadi profit oriented Berbagai macam tindakan yang menunjang perubahan yang terjadi telah dimulai sejak tahun 1992, yang diawali dengan sosialisasi tentang perubahan tersebut selama beberapa tahun. Tercapainya visi dan misi PERTAMINA sebagai suatu perusahaan MIGAS di masa depan membutuhkan peran dari manajer madya dalam mengimplementasikan kebijakan, ketentuan, prosedur yang telah diputuskan oleh manajemen puncak. Selaku manajer madya PERTAMINA, akan memiliki corak keikatan organisasi dan gaya kepemimpinan tertentu. Saat kini corak kegiatan apa yang dimiliki dan bagaimana gaya kepemimpinan yang dipergunakan saat kini sehubungan dengan nilai-nilai pribadi dari para manajer madya tersebut. Untuk membahas kondisi tersebut akan dipergunakan teori-teori : keikatan organisasi dari Allen & Meyer (1990), kepemimpinan transaksional transformasional dari Bass (1985) dan nilai-nilai pribadi dari Rokeach (1973). Landasan Teori Keikatan organisasi seorang manajer madya pada awalnya tumbuh dan berkembang dari adanya kesediaan untuk menjalankan perintah atasan, menyetujui dan melaksanakan pengaruh atasan (berupa instruksi atau perintah) berdasarkan keyakinan diri pribadinya Akhirnya, berdasarkan pengalaman kerjanya, manajer madya akan melakukan identifikasi terhadap atasan, kelompok kerja, perusahaan dan mempertahankan keanggotaannya dalam perusahaan tersebut. Dalam pengalaman bekerjanya, proses keikatan organisasi akan berlangsung terus sampai karir akhir. Keikatan awal yang diperoleh akan menjadi bertambah kuat dengan bertambahnya masa kerja yang dilaluinya, serta faktor-faktor lain yang mendukung di tempat kerjanya (pekerjaan, harapan terhadap organisasi, kelompok teman dll.). Selaku manajer madya PERTAMINA diharapkan memiliki gaya kepemimpinan transformasional dalam mendukung pencapaian visi dan misi organisasi. Dengan kepemimpinan transformasional, manajer madya akan dapat mengubah persepsi, sikap dan perilaku bawahan disesuaikan dengan harapan organisasi/perusahaan masa depan. Melakukan perubahan terhadap bawahan dapat dilakukan dengan mengaplikasikan perilaku-perilaku yang tergolong dalam the four I's yaitu memberikan pengaruh yang diidealkan, memberikan inspirasi, melakukan stimulasi intelek, serta mempertimbangkan pemberian kewenangan atau otoritas yang berbeda-beda bagi setiap bawahan disesuaikan dengan kemampuan individunya. Rancangan Penelitian Subyek penelitian tesis ini adalah para manajer madya PERTAMINA di lingkungan Kantor Pusat yang memiliki fungsi / peran sebagai ‘key person' dalam program sosialisasi dan restrukturisasi perusahaan / organisasi. Alat ukur yang dipergunakan adalah keikatan organisasi (OCQ) dari Allen & Meyer (1990), kuesioner Multi Leadership (MLQ) untuk gaya kepemimpinan transaksional transfo nasional dari Bass (1990) dan Nilai-nilai pribadi dari Rokeach (1973). Analisis dan interpretasi dilakukan atas dasar perhitungan statistik dan korelasi regresi berganda (Multi Regression). Kesimpulan dan Diskusi Dari hasil kajian statistik dan korelasi terlihat bahwa keikatan organisasi yang dimiliki manajer madya PERTAMINA adalah keikatan bercorak afektif dengan mengaplikasikan gaya kepemimpinan transaksional. Menurut Bass (1985), keikatan afektif berhubungan dengan gaya kepemimpinan transformasional sedangkan keikatan kesinambungan berhubungan dengan gaya kepemimpinan transaksional. Kondisi yang ditemukan tersebut dapat memperlambat atau bahkan menghambat proses sosialisasi dan restrukturisasi yang berlangsung. Disamping itu nilai-nilai yang diharapkan dicapai dalam kehidupan manajer madya PERTAMINA adalah "rasa aman dalam keluarga" yang cenderung terfokus pada diri pribadi. Cara atau perilaku yang diidealkan adalah perilaku yang bertanggung jawab jujur dan memiliki pandangan luas. Seandainya ketiga nilai tersebut masih diinginkan berarti manajer madya PERTAMINA juga harus menjabarkan nilai-nilai yang berorientasikan kepada diri sendiri dialihkan menjadi berorientasikan kelompok, masyarakat. Perubahan yang terjadi di PERTAMINA berkemungkinan akan membutuhkan waktu yang lebih panjang dari yang diharapkan. Upaya memperpendek waktu transisi adalah dengan menyediakan ‘maproad yang gamblang, menjadi coach bagi bawahan serta melakukan pelatihan yang mendukung pengembangan pekerja PERTAMINA.
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reita Amelia
Abstrak :
PT. ZZZ adalah perusahaan farmasi yang mengutamakan keunggulan kinerja di mana kunci sukses perusahaan terletak pada kualitas dan motivasi SDM. Dalam hari ini, karyawan PT. ZZZ tidak dapat bekerja sendiri namun harus bekerjasama sehingga keadaan interdependensi ini membuat kepercayaan antara bawahan dan atasan sangat penting dalam membentuk tim kerja yang kompak. Kepemimpinan transformasional memotivasi karyawan untuk berprestasi melampaui harapan sehingga karyawan merasa percaya kepada pemimpinnya dan termotivasi untuk mencapai kinerja superior. PT. ZZZ adalah salah satu perusahaan yang ingin menerapkan kepemimpinan transformasional. Pelatihan adalah suatu usaha untuk meminimalkan kesenjangan antara kinerja yang dituntut dengan kinerja yang dimiliki oleh seorang karyawan. Agar kesenjangan tersebut dapat diminimalkan atau dihilangkan maka memberikan program pelatihan yang cocok dengan kebutuhan karyawan sangat penting dilakukan oleh Departemen SDM. Namun masalah yang terjadi di PT. ZZZ adalah turn over karyawan tinggi karena ketidakpuasan pada hubungan bawahan dan atasan atau tingkat kepercayaan bawahan terhadap atasan rendah. Karyawan yang mengundurkan diri berjumlah 10% dari 500 orang dan mereka memiliki kinerja yang outstanding sehingga merugikan bagi perusahaan karena terjadi peningkatan biaya perekrutan, biaya penyeleksian, biaya pelatihan dan pengembangan, biaya akibat atasan membangun system dari awal lagi, biaya membina hubungan dan komunikasi, dan lain-lain. Untuk mengeliminasi hal ini dan untuk meningkatkan penerapan kepemimpinan transformasional maka Departemen SDM diminta untuk melakukan suatu desain pelatihan efektif yang diawali dengan melakukan identifikasi kebutuhan pelatihan. Dari hasil analisis diketahui bahwa karyawan membutuhkan pelatihan untuk meningkatkan kepercayaan bawahan terhadap atasan agar tercapai tim kerja yang kompak (team bonding). Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan wawancara terhadap bawahan (Direktur, Manajer Senior, Manajer Yunior, Supervisor, dan Ketua Tim). Dari hasil pengumpulan data diperoleh bahwa masih terdapat kesenjangan antara kondisi ideal yang diharapkan bawahan terhadap atasan dengan kondisi aktual para atasan. Oleh karena itu, penulis menyusun rekomendasi terhadap hasil yang diperoleh dan pengumpulan data. Pelatihan pembentukan tim yang kompak untuk meningkatkan kepercayaan bawahan terhadap atasan akan fokus kepada pengenalan beberapa materi yang berhubungan dengan kebutuhan yang ada ditambah tugas atau simulasi yang mengarah kepada penerapan materi. Sistem pelatihan yang dimulai dari mengidentifikasi kebutuhan pelatihan, menyusun sasaran pelatihan, mendesain program pelatihan, mengimplementasi program pelatihan, serta mengevaluasi dan menindaklanjuti pelatihan diharapkan dapat menjadi salah satu upaya dalam rangka penyelesaian masalah yang terjadi di PT. ZZZ.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ririn Dwi Lestari. H
Abstrak :
Tugas akhir ini berisi analisis penerapan dan usulan Penilaian Kinerja Pegawai (PKP) di PT. A, sebuah BUMN di bawah Departemen Perhubungan yang bergerak di bidang pengelolaan dan pengusahaan jasa bandar udara di Indonesia (profil perusahaan lihat lampiran 1). Sebagai salah satu sub sistem dalam pembinaan pegawai berdasarkan prestasi (merit system) di PT. A maka terapkanlah PKP sejak tahun 1994. Pada kenyataannya sistem PKP ini tidak berjalan dengan semestinya. Salah satu penyebabnya adalah sistem PKP di PT. A menggunakan sistem penilaian multi-raters. Sistem penilaian ini mengharuskan bawahan menilai alasan, sedangkan budaya perusahaan belum siap menerimanya. Sistem PKP yang sudah ada juga kurang spesifik mengukur hasil kerja karena belum ada Sasaran Kerja Individu-nya. Selain itu masih ada hal-hal lain yang belum diatur pada sistem PKP PT. A antara lain tidak adanya féedback dan jabatan khusus yang bertugas dan bertanggung jawab atas jalannya PKP. (lihat analisis data pada halaman 15-32). Menanggapi kondisi di PT.A, penulis menginformasikan bahwa PKP sebagai bagian dari sistem manajemen kinerja harus kongruen dengan strategi, tujuan dan budaya dari Suatu organisasi Sementara itu masih ada faktor-faktor eksternal (di luar sistem PKP) yang dapat memuluskan jalannya PKP di suatu organisasi, seperti dukungan yang signifikan dari manajemen senior dan dijadikannya PKP sebagai masalah strategis dalam organisasi. Berdasarkan analisis sistem PKP di PT. A, penulis memberikan usulan sistem PKP yang disesuaikan dengan budaya PT. A. Penyesuaian terdapat pada sistem penilaian dan penerapan PKP’ berbasis sasaran (SKI) yang salah satu sasarannya kerjanya adalah menjalankan PKP dengan tepat waktu Sehingga jalannya PKP terjamin dan terpantau. Usulan juga diberikan terhadap hal-hal yang belum diatur dalam sistem PKP PT. A seperti pemberian feedback dan jabatan khusus Dari dua alternatif sistem penilaian yang ada (single-rarer dan multi-raters), penulis merekomendasikan sistem penilaian tetap multi-raters namun bawahan tidak lagi sebagai penilai. Atasan I, atasan II, rekan sekerja dan diri sendiri menjadi penilai pemegang jabatan manajer atau supervisor. Untuk penerapan SKI diusulkan agar dikerjakan oleh konsultan bekerjasama dengan personalia PT. A.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>