Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mochtar Kusumaatmadja
Bandung: Alumni, 1983
327.598 MOC p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Ernawati
"Skripsi ini terssun ke dalam dua babak. Babak pertama adalah periode 1945-1966 yang rnerupakan masa kekuasaan Sukarno. Kekuasaan Sukarno mencapai puncaknya pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966), dalam mana ia tampil sebagai pembuat keputusan utama kebijaksanaan negara, termasuk kebijaksanaan-kebijaksanaan luar negeri.
Sukarno menggunakan masalah-masalah kebijaksanaan luar negeri untuk menyokong pola kekuasaan yang di dalamnya dia sendiri sebagai aktor penting yang mengambil manfaat terbesar. Dalam hal ini, Ia giat menggelorakan konfrontasi Indonesia terhadap pembentukan Federasi Malaysia. Salah satu alasan yang tersembunyi dalam politik konfrontasi Sukarno dengan Malaysia ini adalah untuk menjaga perimbangan kekuatan dalam negeri yang saling bertentangan yaitu antara Angkatan Darat (AD) dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Ironisnya, konfrontasi dengan Malaysia malah menyebabkan semakin buruknya perekonomian Indonesia. Konfrontasi Indonesia terhadap Malaysia menyebabkan macetnya usaha-usaha pembangunan yang seharusnya digiatkan lagi oleh Soekarno setelah berakhirnya konflik Irian Barat.
Konfrontasi dengan Malaysia juga membuat renggangnya hubungan Indonesia dengan masyarakat dunia. Pertentangan Indonesia dengan negara-negara Asia-Afrika semakin tajam, hubungannya dengan Inggris dan sekutu-sekutunya praktis terganggu akibat konfrontasinya dengan Malaysia, dan Uni Soviet menolak memberikan dukungan kepada kampanve Indonesia untuk mengganyang Malaysia. Sementara itu, Amerika Serikat memberikan sanksi ekonomi dan menghimbau Jepang untuk melakukan hal yang sama.
Saat itu, mitra diplomatik yang paling dekat hubungannya dengan Indonesia yang memberikan dukungan penuh kepada politik konfrontasi Indonesia dengan Malaysia adalah Cina. Hubungan kedua negara semakin mesra dengan dibentuknya Poros Jakarta-Peking.
Seimbang dengan akrabnya hubungan Indonesia dan Cina, di dalam negeri Sukarno semakin mendekatkan dirinya dengan PKI. Kedekatan ini Pula yang menyebabkan timbulnya kecurigaan akan keterlibatan Sukarno dalam kudeta yang dilancarkan PKI pada tanggal 30 September 1965.
Kudeta PKI berhasil digagalkan oleh Angkatan Darat yang kemudian memonopoli pentas politik nasional. PKI dibubarkan, Sukarno berhenti dari jabatannya sebagai Presiden. Soeharto, yang namanya semakin dikenal karena kepemimpinannya dalam menumpas pemberontakan PKI, menggantikannya pada awalnya sebagai pejabat Presiden dan kemudian dikukuhkan sebagai Presiden. Berhentinya Sukarno dan tampilnya Soeharto di atas mimbar kekuasaan ini menandai berdirinya Orde Baru.
Di bawah kepemimpinan Soeharto, politik luar negeri Indonesia diarahkan untuk menunjang pencapaian tujuan nasional, yaitu stabilisasi politik dan ekonorni. Di dalam memaksimalkan strategi politik luar negerinya, Soeharto memanfaatkan jalur-jalur yang berasal dari kalangan Angkatan Darat, Departemen Pertahanan dan Keamanan serta Departemen Luar Negeri. Jalur jalur ini pulalah yang memegang peranan penting dalam proses mengakhiri konfrontasi, normalisasi hubungan Indonesia dengan Malaysia, dan pembentukan ASEAN.
Dukungan dan peran aktif Indonesia bagi ASEAN pada awalnya ditujukan untuk memulihkan kredibilitas Indonesia sebagai anggota komunitas dunia yang damai dan bertanggung jawab, terutania di mata negara-negara tetangganya dan negara-negara industri Barat yang kaya, Keikutsertaan Indonesia. dalam ASEAN merupakan pengukuhan atas komitmennya pada politik bertetangga baik dan merupakan isyarat yang penting dalam usahanya menarik bantuan negara-negara Barat.
Sementara itu, di dalam tubuh AD telah terdapat pernikiran bahwa pembentukan ASEAN merupakan antisipasi untuk mencegah penyebaran komunisme di Asia Tenggara seiring dengan semakin buruknya situasi di Vietnam. Pada masa itu Vietnam Utara merupakan suatu sumber kekhawatiran negara-negara nonkomunis di kawasan ini, meskipun bukan alasan yang sangat mendesak bagi pendirian ASEAN. Pada akhirnya, Perang Vietnam mempengaruhi pendirian ASEAN -- perang tersebut telah membangkitkan kesadaran negara-negara pendirinya tentang pentingnya menyelesaikan perbedaan-perbedaan politik di antara mereka di dalam suatu wadah proses regional.
Periode 1967-1969 merupakan tahap orientasi dalam perkembangan ASEAN, suatu periode dimana para anggotanya berusaha untuk saling mengenal dan mengatasi sikap saling mencurigai sebagai akibat masa sebelurnnya, terutama dalam masa konfrontasi Indonesia dengan Malaysia. Dalam periode awal ini kemajuan ASEAN tidak menonjol dalam bentuk proyek-proyek raksasa, hasil-hasil yang telah dicapainya dalam kerjasama ekonomi dan kebudayaan sangatlah minim. Meskipun' demikian, kontak-kontak personal yang terns berlanjut, konsultasi-konsultasi bersama dan pertukaran pandangan di antara para pemimpin, para ahli dan teknokrat telah memperkuat rasa solidaritas dan good will di antara negara-negara ASEAN."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S12736
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adel Gustaf
"ABSTRAK
Dalam masa revolusi (1945-1949) perjuangan dalam bidang diplomasi memainkan peranan yang sangat penting, selain perjuangan bersenjata Diplomasi yang dilakukan Indonesia dalam usaha untuk memperolah pengakuan terhadap kemerdekaan dari negara-negara lain. Pemilihan cara diplomasi dalam perjuangan kemerdekaan didasarkan pada keinginan Indonesia untuk menghindari pertumpahan darah, terutama dan pihak rakyat Indonesia. Selain itu, Indonesia tidak memiliki kekuatan persenjataan yang kuat untuk menandingi kekuatan persenjataan Belanda. Sehingga cara diplomasi dianggap sebagai cara yang paling rasional. Walaupun demikian, tidak semua golongan menyetujui cara diplomasi. Kelompok Persatuan Perjuangan yang dipimpin Tan Malaka tidak menyetujui cara diplomasi. Mereka menginginkan perjuangan bersenjata. Salah seorang yang dianggap memainkan peranan penting dalam perjuangan diplomasi adalah Sutan Sjahrir. Ia adalah Perdana Menteri Indonesia pertama dan salah seorang tokoh pergerakan nasional. Pandangannya mengenai diplomasi diuraikannya dalam pamflet Perdjoeangan Kite' Menurut pendapatnya, cara terbaik dalam mernperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan cara diplomasi yang luwes dan pintar. Dalam masa pemerintahannya, Sjahrir melakukan diplomasi dengan cara melakukan perundingan dengan, Belanda dan melakukan hubungan dengan negara lainnya untuk mendapatkan dukungan terhadap kemerdekaan Indonesia. Salah satu negara yang menjadi tujuan dalam kebijaksanaan diplomasi Sutan Sjahrir adalah Amerika Serikat. Menurut Sjahrir, setelah berakhirnya Perang Dunia II Amerika Serikat telah menjadi kekuatan yang paling besar di Pasifik. Dengan demikian, Amerika memainkan peranan penting dalarn menyelesaikan masalah internasional, terutama di Pasifik. Namun dalam melakukan diplomasi dengan Amerika, Sjahrir menghadapi dua kendala, yaitu: dari dalam negeri dan dari Amerika Serikat. Dari dalam negeri, kendalanya adalah adanya kelompok yang menentang kebijaksanaan diplomasi yang dilakukan Sjahrir. Sedangkan dari Amerika adalah sikap Amerika yang tidak ingin ikut campur dalam masalah Indonesia. Dalam diplomasinya terhadap Amerika Serikat, Sjahrir berusaha bersikap bersahabat dengan Amerika sehingga dapat memperoleh simpati Amerika. Selain itu, Sjahrir juga menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan rasa permusuhan dengan Amerika, seperti bekerja sama dengan blok komunis yang merupakan musuh Amerika Dari usaha-usaha yang dilakukan Sjahrir tersebut, ia berhasil memperoleh simpati dari Amerika. Sesudah Linggarjati ditandatangani Amerika Serikat memberikan pengakuan kedaulatan secara de facto kepada Indonesia. Dan pads saat Sjahrir mengundurkan diri, Amerika Serikat mengirim aide memoire kepada KNIP yang isinya menyatakan bahwa Amerika mendukung Sjahrir. Namun pesan tersebut sampai setelah Sjahrir mengundurkan diri, dan Sjahrir menolak untuk ditunjuk kembali.

"
1996
S12145
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suharwanto
"ABSTRAK
Amerika Serikat mulai melihat Asia Tenggara sebagai daerah yang potensial bagi perkembangan komunisme, hal ini ditambah dengan terbentuknya negara Republik Rakyat Cina (RRC) pada tanggal 1 Oktober 1949. Oleh karena itu Amerika Serikat melakukan serangkaian tindakan pembendungan (Containment Policy) bagi perkembangan komunisme di kawasan tersebut. Tindakan itu terbagi dalam bentuk bantuan ekonomi, dukungan politik dan bantuan militer yang diberikan kepada negara-negara yang terletak di Asia Tenggara.
Berkaitan dengan itu, untuk memperkuat pengaruhnya di kawasan itu Amerika Serikat membentuk Pakta Pertahanan Asia Tenggara (SEATO) pada tanggal 8 September 1954 yang bertujuan membendung komunisme. Anggota-anggota dari Pakta Pertahanan itu adalah Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Thailand,'Philipina, Pakistan, Australia, dan Selandia Baru.
Adapun reaksi dari negara-negara yang terletak di Asia Tenggara menolak dengan terbentuknya Pakta Pertahanan SEATO tersebut. Keengganan mereka untuk menjadi anggota disebabkan adanya keyakinan dalam pandangan negara-negara di Asia Tenggara bahwa pada masa sekarang dimana dunia sedang dilanda perang dingin. Dalam hal ini pembentukan SEATO di Asia Tenggara mengundang kekuatan lain untuk hadir di kawasan ini. Oleh karena itu pembentukan SEATO menambah suasana tegang dan membawa pada peperangan bukan perdamaian.
Bagi Indonesia pembentukan SEATO yang diprakarsai oleh Amerika Serikat adalah menolak dengan tegas. Selain bertentangan dengan politik luar negeri babas aktif yang diumumkan oleh H. Hatta pada tanggal 2 September 1948 di muka sidang KNIP, Indonesia juga sebagai negara yang baru saja lepas dari alam kolonialisme dimana perasaan-perasaan nasionalisme masih terasa kuat. Indonesia dalam mencapai kemerdekaan memerlukan perjuangan darah dan air mata dari rakyat Indonesia. Oleh karena itu .penentuan kebijakan luar negeri bukan didasari oleh dorongan atau tekanan dari negara-negara besar tetapi didasari oleh kepentingan rakyat Indonesia sendiri.

"
1995
S12545
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Widiawati
"Eksistensi dan kehidupan pers sebagai pencerminan dari sistem politik merupakan suatu kenyataan yang menyejarah di Indonesia. Hal itu terbukti jelas dari hasil kajian empirik yang dilakukan oleh Edward C. Smith yang menyimpulkan bahwa eksistensi dan kehidupan pers di Indonesia sepanjang sejarahnya sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh kekuasaan. Ketergantungan pers terhadap politik mencapai puncaknya pada mass Demokrasi Terpimpin. Dengan semboyan politik adalah panglima, pers Indonesia benar-benar berada dalam posisi yang sangat lemah sehingga dengan mudah ditundukkan dan dikendalikan oleh penguasa. Bahkan citra pers sebagai corong partai politik dan idiologi praktis tidak tampak samasekali. Sebab pars hanya boleh menyuarakan pernyataan dan kepentingan pemerintah. Presiden Sukarno yang berada di puncak dan menguasai percaturan politik nasional melakukan pengawasan secara ketat terhadap pers. Demikian ketika pemerintah melancarkan aksi keluar dari PBB, sebagai salah satu slat dan kekuatan revolusioner pers harus mendukung sepenuhnya politik nasional tersebut. Tidak boleh terdengar suara sumbang di tengah arus revolusioner politik luar negeri Indonesia, harus mendapat perhatian mendalam dengan intensitas tinggi dari setiap suratkabar untuk membangkitkan semangat perjuangan rakyat dalam hal mendukung kebijaksanaan luar negeri Indonesia.Pandangan dan sikap pers terhadap isu-isu di balik aksi keluarnya Indonesia dari PBB juga harus mencerminkan pandangan dan sikap pemerintah, terlepas dari setuju atau tidak, sejalan atau bertentangan dengan visi dan misi politik ataupun idilogi yang dianut setiap surat kabar."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S12626
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library