Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
"Penggunaan Bahasa Indonesia ragam gaul di kalangan pelajar di Kabupaten Kolaka ketika berbicara kepada guru relatif jarang digunakan. Sebaliknya, penggunaan bahasa Indonesia ragam gaul di kalangan pelajar ketika berbicara dengan temannya relatif sering digunakan."
490 KAN 7:1 (2011)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Chandra Dewi
"Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pembentukan kata bahasa gaul yang terdapat dalam Kamus Gaul Debby Sahertian edisi I tahun 1999. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pola/sistem tertentu dalam bahasa gaul dan untuk mengetahui ciri khas bahasa gaul sebagai salah satu bentuk slang di Indonesia. Ciri khas tersebut dapat diketahui dengan melakukan perbandingan antara basil penelitian ini dan penelitian-_penelitian sebelumnya mengenai bahasa slang. Pembahasan mengenai tipe-tipe pembentukan kata bahasa gaul dalam Kamus Gaul ini menghasilkan kesimpulan, (1) Dari data yang diteliti diketahui bahwa proses pembentukan bahasa gaul dapat dibagi menjadi tiga tipe besar, yaitu proses pembentukan dengan asosiasi bunyi (AB), asosiasi semantis- (AS), dan pembentukan dengan pola acak (PPA). (2) Bahasa gaul memiliki pola tertentu dalam proses pembentukan katanya, sehingga kosakata bahasa gaul tersebut dapat dikenali. Namun, pola tersebut tidak seketat pola dalam bahasa Baku. (3) Dari perbandingan dengan bahasa slang lain, diketahui bahwa bahasa gaol memiliki ciri khas, yaitu adanya penggunaan asosiasi bunyi yang dominan dibandingkan penggunaan asosiasi semantis dalam proses pembentukan katanya"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S10707
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rima Sari
"Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan potensi kosakata slang anak jalanan di daerah Klender dalam memperkaya kosakata bahasa Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis harus mengumpulkan dua macam data yang dilakukan secara bertahap yaitu:1. data kosakata slang anak jalanan. Data ini diperoleh melalui observasi atau pengamatan di lapangan selama empat bulan. Dalam jangka waktu tersebut, penulis menemukan 56 kosakata slang anak jalanan, yang kedua 2. data keberterimaan masyarakat terhadap kosakata slang anak jalanan. data ini diperoleh melalui kuesioner yang disebar ke masyarakat tutur bahasa Indonesia di luar komunitas anak jalanan. Jika dilihat dari isinya,kuesioner ini membandingkan keberterimaan 25 kata slang anak jalanan dengan 25 kata `baru' yang dikeluarkan oleh Pusat Bahasa.Pembahasan mengenai potensi mengembangkan kosakata slang anak jalanan ke dalam kosakata bahasa Indonesia menghasilkan dua kesimpulan sebagai berikut: dengan menggunakan metode kuantitatif, basil kuesioner dapat dikelompokkan menjadi tiga tingkatan, yaitu : a. tingkat keberterimaan rendah (0-24%). Jumlah kosakata slang anak jalanan dalam kelompok ini lebih banyak dibandingkan kosakata `baru' yang dikeluarkan Pusat Bahasa, b. tingkat keberterimaan menengah (25-45%). Dalam tingkatan ini tidak ada satupun kosakata slang anak jalanan yang diterima masyarakat jika dibandingkan dengan keberterimaan 11 kata `baru' yang dikeluarkan Pusat Bahasa, c. tingkat keberterimaan tinggi (46-100%). Dalam tingkatan ini, penulis menemukan jumlah kosakata slang anak jalanan Iebih banyak dibandingkan kosakata `barn'. Hal ini berarti bahwa sebagian besar masyarakat telah menerima 7 kata slang anak jalanan disamping 2 kata `baru'. Hasil kuantitatif di atas menunjukkan bahwa kosakata `baru' yang dikeluarkan oleh suatu lembaga bahasa resmi tidak menjamin kosakata tersebut diterima oleh masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S11052
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Erni Catur Westi
"Penelitian mengenai pemakaian bahasa prokem ini dilakukan di SMA Negeri 8 Jakarta. Penelitian ini bertujuan melihat sejauh mana pemakaian bahasa prokem oleh para remaja, dan bagaimana keberadaan bahasa prokem di masa yang akan datang. Pengumpulan data diperoleh melalui penyebaran kuesioner pada 100 orang responden yang kemudian dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Analisis meliputi pemakaian bahasa prokem responden yang berhubungan dengan kawan bicara, situasi percakapan, dan topik pembicaraan. Kesimpulan akhir menunjukkan bahwa pemakaian bahasa prokem begitu meluas dalam berbagai situasi dan topik pembicaran serta dengan kawan bicara. Remaja mempunyai potensi yang besar dalam memperluas bahasa prokem ke kalangan di luar mereka. Kecenderungan tersebut memperlihatkan bahwa bahasa prokem akan dapat terus bertahan hidup."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S10839
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Abduh
"Bahasa yang digunakan oleh sekelompok masyarakat dipengaruhi oleh maksud dan tujuan penggunaannya. Tiap-tiap kelompok masyarakat memiliki bahasanya sendiri untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan dirinya. Setiap masyarakat yang berinteraksi dengan bahasa mereka sendiri disebut sebagai guyub tutur."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S10928
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Hanif Hidayat
"Keberadaan perguruan tinggi dapat menyebabkan munculnya fenomena studentifikasi yang salah satunya adalah terjadinya transformasi budaya di Sekitar Kawasan Kampus Grendeng UNSOED, Kecamatan Purwokerto Utara. Sementara itu, Kota Purwokerto merupakan pusat dari budaya banyumasan yang salah satunya adalah penggunaan Bahasa Jawa Ngapak telah berkembang dari tempo dulu di kawasan Eks-Karesidenan Banyumas. Lebih jauh, adanya fenomena studentifikasi yang berperan sebagai media penyaluran budaya yang dibawa oleh mahasiswa, yaitu Bahasa Indonesia gaul dapat berpengaruh pada hilangnya kebudayaan lokal yang berupa Bahasa Jawa Ngapak yang ada di wilayah penelitian. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana fenomena difusi penggunaan kata dalam Bahasa Indonesia gaul menular ke penduduk lokal di wilayah penelitian. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengambilan informan penelitian menggunakan metode snowball sampling dan interpretasi fungsi bangunan dan fungsi ruang yang melayani keberadaan mahasiswa menggunakan Google Earth dan Street View. Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah informan yang bertujuan untuk melihat arah dan intensitas difusi penggunaan Bahasa Indonesia gaul. Hasil dari penelitian ini adalah asumsi yang dibangun mengenai intensitas aktivitas mahasiswa dalam kawasan studentifikasi tidak mempengaruhi pola difusi Bahasa Indonesia gaul. Dalam penelitian ini, pola difusi lebih dipengaruhi oleh karakteristik penutur dan ruang interaksi yang terlibat. Pengalaman penutur dalam ruang berinteraksi juga mempengaruhi panjang alur difusi. Difusi dalam penelitian ini memenuhi asumsi bahwa difusi dapat terjadi ke segala arah dan dalam berbagai macam ruang, termasuk ruang pelayanan, ruang kampus, ruang pertemanan, dan ruang keluarga. Difusi hanya terjadi pada ruang pertemuan antara penutur. Jarak juga mempengaruhi difusi, yaitu semakin jauh jarak difusi dari titik awal, penerimaan kata akan semakin rendah. Profil informan, seperti usia dan status keluarga, juga memengaruhi difusi. Penutur yang berusia 30 tahun dan sudah berkeluarga cenderung mendifusikan ruang keluarga, sedangkan penutur di bawah 30 tahun dan belum berkeluarga cenderung mendifusikan ruang pertemanan.
The existence of higher education institutions can lead to the emergence of the phenomenon of studentification, one of which is the cultural transformation around the Grendeng UNSOED Campus area, North Purwokerto District. Meanwhile, Purwokerto City is the center of Banyumasan culture, one of which is the use of Javanese Ngapak language that has developed since ancient times in the ex-Banyumas Residency area. Furthermore, the phenomenon of studentification serves as a medium for the dissemination of culture brought by students, such as Indonesian slang language, which can influence the loss of local culture in the form of Javanese Ngapak language in the research area. Therefore, this study aims to determine the extent to which the diffusion phenomenon of using words in Indonesian slang language spreads to the local residents in the research area. This research uses a qualitative method with research informants selected through snowball sampling method, and the interpretation of building functions and space functions serving the presence of students using Google Earth and Street View. The unit of analysis used in this study is the informants to determine the direction and intensity of the diffusion of Indonesian slang language. The results of this study are assumptions built regarding the intensity of student activities in the studentification area not affecting the pattern of diffusion of Indonesian slang language. In this study, the diffusion pattern is more influenced by the characteristics of speakers and the interaction space involved. The speakers' experience in the interaction space also affects the length of the diffusion path. The diffusion in this research fulfills the assumption that diffusion can occur in all directions and in various spaces, including service spaces, campus spaces, friendship spaces, and family spaces. Diffusion only occurs in meeting spaces between speakers. Distance also influences diffusion, meaning that the further the diffusion distance from the starting point, the lower the acceptance of words will be. Informant profiles, such as age and family status, also influence diffusion. Speakers who are 30 years old and married tend to diffuse in family spaces, while speakers under 30 years old and unmarried tend to diffuse in friendship spaces."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Dea Adhista
"Bahasa gay merupakan salah satu variasi bahasa yang terdapat di kelompok masyarakat. Bahasa tersebut termasuk ke dalam kelompok bahasa slang yang pembentukan dan penggunaannya memiliki maksud dan tujuan-tujuan tertentu dari para penggunanya. Penelitian ini membahas proses pembentukan kata yang terjadi dalam bahasa gay dan penggunaannya dalam percakapan. Data yang digunakan merupakan percakapan yang dilakukan oleh sebuah kelompok gay dalam media sosial Whatsapp. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan penyajian data secara deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pembentukan kata dalam bahasa gay terbagi ke dalam tiga klasifikasi utama pembentukan, yaitu pembentukan berdasarkan asosiasi fonetis, asosiasi semantis, dan rujukan bahasa asing. Asosiasi semantis terdiri dari enam subklasifikasi, yaitu abreviasi, paragog, abreviasi dan paragog, asosiasi bunyi, onomatope, dan modifikasi internal. Kemudian, asosiasi semantis terdiri dari dua subklasifikasi, yaitu asosiasi semantis konteks lingual dan asosiasi semantis konteks nonlingual. Di sisi lain, rujukan bahasa asing terdiri dari tiga subklasifikasi bahasa asing yang dirujuk, yaitu bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan bahasa Hokkien. Dari segi penggunaan katanya, bahasa gay digunakan untuk tujuan-tujuan khusus, seperti menimbulkan kesan genit dalam percakapan, penghalusan kata, serta sebagai pemberi ciri khusus kelompok pemakainya.
Gay language is one of variations of language in society. That language included in slang language which have special formation and uses of the weare group. This research analyzed the formation of word and its use in the conversation. The data is the conversation that used by a gay group on Whatsapp social media. This research used a qualitative method with descriptive data presentation. The result showed that the formation of words in gay language is divided into three classifications phonetic association, semantic association, and foreign language references. Phonetic association divided into six subclassifications abbreviation, paragogue, abbreviation and paragogue, sound association, onomatope, and internal modifications. Then, semantic association divided into two subclassifications semantic association lingual context and semantic association nonlingual context. On the other hand, foreign language references divided into three subclassifications English, Dutch, and Hokkien. In addition, gay word used for special purpose, such as rise the impression of a flirty in conversation, euphemism, and distinctive feature of the weare group."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S69502
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library