Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jessica Suradi
"ABSTRAK
Sudah sejak lama diketahui bahwa Indoor Environment Quality mempunyai
pengaruh yang cukup kuat terhadap produktivitas pegawai. Bahkan dengan
kondisi Indoor Environment Quality yang tidak cukup baik bukan hanya dapat
menurunkan produtiktivitas bahkan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan
pegawai. Namun pada kenyataannya sampai sekarang faktor Indoor Environment
Quality masih belum dijadikan pertimbangan bagi para perancang bangunan
kamtor. Bangunan kantor khususnya di Indonesia hanya melihat dari sisi nilai
jual, ukuran, lokasi, dan fasilitas. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk
melihat pengaruh Indoor Environment Quality (faktor suhu, pencahayaan, dan
warna dinding ruangan) terhadap human performance dan mencari kombinasi
optimal dari ketiga faktor tersebut sehingga faktor-faktor ini selanjutnya dapat
dipertimbangkan dalam pembangunan sebuah kantor. Hasil penelitian ini
membuktikan bahwa ketiga faktor Indoor Environment Quality (faktor suhu,
pencahayaan, dan warna dinding ruangan) berpengaruh signifikan terhadap human
performance. Kombinasi optimal adalah pada suhu 23.5°C, pencahayaan 500 lux,
dan warna dinding biru. Penelitian ini diharapkan dapat membuat perancang
bangunan kantor khususnya di Indonesia untuk lebih memperhatikan faktor
Indoor Environment Quality (faktor suhu, pencahayaan, dan warna dinding
ruangan)

ABSTRACT
Indoor Environment Quality has been known since decades before, to has strong
influence towards productivity. A poor Indoor Environment Quality will bring
negative impact on workforce health. However, until present time, Indoor
Envirnment Quality factors have not been taken into a serious consideration by
office management or building contractor. Especially in Indonesia, they only
consider about selling price, size, location, and facilitation. Hence, this research
aims to discover the effect of Indoor Environment Quality (thermal, lighting, and
colour layout) on human performance and discover the optimal combinations of
those 3 factors. This research has found out that these 3 factors has a significant
impact on human performance. Furthermore, this research has also discovered the
optimal combination of these 3 factors, which is a combination of temperature of
23.5°C, lighting of 500 lux and blue colour as the layout. This research is aimed to
increase the awareness of office management or Interior designer to take Indoor
Environement Quality factors into their account in designing a productive
workplace environment"
2016
T45752
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gelar Winayawidhi Suganda
"Seiring dengan waktu, pembangunan di kota-kota besar bergeser kearah vertikal dengan sistem ventilasi buatan. Hal tersebut berdasarkan berbagai penelitian dapat meningkatkan resiko Sick Building Syndrome (SBS) di gedunggedung dimaksud. Kantor Pusat PT. X berada di Gedung Y dengan karakteristik demikian. Tesis ini bertujuan untuk mengetahui kualitas udara dalam ruangan, karakteristik umum pekerja, dan kejadian SBS di Kantor Pusat PT. X. Berdasarkan penelitian beberapa parameter kualitas udara seperti CO2, kelembaban, dan ventilation rate tidak memenuhi Standar. Didapatkan juga beberapa kasus mirip SBS seperti iritasi mata (16.13 %) dan kelelahan (13.98 %). Kejadian SBS kemungkinan merupakan hasil interkoneksi berbagai faktor termasuk kualitas udara dan karakteristik responden.

Recently development of big city has been swifted to vertical development with artificial ventilation. According to vast amount of research that situation could lead to Sick Building Syndrome (SBS) cases. The Headquarter of PT. X located at Y Building has that charasteristic. This Theses aims on knowing indoor air quality (IAQ), workers? characteristics and SBS cases in The Headquarter of PT. X. According to this research some parameters e.g. CO2, relative humidity and ventilation rate are out of standards. Some cases has also been found, e.g. eye irritation (16.13 %) and fatigue (13.98 %). These cases may be a result of many factors including IAQ and workers? characteristics."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T31105
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Nabila Widyaputri
"Latar belakang: Sebelum pandemi Covid-19, sebagian besar mahasiswa menghabiskan waktu untuk melakukan kegiatannya di dalam ruangan. Di era modern seperti ini, sebagian besar bangunan dirancang tertutup sehingga tanpa adanya ventilasi yang adekuat dapat mempengaruhi kualitas udara dalam ruangannya. Kualitas udara yang buruk dapat berdampak pada kenyamanan, performa kerja, hingga kesehatan penghuninya. Oleh karena itu, perlu diketahui kualitas udara ruang kuliah mahasiswa FKUI sebelum pembelajaran tatap muka sepenuhnya dilakukan.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan data primer yang didapatkan melalui pengukuran kualitas udara secara langsung oleh peneliti. Sampel ruangan didapatkan berdasarkan pendekatan SEG (similar exposure group) yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data kemudian dianalisis secara statistik deskriptif menggunakan tabel dan grafik.
Hasil: Kadar CO2 dan CO seluruh ruangan berada dalam rentang aman, yaitu 383,556-506,556 ppm dan 0-0,9111 ppm secara berurutan. Terdapat 3 ruangan yang memiliki suhu di bawah batas minimum dan 4 ruangan yang memiliki kelembaban di atas batas maksimum. Hanya 1 ruangan yang memiliki pergerakan udara inlet dan outlet yang seimbang.
Kesimpulan: Kualitas udara seluruh sampel dalam keadaan baseline tergolong cukup baik. Namun, perlu dilakukan perbaikan dan peningkatan ventilasi udara untuk mendukung kegiatan pembelajaran tatap muka seutuhnya dengan nyaman dan mampu memenuhi aspek kesehatan serta keamanan
......Introduction: Before the Covid-19 pandemic, most students spent time doing their activities indoors. In this modern era, most buildings were designed as enclosed buildings so that without adequate ventilation, the indoor air quality could be affected. Poor air quality can have impacts on comfort, work performance, and the health of its occupants. Therefore, it is necessary to know the air quality of the FKUI students' lecture halls before offline learning is fully carried out.
Method: This study is a descriptive study using primary data obtained through direct air quality measurements by the researcher. Room samples were obtained based on the SEG (similar exposure group) approach that met the inclusion and exclusion criteria. The data were then analyzed descriptively using tables and graphs.
Result: CO2 and CO levels of the samples were in the safe range between 383.556-506.556 ppm and 0-0.9111 ppm respectively. However, there are 3 rooms with temperatures below the minimum limit and 4 rooms with humidity above the maximum limit. Only 1 room has balanced inlet and outlet air movement.
Conclusion: The air quality of all samples in the baseline state is quite good. However, it is necessary to repair and increase air ventilation to support offline learning activities comfortably and to be able to meet the health and safety aspects."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Home Air Quality and Case of Pneumonia in Children under Five Years Old (in Community Health Center of South Cimahi and Leuwi Gajah, City of Cimahi). Pneumonia is the number one deadliest disease in the world with the prevalence of 44%. In Indonesia, pneumonia in todler is the leading cause of death, after diarrhea, with proportion 15,5%. Pneumonia is a disease caused by a virus and bacteria influenced by physical and chemical contaminants. The purpose of this study was to analyze indoor air quality with the incidence of pneumonia in children under five years old with cross sectional method. The population in this study was the population living in the region of South Cimahi Public Health Center and Leuwi Gajah Public Health Center. The criteria of selection for the region were: region with the highest population, high pneumonia cases (in the red and yellow area), a coal-fired industrial area, and located near the highway Purbaleunyi. The sample of this research are respondents who live in the region of South Cimahi Public Health Center and Leuwi Gajah Public Health Center with inclusion criteria length of stay ≥1 year with a child under five years old. Significant correlation occured between PM10 and PM2,5 (p < 0.05) with odd ratio 4.40 and 3.24 while the density of dwelling house, room occupancy density, home ventilation, kitchen hole, a smoker in the home, use of mosquito coils, sulfur dioxide (SO2), nitrogen dioxide (NO2) and carbon monoxide (CO) did not show a significant relationship (p > 0.05) with pneumonia. Dominant factors that cause pneumonia in infants is PM10 (p= 0.036) with a value of OR 4.09 after controlled PM2,5 (p= 0.142; OR 2.78), the number of bacteria (p = 0.004; OR 0.17) and ventilation the house (p= 0.395; OR 0.58).

Pneumonia merupakan penyakit mematikan nomor satu di dunia dengan prevalensi 44%. Di Indonesia, pneumonia anak bawah lima tahun merupakan penyebab kematian nomor dua setelah diare dengan proporsi 15,5%. Pneumonia merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang dipengaruhi oleh pencemar fisik dan kimia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas udara kimia rumah dengan kejadian pneumonia anak bawah lima tahun dengan metode cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan dan Puskesmas Leuwi Gajah. Pemilihan kriteria wilayah dilakukan berdasarkan wilayah dengan jumlah penduduk tertinggi, kasus pneumonia tinggi (berada di wilayah merah dan kuning), merupakan wilayah industri yang berbahan bakar batu bara dan berada di dekat jalur tol Purbaleunyi. Sampel penelitian adalah responden yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Cimahi Selatan dan Puskesmas Leuwi Gajah dengan kriteria inklusi lama tinggal ≥1 tahun dan memiliki anak bawah lima tahun.Hasil penelitian menunjukkan hubungan signifikan terjadi pada Particulate Matter (PM)10 dan Particulate Matter (PM)2.5 (p < 0,05) dengan nilai odd ratio masing-masing 4,40 dan 3,24, sedangkan kepadatan hunian rumah, kepadatan hunian kamar, ventilasi rumah, lubang penghawaan dapur, adanya perokok dalam rumah, penggunaan obat nyamuk bakar, Sulfur dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2) dan carbon monoksida (CO) tidak menunjukkan hubungan signifikan (p > 0,05) dengan pneumonia. Faktor dominan yang menyebabkan pneumonia pada balita adalah PM10 (p= 0,036) dengan nilai OR 4,09 setelah dikontrol dengan PM2,5 (p= 0,142; OR 2,78), jumlah kuman (p= 0,004; OR 0,17) dan ventilasi rumah (p= 0,395; OR 0,58)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit, 2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Afrina
"ABSTRAK
Latar Belakang
Sindrom mata kering adalah suatu gangguan pada permukaan mata yang ditandai dengan ketidakstabilan produksi dan fungsi dari lapisan air mata yang menghasilkan gejala tidak nyaman, gangguan penglihatan, dan ketidakstabilan lapisan air mata yang berpotensi mengalami kerusakan pada permukaan mata. Salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya adalah kualitas udara dalam ruang. Perlu diketahui faktor ? faktor selain kualitas udara yang menimbulkan sindrom mata kering untuk dapat mencegah terjadinya pada pekerja di ruang parkir bawah tanah dalam rangka menjaga produktifitas pekerja dan mencegah sindrom mata kering.
Tujuan
Selain mengidentifikasi kualitas udara dalam ruang parkir bawah tanah, penelitian ini juga mengidentifikasi prevalensi dan tingkat keparahan sindrom mata kering serta mengetahui faktor ? faktor yang mempengaruhi timbulnya sindrom mata kering pada pekerja.
Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Data dikumpulkan pada April sampai Juni 2015. Pekerja ruang parkir bawah tanah di salah satu Megablok Jakarta Selatan diwawancara dengan kuesioner OSDI dan diperiksa matanya dengan tes schirmer. Pengambilan data satu kali pada setiap responden saat pekerja selesai absensi pulang.
Kualitas udara dalam ruang parkir bawah tanah Megablok ?X? Jakarta Selatan tidak baik, walaupun kelembaban udara dan pertikel debu masih dalam batas normal, namun tingginya suhu udara dan pencahayaan menunjukkan di bawah standar untuk tempat kerja. Responden penelitian ini berjumlah 85 orang dengan 90,6% laki ? laki, yang berusia rata ? rata 23,05 tahun dengan rentang 20 ? 40 tahun. Tempat bekerja terdiri dari pekerja di kantor (4,7%), di pos (28,2%) dan sisanya bekerja di lapangan parkir. Terdapat 61,2% pekerja yang perokok. Pekerja dengan lama visual atensi > 4 jam sehari ada 54,1%. Hanya 14,1% pekerja yang telah bekerja diruang parkir bawah tanah lebih dari dua tahun. Sebagian besar pekerja (87,1%) berada di bawah tanah 8 jam/hari. Ditemukan 23 orang (37,1%) didiagnosis sindrom mata kering berdasarkan kuesioner OSDI dan 33 orang (38,8%) melalui tes schirmer. Sindrom mata kering parah tidak ditemukan pada hasil pemeriksaan tes schirmer, namun dari hasil kuesioner OSDI terdapat 42,8%. Analisis multivariat menunjukkan hanya jenis kelamin mempengaruhi timbulnya sindrom mata kering secara independen. Perempuan mempunyai risiko 12,042 kali lebih besar dibanding laki ? laki untuk mengalami sindrom mata kering. Kualitas udara dalam ruang parkir bawah tanah di Megablok ?X? Jakarta Selatan tidak baik. Prevalensi sindrom mata kering pada pekerja ruang parkir bawah tanah 38,8%. Jenis kelamin menjadi faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya sindrom mata kering pada pekerja ruang parkir bawah tanah (OR = 12,042). Tingkat keparahan sindrom mata kering yang parah dari hasil kuesioner OSDI terdapat 42,8%

ABSTRACT
Background
Dry eye syndrome is a disorder of ocular surface which is indicated with destabilized production and disfunction of tear film. It causes uncomfortable symptoms and visual disorder. One of influence factors that cause dry eye syndrome is indoor air quality. It?s important to know other factors beside the air quality that can also contribute to dry eye syndrome to anticipate the incident happened to workers in the basement parking area and to keep the workers productivity going well.
Purpose
This research will identify the factors those influence the dry eye syndrome prevalence and its severity of workers who work at basement parking area.
Method
This study used cross-sectional method. Datas were collected from April to June 2015. The workers in a Megablock in South Jakarta were interviewed with OSDI questionnaire and attended eyes examination with schirmer test. Datas were taken once in each responded while they already finished their job.
Result
Indoor air quality had been examined and showed bad result, with high temperature and the light was under standard for a working area. Although the humidity and particulate matter are normal. This research involved 85 persons, 90,6% were men, with average age was 23,05 in the range 20 to 40 years old. Based on the working area, 4,7% were in office, 28,2% were in post, and the rest were in the parking area. 61,2% of them were smokers. Workers with visual attention more than 4 hours perday were 54,1%. Only 14,1% workers have been working in the parking area more than 2 years. Most of them (87,1%) were placed basement for 8 hours perday. Workers were diagnosed dry eye syndrome by OSDI were 23 persons (37,1%) and 33 persons (38,8%) through schirmer test. Multivariate analysis showed that only sex factors that influenced dry eye syndrome, in which women have bigger chance 12,042 times to suffer from this syndrome if compared with men. Indoor air quality at ?X? Megablock basement parking area is bad. Dry eye syndrome prevalene on women workers is 87,5% and on men is 33,8%. severe dry eye syndrome is not found through schirmer test, but found 42,8% with OSDI questionnaire.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astuti
"Radon dapat ditemukan dimana saja, termasuk pada bangunan sekolah dasar. Radon masuk ke dalam ruang kelas sekolah dasar melalui celah bangunan, retakan dinding dan lantai, bahan material bangunan, dan lainnya. Pajanan radon pada anak-anak usia sekolah dasar dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru hingga dua kali lipat dibandingkan dengan orang dewasa. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pajanan konsentrasi radon dan faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi radon di sekolah dasar dengan menggunakan metode tinjauan literatur sistematis tahun 2010-2020. Penelitian ini menggunakan 23 literatur yang sesuai dengan kriteria inklusi peneliti. Hasil penelitian mengenai pajanan konsentrasi radon di sekolah dasar adalah sebagai berikut: nilai minimum 26,65 Bq/m3, nilai maksimum 480 Bq/m3, median 119 Bq/m3, rata-rata aritmatik 133,43 Bq/m3, standar deviasi aritmatik 95,14 Bq/m3, rata-rata geometrik 109,06 Bq/m3, dan standar deviasi geometrik 1,87 Bq/m3. Kemudian, hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi radon di sekolah dasar adalah sebagai berikut: ditemukan 20 jenis faktor yang dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu faktor bangunan 10/20, faktor lokasi bangunan (6/10), dan faktor kondisi meteorologis 4/10. Faktor bangunan meliputi retakan bangunan, usia bangunan, ventilasi, bahan konstruksi bangunan, material dalam ruangan, luas area bangunan, kepadatan ruangan, pemanas ruangan, tekanan dalam ruangan, dan sumber air. Faktor lokasi bangunan meliputi tingkat lantai, lokasi geologis, radioaktivitas dalam tanah, kandungan radium dalam tanah, permeabilitas dan kelembaban tanah, dan komposisi tanah. Faktor kondisi meteorologis meliputi musim, suhu, dan waktu."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esi Lisyastuti
"Kualitas udara dalam ruang dipengaruhi antara lain kondisi bangunan, elemen interior, fasilitas pendingin ruangan, pencemar kimia dan pencemar biologi. Buruknya kualitas udara dalam ruang akibat keberadaan pencemar biologi yaitu bakteri dan jamur ditengarai menjadi salah satu sebab kejadian sick building syndrome (SBS). Menggunakan desain crossecsional, ingin diketahui hubungan jumlah koloni mikroba udara dalam ruangan dengan kejadian SBS pada pekerja B2TKS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian SBS tidak terbukti berkaitan dengan dengan jumlah mikroba udara dalam ruang, meskipun keberadaan jamur penyebab SBS seperti Aspergillus sp., Penicillium sp dan Fusarium sp dapat dideteksi. Variabel lain seperti temperature dan kelembaban ruang, jenis kelamin, kebiasaan merokok, status gizi, masa kerja dll juga tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian SBS. Akan tetapi pekerja yang lebih muda (dibawah 40 tahun) memiliki angka kejadian SBS yang lebih tinggi. Dari hasil penelitian ini, disarankan untuk meningkatkan sanitasi ruangan dan pemeliharaan AC secara berkala.

Indoor air quality is influenced by the condition of the building, interior elements, air-conditioning facilities, chemical pollutants and biological contaminants. Poor indoor air quality due to the presence of biological contaminants such as bacteria and fungi is suspected to be one cause of sick building syndrome incidence (SBS). Using cros-secsional design the relationship of indoor air microorganisms colonies on workers of B2TKS was investigated. There was no evidence of relationships between the number of indoor-air microbes and SBS incidence on workers of B2TKS, although the presence of SBS fungsi such as Aspergillus sp, Penicillium sp and Fusarium sp, were detected. Other variables such as room temperature and humidity, sex, smoking habit, nutrient status, etc.. also had poor correlation with SBS incidence. However, the incidence of SBS was higher in your workers (below 40 year old). Results of this study suggest that room sanitation and air-conditioning maintenance should be improved and conducted on a regular basis."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T30520
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Isnainy Valencia Sari
"Pencemaran bioaerosol yang ada di dalam ruangan memiliki potensi 1.000 kali lebih berbahaya daripada di luar ruangan. Oleh karena itu, kualitas udara mikrobiologis pada ruang kuliah Gedung S di FTUI Depok perlu diteliti lebih lanjut. Sampel udara diambil menggunakan EMS bioaerosol single stage sampler selama dua menit dengan debit pemompaan 28,3 L/menit. Media pertumbuhan yang digunakan untuk bakteri dan jamur adalah TSA dan MEA. Konsentrasi bakteri tertinggi pada ruang kelas S101 2.407 362 CFU/m3 , terendah terdapat pada Lobby 1 384 142 CFU/m3. Konsentrasi jamur tertinggi ditemukan pada ruang kelas S203 810 215 CFU/m3, terendah pada S503 195 51 CFU/m3. Sebagian besar konsentrasi bakteri di udara melebihi baku mutu, sedangkan konsentrasi jamur masih memenuhi baku mutu. Suhu seluruh ruangan 21-27oC sudah memenuhi baku mutu dan kelembapan 38-71 serta Intensitas cahaya 4,21-335 lux pada sebagian ruangan tidak memenuhi baku mutu. Uji-Independent T-test menunjukan terdapat perbedaan signifikan pada konsentrasi jamur dan bakteri lantai bawah dan lantai atas sig< 0,05. Korelasi Pearson Product Moment menunjukkan terdapat korelasi yang kuat antara jumlah orang dengan konsentrasi bakteri r=0,73 dan berkorelasi lemah dengan konsentrasi jamur r=0,47. Jenis aliran udara didominasi oleh aliran laminer dan kecepatan partikel bakteri dan jamur pada kisaran 0,002-0,16 cm/detik.
......Indoor bioaerosol contamination has potency 1,000 times more dangerous than outdoor. Therefore, microbiological air quality in the classrooms of Building S Engineering Faculty UI City of Depok need to be further investigated. The air samples were taken by using EMS bioaerosol single stage sampler in two minutes with airflow rate 28.3 L minute. The growth media used were TSA and MEA for bacteria and fungi. Highest bacterial concentration found in classroom S101 2,407 362CFU m3 , lowest in Lobby 1 384 142 CFU m3. The highest fungi concentration found in classroom S203 810 215 CFU m3, lowest in classroom S503 195 51 CFU m3. Most of the bacteria concentrations exceeded whereas the fungi concentration still met the quality standard. For the environmental factors, the entire classroom temperatures 21 27oC have met the quality standard but not the humidity 38 71 and light intensities 4.21 335 lux. The Independent T test showed that there were significance differences between bacteria and fungi on lower and upper floor sig."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahaditya Rizqi Putra
"Sick Building Syndrome SBS adalah keluhan atau ketidak nyamanan yang dirasakan oleh seseorang di dalam gedung seperti contohnya pusing, mual, mata kering, dan bersin-bersin. Penyebab SBS salah satunya adalah Kualitas Udara di Dalam Ruangan atau Indoor Air Quality IAQ yang kurang baik. IAQ merupakan salah satu poin dalam menjaga keselamatan serta kesehatan pekerja yang pada dasarnya merupakan hak pekerja dan dijamin oleh UU Republik Indonesia no.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Oleh karena itu skripsi ini membahas tentang IAQ Gedung Arsip UI dengan acuan kerangka konsep manajemen IAQ oleh BHSE HSG 173 yang diawali dari surveykeluhan karyawan terkait SBSpada bulan April tahun 2018, dengan tujuan mengevaluasi kualitas udara di dalam ruangan pada Gedung Arsip UI. Survey dilakukan dengan instrumen kuesioner yang diadaptasi dari World Health Organization WHO dan United States Environment Protection Agency US EPA dan dilanjutkan dengan pengukuran secara walkthrough survey untuk melihat faktor penyebab yang dari aktivitas karyawan dan layout gedung serta pengukuran secara direct reading dengan parameter NAB dari Peraturan Menteri Kesehatan no. 48 tahun 2016. Hasilnya, terdapat temuan di beberapa titik yang memiliki hasil pengukuran pada tingkat action level maupun melebihi batas NAB yang telah ditentukan.
......Sick Building Syndrome SBS is a complaint or discomfort felt by someone inside of a building such as dizziness, nausea, dry eyes, and sneezing. One of SBS causes are poor Indoor Air Quality IAQ . IAQ is one of the points to maintain workers 39 safety and health which is basically the worker 39 s rights and guaranteed by the UU Republik Indonesia No.1 tahun 1970 concerning Work Safety. Therefore this thesis discusses about Gedung Arsip UI IAQ with reference from framework of IAQ management concept by BHSE HSG 173 starting from SBS related employee complaint survey in April 2018, with purpose to evaluate air quality indoors at UI Archives Building. The survey was carried out with questionnaire instruments adapted from the World Health Organization WHO and United States Environment Protection Agency US EPA and followed by walkthrough survey measurements to see the underlying factors of employee activity, building layout, and direct reading measurements with TLV parameters of Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 48 tahun 2016. As a result, there are findings at some measurement points that have the action level number or exceeding the specified TLV."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanang Eldira Ferdiansyah
"ABSTRAK
Air Conditioner pada umumnya merupakan salah satu peralatan elektronik yang sangat memakan daya listrik dan kurang ramah lingkungan. AC portabel pun pada umumnya menggunakan sistem yang simpel dengan direct evaporative cooling terhadap uap air, yang mengakibatkan tingginya kelembapan relatif beriringan dengan turunnya suhu sehingga membahayakan kesehatan pengguna. Kenyamanan seseorang dalam beraktivitas maupun beristirahat di dalam ruangan dipengaruhi oleh suhu ruangan dan kelembapan, terlebih di Indonesia yang beriklim tropis di mana memiliki suhu rata-rata yang cukup tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mendesain pendingin ruangan skala kecil ramah lingkungan. Dengan Finned Heatpipe sebagai alat penukar kalor, alat pendingin diharapkan mampu membuat kondisi ruangan eksperimen memenuhi standar SNI untuk kenyamanan termal bagi ruang kerja. Penelitian ini dilakukan dengan menghitung cooling load berdasarkan dimensi ruangan dan beban yang ada pada ruangan, hingga didapatkan airflow yang diperlukan sehingga dapat ditentukan kecepatan angin fan pada alat pendingin dan luas ductingnya. Semua eksperimen dilakukan dengan suhu ruangan awal 35 oC, jumlah baris heat pipe pada module yaitu 2 baris dan 3 baris, serta es batu yang digunakan untuk mendinginkan air pada reservoir dengan rasio massa air:es 6:1 dan 4:3 kg. Hasil dari alat pendingin rancangan menghasilkan kondisi ruangan eksperimen yang memenuhi standar SNI saat variasi 4:3 dan 3 baris dengan suhu akhir 26.68 oC dan kelembapan relatif 62.02%. Variasi lain belum memenuhi standar dengan beban pendingin yang sama. Hasil dari pengujian menunjukan alat pendingin akan bekerja secara optimal apabila dengan desain serta konfigurasi yang tepat dan maksimal.

ABSTRACT
Air Conditioner in general is one of the electronic equipments which consumes much electricity and is less environmentally friendly. Portable air conditioners generally use a simple system with direct evaporative cooling against water vapor, which results in high relative humidity along with falling temperatures, that endangers the user's health. The comfort of people in their activities and resting conditions indoors are influenced by the room temperature and humidity, especially in Indonesia with a tropical climate which has a fairly high average temperature. This research aims to design an environmentally friendly air conditioners for small-scale room. With Finned Heatpipe as the heat exchanger, the cooling device is expected to be able to make the conditions of the experimental room to meet the SNI standards for thermal comfort for the workspace in the room. This research was conducted by calculating cooling load based on the dimensions of the room and the load that is in the room, to obtain the required airflow so that the fan wind speed can be determined on the cooler and also to determine the ducting area. All experiments were carried out with an initial room temperature of 35 oC, the number of rows of heat pipes in the module were varied into 2 rows and 3 rows, as well as ice cubes used to cool the water in the reservoir with a water:ice mass ratio of 6:1 and 4:3 kg. The results of the designed cooling device produce the experimental room condition that meets SNI standards when the variations are 4:3 and 3 rows with a final temperature of 26.68 oC and a relative humidity of 62.02%. Other variations do not meet the standards with the same cooling load. The results of the test show the cooler will work optimally with the right design and configuration. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>