Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1243 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andrya Yunila Hastuti
Abstrak :
Urgensi pelibatan sejumlah stakeholder semakin penting dirasakan bila dikaitkan dengan terjadinya penurunan kinerja pembangunan Kota Bandar Lampung sebagai akibat krisis ekonomi yang diindikasikan dengan menurunnya tingkat pertumbuhan ekonomi sejak tahun 1997 dan semakin rneningkatnya jumlah KK miskin yang ada. Untuk itu Pemerintah Kota Bandar Lampung diharapkan tidak saja mampu untuk melaksanakan tugas dan kewenangannya, tetapi juga harus mampu mengakomodasikan seluruh potensi melalui pelibatan seluruh stakeholder baik pemerintah maupun swasta. Untuk meningkatkan kinerja pembangunan Kota Bandar Lampung, ditinjau dari segi permodalan diperlukan investasi yang besar, sedangkan kemampuan investasi pemerintah masih sangat terbatas. Selain hal tersebut pembangunan Kota Bandar Lampung masih dihadapkan pada persoalan antara lain : peningkatan taraf hidup mnasyarakat, pemerataan lapangan kerja dan pendapatan, penyediaan sarana dan prasarana serta masalah sosial lainnya. Oleh karena itu untuk mempertahankan kelanjutan pembangunan daerah dimasa datang, maka tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai persoalan tersebut hanya dapat diatasi dengan melakukan investasi pembangunan baik yang bersumber dari pemerintah dan swasta. Perencanaan pembangunan baik secara makro, sektoral maupun regional pada dasarnya akan ditentukan oleh kemampuan penyediaan sumber pembiayaan atau dana untuk diinvestasikan guna mencapai laju pertumbuhan ekonomi sesuai dengan struktur perekonomian yang dikehendaki, yang pada situasi selanjutnya akan dapat mempercepat akselerasi pertumbuhan ekonomi serta kesempatan kerja baru yang semakin merata kepada masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Penelitian ini mencoba menganalisis suatu perencanaan mengenai besarnya investasi yang dibutuhkan pada masa datang dalam rangka untuk mencapai sasaran kesejahteraan masyarakat dan laju pertumbuhan yang diinginkan. Ini berarti bahwa perkiraan jumlah investasi yang diperlukan akan ditentukan oleh laju pertumbuhan ekonomi/pembangunan yang hendak dicapai. Dalam hubungan ini disamping perhitungan perkiraan secara total, kebutuhan investasi itu perlu pula diperinci atau dialokasikan kepada masing-rnasing sektor ekonomi. Ditinjau dari sumbernya, rencana kebutuhan investasi harus pula memperhitungkan kemampuan sumber pembiayaan yang dapat disediakan baik dari pemerintah maupun swasta. Penelitian ini mengguaakan pendekatan metode ICOR. Dalam mengestimasi perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung selama kurun waktu 2001-2006, digunakan pendekatan model ekonometrika (persamaan simultan). Setelah proyeksi kebutuhan investasi diperoleh, Penulis mencoba mengelompokkan besaran investasi tersebut (total maupun sektoral) yang diperlukan oleh perekonomian Kota Bandar Lampung berdasarkan sumber pembiayaan (pihak yang diharapkan bertanggung jawab menyediakan dana) yaitu pemerintah (Pusat, Provinsi Lampung dan Kota Bandar Lampung) serta swasta (dunia usaha dan masyarakat ), berdasarkan persepsi responden (kuesioner). Berdasarkan analisis tersebut, perekonomian Kota Bandar Lampung secara umum dapat memberikan harapan berkembangnya daerah ini pada masa yang akan datang. Indikator ini terlihat dari adanya peningkatan pertumbuhan PDRB selama periode proyeksi. Total kebutuhan investasi periode 2002-2005 diproyeksikan sebesar Rp 1.840.291,46 juta, dengan kebutuhan investasi rata-rata per tahun sebesar Rp 460.072,87 juta. Sektor-sektor yang rnemberikan kontribusi besar (diatas rata-rata) terhadap total kebutuhan investasi adalah sektor industri pengolahan tanpa migas, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor bangunan. Dalam perencanaan program pembangunan daerah Kota Bandar Lampung, diharapkan pembiayaan yang berasal dari anggaran pemerintah sebesar 30,50%, yang terdiri dari Pusat sebesar 8.48%, Provinsi Lampung sebesar 6.81% dau Kota Bandar Lampung sebesar 15.21%. Sedangkan dari swasta diharapkan sebesar 69.50% yang terdiri dari dunia usaha sebesar 46.82% dan masyarakat sebesar 22.68%. Untuk itu sudah saatnya pemerintah Kota Bandar Lampung dalam memenuhi kebutuhan pendanaan/investasi peran pemerintah semakin dipersempit, sebaliknya swasta diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk turut berpartisipasi serta pemerintah harus bertindak progresif dan proaktif khususnya dalam usaha menarik investor agar peran yang diharapkan lebih besar bagi swasta dimasa mendatang dapat terwujud.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T2389
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinda Asytuti
Abstrak :
John C Bogle dalam bukunya Bogle on Mutual Fund tahun 1998 mengemukakan bahwa terdapat empat dimensi dari kinerja Investasi yaitu reward risk cost dan timing. Dari survei yang dilakukan oleh Investment Company Institute di Amerika, 70 % responden menyatakan bahwa faktor kinerja historis Reksa Dana adalah pertimbangan utama investor untuk berinvestasi di Reksa Dana selain faktor-faktor lain seperti biaya, profil manajer investasi dan lain-lain. Berdasarkan hal di atas, maka diperlukan standarisasi pengukuran kinerja Reksa Dana, sehingga investor dapat membandingkan kinerja Reksa Dana sebelum melakukan investasi. Penelitian Iggi Ahcsien dan Elghary di Malaysia tentang Kinerja Reksa Dana Syariah menyimpulkan keadaaan yang berbeda. Di dapat dari penelitian tersebut ternyata kinerja Reksa Dana Syariah lebih baik dari Reksa Dana Konvensional. Untuk itu peneliti tertarik untuk mengetahui kinerja Reksa Dana Syariah di Indonesia tahun 2001-2002 dimana tahun-tahun tersebut merupakan tahun berkembangnya Reksa Dana di Indonesia. Dari penelitian yang dilakukan pada tahun 2001, Kinerja Reksa Dana Syariah masih dibawah kinerja pasar JII kecuali Danareksa Syariah (Saham). Pada Tahun 2002 Kinerja Reksa Dana Syariah berkembang lebih baik. PNM Syariah (Campuran) mempunyai kinerja outperformed dibandingkan kinerja pasar JII begitu pula Danareksa Syariah (saham). Untuk Dana Reksa Syariah Berimbang kinerjanya masih di bawah dari kinerja JII. Dengan menggunakan pendekatan risk adjusted return kinerja Danareksa syariah tahun 2001 memiliki index Sharpe sebesar-0,0009635, nilai Treynor sebesar 3,86698E-05 dan nilai Treynor sebesar -1,1 16E-04. Danareksa syariah memiliki ratio Sharpe dan Treynor paling tinggi dibandingkan dengan Reksa Dana konvensional yang diperbandingkan. Namun untuk index Jensen hanya lebih kecil daripada Niaga Sahara. Dengan menggunakan pendekatan return yang tidak diadjusted, return yang dihasilkan lebih kecil daripada ABN Amro, Rencana Cerdas, Panin Dana Maksima, Phinisi Dana Saham, Bahana Dana Prima dan Si Dana Saham. Pada Tahun 2002 Kinerja Danareksa Syariah mengalami penurunan. Untuk Reksa Dana Syariah campuran hanya PNM Syariah yang membukukan return lebih baik. Dengan menggunakan pendekatan risk adjusted return, index Sharpe Danareksa Syariah masih lebih baik dibandingkan dengan Reksa Dana konvensional akan tetapi memiliki index Treynor dan index Jensen lebih kecil. Sedangkan index Sharpe PNM Syariah lebih kecil dari Reksa Dana konvensional yang dibandingkan kecuali dibandingkan dengan Danareksa Anggrek. Index Treynor PNM Syariah hanya lebih kecil bila dibandingkan dengan DUIT. Dari hasil penelitian di atas terlihat bahwa kinerja Reksa Dana Syariah masih belum melampaui kinerja Reksa Dana konvensional yang dibandingkan. Penulis menyarankan agar portfolio Reksa Dana syariah campuran lebih menempatkan proporsi dananya pada sektor obligasi syariah. Selanjutnya memperkuat jalinan kerjasama antar unit bisnis syariah baik perbankan, asuransi dan dana pension, untuk mengembangkan Reksa Dana Syariah. Comparative Analysis of Islamic Investment Funds and Conventional Investment Funds' Exertion in Gaining Optimal Return at 2001-2002John C Bogle in his book Bogle on Mutual Fund (1998) conveyed about four dimensions of investment: reward, risk, cost and timing. In the survey done by Investment Company Institute in America, 70% of respondent said that historical exertion factors of the Investment Funds is the investor's main consideration to invest in Investment Funds besides other factors like cost, investment manager's profile and etc. Based on that, measurement standardization of the Investment Funds' exertion is needed, so that investor can evaluate the Investment Funds exertion before investing. Iggi Ahcsien and Elghary's research in Malaysia about Islamic Investment Funds exertion conclude a different condition. The research resulted that Islamic Investment Funds exertion is better than conventional Investment Funds. Therefore the researcher is interested to know about the Islamic Investment Funds exertion in Indonesia at 2001-2002, years of the Investment Funds development in Indonesia. From the research performed at 2001, Islamic Investment Funds exertion was below El market exertion except Danareksa Syariah (stock). At 2002 Islamic Investment Funds exertion developed better. PNM Syariah (mixed) had an outperformed exertion as compared to ill market's exertion as well as Danareksa syariah (stock). Danareksa Syariah Berimbang's exertion is below JII's exertion. By using risk adjusted return approach, Danareksa Syariah's exertion at 2001 had Sharpe index of 0,0009635. Treynor rate of -3,86698E-05 and Treynor rate of -1.116E-04. Danareksa Syariah got the highest Sharpe and Treynor ratio than conventional Investment Funds. But the Jensen index was lower than Niaga Saham. By using unadjusted return approach, the return gained was lower than ABN Amro, Rencana Cerdas, Panin Dana Maksirna, Phinisi Dana Sahara, Bahana Dana Prima dan Si Dana Saham On 2002 Danareksa Syariah's exertion endured a deprivation. Only PNM Syariah got a better return for the mix Islamic Investment Funds. By using risk adjusted return, Sharpe index of Danareksa Syariah was better than the conventional Investment Funds, nevertheless it had a lower Treynor index and Jensen index. While Sharpe index of PNM Syariah was lower than conventional Investment Funds except as compared to Danareksa Anggrek. Trey nor Index of PNM Syariah was a little bit lower than DUIT. Form the above research we know that Islamic Investment Funds exertion was not beyond the compared conventional Investment Funds. The researcher suggested that the mixed Islamic Investment Funds portfolio place the funds more on Islamic bonds. Later on, it strengthens the cooperation among Islamic business units: bank, assurance and retirement fund, to develop Islamic Investment Funds.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11845
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renaldi Zein
Abstrak :
Indonesia sebagai negara berkembang membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk melakukan pembangunan di dalam negeri, khususnya di sektor sosial dan ekonomi. Untuk itu pemerintah Indonesia melakukan kebijakan mendorong masuknya investasi asing kedalam negeri. Guna memberikan pelayanan yang lebih dan memberikan komunikasi, koordinasi dan informasi bagi kepentingan investasi, maka Presiden Republik Indonesia membentuk Badan Koordinasi Penanaman Modal pada tahun 1985, dan hingga saat ini organisasi ini masih eksis. Terjadinya era reformasi yang menggantikan era Orde Baru kepemimpinan Soeharto, dilalui dengan berbagai gejolak-gejolak anatara lain demonstrasi masa dan kegaduhan yang berimbas pada krisis sosial dan ekonomi. Adanya data tentang turunnya investasi asing yang masuk ke Indonesia diduga akibat langsung atau tak langsung timbulnya persepsi buruk terhadap citra Indonesia, khususnya mengenai iklim investasi dimata investor asing. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan melihat persepsi-persepsi para investor asing secara kualitas dan terurai jelas mengenai iklim investasi di Indonesia. Metodologi yang dilakukan dalam penelitian lapangan adalah menggunakan survey kuestioner terhadap 100 responder yang terdiri dan investor asing. Kuesioner ini meliputi pertanyaan terhadap 8 parameter iklim investasi berdasarkan hasil studi awal dan pengalaman peneliti, yaitu: keamanan, penegakan hukum, baiknya jalan pemerintahan, infrastruktur, prosedur investasi, insentif, biaya operasional, dan imej BKPM. Hasil survey ini ditindak lanjuti dengan "in depth interview" terhadap 10 responden investor asing yang dipilih berdasarkan "incidental and voluntary". Interview juga dilakukan terhadap 5 orang pejabat tinggi dan senior BKPM untuk mengetahui kegiatan mereka. Temuan yang ada dalam penelitian adalah adanya gambaran jelas mengenai persepsi investor asing terhadap iklim investasi di Indonesia. Persepsi yang negatif tersebut terdapat karena adanya dim Indonesia yang buruk sebagai negara yang mempunyai "country risk" tinggi, dan reputasi negatif sebagai negara yang banyak tindak korupsinya. Satu hal yang masih membuat positif pandangan terhadap iklim usaha disini, yaitu adanya persepsi positifik mengenai rendahnya biaya investasi, khususnya tenaga kerja dan sumber daya energi. Hai ini yangmembuat investasi masih menarik di Indonesia. Hal yang menarik dalam penelitian ini adalah, temuan betapa pentingnya peran media massa dalam menyebarluaskan informasi secara cepat, dan dapat mernbentuk opini-opini yang selanjutnya menjadikan persepsi masyarakat luas. Turunnya nilai investasi asing dapat diakibatkan pengaruh dari persepsi-persepsi yang negatif terhadap iklim investasi di Indonesia. Kesimpulan dan rekomendasi dibuat berdasarkan konsep-konsep ilmu komunikasi. Perlunya komunikasi yang instruktif dari presiden kepada jajarannya untuk membenahi pemerintahan ini dengan baik. BKPM harus melakukan komunikasi yang persuasif kepada presiden dalam memberikan masukan informasi yang berpengaruh dalam mengambil kebijakan, serta komunikasi yang informatif BKPM kepada investor asing untuk memberikan jawaban dan kepastian atas perbaikan yang dilakukan. Untuk itu BKPM diusulkan untuk lebih berperan sebagai sentra komunikasi dan koordinasi terhadap aspek-aspek lingkungan organisasi, antara lain "stakeholders and audience". ......Indonesia as a developing country needs a lot of capital sources to build its country, especially in social and economic sectors. The Indonesian government has issued policies to encourage incoming of foreign investors to the country. In order to serve more foreign investor in the way of communicating, coordinating, and providing information the President of Indonesia had established the Indonesian Investment Coordinating Board in 1985, which is still exist until today. The transaction period of changing the power in this country from Soeharto era to reformation era had made through a very crucial things, such as uncontrolled mass demonstrations and riots. Those things had made impact to crisis of social and economy of Indonesia. The declining of foreign investment on statistics recently was assumed related to the bad perceptions about the investment climate of Indonesia. Image and reputation of Indonesia has contributed the building of the perception. This research was conducted to see in "descriptive and qualitative" aspects of those foreign investors perceptions about the investment climate. This research study used a questionnaire survey to 100 respondents, who are foreign investors. The questioner covers B parameters of the investment dimate which are based on study and experiences of the researcher, such as security, law enforcement, good governance, infrastructures, procedures, incentives, cost of investment, and image of BKPM. The survey was followed up by in depth interviews to ten respondents representing foreign investors through incidental and voluntary selections. Interviews were also made to five senior and high level officials of the Indonesian Investment Coordinating Board (BKPM) to see the organization activity. The result of interviews has provided clear pictures of perceptions. Foreign investors' perceptions are bad to the Indonesia's investment climate. The negative perceptions were caused by the bad image of Indonesia, which occupies high score in the country risk list and it has a long in the negative reputation among the most corrupt countries. There is one positive perception about to the Indonesian investment climate. It is low cost of investment, such as low labor cost and cheap fuel and energy costs. These factors make Indonesia attractive for investment. The interesting part of this research discovered that mass media had an important role in disseminating information fastly and it could influence public opinion. The declining foreign investment might be related to those negative perceptions about the investment climate in Indonesia. Conclusions and recommendations were made based on communication concepts. It needs instructive communication from the country's president to manage better government. BKPM has to make persuasive communications to the president with information used for policy making, and informative communications to foreign investors with certainty saying that the government is improving the condition. It is proposed that BKPM should becomes a centre of communication and coordination to all aspects of the organization stakeholders and audiences.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10469
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiyan Toni
Abstrak :
Tujuan dari pengukuran kinerja portofolio adalah untuk mengidentilikasi kemampuan/kinerja suatu portofolio, baik dari tingkat keuntungan yang dihasilkan maupun tingkat risiko dari indeks tersebut. Ada dua cara yang bisa dilakukan untuk menilai kinerja suatu indeks yaitu dengan melakukan perbandingan secara langsung maupun dengan menggunakan ukuran kinerja tertentu. Tujuan utama dari penelitian yang dilakukan adalah mencoba membandingkan kinerja indeks syariah yaitu Jakarta Islamic Index (JII) sebagai proxi kinerja investasi etis dengan kinerja indeks LQ45 dan indeks harga saham gabungan (IHSG) sebagai proxi kinerja investasi pasar dan indeks keuangan (Finance) sebagai proxy kinerja investasi ribawi.
The goal of portfolio analysis is to identify the ability/performance of portfolio by comparing return and risk of that portfolio. There are two methods, which can be done to measure the portfolio performance. First, by comparing directly and second, by using certain parameter. Main goals of this thesis is trying to compare the performance of Islamic investment portfolio represented by Jakarta Islamic index (JII) as a proxy of ethical investment with the performance of LQ45 and IHSG proxy as a proxy of market performance and Finance index as proxy of interest bearing investment.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11932
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trihadi Karnanto
Abstrak :
Kebijakan Otonomi Daerah yang diterapkan oleh Pemerintah dengan mengimplementasikan peran serta Bank Jabar sebagai operator pengumpul hasil tol telah memberikan pengaruh menurunnya kinerja keuangan investor jalan tol. Permasalahan yang timbul dari pengalihan operator pengumpul tol ke Bank Jabar adalah kerugian hak Hasil Tol yang disebabkan perlambatan cash in flow hasil tol. Menurunnya kinerja keuangan menyebabkan kesulitan membayar kewajiban sebagai akibat penerimaan tol (cash in flow) yang terganggu dapat diselesaikan melalui Restrukturisasi utang yang bertujuan untuk menunda kewajiban membayar bunga dan mengurangi beban bunga dan pokok sehingga meningkatkan kinerja keuangan dimasa yang akan datang. Methode penelitian yang dipergunakan adalah dengan methode Deskriptif dan mengevaluasi data-data sekunder yang diperoleh dari Proyek Jalan Tol Jakarta-Cikampek. PT BangunTjipta Sarana melakukan Restrukturisasi atas utangnya sebesar Rp. 292.584.000,- dalam rangka mengurangi beban cicilan bunga. Restrukturisasi utang dapat terlaksana karena adanya keterbukaan antara PT Bangun Tjipta Sarana dengan Bank, ditambah adanya keyakinan pihak Bank bahwa utang dapat dibayar oleh PT Bangun Tjipta Sarana berdasarkan Rencana Cash in flow yang diyakini oleh Bank berpedoman dengan perilaku penerimaan tol sebelum masa krisis. Restrukturisasi utang dilaksanakan dengan cara Rescheduling terhadap pembayaran utang pokok dan penundaan kewajiban pembayaran bunga serta kebijakan pemotongan sebagian bunga. Dengan Restrukturisasi utang PT Bangun Tjipta Sarana untuk sementara bisa mengatasi kesulitan kinerja keuangannya. Dari hasil penelitian tesis ini menunjukkan indikasi bahwa posisi investor jalan tol saat ini sangat lemah. Sehingga diharapkan tesis ini bisa menjadi sumbangan pemikiran kepada para calon investor dan dapat dikembangkan oleh peneliti tesis lainnya pada masa mendatang.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12035
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oerip Lestari D. Santoso
Abstrak :
ABSTRAK
Sebagai bagian integral dari negara kesatuan Republik Indonesia, Propinsi Jawa Tengah melaksanakan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Pembangunan dilaksanakan disemua aspek kehidupan, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Untuk tujuan tersebut, Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Tengah merencanakan pertumbuhan ekonomi regional rata-rata 7% per-tahun pada Repelita VI.

Untuk mencapai tingkat pertumbuhan sebesar diperkirakan adanya investasi sebesar Rp. 63.18 triliun, dan 76% (Rp. 18,132 triliun) dari total investasi diperoleh dari sektor swasta (non pemerintah), sedangkan sisanya yang 24% (Rp. 15,05 triliun) dari pemerintah. Secara nasional angka pertumbuhan yang direncanakan tersebut cukup beralasan, Pada Pelita V angka rata-rata pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah adalah 7,02%, dan lebih tinggi dari angka pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,7%.

Jawa Tengah merupakan salah satu propinsi yang memiliki daya tarik bagi investor. Pada tahun 1993, daerah seluas 34.503 km2 ini dihuni oleh 29.093,507 orang penduduk, yang tersebar di 35 Daerah Tingkat II (29 Kabupaten dan 6 Kotamadya). Kepadatan penduduk 843 orang/km2, dan menempati papan atas dalam hal kepadatan penduduk (angka nasional adalah 105 orang/ km2). Jumlah perduduk yang tergolong padat ini menimbulkan berbagai permasalahan, seperti urbanisasi, kemiskinan, dan berbagai gangguan kamtibmas lainnya. Kondisi ini tentu kurang mendukung upaya pembangunan di Jawa Tengah, dan kurang menguntungkan bagi ketahanan regional serta pada gilirannya akan berdampak pula pada ketahanan nasional.

Masalah ketenagakerjaan berupa pengangguran merupakan faktor pendorong Pemda Jawa Tengah untuk meningkatkan investasi. Proyek-proyek baru yang diminati khususnya bersifat padat karya (labour intensive). Laju pertambahan penduduk Jawa Tengah selama kurun waktu 1980-1990 sebesar 1,18% per-tahun, Angka yang besar ini membutuhkan investasi yang besar pula, agar tersedia lapangan kerja yang cukup.

Dari segi ketersediaan lahan, potensi pertanian tidak mungkin lagi dikembangkan dengan cara ekstensifikasi. Salah satu upaya peningkatan ekonomi yang dilakukan adalah pengembangan sektor industri. Sektor industri ini diharapkan dapat memberikan kesempatan kerja bagi angkatan kerja yang sangat banyak, sehingga tingkat pengganguran dapat ditekan, sumber daya alam dapat dimanfaatkan, serta terwujud pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azizah Fitriyani
Abstrak :
Indikator utama untuk menilai kinerja reksa dana adalah dengan mengukur Nilai Aktiva Bersih (NAB) per unit penyertaan. NAB per unit sangat berfluktuatif, tergantung pada harga masing-masing efek/instrumen investasi dimana portofolio diinvestasikan Penurunan NAB dipengaruhi secara tidak langsung oleh risiko pasar yang merupakan risiko yang umum terjadi pada portofolio. Perhitungan risiko pasar dari investasi pada portofolio reksa dana sangat penting ditakukan sebagai landasan bagi investor dan manajer investasi dalam pengambilan keputusan untuk menentukan strategi investasinya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pengukuran risiko pasar pada Reksa Dana PNM Syariah dengan mempergunakan model Value at Risk (VaR) dan untuk mengetabui potensi kerugian maksimum yang mungkin teijadi dari kepemilikan portofolio reksa dana serta menguji apakah model Value at Risk (VaR) cukup valid dipergunakan dalam mengukur risiko pasar pads Reksa Dana Syariah.
Main indicator to measure performance of mutual fimd is to measure Net Asset Value of a share unit. The Net Asset Value per unit share fluctuates depend on the price of each investment instrument which is invested in a portfolio. Decrement in Net Asset Value is influenced by indirect market risks that are common events in portfolio. Market Risk calculation of an investment in a mutual fund portfolio is very important to be done as bases for investors and investment managers to make decision in their investment strategy. The purpose of this research is to determine how to measure market risk at PNM Syariah mutual fund based on Value at Risk (VAR) model_ The second purpose is to calculate qualitatively a possible maximum risk that could be occurred in mutual fund portfolio share. This reseach is also to proof the validity of Value at Risk model by measuring market risk in Syariah Mutual Fund.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13571
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djumirin
Abstrak :
Karena keterbatasan dana untuk memenuhi permintaan pembangunan sarana dan prasarana, banyak negara telah menerapkan sistem jalan tol. Pada awalnya pembiayaan jalan tol ditanggulangi dengan dana pemerintah, pinjaman bilateral dan multilateral. Permintaan pembangunan terus meningkat dan memalcsa pengikutsertaan sektor swasta - privatisasi. Privatisasi dapat digunakan untuk memindahkan ekonomi ke sektor swasta dan mengurangi peran pemerintah. Privatisasi usaha jalan tol di Indonesia dimulai pertengahan 1980-an. Privatisasi atau "penjualan' proyek-proyek jalan tol kepada sektor swasta kewenangannya ada pada departemen teknis - Departemen Pekerjaan Umum. Pelaksanaanya dilakukan dengan penunjukan langsung, pemilihan terbatas dan pelelangan terbuka. investor harus bekerja sama dengan Jasa Marga sebagai Badan Pengelola jalan tol di lndosesia. Dalam konsep 80T investor membiayai pembangunan jalan tol, mengoperasikan dan setelah habis masa konsesi umumnya diatas 20 tahun, kewenangan atas jalan tol dikembalikan ke pemerintah tanpa kompensasi apapun. Investasi jalan tol perlu dana besar, jangka panjang, dan arus kas pada awalnya defisit, penerimaan dari pendapatan tol dalam rupiah, meningkat terus sejalan dengan peningkatan volume lalu lintas dan kenaikan tarif. Volume lalu lintas suatu saat mencapai tingkat jenuh, sehingga selain biaya operasional dan pemeliharaan diperlukan investasi ulang untuk penambahan lajur. Jenis sumber dana dan nilai waktu daripada uang sangat penting, bisa mengakibatkan suatu proyek tidak layak. Diperlukan profesionalisme untuk dapat mengatasi resiko-resiko, terutama keuangan, agar tidak terjadi kegagalan investasi. Keberhasilan privatisasi memberikan keuntungan bagi pemerintah (jalan tol terbangun), dan masyarakat. (tarif tol dibawah BKBOK). Investor mendapatkan keuntungan bila sampai masa konsesi proyeksi keuangannya tercapai. Konsep BOT adalah suatu alternatif pendanaan. Penerapan BOT perlu dilanjutkan dengan perencanaan dan pengaturan legal serta perhitungan biaya yang akural agar terhindar terjadinya kegagalan. Agar konsesi berhasil baik, masing-masing pihak wajib konsisten, konsekuen dalam menjalani kerjasama sesuai perjanjian yang telah disepakati. Kesulitan-kesulitan banyak timbul dalam proyek BOT dan merupakan tantangan bagi manajemen untuk mengatasinya. Pembangunan jalan tol di perkotaan memerlukan biaya investasi yang jauh lebih besar. Dalam pengadaan dengan penunjukkan langsung, total biaya investasi lebih besar dibanding dengan lelang terbuka karena tidak terjadi persaingan harga. Tingginya biaya investasi membawa akibat panjangnya masa konsesi. Konsesi yang panjang sebenarnya tidak masalah, yang penting pemerintah/Jasa Marga terhindar dari kerugian akibat kegagalan investasi. Dukungan pemerintah sangat diperlukan. Pemerintah perlu siap dengan FS, FED, OE dan TOR yang akurat sebelum dilakukan lelang. Masalahnya adalah bagaimana mengerahkan investasi dana sebegitu besar dalam jangka panjang tanpa mempengaruhi industri bahkan dapat menyediakan prasarana yang diperlukan - jalan tol.
The condition of limited fund available for the development of infra- structures and public utilities has forced many countries to apply toll road system. Initially, toll road financing was sufficed with the government fund, toll revenue, bilateral and multilateral loans. The increasing demand for toll road development has forced the participation of the private sector - privatization. Privatization can be used to move the economy to the private sector and reduce the government's role. Toll road privatization in Indonesia was started in mid of 1980s, among others through BOT system. The 'selling' of toil road projects to the private sector is implemented and under the approval of the Ministry of Public Works. It is carried out through direct appointment, limited tender and open Lender. Investments in toll road should be in cooperation with PT Jasa Marga (Persero) which has the right of management of toll roads in Indonesia. In the BOT concept the investors build the road, operate and enjoy the revenue, and upon expiry of the concession the toll road right is revert to the government without any compensation. New toll roads are provided without Government spending. The investment needs huge fund, long-term period, the cash flow is initially deficit, toll revenue is in cash, in rupiah, and it increases in line with the increase of traffic volume until it reaches saturation. Yet it still increases due to tariff increase. When the road has reached its maximum capacity it needs widening so that in addition to the operation and maintenance expenditures the investor needs to reinvest. Being a long-term investment, the consideration of time .slue of money is important, and is determinative to the viability of the project. It requires professionalism to cope with the financial risks to avoid investment failure. The success of privatization will bring benefits to the government (roads are provided), to the community as the beneficiary (tariff is lower than SVOC), and the investor enjoys the benefit if until the expiry of the concession period the financial projection can be realized. BOT concept is an alternative of financing. its implementation is worth to be continued with effective planning, accurate financial estimates and computation, and better legal arrangements. To be a sound concessionaire each party in the BOT project should be consistent, observe and adhere to the agreements. Many problems, mostly financial difficulties are challenging the management. Toll road development in city areas needs much more funds. Project procured through direct appointment is with higher investment cost than through open tender because there is no pricing competition. Higher investment cost claims a longer concession period. Providing that the 130T project becomes viable and safe without bringing loss to the government until the concession is expired, limiting the concession period to, e.g. 30 years is likely not wise. For the success of BOT, the government's desire and supports arc-required and it needs to be completed with PFS, FS, FED, OE and TOR and well-worded tender documents before tender. The remaining question is how to mobilize so huge funds for so long a term from the community without/ hampering industrial development but providing it with transportation facilities they require - TOLL ROADS.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1997
T1539
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhardono Sudjono
Abstrak :
ABSTRAK
Di dalam persaingan suatu industri perbankan terdapat 5 kekuatan yaitu pesaing baru, pesaing substitusi, kekuatan negosiasi nasabah dana, kekuatan negosiasi nasabah kredit dan persaingan pada industri perbankan itu sendiri. Bank X secara berkala melakukan rencana perusahaan (corporate plan) setiap 5 tahun yang bertujuan untuk menetapkan sasaran/tujuan (objective/goal) dan perusahaan beserta strategi dasar yang akan diterapkan untuk dapat menghadapi persaingan tersebut diatas. Adapun sasaran/tujuan perusahaan beserta strategi dasar bank X adalah sebagai berikut :
. Sasaran/tujuan : Bank besar dan sehat.
. Strategi dasar tahun 1995 dan 1996: Strategi bertahan selektif.
. Strategi dasar tahun 1997, 1998 dan 1999 : Strategi bertahan agresif dan Strategi pertumbuhan yang stabil.

Namun di dalam pelaksanaannya strategi bisnis yang telah ditetapkan tersebut relatif kurang dapat berjalan dengan baik, antara lain karena adanya kebutuhan nasabah dari segmen tertentu yang membutuhkan beberapa produk investment banking khususnya produk surat-surat berharga (marketable securities) yang belum sepenuhnya dapat dilayani oleh bank, sehingga untuk dapat memenuhi kebutuhannya, nasabah tertentu tersebut direbut oleh para pesaing bank X yang telah menjalankan kegiatan investment banking. Segmentasi nasabah dapat dilakukan dengan mengacu kepada teori Product Life Cycle, dimana baik nasabah dana maupun nasabah kredit yang termasuk dalam tahap kematangan telah memiliki berbagai alternatif investasi maupun alternatif pembiayaan diluar produk/jasa tradisional bank. Transaksi surat berharga yang merupakan bagian dari kegiatan investment banking, dapat membuktikan bahwa :
· Bank dapat mengatasi kendala ketentuan dari otoritas moneter seperti tingkat rasio CAR (Capital Adequacy Ratio) dan ketentuan BMPK (Batas Maksimum Kredit).
· Melalui analisis Du Pont, bank dapat meningkatkan rentabilitas walaupun dalam kondisi persaingan yang ketat, dengan cara memperbesar turn over melalui transaksi surat-surat berharga.
· Pengembangan kegiatan investment banking dapat dilakukan baik oleh bank itu sendiri maupun oleh group usahanya seperti perusahaan pembiayaan, perusahaan sekuritas dan lain-lain, baik yang berada didalam negeri maupun diluar negeri.

Berdasarkan hal tersebut maka disarankan untuk mengembangkan kegiatan investment banking yang merupakan terobosan menghadapi persaingan di era global.
Daftar Pustaka : 9 buku + 4 artikel + 15 lain-lain.
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutikno
Abstrak :
Optimasi pendanaan investasi merupakan faktor yang sangat penting bagi pertumbuhan perusahaan, terutama untuk perusahaan yang sedang berkembang seperti PT Perusahaan Gas Negara (Persero). Untuk mengetahui apakah pendanaan investasi telah dilaksanakan secara optimal dan kriteria apa yang digunakan untuk memilih sumber dana, maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian sehingga dapat diketahui langkah-langkah apa yang seharusnya ditempuh manajemen agar pemenuhan kebutuhan dana investasi dapat dilaksanakan secara optimal. Penelitian dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi kasus perusahaan dengan menggunakan landasan teori sebagai dasar analisis yang meliputi pengertian mengenai proses pelaksanaan investasi ditinjau dari sudut manajerial, metode-metode pemilihan investasi (kriteria investasi) dan metode-metode yang berkaitan dengan pemilihan sumber dana melalui perhitungan biaya penggunaan dana (cost of capital). Hasil analisis dari aspek manajerial melalui tahapan kegiatan investasi dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kegiatan investasi di PT Perusahaan Gas Negara (Persero) belum dilakukan melalui tahapan yang benar, terutama yang menyangkut kegiatan penyusunan gagasan investasi, studi kelayakan investasi, koordinasi tugas di lapangan dan pemanfaatan investasi. Untuk melakukan pilihan alternatif investasi, manajemen belum memiliki pola atau teknik analisis tertentu yang digunakan sebagai dasar penentuan pilihan. Dari analisis kriteria investasi dengan menggunakan metode NPV, IRR dan Pay Back Period terhadap 50 calon pelanggan industri dapat disimpulkan bahwa 28 calon pelanggan dinyatakan layak dan 22 calon pelanggan tidak layak. Analisis kebutuhan dana yang ditujukan untuk memilih sumber dana yang paling optimal dengan menggunakan metode-metode perhitungan jangka waktu kritis hutang, Weighted Average Cost of Capital (WACC) dan Cost of Capital dari masing-masing sumber dana dapat disimpulkan bahwa penggunaan dana investasi yang ada sekarang dinilai optimal dengan skala prioritas dari prioritas I s/d IV sebagai berikut : Sumber Dana Bank Dunia/ADB, Obligasi Biasa, Obligasi Konversi dan Kredit Komersial. Dari hasil-hasil analisis tersebut disarankan haI-hal sebagai berikut : pelaksanaan investasi dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan yang benar, untuk melakukan pilihan alternatif investasi hendaknya selalu didasarkan pada analisis kriteria investasi, manajemen harus memikirkan untuk memilih alternatif sumber dana lainnya dengan menggunakan analisis cost of capital seperti tersebut diatas.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>