Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Tun Samudra
Abstrak :
Sebelum terbitnya putusan MK. No. 18/PUU-XVII/2019, parate eksekusi Jaminan Fidusia kerap dilakukan oleh Pemegang Fidusia dengan kekuasaan sendiri baik dengan persetujuan maupun tanpa persetujuan Pemberi Fidusia/Nasabah. Namun, setelah lahirnya putusan MK. No. 18/PUU-XVII/2019, pelaksanaan parate eksekusi Jaminan Fidusia harus didasarkan dengan kesepakatan antara Pemegang dan Pemberi Fidusia/Nasabah mengenai wanprestasi dalam perjanjian pokoknya serta Pemberi Fidusia bersedia menyerahkan barang Jaminan Fidusia kepada Pemegang Fidusia secara sukarela untuk dijual melalui lelang. Istilah kerelaan adalah hal yang baru dalam parate eksekusi Jaminan Fidusia yang berdasarkan hukum positif. Istilah kerelaan dikenal dalam hukum Islam yang merupakan salah satu rukun dalam akad, sehingga menimbulkan pertanyaan bagaimana esensi prinsip kerelaan dalam parate eksekusi Jaminan Fidusia dalam putusn MK tersebut dan kesesuaiannya dengan prinsip kerelaan dalam hukum Islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif yang bersifat deskriptif analitis dan menggunakan alat pengumpulan data berupa data sekundar yang meliputi bahan hukum primer dan sekunder. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ditemukan bahwa esensi kerelaan dalam putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019 yakni tidak boleh ada pihak yang dirugikan dan disakiti dari pelaksanaan parate eksekusi Jaminan Fidusia. Kewenangan Pemegang Fidusia untuk melakukan eksekusi Jaminan Fidusia atas kekuasaan sendiri tetap melekat sepanjang Pemberi Fidusia/Nasabah mengakui bahwa ia telah wanprestasi dan secara sukarela menyerahkan barang jaminan kepada Pemegang Fidusia. Prinsip Kerelaan dalam parate eksekusi Jaminan Fidusia sesuai dan sejalan dengan prinsip hukum Islam dalam rangka menjaga kemaslahatan bagi Pemegang dan Pemberi Fidusia/Nasabah. ......Before the Constitutional Court's decision Number 18/PUU-XVII/2019 came out, the execution of fiduciary guarantees was often carried out unilaterally by fiduciaries with or without agreement from the debitor. However, after the Constitutional Court's decision Number 18/PUU-XVII/2019, the implementation of the fiduciary guarantee execution parate must be based on an agreement between the fiduciaries and debitor about injures the promise in the main agreement and the debitor is willing to give fiduciary collateral to the fiduciaries voluntarily to be sold through auction. The term of willingness is a new thing in the execution of fiduciary guarantees based on positive law. The term willingness is known in Islamic law which is one of the pillars in the contract, thus raising the question of how the essence of the principle of willingness in the execution of fiduciary guarantees is in accordance with the principle of willingness in Islamic law. The method used in this research is a normative research that is descriptive analytical and uses data collection tools in the form of secondary data which includes primary and secondary legal materials. Based on the research that has been done, it was found that the essence of willingness in the Constitutional Court's decision Number 18/PUU-XVII/2019 is there is no side should be harmed and hurt from the implementation of the fiduciary guarantee execution parate. The authority of fiduciaries to execute the fiduciary guarantee on their own rules remains attached as long as the debitor acknowledges that they have injures the promise and voluntarily give the fiduciary collateral to the fiduciaries. The principle of Willingness in the execution of fiduciary guarantees is in accordance with and in line with the principles of Islamic law in order to maintain the benefit of the fiduciaries and debitor.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chrisna Sari
Abstrak :
Hibah merupakan salah satu bentuk perbuatan hukum terjadinya perpindahan hak milik. Dalam prakteknya hibah tidak jarang menimbulkan suatu permasalahan dalam keluarga. Permasalahan hibah terutama berkaitan erat dengan para ahli waris. Adanya hibah yang dilakukan dengan melanggar hak dari para ahli waris tentunya akan membawa ketidakadilan. Pemberi hibah merupakan pihak yang pada akhirnya akan bertanggungjawab atas hibah yang telah dilakukannya. Sengketa hibah merupakan sengketa yang seringkali terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Gugatan hibah umumnya diajukan oleh para ahli waris. Dalam tesis ini Penulis membahas mengenai putusan pengadilan agama Nomor 1131/Pdt.G/2011/PA.Pmk. Dalam kasus ini sengketa hibah terjadi karena adanya pemberian objek hibah berupa sebidang tanah seluas 1.250m2 kepada salah seorang anak kandung si pemberi hibah. Para Penggugat yang juga merupakan anak kandung dari si pemberi hibah merasa tidak adil atas pemberian hibah tersebut. Para penggugat merasa bahwa si pemberi hibah telah melanggar hak-hak para Penggugat. Hibah yang dilakukan oleh si pemberi hibah merupakan perbuatan melawan hukum karena tidak sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam Kompilasi Hukum Islam. Hal ini dikarenakan hibah tersebut melebihi ketentuan batas maksimum 1/3 dari seluruh harta. Dalam kasus ini pemberi hibah menghibahkan seluruh harta kekayaannya kepada salah seorang anak kandungnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana keabsahan akta hibah Nomor 351/PMK/2002 yang merupakan instrumen penting dalam hal terjadinya perpindahan hak milik dari pemberi hibah kepada penerima hibah serta untuk mengetahui apakah Putusan Pengadilan Agama Nomor 1131/Pdt.G/2011/PA.Pmk telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian evaluatif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang dasar yuridis pembatalan akta hibah Nomor 351/PMK/2002. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akta hibah Nomor 351/PMK/2002 adalah batal demi hukum dan mengandung cacat yuridis. Akta hibah dibuat dengan melanggar ketentuan Dengan demikian putusan Pengadilan Agama Nomor 1131/Pdt.G/2011/PA.Pmk adalah tepat karena sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Grant is an act of giving when someone is still alive to someone else without expecting the return. Grant sometimes causes a problem between the inheritors themselves, which can be solved through the court mechanism. In this study, Author focuses on the religion court verdict Number 1131/Pdt.G/2011/PA.Pmk. The problem itself occurs when the grant giver granted an area of land on 1,250 square meters to one of his biological son. Due to the unfairness, the other biological children filed a case against the grant giver who happened to be their parent. The plaintiffs argued that the grant has been a violation of law, which is The Compilation of Islamic Law who limitates the grant up to one third of the total wealth. The study is emphasized on the legality of the most important instrument that allows the transfer process of the property right, which is The Act of Grant Number 351/PMK/2002; and also to discover whether the verdict itself has been proceeded through regulation. This study uses the juridical normative method with an evaluative research method in order to get a comprehensive understanding of the legal base of the cancellation of The Act of Grant Number 351/PMK/2002. The study concludes that The Act of Grant Number 351/PMK/2002 is null and void and juridically defected. The Act of Grant was made by violating the regulation. This also concludes that the Pamekasan Religion Court Number 1131/Pdt.G/2011/PA.Pmk is correct.
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T36027
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Al Istiqamah
Abstrak :
Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga, yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Salah satu bentuk wasiat berupa Akta Wasiat yang dibuat di hadapan notaris. Penelitian ini membahas tentang kewenangan dan tanggung jawab notaris dalam membuat Akta Wasiat bagi orang Islam. Permasalahannya ialah isi Akta Wasiat tidak berdasarkan syari’at Islam. Akta Wasiat diberikan kepada ahli waris sebagai penerima wasiat. Isi Akta Wasiat tentang pembagian Harta Warisan dan tidak menjabarkan nilai/jumlahnya dari Harta Warisan. Akta Wasiat tidak disertai pernyataan persetujuan ahli waris. Pada saat setelah Pewasiat meninggal, Akta Wasiat diberitahukan kepada penerima wasiat, mereka menyetujui. Namun selang setahun salah satu ahli waris merasa keberatan dan tidak adil dengan adanya Akta Wasiat, lalu ia mengajukan gugatan waris di Pengadilan Agama. Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana akibat hukum terhadap Akta Wasiat Pewasiat beragama Islam yang melakukan pembagian harta warisan dan tidak secara faraidh, bagaimana kewenangan dan tanggung jawab Notaris terkait pembuatan Akta Wasiat, dan bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 112K/Ag/2018 menyatakan gugatan a quo tidak memenuhi rukun waris. Bahan hukum sekunder yang diperoleh akan dianalisis secara evaluatif dengan menilai dan menguji kasus yang diputuskan oleh Majelis Hakim. Hasil penelitian menyatakan bahwa isi wasiat tidak memenuhi rukun waris, maka waris tidak bisa dilaksanakan. Notaris berwenang untuk melakukan penyuluhan hukum agar pelaksanaan wasiat dapat terwujud. Majelis Hakim menyatakan gugatannya tidak memenuhi rukun waris, yaitu adanya harta warisan karena harta peninggalan Pewasiat sudah habis dibagi-bagi melalui Akta Wasiat. Akhirnya, kewarisan tidak berlaku lagi. ......A will is the gift of an item from the testator to another person or entity that takes effect once the testator passes away. One of the type of will is a will signed in front of a notary. The authorities and responsibilities of a notary in making a will for Muslims is discussed in this study. The issue is that the contents of the will are not based on Islamic law. The heirs are the beneficiaries of the will. The contents of the Will regarding the distribution of the Inheritance Assets and do not describe the value/amount of the Inheritance Assets. The will is not accompanied by a statement from the heirs approving it. They agree that the will is notified to the beneficiary once the testator dies. After a year, one of the heirs protested to the Will, claiming that it was unfair, then he filed an inheritance lawsuit in the Religious Court. This study looks at the legal implications of Islamic Wills and Wills that distribute inheritance but do not automatically faraidh, what the authorities and responsibilities of a Notary has when it comes to making a Will, and how the judge's legal considerations in the Supreme Court Decision of the Republic of Indonesia Number 112K/Ag/2018 stated that the a quo lawsuit did not meet the pillars of inheritance. By reviewing and testing cases resolved by the Panel of Judges, the secondary legal materials gathered will be assessed of the Will did not fulfill the pillars of inheritance, the inheritance could not be carried out according to the study’s findings. Notaries are permitted to provide legal advice in order to facilitate the execution of wills. The litigation did not satisfy the pillars of inheritance, namely the testator’s inheritance was dispersed through the will, according to the The Panel of Judges. Finally, the inheritance is not valid any longer.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Adam Prawira
Abstrak :
Pemerintah dan DPR telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yang berimplikasi pada dihapuskannya Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) sebagai pengemban tugas dan tanggung jawab di dalam pengawasan Penyelenggaraan Ibadah Haji. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana mekanisme pengawasan Penyelenggaraan Ibadah Haji di Indonesia pasca dihapuskannya Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) sebagai lembaga pengawas mandiri yang dihapus berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Selain itu, penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui bagimana tinjauan penghapusan KPHI berdasarkan paradigma New Public Service (NPS). Penelitian ini diselenggarakan dengan jenis penelitian yuridis-normatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan mekanisme pengawasan dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji pasca disahkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, kecuali eksistensi dari KPHI itu sendiri yang mana keberadaannya penting jika ditinjau berdasarkan Paradigma New Public Service (NPS). Namun demikian, peran dari KPHI sejatinya dapat digantikan dengan adanya eksistensi dari lembaga-lembaga pengawasan Penyelenggaraan Ibadah Haji lainnya yang diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah beserta adanya pengawasan pelayanan publik yang dilakukan oleh Ombudsman RI. ......The government and the people's representative council have ratified Law Number 8 of 2019 concerning the Implementation of Hajj and Umrah which has implications for the abolition of the Indonesian Hajj Inspection Commission (KPHI) as the bearer of duties and responsibilities in the inspection of the Hajj. This research was conducted to find out how the inspection mechanism for the Implementation of Hajj in Indonesia after the abolition of the Indonesian Hajj Inspection Commission (KPHI) as an independent inspection agency which was removed based on Law Number 8 of 2019 concerning the Implementation of Hajj and Umrah. In addition, this research was also conducted to find out how to review the elimination of KPHI based on the New Public Service (NPS) paradigm. This research was conducted with a juridical-normative research type. The results of this study indicate that there is no difference in the inspection mechanism in the Implementation of Hajj after the enactment of Law Number 8 of 2019 concerning the Implementation of Hajj and Umrah compared to previous years, except for the existence of KPHI itself, which is important when viewed based on New Public Service (NPS) Paradigm. However, the role of KPHI can actually be replaced by the existence of other inspection institutions for the Implementation of Hajj which are regulated under Law Number 8 of 2019 concerning the Implementation of Hajj and Umrah and the inspection of public services carried out by the Ombudsman RI.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Hapsari
Abstrak :
abstrak
ketertarikan orang jepang terhadap ajaran islam di indonesia semakin tinggi ketika mereka berinteraksi secara intensif dengan muslim indonesia. bahkan untuk beberapa kasus, mereka memutuskan menjadi mualaf. penelitian ini berupaya mengidentifikasikan reference group yang mempengaruhi keputusan orang jepang menjadi mualaf. analisis terhadap reference group yang paling berpengaruh juga dilakukan, serta menganalisis perubahan pandangan orang jepang mengenai pernikahan setelah menjadi mualaf. pendekatan sosialisasi oleh reference group digunakan untuk menganalisis agen sosialisasi yang mempengaruhi keputusan menjadi mualaf. metode yang digunakan adalah kualitatif dengan depth interview kepada empat mualaf jepang yang pernah atau sedang tinggal di indonesia. penelitian ini juga menggunakan kajian pustaka berupa buku dan artikel jurnal. studi ini menemukan bahwa mualaf jepang mendapat pengaruh reference group dari agen sosialisasi teman sebaya, institusi pendidikan, media massa, dan host family. reference group yang paling berpengaruh adalah teman sebaya dan institusi pendidikan. pandangan mualaf jepang mengenai pernikahan sebelum menjadi mualaf, mereka tidak terlalu memikirkan pernikahan dan tidak memiliki anak lebih dari dua, serta menginginkan wanita bekerja di sektor publik. setelah menjadi mualaf, mereka ingin menikah lebih cepat dan berpikir untuk mempunyai lebih dari dua anak, serta menginginkan wanita untuk bekerja, namun setelah mempunyai anak akan berfokus mengurus anakya.
abstract
japanese interest in the teachings of islam in indonesia is higher when they interact intensively with indonesian muslims. in some cases, they even decided to become mualaf. this study seeks to identify reference groups that influence the decision of japanese to become mualaf. analysis of the most influential reference group was also carried out, as well as analyzing changes in japanese views about marriage after becoming mualaf. the socialization approach by the reference group is used to analyze the agents of socialization that influence the decision to become mualaf. this study used qualitative method with depth interview towards four japanese mualafs who had or were living in indonesia. this research also uses literature review in the form of books and journal articles. this study found that japanese mualafs were influenced by reference groups socialization agents of peer group, educational institutions, mass media, and host family. the most influential reference groups are peer group and educational institutions. japanese mualafs view of marriage before becoming mualafs, they do not think much about marriage and having more than two children, and want women to work in the public sector. after becoming converts, they want to get married faster and think of having more than two children, and want a woman to work, but after having a child, they will focus on taking care of their children. yang paling berpengaruh adalah teman sebaya dan institusi pendidikan. Pandangan mualaf Jepang mengenai pernikahan sebelum menjadi mualaf menunjukkan bahwa mereka tidak terlalu memikirkan pernikahan dan tidak memiliki anak lebih dari dua, serta menginginkan wanita bekerja. Setelah menjadi mualaf, mereka ingin menikah lebih cepat dan mempunyai lebih dari dua anak, serta menginginkan wanita untuk bekerja, namun akan berfokus mengurus anakya. Japanese interest in the teachings of Islam in Indonesia is higher when they interact intensively with Indonesian Muslims. In some cases, they even decided to become. This study seeks to identify reference groups that influence the decision of Japanese to become. Analysis of the most influential reference group was also carried out, as well as analyzing changes in Japanese views about marriage after becoming. The socialization approach by the reference group is used to analyze the socialization agents that influence their decision. This study used depth interview towards four Japanese who had or were living in Indonesia. This research also uses books and journal articles for literature review. This study found that Japanese were influenced by reference groups of peer group, school, mass media, and host family. The most influential reference groups are peer group and school. Japanese views of marriage before becoming indicates that they do not think much about marriage and having more than two children, and want women to work. After becoming they want to get married faster and have more than two children, and want women to work, but they will focus on taking care of their children.
2020
T54477
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astari Nadinne
Abstrak :
Setelah terjadinya perceraian, masalah yang sering timbul adalah pembagian harta benda perkawinan. Harta merupakan topik yang sensitif bagi semua manusia, sehingga timbul permasalahan dalam penyelesaian sengketa harta bersama antara suami dan istri setelah terjadinya perceraian. Adapun rumusan masalah yang dibahas adalah  status kepemilikan harta bersama suami istri yang telah melakukan perceraian dan penerapan asas pemisahan horizontal terhadap sengketa harta bersama sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1710 K/PDT/2020. Terhadap permasalahan tersebut, dilakukan penelitian dengan metode penelitian eksplanatoris untuk menemukan titik terang atas penyelesaian sengketa harta bersama terdahulu suami dan istri yang diperoleh sepanjang masa perkawinan berlangsung. Pada akhirnya, hasil penelitian membawa pada  bahwa perkawinan yang tidak dicatatkan sesuai Peraturan Perundang-Undangan akan menimbulkan masalah jika terjadi perceraian di kemudian hari. Tidak adanya perjanjian kawin juga akan menyulitkan dalam pembagian harta bersama jika terjadi sengketa setelah perceraian. Dengan demikian, harta yang diperoleh sebelum dilakukannya pencatatan perkawinan merupakan harta bawaan masing-masing pasangan. Untuk menghindari sengketa tersebut, disarankan adanya perjanjian perkawinan yang isinya sesuai dengan Undang-Undang dibuat oleh Notaris sebagai pejabat umum dan diperlukan suatu Undang-Undang yang mengatur lebih jelas tentang harta benda perkawinan. ......After the divorce, the problem that often arises is the distribution of marital property. Property is a sensitive topic for all humans, so problems arise in the settlement of joint property disputes between husband and wife after a divorce. The formulation of the problem discussed is the status of joint property ownership of husband and wife who have divorced and the application of the principle of horizontal separation of joint property disputes in accordance with the Supreme Court Decision Number 1710 K/PDT/2020. To this problem, research was carried out using explanatory research methods to find a bright spot on the settlement of disputes over the previous joint property of husband and wife obtained during the marriage period. In the end, the results of the study lead to that marriages that are not registered according to the Legislation will cause problems if a divorce occurs in the future. The absence of a marriage agreement will also complicate the distribution of joint property in the event of a dispute after divorce. Thus, the assets obtained prior to the registration of the marriage are the innate property of each spouse. To avoid such disputes, it is recommended that there be a marriage agreement whose contents are in accordance with the law made by a notary as a public official and a law is needed that regulates marital property more clearly.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 1994
347.01 IND a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yayuk Yusdiawati
Abstrak :
Tesis ini bertujuan untuk melihat variasi persepsi tentang keidealan perkawinan manyunduti baik secara personal maupun publik dan melihat variasi motivasi orang Mandailing untuk mempraktikkan perkawinan manyunduti. Dengan menggunakan metode etnografi, temuan penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi dan motivasi tidak selalu selaras. Hal itu disebabkan karena adanya variasi persepsi yang kontradiksi antara persepsi publik dan persepsi personal. Persepsi publik lebih dipengaruhi oleh faktor budaya, sedangkan persepsi personal dipengaruhi oleh lingkungan, pengalaman dan juga budaya. Meskipun ada kontradiksi tersebut, mereka tetap memiliki motivasi yang positif mengenai perkawinan manyunduti. Motivasi orang Mandailing dikategorikan dalam dua hal, yaitu motivasi komunal dan motivasi personal. Motivasi komunal muncul karena adanya pengaruh dari luar sedangkan motivasi personal muncul karena adanya tujuan pribadi yang ingin dicapai.
This thesis aims to see the variation of perception about the ideals of manyunduti marriage both personally and publicly and see the variation of Mandailing people motivation to practice manyunduti marriage. Using the ethnographic Method, the findings of this study indicate that perceptions and motivations are not always aligned. This is due to the variation in perceptions that contradict between public perception and personal perception. Public perceptions are more influenced by cultural factors, whereas personal perceptions are influenced by the environment, experience and culture. Despite these contradictions, they continue to have a positive motivation for manyunduti marriages. Mandailing people 39 s motivation is categorized in two ways, namely communal motivation and personal motivation. Communal motivation arises because of the influence from the outside while personal motivation arises because of personal goals to be achieved.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50770
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Agama, 1978
347.01 IND h (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Agama, 1980
347.01 IND h (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>