Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Kania Izmayanti
Abstrak :
Kyoto yang kini telah dikenal sebagai kota besar, namun tidak memiliki industri berat dan masih kaya akan hal-hal yang bersifat tradisional dan masyarakatnya sangat menyukai kreasi-kreasi yang kecil. Kyoto lebih menitikberatkan dalam hal cita rasa, cita rasa akan kerajinan, industri rumah tangga, adat istiadat, festival, pertunjukkan, makanan, toko-toko yang ada kalanya sangat sempurna bahkan bisa dikatakan berlebihan atau pemborosan (Japan today : 240) Cita rasa yang dimiliki oleh masyarakat Kyoto dituangkan dalam perayaan Gion matsuri. Tujuan penelitian ini adalah ingin melihat dengan jelas fungsi dan makna dari perayaan Gion matsuri yang dilaksanakan pada masyarakat Kyoto dewasa ini. Dan juga ingin memberikan sedikit pemahaman tentang kebudayaan Jepang khususnya tentang matsuri kepada orang-orang yang mempunyai minat terhadap Jepang dan khususnya tentang kebudayaan Jepang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka, yaitu dengan mengkaji buku-buku ilmiah, risalah, serta bahan tuisan lainnya yang relevan dengan penelitian. Data yang ada dikumpulkan dan dianalisa dengan teknik deskriptif interpretatif dengan melakukan pendekatan kwalitatif yaitu dengan menganalisa terhadap fenomena-fenomena yang berkaitan dengan masalah penelitian untuk mendapatkan analisa yang seobjektif mungkin.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T3048
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Riani Utami
Abstrak :
Tradisi pemujaan leluhur di Jepang merupakan perpaduan dari berbagai kepercayaan yang berkembang di Jepang seperti Shinto, Konfusianisme dan Budha. Tradisi ini berawal dari adanya pemikiran bahwa roh orang yang telah meninggal dunia akan mengganggu kehidupan manusia yang masih hidup. Agar roh tersebut tidak mengganggu mereka yang masih hidup maka diadakanlah ritual-ritual untuk menenangkan roh tersebut.

Leluhur dalam tradisi pemujaan leluhur di Jepang mengacu pada pendiri ie tempat keluarga itu tinggal. Penghormatan dan pemujaan terhadap leluhur penting untuk dilakukan bukan hanya karena dia adalah pendiri ie tapi juga karena mereka dipercaya memberikan kesejahteraan dan perlindungan keamanan kepada keturunannya. Sejalan dengan adanya perkembangan pemikiran dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat Jepang, konsep leluhur yang terpusat pada ie ini kemudian meluas menjadi konsep leluhur yang terpusat pada keluarga. Tradisi pemujaan leluhur ini pun sejak Zaman Tokugawa telah digunakan sebagai alat propaganda politik pemerintah sampai dengan PD II berakhir.

Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah cara pemerintah Meiji menggunakan tradisi pemujaan leluhur sebagai dasar untuk mendapatkan legitimasi bagi kekuasaannya. Untuk menjawab pokok permasalahan tersebut, penulis telah mengadakan penelitian kepustakaan dan analisa yang dalam dengan metode pendekatan Deskriptif-Analitik untuk memudahkan penulis dalam mencari jawabannya dan memudahkan para pembaca dalam memahaminya.

Pada akhir penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa tradisi pemujaan leluhur ini telah digunakan oleh pemerintah Meiji untuk mendapatkan legitimasi bagi kekuasaannya dan dasar pemikiran pemujaan leluhur tersebut diterapkan di dalam beberapa institusi yang ada di Jepang seperti institusi hukum, pendidikan, keluarga, agama Shinto dan dalam penggunaan sistem kalender matahari. Dalam tradisi pemujaan leluhur pada Zaman Meiji inilah terlihat bahwa hal yang dianggap paling asasi sekalipun, yaitu kebebasan beragama, tidak terlepas dari propaganda pemerintah derni kepentingan politiknya.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
S13963
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bangoen Widodo
Abstrak :
Skripsi Kannon Shinko di Jepang membahas tentang kepercayaan terhadap Dewi Kannon, atau yang di Indonesia dikenal dengan nama Lokeswara (Sansk.: Avalokitesvara) dan Kuan im. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan gambaran tentang kehidupan beragama dari Kepercayaan yang paling banyak dianut orang Jepang sampai saat ini. Melalui pembahasan tentang Kepercayaan terhadap Dewi Kannon ini, penulis berusaha untuk menarik suatu Kesimpulan tentang gambaran Allah, agama, dan beragama orang Jepang.

Kannon adalah salah satu bodhisatva yang dikenal dalam agama Buddha Mahayana. Secara umum bodhisatva adalah seorang yang rela meninggalkan nirvana yang sudah didapatkan, untuk menolong orang lain mencapai nirvana tersebut. Secara literal Kannon mengandung arti Memandang dan Mendengar, tetapi jika berdasar pada sifat-sifat yang dimilikinya, Kannon adalah Tuhan Semesta Alam. Mitos-mitos tentangnya menceriterakan bahwa Kannon berasal dari seorang putri raja yang sejak Kecil bercita-cita untuk hidup sebagai paderi Buddha, yang untuk keinginannya ini ia rela meninggalkan hak-hak dan kehidupannya sebagai putri raja, hidup sebagai samana (pertapa) dan rela berkorban bagi orang lain.

Ikonografi Kannon muncul pada sekitar abad III SM di daerah Gandhara atau Peshawar, Pakistan yang merupakan salah satu pusat Buddha Mahayana dalam sejarah penyebarannya dari Mathura, India. Kannon Shinko sendiri muncul sebagai kepercayaan pada sekitar abad pertama Masehi, berbarengan dengan puncak perkembangan agama Buddha Mahayana. Dari Gandhara Kannon Shinko kembali Ke India, menyebar Ke Tibet, Cina, Korea, dan Jepang.

Ikon Kannon pada mulanya berbentuk seorang wanita yang memegang suihin (kendi air), namun ada juga bentuk utama yang lainnya, yaitu sebagai seorang pangeran yang berjubah penuh permata, bermahkota, memegang teratai atau/dan suibin, serta di puncak kepalanya terdapat kebutsu (bentuk Buddha).

Di Jepang ikon Kannon ditemukan pertama Kal i di Kuil Horyuji. Dari Kenyataan ini dapat dipastikan bahwa Kannon Shinko masuk Ke Jepang pada sekitar abad Vll.

Pada jaman Heian (737-806) dengan munculnya dua sekte besar, yaitu Shingon dan Tendai, Kannon Shinko berkembang menjadi Roku Kannon Shinko atau Kepercayaan terhadap Enam Kannon, yang menjadi salah satu Karakteristik Kannon Shinko di Jepang.

Di Jepang Kannon Shinko berfungsi sebagai pelindung keselamatan raga dan Jiwa, serta sebagai tempat memohon segala sesuatu. Kannon Shinko yang muncul dari agama dunia yang sakral-religius, yakni agama Buddha, berkembang menjadi suatu kepercayaan yang berstruktur shomin Shinko dan menjadi Kepercayaan yang profan-magis. Kenyataan ini muncul Karena Kannon Shinko mengisi dan memberi jawab atas adanya sifat jominsei yang ditinggalkan dan ditekan oleh agama Buddha.

Di Jepang, Kannon Shinko yang mempunyai karaKteristik dalam bentuk-bentuK Roku Kannon Shinko, Maria Kannon Shinko, Mizuko Kannon Shinko, dan Kyodai Kannon Shinko menjadi energi dan menghidupkan agama Buddha Jepang. Orang Jepang yang dalam beragama secara praktis terwujud dari hubungan-hubungannya dengan hotoke-hotoke semacam Kannon, JIZO, dan Fudomyoo, menciptakan suatu pola beragama yang berorientasi dari kehidupan sehari-hari dan untuk kehidupan sekarang yang tampak dalam istilah Tekigi-Shusha-Sentaku yang berarti, dalam polytheisme orang Jepang mengkoleksi hotoke-hotoke tersebut dan memilihnya sesuai dengan kebutuhan dan Kecocokan dengan masalah yang dihadapinya.

Dalam Kannon Shinko Kannon yang pada mulanya merupakan bodhisatva atau makhluk suci dalam agama Buddha yang bersifat polymorphic, menimbulkan afeksi pada umat Buddha yang merubah fungsinya menjadi Tuhan yang Maha Kuasa dan Penuh Kasih.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S13502
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lany Rosdiana
Abstrak :
Setiap bangsa memiliki sistem kepercayaan yang berbeda-beda begitu juga dengan bangsa Jepang. Kepercayaan merupakan bentuk dari religiusitas. Religiusitas merupakan ikatan atau pengikatan diri_ Jadi Iebih bersifat personal. Religiusitas lebih melihat aspek yang dalam lubuk hati, riak getaran hati nurani pribadi; sikap personal yang sedikit banyak misteri bagi orang lain, menafaskan intimitas jiwa, du cneirr ' dalam arti Pascal, yakni vita rasa yang mencakup totalitas, (termasuk rasio dan rasa manusiawi) kedalaman pribadi manusia.'

Konsep religi diartikan lebih luas daripada agama. Religi lebih dinamis karena lebih menonjolkan eksistensinya selaku manusia. Sedangkan agama biasanya terbatas pada ajaran-ajaran (doctrines) dan peraturan-peraturan (laws). Jadi agama merupakan bentuk dari religiusitas. Agama cenderung bersifat dogmatik....
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
S13593
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Meirawati
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan membahas tentang proses pembentukan agama Shinto yang dianggap sebagai agama asli bangsa Jepang dan menemukan ciri-ciri khas yang dimilikinya serta peran yang dimainkannya sebagai salah satu sistim keyakinan orang Jepang untuk memahami manusia Jepang. Metode penelitian yang dipakai ialah metode kepustakaan, terutama memusatkan perhatian pada buku yang berjudul Kokka Shinto (Shinto Negara) yang merupakan hasil karya Murakami Shigeyoshi setelah Perang Dunia ke II, yaitu tahun 1971. Dari hasil penelitian, penulis berkesimpulan bahwa agama Shinto yang terbentuk di dalam masyarakat Jepang dewasa ini, pada dasarnya berasal dari Jinja Shinto yang dikategorikan sebagai agama di dalam masyarakat primitif Jepang. Dimulai pada jaman Yayoi dengan timbulnya petani yang mengerjakan sawahnya secara menetap di dataran yang relatif agak tinggi dan di lereng pegunungan maka terbentuklah kelompok masyarakat. Kelompok ini mulai menyelenggarakan ritus-ritus dengan tujuan untuk mengharapkan panen yang merlimpah. Selain itu mereka sudah mulai mengenal sistim organisasi karena adanya pembagian kerja untuk menyelenggarakan ritus-ritus tersebut dan penyelenggaraan ritus-ritus dikerjakan secara bersama-sama didalam kelompok. Akibatnya terwujudlah suatu kelompok masyarakat dengan keistimewaan tertentu, yakni menjadi satunya kelompok agama dan masyarakat. Dengan adanya faktor ini maka Jinja Shinto digolongkan sebagai suatu agama bangsa. Jinja Shinto juga mempunyai ciri khas tertentu dimana agama ini menyesuaikan tingkatan tahap asal mulanya sejarah atau dapat dikatakan bahwa Jinja Shinto selalu rnengikuti perkembangan sejarah, dalam arti tidak pernah berubah secara esensial sifat-sifatnya yakni menyelenggarakan ritus-ritus kaluarga dan daerah. Selain itu Jinja Shinto manpu memegang teguh ciri khas agama bangsa. Agama ini tidak menyebar ke luar masyarakat Jepang karena ditunjang oleh beberapa faktor, antara lain letak geografi Jepang di daerah yang dibatasi oleh laut juga ditunjang oleh keadaan di dalam masyarakat Jepang sendiri yang mempunyai kesatuan bangsa dan bahasa. Hal ini dapat dilihat hahwa kenyataannya masyarakat Jepang hingga saat ini tetap mempertahankan tradisi yakni, menyelenggarakan matsuri-matsuri dengan berbagai tujuan di dalam kehidupan mereka.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S11201
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anesaki, Masaharu
Rutland: Charles E. Tuttle , 1975
290.952 ANE h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Musthafa Arisun
Abstrak :
Penelitian mengenai bon odori uta sebagai pengiubur arwah leluhur dalam dalam bon matsuri telah dilakukan sejak semester gasal tahun ajaran 2004/2005 hingga semester gasal th. ajaran 2005/2006. Tujuannya adalah untuk memberi gambaran yang jelas mengenai hubungan ban odori uta yang merupakan salah satu jenis dari minyo/ lagu rakyat Jepang dengan kepercayaan terhadap arwah leluhur yang tumbuh dalam masyarakat Jepang, khususnya menurut minkan shinko/ kepercayaan rakyat yang dipengaruhi oleh ajaran Buddhisme yang datang dari luar Jepang. Sehingga dapat diketahui seperti apa saja bon odori uta yang digunakan untuk menghibur arwah leluhur dalam ban matsuri. Pengumpulan data dilakukan dengan membaca buku-buku dan berbagai tulisan yang relevan dengan kajian penelitian ini. Selain itu juga dilakukan pengamatan dengan mendengarkan beberapa rekaman dari bon odori via media digital audio. Penelitian ini didasari oleh teori kepercayaan terhadap arwah leluhur yang dikemukakan oleh Horii Ichiro, Miyake Hitoshi dan Yanagita Kunio. Selain itu penelitian ini juga menekankan kepada asal usul bon odori uta sebagai pengiring bon odori yang berasal dari musik yang dipergunakan oleh para pendeta Buddha untuk menyebarkan ajaran Buddhisme di Jepang, sesuai denagn apa yang dikemukakan William P. Maim. Hasilnya menunjukkan bahwa berbagai jenis bon odori uta berkaitan erat dengan kepercayaan terhadap arwah leluhur, yaitu sebagai penghibur arwah leluhur yang dianggap hadir dan berkunjung di bon matsuri. Caranya antara lain dengan menceritakan suasana kota tempat bon odori dilaksanakan sehingga muncul rasa kerinduan terhadap kampung halaman dan juga dengan menyambut arwah yang datang ke bon matsuri dengan berbagai sesaji serta doa-doa tertentu. Selain itu secara tidak langsung juga lahir kegunaan yang bersifat sosial, yaitu sebagai perekat kekerabatan baik antara orang yang masih hidup dengan arwah leluhurnya maupun antara sesarna orang yang masih hidup.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S13791
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library