Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Boediono
Abstrak :
ABSTRAK
Dengan meningkatnya kasus kecelakaan lalu lintas, makin meningkat pula korban yang datang ke Instalasi Gawat Darurat.Bila a kita lihat laporan dari kepolisian yang menyebutkan jumlah kecelakaan lalu lintas dari bulan Januari 1985 sampai dengan Maret 1986 di daerah DKI Jakarta Raya sebesar 8.641 kasus yang menghasilkan korban sebesar 8.560 baik luka ringan, berat, ataupun korban meninggal, maka trauma tumpul ginjal yang merupakan bagian dari trauma tumpul secara keseluruhan akan cukup tinggi juga angkanya [2]. Sebagai gambaran j uml ah trauma tumpul ginjal di RSCM selama tahun 1984 dan 1985 sejumlah 42 kasus [13], tahun 1986 sejumlah 41 kasus, sedangkan tahun 1987 terdapat 52 kasus.Untuk menegakkan diagnosis trauma tumpul ginjal selain di pert ukan pemeriksaan fisik yang cermat di perlukan juga pemeriksaan pembantu berupa laboratorium terutama sedimen urine dan pemeriksaan radiologi yang sangat penting artinya. PETERSON dan SCHULZE (1986) menyebutkan bahwa suatu yang mahal dan menunda waktu saja bila melakukan pemeriksaan radiologis secara menyeluruh pada kasus-kasus trauma dengan hematuria [II].MAKSUD DAN TUJUAN, Maksud tulisan ini adalah meninjau beberapa kepustakaan tentang trauma tumpul ginjal, mengevaluasi gejala klinis hematuria baik secara mikro ataupun gross dengan tanda syok ataupun tidak yang mengikuti trauma tumpul ginjal di RSCM selama tahun 1987 dengan tujuan mencari hubungan antara kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan BNO-IVP dan derajat cedera ginjal yang terjadi.
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utami Susilowati
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang Transplantasi ginjal telah menjadi pilihan utama terapi bagi pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir, baik yang berasal dari donor hidup maupun donor jenazah. Transplantasi ginjal memiliki risiko yang lebih rendah baik untuk mortalitas maupun kejadian kardiovaskular, serta memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan pasien yang menjalani dialisis kronis, baik hemodialisis maupun dialisis peritoneal. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesintasan transplantasi ginjal di RSUPN Ciptomangunkusumo tahun 2010-2017.

Metode Penelitian Desain penelitian ini adalah kohort retrospekstif menggunakan data rekam medis pasien transplantasi ginjal. Sampel penelitian adalah resipien transplantasi ginjal ≥ 18 tahun di di RSUPN Ciptomangunkusumo tahun 2010-2017, yaitu sebanyak 548 pasien.

Hasil penelitian probabilitas kesintasan resipien transplantasi ginjal selama pengamatan 5 tahun adalah 84,1% Hasil analisis dengan regresi cox menunjukkan bahwa resipien dengan donor yang berusia ≥ 40 tahun lebih cepat 1,487 kali untuk meninggal dibandingkan resipien dengan donor yang berusia < 40 tahun, resipien yang berusia ≥ 45 tahun lebih cepat 2,356 kali untuk meninggal dibandingkan pasien yang berusia <45 tahun, lama hemodialisis ≥ 24 bulan lebih cepat 2,356 kali untuk meninggal dibandingkan pasien yang lama hemodialisisnya < 24 bulan, skor charlson > 1 lebih cepat 2,861 kali untuk meninggal dibandingkan pasien yang skor charlson ≤ 1, resipien yang memiliki DM lebih cepat 2,947 kali untuk meninggal dibandingkan dengan yang tidak DM.

Simpulan Kesintasan lima tahun di Indonesia cukup baik. Insiden kematian relatif tinggi, menyebabkan penurunan kelangsungan hidup pasien lima tahun. Namun, hasil keseluruhan masih sebanding dengan negara-negara berkembang lainnya
ABSTRACT
Background Kidney transplantation has become the main choice of therapy for patients with end-stage kidney disease, both from living donors and donor bodies. Kidney transplantation has a lower risk for both mortality and cardiovascular events, and has a better quality of life than patients who undergo chronic dialysis, both hemodialysis and peritoneal dialysis. This study aims to determine the factors that influence the survival of kidney transplants in Ciptomangunkusumo Hospital in 2010-2017.

Methods A retrospective cohort study with total consecutive sampling is performed on all kidney transplant recipients in Cipto Mangunkusumo Hospital from March 2019 until May 2019. Data is acquired by analysing medical records and contacting patients directly. Each recipient is followed from the day of transplant until death or december 2018, whichever comes first. Five-year death and patient survival is documented. Kaplan-Meier Curve is used to describe patient survival until the end of study and analysis with Cox regression.

Result which was as many as 548 patients. The results of this study indicate the probability of survival of kidney transplant recommendations during the 5-year observation was 84.1%. The results of the analysis with Cox regression showed that donors aged ≥ 40 years were 1,487 faster to die than recipients with donor aged <40 years, prescriptions aged ≥ 40 years 2,356 times faster to die than patients aged <40 years, duration of hemodialysis ≥ 24 months faster 2,356 times to die compared to patients with long hemodialysis <24 months, Charles score> 1 faster 2,861 times to die than patients who score charlson ≤ 1, the recipients who have DM are 2.97 times faster to die compared to those without DM .

Conclusions The outcome of five-year death in Indonesia is very satisfactory. The incidence of death is relatively high, causing a decline in five-year patient survival. However, the overall results are still comparable to other developing countries.
2019
T53713
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riselligia Caninsti
Abstrak :
Salah satu penyakit yang terus meningkat persentasenya saat ini dan menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat adalah penyakit ginjal. Kekhawatiran masyarakat muncul karena dalam perjalanan penyakit ginjal, pada tahap awal pasien tidak merasakan keluhan apapun. Walaupun tidak memperlihatkan gejala, penyakit ini akan terns berproses secara bertahap selama bertahun-tahun hingga pada akhimya pasien telah mengalami gagal ginjal pada tahap terminal dan harus menjalani terapi hemodialisa seumur hidup. Sehubungan dengan penyakitnya, pasien yang menjalani terapi hemodialisa menghadapi masalah-masalah dalam menjalani hidupnya karena membawa beberapa dampak pada individu, diantaranya adalah dampak tisik, dampak sosial dan dampak psikologis. Dampak psikologis yang dirasakan pasien tampaknya kurang menjadi perhatian bagi para dokter ataupun perawat. Pada umumnya, pengobatan di rumah sakit difokuskan pada pemulihan kondisi fisik tanpa memperhatikan kondisi psikologis penderita. Keterbatasan dokter dan perawat dalam menggali kondisi psikologis pasien membuat hal ini terkesan kurang diperhatikan. Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang sederhana untuk mengetahui kondisi psikologis dalam setting klinis yang nantinya dapat membantu dokter saat berhadapan dengan pasien. Salah satunya adalah menggunakan Alat Ukur Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) yang telah dirancang untuk digunakan dalam setting rumah sakit dan hanya terdiri dari 14 item. HADS terdiri dari dua subskala, yaitu anxiety (kecemasan) dan depression (depresi). Item-item dalam HADS terdiri dan 7 item berhubungan dengan anxiety (kecemasan) dan 7 item lainnya berhubungan dengan depression (depresi). Dengan menggunakan HADS, diharapkan pasien dapat lebih mudah memberikan respon sesuai dengan kondisi yang ia rasakan. Alat ukur HADS yang semula menggunakan bahasa Inggris akan diterjemahkan terlebih dahulu ke dalam bahasa Indonesia. Dengan adanya penelitian ini maka dapat diketahui gambaran kecemasan dan depresi pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sehingga dapat memberikan penanganan yang tepat kepada pasien.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T17822
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferry Valerian Harjito
Abstrak :
[Latar Belakang Transplantasi ginjal adalah modalitas terapi pengganti ginjal yang paling baik bagi pasien dengan Penyakit Ginjal Tahap Akhir (PGTA). Saat ini di Indonesia transplantasi ginjal dengan donor hidup mulai semakin sering dilakukan, terutama di RSUPN Cipto Mangunkusumo, di mana dalam beberapa tahun terakhir lebih dari 50% kasus transplantasi ginjal di Indonesia dilakukan di rumah sakit ini. Walaupun demikian, data mengenai hasil transplantasi di Indonesia, baik kesintasan 1 tahun graft maupun pasien, serta faktor yang diduga mempengaruhinya masih belum ada. Diharapkan hasil transplantasi di rumah sakit ini dapat menggambarkan hasil secara keseluruhan di Indonesia. Metode Studi kohort retrospektif pada resipien transplantasi ginjal di RSUPN-CM dari Januari 2010 hingga Mei 2014. Data didapatkan dari penelusuran rekam medis serta menghubungi pasien secara langsung. Masing-masing resipien diikuti sejak tanggal transplantasi hingga kematian atau Mei 2015. Proporsi kesintasan graft dan pasien pada 1 tahun post transplantasi dan pada akhir studi didokumentasikan. Kurva Kaplan-Meier digunakan untuk menggambarkan kesintasan pasien secara keseluruhan. Studi deskriptif dilakukan dengan melihat perbedaan proporsi variabel serta perbedaan rerata atau median pada pasien yang mengalami kegagalan graft 1 tahun serta tidak, serta pasien yang bertahan hidup atau meninggal. Hasil Berdasarkan hasil consecutive total sampling didapatkan 157 resipien yang menjalani transplantasi ginjal di RSUPN-CM, 137 resipien di antaranya memenuhi kriteria penelitian, seluruhnya mendapatkan ginjal dari donor hidup. Usia resipien rata-rata adalah 47,9 ± 13,9 tahun, rerata IMT 22,8 ± 3,7 kg/m2, dan proporsi resipien dengan diabetes 35,8%. Didapatkan 7 pasien mengalami disfungsi graft primer (kegagalan transplantasi), sehingga 130 pasien diikuti untuk melihat kesintasan jangka panjang. Pada akhir tahun pertama, didapatkan angka death-censored graft survival adalah 95,4%, all-cause graft survival 85,4%, kesintasan pasien 88,5%, dan death with a functioning graft sebesar 10%. Pada akhir studi, didapatkan angka kesintasan tersebut berturut-turut adalah 94,6%, 80%, 82,3%, dan 14,6%, dengan median waktu pengamatan 24 bulan (1 ? 64 bulan). Kurva Kaplan Meier menunjukkan angka mortalitas tertinggi didapatkan pada bulan-bulan awal post transplantasi. Kegagalan graft dan kematian didapatkan lebih banyak pada resipien yang berusia lebih tua, mengidap diabetes melitus, serta memiliki indeks komorbiditas yang tinggi. Penyebab kematian utama adalah infeksi (11,5%) diikuti dengan kejadian kardiovaskular (3,8%). Simpulan Death-censored graft survival 1 tahun resipien transplantasi ginjal di Indonesia sudah sangat memuaskan. Angka death with functioning graft masih cukup tinggi, sehingga menurunkan all-cause graft survival dan kesintasan pasien 1 tahun. Walaupun demikian, secara keseluruhan hasil ini masih sebanding dengan negara-negara berkembang lainnya.;Background Kidney transplant is established as the preferred modality for end stage renal disease patients. Living donor kidney transplant is increasingly popular in Indonesia, especially in Cipto Mangunkusumo Hospital, comprising more than 50% of all transplant procedures performed in Indonesia. However, data regarding one-year graft and patient survival in Indonesia is still scarce. This single-center study is hoped to represent the characteristics and results of graft and patient survival of living donor kidney transplant in Indonesia. Methods A retrospective cohort study with total consecutive sampling is performed on all kidney transplant recipients in Cipto Mangunkusumo Hospital from January 2010 until May 2014. Data is acquired by analysing medical records and contacting patients directly. Each recipient is followed from the day of transplant until death or May 2015, whichever comes first. One-year graft and patient survival is documented. Kaplan-Meier Curve is used to describe patient survival until the end of study. Descriptive studies on risk factors of graft and patient survival is also conducted, using differences in proportions, means, and medians appropriately. Results Within the timeframe there are 157 recipients of living donor kidney transplants, 137 of which fulfill the inclusion criteria. The mean age is 47.9 ± 13.9 years, mean BMI is 22.8 ± 3.7 kg/m2, and 35.8% of all recipients are diabetics. Primary non-function/early transplant failure is present in 7 patients, so that 130 recipients are included for long term survival descriptions. In the end of the first year post transplant, death-censored graft survival is 95.4%, all-cause graft survival is 85.4%, patient survival is 88.5%, and death with a functioning graft is 10%. By the end of the study, the corresponding survival results are 94.6%, 80%, 82.3%, and 14.6%, respectively, with a median observation time of 24 months (1 ? 64 months). Kaplan-Meier curve showed that the mortality rate is higher in the early months after transplant. More deaths and graft failures are found in older and diabetic recipients, as well as those with a high comorbidity index. The main causes of death are infections (11.5%) and cardiovascular diseases (3.5%). Conclusions The outcome of one-year death-censored graft survival in Indonesia is very satisfactory. The incidence of death with functioning graft is relatively high, causing a decline in one-year patient survival and all-cause graft survival. However, the overall results are still comparable to other developing countries;Background Kidney transplant is established as the preferred modality for end stage renal disease patients. Living donor kidney transplant is increasingly popular in Indonesia, especially in Cipto Mangunkusumo Hospital, comprising more than 50% of all transplant procedures performed in Indonesia. However, data regarding one-year graft and patient survival in Indonesia is still scarce. This single-center study is hoped to represent the characteristics and results of graft and patient survival of living donor kidney transplant in Indonesia. Methods A retrospective cohort study with total consecutive sampling is performed on all kidney transplant recipients in Cipto Mangunkusumo Hospital from January 2010 until May 2014. Data is acquired by analysing medical records and contacting patients directly. Each recipient is followed from the day of transplant until death or May 2015, whichever comes first. One-year graft and patient survival is documented. Kaplan-Meier Curve is used to describe patient survival until the end of study. Descriptive studies on risk factors of graft and patient survival is also conducted, using differences in proportions, means, and medians appropriately. Results Within the timeframe there are 157 recipients of living donor kidney transplants, 137 of which fulfill the inclusion criteria. The mean age is 47.9 ± 13.9 years, mean BMI is 22.8 ± 3.7 kg/m2, and 35.8% of all recipients are diabetics. Primary non-function/early transplant failure is present in 7 patients, so that 130 recipients are included for long term survival descriptions. In the end of the first year post transplant, death-censored graft survival is 95.4%, all-cause graft survival is 85.4%, patient survival is 88.5%, and death with a functioning graft is 10%. By the end of the study, the corresponding survival results are 94.6%, 80%, 82.3%, and 14.6%, respectively, with a median observation time of 24 months (1 ? 64 months). Kaplan-Meier curve showed that the mortality rate is higher in the early months after transplant. More deaths and graft failures are found in older and diabetic recipients, as well as those with a high comorbidity index. The main causes of death are infections (11.5%) and cardiovascular diseases (3.5%). Conclusions The outcome of one-year death-censored graft survival in Indonesia is very satisfactory. The incidence of death with functioning graft is relatively high, causing a decline in one-year patient survival and all-cause graft survival. However, the overall results are still comparable to other developing countries;Background Kidney transplant is established as the preferred modality for end stage renal disease patients. Living donor kidney transplant is increasingly popular in Indonesia, especially in Cipto Mangunkusumo Hospital, comprising more than 50% of all transplant procedures performed in Indonesia. However, data regarding one-year graft and patient survival in Indonesia is still scarce. This single-center study is hoped to represent the characteristics and results of graft and patient survival of living donor kidney transplant in Indonesia. Methods A retrospective cohort study with total consecutive sampling is performed on all kidney transplant recipients in Cipto Mangunkusumo Hospital from January 2010 until May 2014. Data is acquired by analysing medical records and contacting patients directly. Each recipient is followed from the day of transplant until death or May 2015, whichever comes first. One-year graft and patient survival is documented. Kaplan-Meier Curve is used to describe patient survival until the end of study. Descriptive studies on risk factors of graft and patient survival is also conducted, using differences in proportions, means, and medians appropriately. Results Within the timeframe there are 157 recipients of living donor kidney transplants, 137 of which fulfill the inclusion criteria. The mean age is 47.9 ± 13.9 years, mean BMI is 22.8 ± 3.7 kg/m2, and 35.8% of all recipients are diabetics. Primary non-function/early transplant failure is present in 7 patients, so that 130 recipients are included for long term survival descriptions. In the end of the first year post transplant, death-censored graft survival is 95.4%, all-cause graft survival is 85.4%, patient survival is 88.5%, and death with a functioning graft is 10%. By the end of the study, the corresponding survival results are 94.6%, 80%, 82.3%, and 14.6%, respectively, with a median observation time of 24 months (1 ? 64 months). Kaplan-Meier curve showed that the mortality rate is higher in the early months after transplant. More deaths and graft failures are found in older and diabetic recipients, as well as those with a high comorbidity index. The main causes of death are infections (11.5%) and cardiovascular diseases (3.5%). Conclusions The outcome of one-year death-censored graft survival in Indonesia is very satisfactory. The incidence of death with functioning graft is relatively high, causing a decline in one-year patient survival and all-cause graft survival. However, the overall results are still comparable to other developing countries, Background Kidney transplant is established as the preferred modality for end stage renal disease patients. Living donor kidney transplant is increasingly popular in Indonesia, especially in Cipto Mangunkusumo Hospital, comprising more than 50% of all transplant procedures performed in Indonesia. However, data regarding one-year graft and patient survival in Indonesia is still scarce. This single-center study is hoped to represent the characteristics and results of graft and patient survival of living donor kidney transplant in Indonesia. Methods A retrospective cohort study with total consecutive sampling is performed on all kidney transplant recipients in Cipto Mangunkusumo Hospital from January 2010 until May 2014. Data is acquired by analysing medical records and contacting patients directly. Each recipient is followed from the day of transplant until death or May 2015, whichever comes first. One-year graft and patient survival is documented. Kaplan-Meier Curve is used to describe patient survival until the end of study. Descriptive studies on risk factors of graft and patient survival is also conducted, using differences in proportions, means, and medians appropriately. Results Within the timeframe there are 157 recipients of living donor kidney transplants, 137 of which fulfill the inclusion criteria. The mean age is 47.9 ± 13.9 years, mean BMI is 22.8 ± 3.7 kg/m2, and 35.8% of all recipients are diabetics. Primary non-function/early transplant failure is present in 7 patients, so that 130 recipients are included for long term survival descriptions. In the end of the first year post transplant, death-censored graft survival is 95.4%, all-cause graft survival is 85.4%, patient survival is 88.5%, and death with a functioning graft is 10%. By the end of the study, the corresponding survival results are 94.6%, 80%, 82.3%, and 14.6%, respectively, with a median observation time of 24 months (1 – 64 months). Kaplan-Meier curve showed that the mortality rate is higher in the early months after transplant. More deaths and graft failures are found in older and diabetic recipients, as well as those with a high comorbidity index. The main causes of death are infections (11.5%) and cardiovascular diseases (3.5%). Conclusions The outcome of one-year death-censored graft survival in Indonesia is very satisfactory. The incidence of death with functioning graft is relatively high, causing a decline in one-year patient survival and all-cause graft survival. However, the overall results are still comparable to other developing countries]
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Rhodia
Abstrak :
Latar Belakang: Kerusakan ginjal dapat berkembang ke arah penyakit ginjal kronik PGK dan gagal ginjal terminal. Penyakit ginjal kronik berkaitan dengan tingginya angka mortalitas dan pembiayaan yang dibutuhkan. Data mengenai PGK pada anak di dunia masih terbatas terutama di negara berkembang. Belum adanya data secara nasional yang dapat menggambarkan karakteristik penyakit ginjal pada anak di Indonesia menjadi alasan dilakukannya studi ini dengan mengolah data yang didapatkan dari Riskesdas 2013, sebuah riset kesehatan berbasis komunitas yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Balitbangkes Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kemenkes RI . Tujuan: Mengetahui karakteristik penyakit ginjal pada anak usia 15-18 tahun di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2013. Metode: Studi potong lintang dengan mengolah data sekunder yang didapatkan dari Riskesdas 2013. Terdapat dua kelompok data berdasarkan pencatatan di lapangan. Kelompok data 1 meliputi subjek yang diikutkan pada pengumpulan data kuesioner berupa riwayat batu ginjal, gagal ginjal kronik, riwayat hipertensi, dan minum obat antihipertensi, serta pemeriksaan fisis berupa pengukuran tekanan darah TD . Kelompok data 2 juga diikutkan pada pencatatan data kuesioner dan pemeriksaan fisis, namun disertai data laboratorium kadar hemoglobin Hb dan kreatinin serum. Setelah itu dilakukan pengklasifikasian data sesuai status nutrisi, estimasi LFG, TD, dan kadar Hb. Hasil: Sejumlah 52.454 subjek diikutkan pada kelompok data 1, didapatkan hasil 20.537 subjek dengan penyakit ginjal, dengan karakteristik sebagian besar perempuan dan status nutrisi gizi baik. Terdapat riwayat batu ginjal 0,2 , gagal ginjal kronik 0,1 , riwayat hipertensi 0,6 , minum obat antihipertensi 0,1 , serta pra-hipertensi dan hipertensi berdasarkan pemeriksaan fisis sejumlah 51,4 dan 48,3 . Pada kelompok data 2 didapatkan hasil subjek dengan penurunan fungsi ginjal sebesar 1,4 . Simpulan: Angka hipertensi dan pra-hipertensi pada remaja 15-18 tahun di Indonesia cukup tinggi. Hal ini menyebabkan upaya pemeriksaan TD secara teratur perlu digiatkan kembali sebagai upaya deteksi dini, mencari etiologi dan tata laksana mencegah berkembangnya penyakit. Kata kunci: penyakit ginjal, hipertensi, gagal ginjal, batu ginjal, remaja, Riskesdas.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aritonang, Ronald Christian Agustinus
Abstrak :

Latar Belakang: Nyeri pascaoperasi pada laparotomi transplantasi ginjal dikategorikan pada nyeri sedang sampai berat. Tatalaksana nyeri yang efektif dapat membantu pemulihan yang lebih baik. Epidural kontinyu merupakan pilihan analgesia yang digunakan pada operasi laparotomi transplantasi ginjal di RSCM  namun ditemukan masih adanya pasien yang merasakan nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas antara blok Quadratus Lumborum (QL) bilateral dengan blok epidural kontinyu terhadap derajat nyeri dan kebutuhan morfin pascaoperasi.

Metode: Penelitian ini merupakan uji kontrol acak pada 38 pasien yang menjalani operasi laparotomi resipien transplantasi ginjal di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo. Sesaat sebelum pasien diekstubasi, 20 subjek dalam kelompok blok QL bilateral mendapatkan ropivacaine 0,375% sebanyak 20 mL bilateral dan 18 subjek pada kelompok epidural kontinyu mendapatkan infus epidural ropivakain 0,2% 6 mL/jam. Hasil dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji statistik Mann Whitney. 

Hasil: Penelitian ini tidak menemukan perbedaan bermakna derajat nyeri VAS istirahat antara kelompok blok epidural dan kelompok blok QL pada saat di RR, jam ke-2, jam ke-6, jam ke-12, dan jam ke-24 (p = 0,228; 0,108; 0,224; 0,056 dan 0,179). Tidak terdapat perbedaan VAS bergerak antara kedua kelompok saat di RR, jam ke-2, jam ke-6, jam ke-12, dan jam ke-24 (p = 0,813; 0,865; 0,947; 0,063; dan 0,408). Kebutuhan morfin pada 24 jam pascaoperasi tidak menunjukkan perbedaan bermakna pada semua jam pengukuran (p = 0,380; 0,425; 0,664; 0,854). Waktu saat pertama kali menekan PCA morfin juga tidak bermakna dengan p 0,814. Ketinggian blok pada 1 jam pascaoperasi pada kedua kelompok sama, yaitu blokade 100% pada T10-L1. Tidak terdapat perbedaan dosis minimal dan maksimal dobutamin dan norepinefrin antara kelompok QL dan epidural kontinyu. Jumlah produksi urin 24 jam, skor Bromage, dan skor Ramsay tidak berbeda pada kedua kelompok.

Simpulan: Blok QL tidak memberikan efek analgesia yang lebih baik daripada blok epidural kontinyu.


Background: Postoperative pain in laparatomy for kidney transplant is moderate to severe. Effective postoperative pain promotes better recovery. Continuous epidural is the current analgesia of choice in laparatomy for kidney transplant in Cipto Mangunkusumo Hospital; however, undermanaged pain was still reported. This study aims to compare the effectivity between bilateral Quadratus Lumborum block and continuous epidural in managing pain and reducing morphine requirement.

Methods: This is a randomized controlled study on 38 patients undergoing laparatomy for kidney transplant in Cipto Mangunkusumo Hospital. Before extubation, 20 subjects in QL group received 20 ml 0.375% ropivacaine while 18 subjects in continuous epidural group received epidural infusion of 0.2% ropivacaine at 6 ml/hour. The result was analysed using Mann Whitney test.

Results: This study found no difference between resting VAS score of QL and epidural group in recovery room, at 2nd, 6th, 12th, and 24th hour (p = 0,228; 0,108; 0,224; 0,056 dan 0,179). There was no difference between moving VAS of both groups in recovery room, at 2nd, 6th, 12th, and 24th hour (p = 0,813; 0,865; 0,947; 0,063; dan 0,408). Morphine requirement on 24th hour post surgery showed no difference in all observed hours (p = 0,380; 0,425; 0,664; 0,854). Time to first PCA press was also insignificant (p 0,814). Block height at 1st hour post surgery was the same in both groups, with 100% blockade at T10-L1. There were no difference at minimal and maximal dobutamine and norepinephrine dose in between the two groups. Total 24 hour urine production, Bromage score, and Ramsay score was not different in both groups.

 

Conclusion: QL block did not provide better analgesia compared to continuous epidural.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58711
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Permatasari Istanti
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Interdialytic Weight Gains (IDWG) merupakan peningkatan volume cairan yang dimanifestasikan dengan peningkatan berat badan sebagai indikator untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk selama periode interdialitik dan kepatuhan pasien terhadap pengaturan cairan pada pasien yang mendapatkan terapi hemodialisis. Peningkatan IDWG melebihi 5% dari berat badan kering dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi seperti hipertensi, hipotensi intradialisis, gagal jantung kiri, asites, pleural effusion, gagal jantung kongestif, dan dapat mengakibatkan kematian. IDWG dapat disebabkan oleh berbagai macam factor baik faktor internal yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, rasa haus, Stres, Self efficacy, maupun faktor eksternal yaitu dukungan keluarga dan social serta jumlah intake cairan. Tujuan: penelitian ini bertujuan untuk mengetahui factor-faktor yang berkontribusi terhadap IDWG pada pasien CKD yang menjalani hemodialisis di unit hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan crossectional, dengan menggunakan 48 pasien sebagai responden penelitian yang diambil dari 79 pasien yang menjalani HD. Hasil: Hasil analisis menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara masukan cairan dengan IDWG (r=0,541, p-value = 0,000), dan tidak ada hubungan yang signifikan antara umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, rasa haus, dukungan keluarga dan sosial, self efficacy serta stress dengan IDWG. Kesimpulan dari penelitian ini adalah masukan cairan merupakan factor yang berkontribusi secara signifikan terhadap IDWG. Rekomendasi dari penelitian ini adalah dilakukannya pendidikan kesehatan secara terstruktur tentang pengaturan masukan cairan secara mandiri oleh pasien.
ABSTRACT
Background: Interdialytic Weight Gains (IDWG) is fluid volume excess that manifest by increasing body weight as an indicator of patient fluid intake and patient compliance on fluid restriction during interdialytic period of hemodialysis treatment. Increasing IDWG more than 5% from dry weight can affect more complications like hypertension, intradialysis hypotension, left heart failure, ascites, pleural effusion, Congestive heart failure, and death. Many factors that contribute IDWG are internal factors like age, gender, education, thirst, stress, self efficacy; external factors like family and social support, and fluid intake. The purposes of this research is to know the factors that contribute IDWG on Chronic Kidney Deseases (CKD) patient with haemodialysis at PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital. Methods: Forty eight patients were collected from seventy nine HD patients. Bivariate analysis revealed that the demographic factors (age, gender, education), fluid intake, sensation of thirst, family and social support, self efficacy, and stress was independent determinant of IDWG. The result of this research showed significant relationship between fluid intake and IDWG (r=0,541, p-value = 0,000), and no significant relationship between age, gender, education, thirst, family and social support, self efficacy and stress with IDWG. The research concluded fluid intake is a significant factor contribute of IDWG. It is recommended to develop health education about fluid management to increase the self care of haemodialysis patient in health care.
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yunie Armiyati
Abstrak :
Hemodialisis adalah terapi pengganti ginjal yang banyak dipilih pasien CKD (Chronic Kidney Disease) dengan ERSD (End Stage Renal Disease). Komplikasi intradialisis dapat dialami pasien selama menjalani hemodialisis. Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan komplikasi intradialisis yang dialami pasien CKD saat menjalani hemodialisis. Desain penelitian menggunakan desain deskriptif. Lima puluh pasien di unit hemodialisis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dilibatkan dalam penelitian ini. Pasien diobservasi selama hemodialisis untuk mengetahui komplikasi intradialisis yang terjadi berupa hipotensi, kram otot, mual, mutah, sakit kepala, nyeri dada, demam dan menggigil, hipertensi, sindrom disequilibrium, aritmia, hemolisis dan emboli udara. Hasil penelitian menunjukkan 96% pasien mengalami komplikasi intradialisis berupa hipertensi (70% pasien), sakit kepala (40%), hipotensi (26%), kram otot (18%), aritmia (12%), mual dan muntah (10%), sesak nafas (10%) serta demam dan menggigil (2%). Nyeri dada, sindrom disequilibrium, hemolisis dan emboli udara tidak dialami pasien. Frekwensi hipertensi intradialisis adalah 55% dari keseluruhan prosedur hemodialisis yang diamati dan paling banyak dialami pasien pada jam ke empat. Frekwensi hipotensi intadialisis adalah 12% dari keseluruhan prosedur hemodialisis yang diamati, dan paling banyak dialami pada jam pertama. Rata-rata tekanan darah mengalami penurunan pada jam pertama dan mengalami peningkatan pada jam ke empat. Sesak nafas saat hemodialisis dialami pasien dengan frekwensi 4% dari keseluruhan hemodialisis. Rekomendasi penelitian ini adalah agar perawat selalu memantau kondisi pasien selama hemodialisis dan melakukan asuhan perawatan pada pasien hemodialisis secara individu untuk mengantisipasi terjadinya komplikasi agar komplikasi intradialisis bisa diminimalkan. ...... Hemodialysis is the renal replacement therapy used for CKD patients with ERSD. During hemodialysis, the patient may develop intradialysis complications. The purposes of the study was to describe the intradialysis complications on CKD patients during hemodialysis. Descriptive design used in this study. Fifty four patient at PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital were collected from 79 hemodialysis patients. The patients were observed during hemodialysis specifically oriented for intradialysis complications such as hypotension, cramps, nausea, vomiting, headache, chest pain, fever, shivering, hypertension, dialysis disequilibrium, arrhythmia, hemolysis and air embolism. The result of this study showed that intradialysis complications occurred in 96% of the patients like hypertension (70% of the patients), headache (40%), hypotension (26%), muscle cramps (12%), arrythmia (12%), nausea (10%), vomit (10%), dyspnea (10%), fever and shivering (2%). Chest pain, dysequilibrium syndrome, hemolysis and air embolism were not occured. The frequency of intradialysis hypertension was 55% of hemodialysis, most occurred at fourth. The frequency of intradialysis hypotension was 5% of hemodialysis, most occurred at first. Blood pressure decreased significally at first hour and increased significally at fourth. Dyspnea occurred in 4% of hemodialysis. The study recommended for nurse always to monitor the patient condition during hemodialysis and give individual nursing care for hemodialysis patient to anticipate intradialysis complication, that can be minimize the intradialysis complications.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Meilani Kumala
Abstrak :
Insiden dan prevelansi penyakit ginjal kronik (PGK) meningkat dari tahun ke tahun baik di negara maju ataupun sedang berkembang. Malnutrisi energi protein (MEP) sering dijumpai pada penderita PGK dengan dialisis (PGK-D) ataupun sebelum mendapat terapi dialisis (PGK-ND). Malnutrisi energi protein pada PGK-ND dapat menurunkan kualitas hidup, meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta merupakan prediktor yang kuat terhadap survival penderita PGK-D di kemudian hari. Tujuan penelitian untuk memperoleh parameter komposisi tubuh dan fungsi otot yang dapat mendeteksi kecenderungan terjadinya MEP pada penderita PGK-ND. Metode. Penelitian dilakukan di Bagian Penyakit Dalam RS Sumber Waras, RS PGI. Cikini, RS Islam Jakarta dan Universitas Tarumanegara dengan rancangan cross sectional. Subyek penelitian: 45 penderita PGK-ND (30 laki=laki, 15 perempuan) dan 45 subyek kontrol yang disepadankan jenis kelamin, usia (PGK-ND 48,2 ≠7,3 tahun, kontrol 47,7 + 6,2 tahun) tinggi badan (PGK-ND 159,4 ≠ 7,5 cm, kontrol 160,6 ≠ 7,6 cm) dan indeks massa tubuh (IMT) (PGK-ND 22,4 ≠ 3,4 kg/m2, kontrol 22,5 ≠ 3,1 kg/m2). Status nutrisi dikelompokkan dalam status nutrisi kurang, normal dan lebih berdasarkan IMT, WHO, 1995. Pada penderita dan subyek kontrol dilakukan penilaian asupan nutrisi (tanya ulang 2 X 24 jam dan pncatatan asupan makanan), pemeriksaan biokimiawi (darah dan urin), pengukuran komposisi tubuh (antropimetri dan bioelectric impedance analysis, BIA). dan fungsi otot (kekuatan genggam tangan). Hasil. Penderita dan subyek kontrol didapatkan 7 (15,6%) status nutrisi kurang, 28 (62,2%) normal dan 10 (22,2%) lebih. Rerata laju filtrasi glomerulus penderita PGK-ND sebesar 19,3 + 1,7 mL/men/1,73m2, 13 (28,9%) penderita stadium 3, 17 (37,8%) stadium 4 dan 15 (33,3%) stadium 5. Konsentrasi albumin, prealbumin dan insulin like growth factor-1 (IGF-1) penderita PGK-ND tidak berbeda bermakna berdasarkan status nutrisi dan stadium PGK. Konsentrasi transferin didapatkan lebih tinggi bermakna pada penderita PGK-ND status nutrisi lebih dibandingkan dengan status nutrisi kurang dan normal. Konsentrasi C reactive protein (CRP) lebih tinggi bermakna pada penderita PGK-ND status nutrisi kurang dibandingkan dengan status nutrisi baik. Derajat asidosis metabolik (konsentrasi HCO3) penderita PGK-ND tidak berbeda berdasarkan status nutrisi dan stadium PGK. Secara antropometri massa bebas lemak (MBL), indeks-MBL (I-MBL), massa lemak (ML) dan persen (ML penderita PGK-ND tidak berbada bermakna dengan subyek kontrol. Berdasarkan BIA didapatkan MBL, dan I-MBL, persen ML penderita PGK-ND lebih tinggi bermakna dibandingkan subyek kontrol (p < 0,05). Massa bebas lemak (MBL), I-MBL dan ML mempunyai linearitas dengan klasifikasi status nutrisi berdasarkan uji trend analysis. Massa bebas lemak dan I-MBL berkolerasi dengan IMT. Massa bebas lemak, I-MBL, ML dan PGK-ND tidak berbeda dengan subyek kontrol dan berdasarkan status nutrisi serta stadium PGK. Status (KGT) penderita lebih rendah bermakna dibandingkan dengan kontrol, dan KGT penderita dengan status nutrisi kurang lebih rendah bermakna dibandingkan dengan status nutrisi baik. Kekuatan genggam tangan mempunyai korelasi dengan I-MBL dan IMT. Terdapat kesesuaian yang baik antara I-MBL dan KGT dengan IMT untuk penilaian status nutrisi penderita PGK-ND. Dengan uji Receiver Operating Curve didapatkan titik potong I-MBL sebesar 14,23 kg/m2 dan titik potong KGT sebesar 9,7 kg untuk membedakan status nutrisi kurang dan baik. Kesimpulan. Penelitian ini menunjukkan protein viseral (albumin, prealbumin, transferin dan insulin like growth factor-1) merupakan parameter status nutrisi yang lemah untuk penderita PGK-ND. Indeks massa tubuh mempunyai kolerasi positif dengan I-MBL dan KGT. Indeks-MBL dan KGT dapat membedakan derajat status nutrisi penderita (PGK-ND stadium 3,4 dan 5, dan dapat digunakan sebagai prediktor untuk skrining status nutrisi pada penderita PGK-ND.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
D638
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Bramantyo
Abstrak :
Infeksi saluran kemih dan batu ginjal merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi dan insidensi yang tinggi di dunia. Pasien batu ginjal dapat mengalami penurunan fungsi ginjal yang dapat berujung pada Chronic Kidney Disease (CKD). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara infeksi saluran kemih dengan fungsi ginjal pada pasien batu ginjal. Desain penelitian ini adalah potong lintang, melibatkan 5463 pasien batu ginjal yang menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) pada tahun 2000-2013. Pengambilan data dilakukan pada 1140 pasien yang mempunyai data leukosit urin dan kreatinin serum. Sampel didapatkan dengan metode total population sampling. Pengambilan data dilakukan dengan mempelajari rekam medis pasien. Hasil penelitian menunjukkan rasio subjek lakilaki: perempuan sebesar 7:3, prevalensi infeksi saluran kemih pada pasien batu ginjal sebesar 27.3%, prevalensi fungsi ginjal buruk pada pasien batu ginjal sebesar 37.4%, dan nilai kemaknaan p<0.0001 pada hubungan antara infeksi saluran kemih dengan fungsi ginjal pada pasien batu ginjal. Terdapat hubungan yang bermakna antara infeksi saluran kemih dengan fungsi ginjal pada pasien batu ginjal. Diperlukan penatalaksanaan serta pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien batu ginjal untuk mencegah perburukan fungsi ginjal. ......Urinary tract infections and kidney stones are among the high prevalence health problems in the world. Kidney stone patients may have reduced kidney function that can lead to Chronic Kidney Disease (CKD). This study investigates possible relations between urinary tract infection with renal function in kidney stone patient. This cross-sectional study was carried out on 5463 patients undergoing treatment for calculous disease in Cipto Mangunkusumo National Center General Hospital (RSUPNCM) between 2000 and 2013. Data were collected from 1140 patients whose urine leukocytes and serum creatinine data were recorded. Samples were obtained using total population sampling method. Data were collected from patient's medical record. Patient characteristics were well matched generally. The male to female ratio of subjects were 7:3 with a mean age of 46. Among subjects, 27.3% had urinary tract infections while 37.4% had poor kidney function. There was a significance value of p<0.0001 on the relationship between urinary tract infection and renal function in kidney stone patients. In conclusion, there is a significant association between urinary tract infections and renal function in kidney stone patients. Management and prevention of urinary tract infections are necessary in kidney stone patients to prevent deterioration of renal function.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>