Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wawan Heru Suyatmiko
"Tidak ada standar universal dalam membangun dan mengoperasikan lembaga anti korupsi (ACA) yang ideal. Sejak 2013, Transparency International (TI) telah mengembangkan alat pengukuran yang mampu menangkap efektivitas kinerja ACA sesuai dengan mandat UNCAC dan Prinsip-prinsip Jakarta. Salah satu aspek utamanya adalah apakah ACA berada di dalam lingkungan yang mendukung atau berada dalam situasi kebijakan yang menghambat implementasi undang-undang anti-korupsi. Studi ini secara khusus berupaya mengkaji kekuatan dan kelemahan ACA di Indonesia, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan alat pengukuran TI melalui 6 dimensi yang tersebar dalam 50 indikator selama periode 2016-2019. Studi ini menemukan bahwa KPK memiliki faktor lingkungan yang kuat dan mendukung, baik secara internal maupun eksternal; tetapi memiliki sejumlah pengecualian dalam aspek independensi. Pengukuran kinerja bagi ACA, baik yang dilakukan secara internal atau eksternal, signifikan untuk memperkuat independensi ACA dan penegakan hukum dalam jangka panjang"
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2019
364 INTG 5:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Imam Akbar Wahyu Nuryamto
"xPermanence Principle menentukan agar lembaga pemberantas korupsi dibentuk dengan dasar hukum yang kuat dan stabil seperti konstitusi atau setidaknya undang-undang khusus yang memberi penguatan kelembagaan, memastikan eksistensi dan melindunginya dari perambahan mandat hingga pembubarannya. Pengaturan dalam UUD sejalan dengan constitusional importance sebagaimana pandangan Mahkamah Konstitusi bahwa KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen dan memiliki kedudukan yang sejajar dengan lembaga negara yang tersebut dalam UUD NRI 1945. Lembaga negara independen sendiri merupakan konsep perkembangan cabang kekuasaan di luar trias politica konvensional yang kemudian disebut sebagai The Fourth Branch of The Government atau cabang kekuasaan ke-empat (De Vierde Macht). Permanence Principle adalah salah satu prinsip the Jakarta Statement On Principles for Anti-Corruption Agencies yang kemudian dikembangkan lagi oleh Colombo Commentary. Merupakan instrument pedoman implementasi Pasal 6 dan Pasal 36 UNCAC sebagaimana telah diratifikasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Negara diberi mandat untuk memberlakukan kerangka hukum, kelembagaan dan kebijakan yang kuat untuk mengatasi korupsi. Dalam konsepsi negara hukum, komisi negara independen merupakan eksistensi cabang keempat (fourth-branch institutions) yang berfungsi untuk menjaga integritas cabang kekuasaan lainnya. Keberadaannya sejalan dengan tujuan dari separation/distribution of power yaitu menghindari pemusatan kekuasaan semata agar hukum dan demokrasi berjalan efektif, mendorong pemerintahan yang responsive, dan menjadikan kompetensi aparat yang profesional. Sehingga dapat memberikan perlindungan dan peningkatan hak-hak fundamental dan keadilan sosial. Melalui metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini akan menganalisis permanence KPK berdasarkan Colombo Commentary On the Jakarta Statement On Principles for Anti-Corruption Agencies. Penelitian menunjukkan bahwa undang-undang KPK tidak mempunyai kekhususan dalam urgensi permanence. Darinya berkorelasi faktual atas perubahan yang terjadi secara kilat dan tidak diharapkan publik karena justru tidak memberi penguatan yang diperlukan. Bercermin pada lembaga pemberantas korupsi masa lalu yang selalu berakhir layu dan mati, diperlukan penguatan permanence sebagaimana mandate UNCAC, sekaligus berkorelasi dengan narasi constitusional importance sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi.

The Permanence Principles stipulate that a corruption eradication agency should be formed with a strong and stable legal basis such as a constitution or at least a special law that provides institutional strengthening, ensures its existence and protects it from encroachment on its mandate until its dissolution. The provisions in the Constitution are in line with constitutional importance establishing the view of the Constitutional Court that the KPK is a state institution that is independent and has an equal position with the state institutions referred to in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. The independent state institution itself is a concept of the development of branches of power outside the trias politica convention later referred to as the Fourth Branch of Government or the fourth power branch (De Vierde Macht). The Permanence Principle is one of the principles of The Jakarta Statement On Principles for Anti-Corruption Agencies which was further developed by the Colombo Commentary. It is a guiding instrument for the implementation of Articles 6 and 36 of the UNCAC as ratified by Law Number 7 of 2006. The state is mandated to uphold strong legal, institutional and policy frameworks to tackle corruption. In the constitution of a rule of law state, an independent state commission is the existence of the fourth branch (fourth branch institution) which functions to maintain the integrity of the other branches of power. Its existence is in line with the objectives of the separation/sharing of powers, namely avoiding the concentration of power solely so that law and democracy can work effectively, encourage responsive government, and make the apparatus professionally competent. So as to provide protection and improvement of fundamental rights and social justice. Through normative juridical research methods, this paper will analyze the permanence of the KPK based on the Colombo Commentary on the Jakarta Statement on Principles for Anti-Corruption Agency. Research shows that the KPK law has no specificity in the urgency of permanence. From that, there is a factual correlation of changes that occurred quickly and were not expected by the public because they did not provide the necessary reinforcement. Reflecting on past corruption eradication institutions which always ended in lay and die, permanent strengthening is needed as mandated by the UNCAC, while at the same time correlating with the narrative of constitutional importance as stated in the decisions of the Constitutional Court."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Valentino
"ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis mengenai sengketa kewenangan yang terjadi di antara
lembaga negara bantu KPK dengan POLRI. Kehadiran lembaga negara bantu
berkembang di Indonesia pasca perubahan UUD NRI 1945. Berbagai lembaga
negara bantu tersebut tidak dibentuk dengan dasar hukum yang seragam.
Beberapa diantaranya berdiri atas amanat konstitusi, namun ada pula yang
memperoleh legitimasi berdasarkan undang-undang. Apabila terjadi sengketa
kewenangan antar lembaga negara maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk
menyelesaikan perkara tersebut, namun di dalam pasal 24C ayat (1) UUD NRI
1945 membatasi Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan sengketa
kewenangan antara lembaga negara hanya terhadap lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD NRI 1945, Sehingga apabila terjadi sengketa
kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya tidak diberikan oleh
UUD NRI 1945 akan terjadi kekosongan hukum. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian yuridis normatif dengan melakukan pendekatan perundangundangan,
yaitu mencari sumber data dan mencari sumber informasi melalui
Undang-Undang. Data pada penelitian ini juga diperoleh melalui data yang sudah
terkodifikasi dalam bentuk buku, jurnal, maupun artikel yang memiliki keterkaitan
dengan penelitian ini. Hasil dari penelitian ini adalah, KPK sebagai lembaga
pemberantas korupsi yang diberi kewenangan yang kuat bukan berada di luar
sistem ketatanegaraan, tetapi justru ditempatkan secara yuridis di dalam sistem
ketatanegaraan yang rangka dasarnya sudah ada di dalam UUD 1945, Serta belum
adanya kepastian hukum mengenai proses penyelesaian sengketa kewenangan
antar lembaga negara yang kewenangannya tidak diberikan oleh UUD NRI 1945.

ABSTRACT
This thesis explains KPK?s legal standing as a state auxilary organ in the
constutional system of Republic of Indonesia, and the analysis of the dispute
between KPK and POLRI. The existence of State Auxilary Organ has been
developing since the amandment of the Republic of Indonesia Constitution of
1945. Some state auxilary organs were not established at the same legal ground.
Some were established by the delegation of The Constitution, some were
legitimated by Indonesian laws. In an event of dispute between the organs, The
Constitutional Court has the jurisdiction to settle those matters. Article 24C no. 1
of The Constitution limits the Constitutional Court competence to only conduct
dispute settlements between the organs established by The Constitution. So, in the
matter of disputes between the organs established by another Indonesian laws, it
will constitute an absence of law. This thesis uses a jurisdical-normative method.
The author uses different sources; laws and codified data such as books, journals,
and articles related to this thesis. The conclusion of this thesis is that firstly, KPK
belongs to the constitutional system, supported by the authority delegation from
The Constitution. Secondly, there is an uncertainty in Indonesian law regarding
the competence dispute of the state auxilary organs established by other
Indonesian laws."
2016
S65570
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Indrayana, 1972-
Malang: Intrans Publishing, 2016
345.023 DEN d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library