Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 480 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marni B. Darmansyah
Abstrak :
ABSTRAK Perkembangan industri yang demikian pesat dewasa ini disamping memberikan dampak pasitif, juga menimbulkan dampak negatif. Dampak negatif yakni berupa limbah, cair, padat maupun gas, sebagai hasil sampingan dari proses produksi bila tidak dikelola dengan baik, akan dapat merugikan lingkungan yang ada di sekitarnya. Usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, telah memanfaatkan sumberdaya alam secara berlebihan, tanpa memperhatikan daya dukung yang ada. Keadaan ini telah secara kualitatif maupun kuantitatif. Wawancara juga dilakukan kepada Instansi lain dan Bank yang terlibat dalam Program LOAN AGREEMENT FOR POLLUTION ABATEMENT EQUIPMENT PROGRAM DALAM RANGKA PENGGUNAAN DANA PINJAMAN DARI THE OVERSEAS ECONOMIC COOPERATION untuk memperoleh data dan informasi berkaitan dengan jumlah pemohon, jumlah persetujuan permohonan pinjaman lunak yang diberikan dan jumlah yang diajukan. Kemudian membandingkan fenomena dan sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki dengan penerapan kebijaksanaan yang telah ditetapkan dalam melaksanakan Program Pembangunan Nasional Berkelanjutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian kerjasama antara THE OVERSEAS ECONOMIC COOPERATION dengan PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA yang ditandatangani pada November 1992 tentang penggunaan dana pinjaman dari OECF, didorong oleh keadaan lingkungan didunia yang sedemikian rupa telah mencemarkan lingkungan yang disebabkan karena perkembangan kegiatan industry. Hasil penelitian juga memberikan gambaran bahwa pemanfaatan pinjaman oleh PT Teguh Wibawa Bhakti dapat mening katkan kinenja perusahaan melalui Peningkatan Kapasitas Produksi yang dapat meningkatkan pendapatan perusahaan. Pinjaman yang diberikan telah dimanfaatkan perusahaan tersebut sesuai dengan tujuan perusahaan yakni mencegah pencemaran atau mengurangi volume limbah dengan diperolehnya hasil penelitian bahwa : 1. Pemantauan terhadap lingkungan perusahaan yang tidak memiliki Instalasi UPL menghasilkan parameter POD, COD, TSS CM yang melebihi Baku Mutu Limbah Cair. 2. Perusahaan Yang Sudah Memiliki Instalasi Unit Pengolah Limbah dapat memanfaatkan kembali Air Bekas Lim-bah Cair yang secara ekonomis merupakan keuntungan eksternalitas akibat biaya yang tidak dikeluarkan. 3. Diperolehnya tambahan Manfaat Dari Kinerja Perusahaan dan dari Kinerja Unit Pengolah Limbah melalui perubah an Biaya Eksternalitas menjadi pendapatan hasil penjualan produk sampingan oleh Perusahaan yang telah memiliki Instalasi Pengolah Limbah. 4. Manfaat Penguasaan Teknologi bagi perusahaan Akan melengkapi keuntungan atas pemilikan UPL bagi disamping timbulnya rasa pasti dan peluang dalam meningkatkan produksi karena perusahaan tidak lagi menemui permasalahan yang berkaitan dengan limbah/pencemaran. 5. Menanggung hutang bagi Investasi untuk Tempat Penampungan dan UPL masih lebih untung dibandingkan dengan kerugian yang dialami perusahaan. Diharapkan apa yang telah dilakukan oleh PT Teguh Wibawa dapat diikuti oleh perusahaan-perusahaan lainnya, dalam rangka metujudkan lingkungan yang bersih dan lestari.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suherman
Abstrak :
Penelitian dimaksud untuk mengkaji secara akademik, efektivitas parate eksekusi objek hak tanggungan dalam rangka pengembalian piutang kreditor berdasarkan undang-undang nomor 4 tahun 1996, dan diharapkan dapat dijadikan dasar pemikiran untuk pengembangan teori dan praktek parate eksekusi sebagai landasan bagi akademisi dan praktisi dalam merancang peraturan perundang-undangan dalam praktek peradilan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif, yang didukung oleh metode pendekatan filosofis, empirik, historis, dan komparatif, yang menitik beratkan kepada data sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan dan didukung oleh data primer dari hasil penelitian lapangan. Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis dan selanjutnya data yang terhimpun dianalisis secara yuridik kualitatif. Hasil penelitian ini: Pertama,(a)Pengertian Parate eksekusi obyek hak tanggungan adalah Kekuasaan bagi kreditor yang diberikan undang-undang untuk menjual langsung obyek hak tanggungan melalui lelang dimuka umum dan mengambil pengembalian utang Serta menyerahkan sisanya kepada debitor apabila debitor cidera janji.(b)Substansi dari parate eksekusi adalah perpaduan kekuatan titel eksekutorial yang melekat pada sampul sertipikat Hak Tanggungan dengan Hak Preference yang melekat pada kreditor yang dijamin oleh undang-undang untuk dimanifestasikan dalam bentuk penjualan langsung seizin atau tanpa seizin debitor apabila yang bersangkutan cidera janji.(c)Hakikat dari parate eksekusi adalah terpenuhinya jaminan pengembalian piutang kreditor secara mudah dan pasti tanpa mengindahkan hukum acara sebagaimana diatur dalam pasal 1178 KUHPerdata (sekarang pasal 20 UUHT). Kedua, Bahwa pelaksanaan Parate eksekusi tidak dapat berjalan sebagaimana yang ditegaskan dalam UUHT, dikarenakan masih bisa dibatalkan oleh Mahkamah Agung, sehingga pasal tentang parate eksekusi tersebut belum efektive. Ketiga, Prospek pengembangan Parate eksekusi Hak Tanggungan tertuju kepada pembenahan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang kedudukan Parate Eksekusi yang dijamin secara ekslusive tanpa mengindahkan hukum acara sebagaimana diatur dalam pasal 1178 KUHPerdata Juncto pasal 20 UUHT. Untuk menjamin efektivitas pelaksanaan parate eksekusi, agar Pemerintah Republik Indonesia, khususnya Lembaga Peradilan, agar menghormati Parate Eksekusi sebagai sesuatu yang dijamin oleh Undang-Undang. ...... The research was intended to study academically the effectiveness of the implementation enforcement upon Hak Tanggungan (HT) object in order to repay the credit loan based on Law Number 4 of 1996, hopefully it could be a frame of thought in development of enforcement theory and practice as the basic for academicians and practician in drafting regulation of legal proceeding in Indonesia. The method research was normative-legal method, supported by philosophic, empiric, historic, and comparative approach method which focused on secondary data obtained from the research of literature research and supportedo by primary data obtained from field research. The research specification used was descriptive-analytical and the data was analyzed by juridical-qualitative. The results of this results were. First, (a) The definition of enforcement upon HT object is the authority of creditor which is provided by the law to directly sell the Hak Tanggungan's object either by public auction , (b) The essence of enforcement is behind the creditor obligation to provide loan to a deptor there is a creditor right to receive loan repayment by direcly on his or her self-power which guaranteed by the law if the debtor breaches of contract, (c) The essece from enforcement loaded secure to receive loan repayment creditor as if easy and certain not leave law program how to regulate in article 1178 (article now 20 UUHT). Second, the implemention enforcement couldn't street how resolute by law Hak Tanggungan because can failed by court of justice and article enforcement not yet effective. Third, the prospect of the development of the enforcement of Hak Tanggungan ?s object directed to the improvement of regulation by situation as if exlucive without devotion law program how so regulated in article 1178 KUHPerdata with article 20 UUHT. The government Republic Indonesian special judicial institution to enforcemen to secure in UUHT.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T19306
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ben Briano Simare Mare
Abstrak :
Skripsi ini meneliti efek penerbitan SBN Domestik Tradable terhadap Pinjaman Rupiah dari sektor perbankan Indonesia dengan menggunakan pendekatan model Autoregressive Distributed Lag (ARDL) untuk menguji hubungan kointegrasi long-run dan short-run antara variabel-variabel independen dan Pinjaman Rupiah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan SBN Domestik Tradable memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap Pinjaman Rupiah, atau dengan kata lain SBN Domestik Tradable menghasilkan crowding out effect terhadap Pinjaman Rupiah. Namun, tidak seluruh institusi perbankan merasakan crowding out effect. Kelompok bank yang memiliki modal inti sampai dengan Rp 30 triliun saja yang merasakannya ......This study examines the effect of the issuance of Tradable Domestic Government Bonds on Rupiah Loans from the Indonesian banking sector by using the Autoregressive Distributed Lag (ARDL) approach to examine the long-run and short-run cointegration relationships between independent variables and Rupiah Loans. The results show that Tradable Domestic Government Bond has a negative and significant relationship to Rupiah Loans, or in other words the issuance of Tradable Domestic Government Bonds crowding out Rupiah Loans. However, not all banking institutions receive the crowding out effect. It just happen to groups of banks with core capital of up to Rp 30 trillion.
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Destyana Suseno
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor spesifik bank terhadap penyaluran pinjaman pada bank umum di Indonesia. Dengan menggunakan LOAN dan CREDIT sebagai proksi pinjaman yang diberikan bank serta modal minimum, likuiditas, ukuran bank, struktur pendanaan pasar, kualitas kredit sebagai variabel independen serta komitmen tidak terpakai, ROA, dan suku bunga sebagai variabel kontrol dalam penelitian ini ditemukan bahwa struktur pendanaan pasar dan  komitmen tidak terpakai berpengaruh positif dan signifikan terhadap pinjaman, sedangkan ukuran bank dan NPL berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pinjaman bank di Indonesia. ...... This study aims to analyze the effect of specific bank on the growht of credit supply for Indonesia’s commercial bank. By using LOAN and CREDIT as proxy of bank loans and minimum capital, liquidity, bank size, funding structure, credit quality as independent variable and then unused commitment, ROA, and interest rate as control variable in this research found that funding structure and unused commitment have influence positive and significant to the loan, while the size of banks and NPLs have a negative and significant effect on bank loans in Indonesia.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Miranti Dwiputri Perwata
Abstrak :
Skripsi ini membahas peran petugas Unit Pengelola Keuangan (UPK) sebagai pendamping dalam kegiatan pinjaman bergulir pada PNPM Mandiri Perkotaan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian menunjukan Petugas UPK LKM Kelurahan Rangkapan Jaya Baru menonjol pada facilitative role and skill serta representational role and skill. Di lain sisi, Petugas UPK LKM Kelurahan Depok Jaya hanya menonjol pada facilitative role and skill. Secara umum, petugas UPK pada Kelurahan Rangkapan Jaya Baru dan Kelurahan Depok Jaya lemah saat menjalankan monitoring dan pembinaan, sehingga berpengaruh pada kemacetan pinjaman. ......This thesis discusses the role of Financial Management Unit (FMU) employer as a right-hand man of term loan activity in the Independent Urban Area of IUASE. This research is qualitative in accordance with descriptive reserch. The research indicates that the employer of FMU Depok Jaya Village has only got a quality of fascinative role and skill. In general, employer of FMU in both Rangkapan Jaya Baru and Depok Jaya villages has the least quality of monitoring and as well as supporting. Therefore, that imprudence has an influence over stagnation of loan proceeds.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Winne Fauza Primadewi
Abstrak :
ABSTRAK
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dasar atau landasan bagi bank dalam menyalurkan kreditnya kepada nasabah debitor adalah ketentuan dalam pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tetang Perbankan. Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah dikemudian hari, bank harus melakukan suatu penilaian untuk memberikan persetujuan atas suatu permohonan kredit. Untuk menganalisis suatu permohonan kredit pada umumnya digunakan kriteria 5 C atau The Five C's, yaitu: Character (sifat), Capacity (kemampuan), Capital (modal), Collateral (jaminan), dan Condition of economy ( kondisi ekonomi). Agunan adalah salah satu unsur pemberian kredit. Fungsi utama dari jaminan adalah untuk meyakinkan bank atau kreditor bahwa debitor mempunyai kemampuan untuk melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama. Seiring dengan perkembangan waktu dan tuntutan kebutuhan dari masyarakat akan kredit muncul suatu produk pelayanan dari Bank Mandiri yang disebut dengan Mandiri Kredit Tanpa Agunan (KTA), adalah kredit perorangan tanpa agunan dari Bank Mandiri untuk berbagai keperluan, yang diberikan kepada calon debitor yang memenuhi persyaratan. Adannya permasalah penerapan prinsip kehati-hatian yang dijalankan bank, pelaksanaan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian kredit tanpa agunan dan penyelesaian sengketa KTA bermasalah.
Abstract
Loan is the provision of money or bills that can be equated with it, based on an agreement to the interbank borrowing another party that requires the borrower to repay the debt after a certain period of time with interest. The basis or foundation for the bank in extending credit to debtor is the provision in Article 8 paragraph (1) and (2) of Law No. 10 of 1998. To prevent a credit crunch in the future, banks should conduct an assessment to grant approval for a loan application. To analyze a credit application is generally used criterion 5 C or The Five C?s, Character, Capacity, Capital, Collateral and Condition of economy. Collateral is one element of the credit crunch. The primary function of insurance is to convince a bank or creditor that the debtor has the ability to repay loans granted to it in accordance with the credit agreement has been agreed. Along with the development time and demanding needs of society will emerge a product of service credit from Bank Mandiri called Mandiri Kredit Tanpa Agunan (KTA) or Mandiri Personal Loans is the unsecured personal loans from Bank Mandiri for various purposes, which is given to prospective borrowers who meet the requirements. Adannya problems applying the precautionary principle that a bank run, the implementation of the principle of freedom of contract in unsecured credit agreement and dispute settlement KTA problematic.
Universitas Indonesia, 2012
T29698
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irvan Fachrizal
Abstrak :
Hampir sepanjang PJP I hingga saat ini tercatat peranan bantuan luar negeri cukup penting. Ketergantungan Indonesia pada bantuan luar negeri semakin meningkat semenjak terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa krisis ekonomi yang dialami oleh Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah kembali menyebabkan kesulitan keuangan yang sangat berat bagi Indonesia sehingga, Pemerintah menjadi sangat bergantung pada bantuan luar negeri. Turunnya kemampuan sektor-sektor produksi sehingga roda perekonomian mengalami kemacetan, menyebabkan krisis yang terjadi semakin memposisikan Indonesia dalam berbagai masalah yang dilematis yang semula berawal dari krisis keuangan, kemudian berkembang semakin kompleks menjadi krisis multi dimensi. Bergantinya rezim pemerintahan di Indonesia telah memuluskan pelaksanaan reformasi diberbagai bidang. Reformasi telah memberikan banyak perubahan dalam wacana kebijakan Pemerintahan Indonesia. Salah satu akibat langsung perubahan tersebut yang dirasakan seluruh Indonesia khususnya bagi daerah adalah dengan diberikannya otonomi penuh kepada daerah dengan meluncurnya UU NO. 22 tahun 1999 mengenai Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 mengenai Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Dengan ditetapkannya kedua undang-undang tersebut telah memberikan suasana baru yang mewarnai pola kebijakan dan peta penyelenggaraan pemerintahan baik pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah. Sejalan dengan bergulimya otonomi daerah maka, Pemerintah Daerah mau tidak mau harus mulai membenahi sistem/ struktur pemerintahannya untuk menuju kemandirian, di samping itu juga berupaya memberdayakan SDA dan SDM yang ada. Namun perubahan ini tidak dengan mudah berjalan lancar, sedikit banyaknya akan menemui masalah. Salah satu contohnya adalah adanya pengalihan pegawai pusat ke daerah yang banyak memberikan dampak pada kebijakan pemerintah daerah khususnya dalam mata anggaran belanja daerah. Berkaitan dengan pembangunan daerah pada masa otonomi berjalan, maka daerah dimungkinkan untuk mencari pinjaman baik, domestik maupun luar negri sebagaimana diatur dalam UU No. 25 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999. Sehubungan dengan terbukannya peluang daerah tersebut untuk memperoleh pinjaman, maka pemerintah telah mengeluarkan satu peraturan yaitu Peraturan Pemerintah No. 107 tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah yang mengatur mengenai mekanisme pinjaman, prosedur pinjaman, dan ketentuan lainnya bagi pemerintah daerah. Peraturan tersebut disusun dalam rangka pelaksanaan UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999 berfungsi sebagai petunjuk bagi daerah untuk memperoleh pinjaman. Bila membaca isi dari Peraturan Pemerintah No. 107 tahun 2000 tersebut, ternyata, dapat menjadi suatu pembahasan yang menarik untuk diamati serta dikaji. Tesis ini mencoba untuk melihat sejauh mana PP No. 107 tahun 2000 yang disusun sedemikian rupa dapat menfasilitasi pemerintah daerah untuk memperoleh pinjaman luar negri. Kebutuhan akan pinjaman oleh pemerintah daerah itu sendiri pada dasamya dimanfaatkan bagi pembangunan daerah untuk kepentingan masyarakat banyak. Dalam perkembangannya, sesuai dengan diberikannya otonomi kepada daerah maka, untuk melaksanakan pembangunan tampaknya daerah sudah harus mengupayakan sendiri pembangunannya begitu pula dengan anggarannya. Dengan berlakunya UU No. 25 tahun 1999 maka subsidi daerah otonom (SDO) dan instruksi presiden (INPRES) telah dihapus, dan sebagai penggantinya dialokasikannya dana alokasi umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (OAK). Dengan adanya otonomi penuh maka, daerah harus berupaya untuk menggali potensi yang dimilikinya dan mengatur diri sendiri, namun, disadari bahwa kemampuan dan potensi daerah diIndonesia berbeda-beda. Perbedaan inilah yang harus ditangani dengan bijaksana untuk menghindari kecemburuan antar daerah. Bagi daerah yang memiliki sumber daya alam yang besar maka sudah barang tentu dapat dipastikan daerah tersebut dapat lebih maju ketimbang daerah yang potensi alamnya kurang. Kemampuan penerimaan dan pemenuhan kebutuhan daerah juga menjadi tolok ukur suatu daerah untuk dapat memperoleh pinjaman. Di samping kemampuan dalam penerimaan dan pemenuhan kebutuhan daerah, pemerintah melalui PP 107 tahun 2000 juga telah menetapkan ketentuan bahwa daerah dapat melakukan pinjaman dengan prosedur persetujuan yang berjenjang yakni persetujuan dari DPRD untuk tingkat daerah dan kemudian persetujuan Menteri Keuangan untuk tingkat pusat, dan persetujuan itu pun dapat diberikan sepanjang memenuhi ketentuan . Tesis ini sebenamya bertujuan untuk melihat sejauh mana kemungkinan daerah dapat memperoleh pinjaman baik domestik maupun luar negeri, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PP 107 tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 mengenai Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Secara prinsip, ketentuan yang ada dalam PP 107 tahun 2000 sebenamya cukup memadai dalam menata prosedur pemerintah daerah dalam melakukan pinjaman. Namun, saat ini beberapa faktor-faktor baik ekstemal maupun internal ternyata dapat menjadi penghambat bagi pemerintah daerah dalam memperoleh pinjaman luar negeri. Tampaknya pemerintah daerah hingga saat ini dan untuk dua tahun kedepan atau lebih, tampaknya masih sulit untuk memperoleh pinjaman luar negeri. Lalu apakah ini berarti dimasa mendatang pinjaman luar negeri oleh pemerintah daerah tidak atau dapat dilakukan? Jawaban atas pertanyaan ini sedikit banyaknya dicoba dijelaskan dalam tesis ini.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T1789
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Try Wartono
Abstrak :
Studi tentang Sektor Informal Perkotaan yang membahas mengenai masalah kemiskinan pada kelompok masyarakat strata bawah, termasuk sektor informal, telah banyak dilakukan. Studi tentang kemiskinan, sektor informal, dan sejenisnya yang dilakukan secara komprehensif baru berhasil mengidentifikasikan permasalahan secara umum, sehingga sangatlah sulit untuk mendapatkan suatu kebijakan yang cocok untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada. Kemiskinan sangat beragam, begitu pula dengan sektor informal yang sangat luas cakupannya. Sehingga perlu dilakukan studi dengan subyek yang lebih khusus dengan kelompok-kelompok yang lebih kecil, agar permasalahan yang lebih spesifik (unique) dapat terindentifikasi dan mempermudah pengambil kebijakan untuk merman jalan keluar dengan kebijakan yang tepat sasaran. Keterbatasan dan kesenjangan akses atas sumber pembiayaan dalam bentuk kredit dan jasa keuangan lainnya bagi masyarakat bawah dan pelaku usaha informal (financial exclusion), dipandang sebagai faktor dominan yang menyebabkan usaha dan tingkat perekonomian mereka sulit berkembang. Usaha microbanking dengan model "Grameen Bank" sebagai sebuah konsep kebijakan yang bertujuan menghilangkan kesenjangan, telah terbukti sukses di Bangladesh dan dapat dijadikan contoh untuk diterapkan di Indonesia sebagai sebuah bentuk kebijakan pembangunan atau intervensi dalam memerangi kemiskinan (poverty reduction). Pedagang Keliling yang merupakan kelompok kecil dan begitu juga dan beraganmya masyarakat sektor informal, menurut pengamatan penulis cukup homogen dan banyak dijumpai di berbagai kawasan perkotaan. Berdasarkan hal inilah, penulis mengambil pedagang keliling sebagai subyek penelitian yang dikaitkan dengan Konsep Usaha Microbanking sebagai instrumen pemberdayaan yang menjadi topik pembahasan dalam tesis ini. Selain itu, bila hasil uji-coba pemberdayaan (pilotting) terhadap pedagang keliling ini berhasil, kebijakan pemebrdayaan yang sama dapat dilakukan di daerah-daerah lainnya. Untuk mempermudah penjabaran profil, potensi dan kendala subyek penelitian - agar dapat digunakan sebagai masukan bagi pengambil kebijakan untuk mendapatkan instrumen pemberdayaan yang sesuai - penulis memilih menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik pengamatan, wawancara terhadap 50 pedagangan keliling sebagai responden dan wawancara mendalam dengan 9 informan terpilih (pedagang keliling, aparat pemerintah, dan tokoh masyarakat seternpat). Data sekunder yang relevan diperoleh dari dokumen desa, literatur, dan berbagai jenis laporan yang khususnya berkaitan dengan konsep dan aplikasi usaha microbanking, Kombinasi data kuantitatif dan kualitatif digunakan dengan harapan dapat mempertajam analisis dan diperoleh interpretasi yang sahib dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Desa Pamulang Barat merupakan daerah yang kondusif dan potensial oleh pendatang untuk berdagang. Fasilitas dan sarana yang dibutuhkan cukup tersedia dengan harga yang terjangkau oleh para pedagang keliling. Banyaknya komplek-komplek perumahan dan permukiman memberikan peluang pasar yang sangat besar bagi usaha mereka. Aparat desa dan penduduk asli di perkampungan pun dapat menerima mereka dengan baik. Perbedaan etnis, adat, dan budaya tidak menjadi halangan bagi pedagang keliling untuk berinteraksi sosial. Intensitas interaksi antara pedagang keliling dan masyarakat sekitarnya telah memungkinkan terbentuknya sebuah sinergi yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Modal yang dibutuhkan oleh pedagang keliling relatif tidak besar dan untuk kekurangan dana dan pemodalan selama ini diperoleh dari kredit atau sumber pembiayaan rentenir. Sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi adanya hambatan dalam pembiayaan bagi pedagang keliling tidak sepenuhnya benar. Yang sebetulnya terjadi adalah tidak adanya komunikasi, informasi, dan kebijakan pemerintah yang memberikan akses bagi mereka untuk bisa mendapatkan sumber dana dan pembiayaan yang berasal dari sektor keuangan formal. Padahal, 90% responden mengharapkan kredit perbankan dapat menggantikan posisi rentenir karena selama ini mereka harus membayar bunga yang tinggi. Temuan lain adalah bahwa secara individu pedagang keliling cukup layak secara ekonomi maupun sosial untuk memdapatkan kredit, apalagi bila kemudian digabungkan menjadi beberapa kelompok berskala kecil ataupun besar (organisasi), yang membuat tingkat kepercayaan pihak perbankan yang telah menerapkan kosep microbanking menjadi lebih tinggi. Namun sangat disayangkan, sampai dengan sekarang ini belum ada organisasi yang dapat bertahan, sehingga secara teori banyaknya kelompok dan jenis pedagang keliling di lokasi tertentu, belum dapat disebut sebagai suatu komunitas. Konsep microbanking yang bertujuan untuk memformalkan sistem keuangan di kalangan bawah belum diminati oleh lembaga perbankan yang ada, terbukti lebih dari 11 kantor cabang yang ada di Desa Pamulang Barat tidak satupun menyalurkan kredit. Mereka hanya berfungsi untuk menghimpun dana dan sebagai kasir bagi para penabung. Sebuah catatan bagi lembaga perbankan khususnya adalah harus lebih proaktif untuk menjemput bola. Hancurnya nasabah besar adalah momentum yang sangat tepat untuk beralih pada nasabah mikro. Memang tidak mudah karena perlu ada kemauan dan perubahan cara kerja. Selain itu, spirit untuk melayani segmen mikro adalah kombinasi dari praktek rentenir, pegadaian dan perbankan itu sendiri. sehingga akan muncul gaya pelayanan yang baru (street-banker). Proses pemilihan dan pengelolaan nasabah yang balk akan dapat menekan resiko bisnis dan dapat menghapus keraguan untuk masuk dan melayani segmen mikro. Bagi Pemerintah sebagai regulator hendaknya menyusun rambu-rambu untuk melindungi kepentingan nasabah maupun mengurangi resiko yang mungkin di alami oleh lembaga keuangan yang berkecimpung dalam usaha microbanking. Regulasi sangat diperlukan baik sebagai acuan bisnis, maupun sebagai acuan untuk supervisi kelembagaan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T9821
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahman Nidi Burhan
Abstrak :
Kemiskinan merupakan masalah nasional yang tidak hanya dapat diselesaikan oleh pemerintah tetapi menjadi tanggungjawab bersama baik pemerintah, swasta, lembaga profesi, perguruan tinggi maupun masyarakat itu sendiri. Permasalahan kemiskinan tersebut jika tidak diwaspadai serta dilakukan upaya dan langkah konkrit untuk menanggulanginya Akan membawa akibat yang buruk seperti menurunkan kualitas sumber daya manusia, timbulnya kecemburuan sosial, pengangguran, kerentanan, kriminalitas dan berbagai dampak negatif lainnya. Metode Grameen Bank merupakan program penyaluran kredit mikro yang ditujukan bagi golongan masyarakat miskin di pedesaan. Sejak diluncurkan pertama kali di Bangladesh, telah banyak memberikan dampak positif bagi pemanfaatnya, sehingga mengundang banyak negara untuk mengadopsi program ini termasuk Indonesia. Saat ini upaya penanggulangan kemiskinan telah banyak dilakukan baik oleh lembaga yang dibentuk pemerintah maupun swasta dengan cara memberikan pelayanan dalam bentuk bantuan kredit kepada golongan masyarakat miskin khususnya di pedesaan. Sebagai lembaga keuangan mikro, BPR Parasahabat dalam kegiatannya menerapkan metode Grameen Bank dalam menyalurkan bantuan kredit modal usaha kepada masyarakat kecil dan sektor informal. Atas dasar hal tersebut penelilian ini memfokuskan permasalahan pada tiga hal yaitu ; (a) bagaimana penerapan metode Grameen Bank sebagai upaya penanggulangan kemiskinan, (b) manfast apa saja yang dirasakan masyarakat yang menerima metode Grameen Bank, dan (c) Kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan metode Grameen Bank. Penelilian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, wawancara dilakukan secara mendalam terhadap informan penelitian yang terdiri dari pihak pengurus BPR Parasahabat sebagai pelaksana program, masyarakat sebagai peserta program, dan tokoh masyarakat setempat. Selairi itu untuk leblh memperkuat informasi yang didapatkan dilakukan juga pengamatan terhadap proses pelaksanaan metode Grameen Bank di lapangan dan studi terhadap dokumen-dokumen yang berkaitan dengan topik penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode Grameen Bank yang diterapkan oleh BPR Parasahabat sebagai upaya penanggulangan kemiskinan, memiliki berbagai kelemahan karena ; 1) belum sepenuhnya menyentuh kelompok masyarakat miskin, sebab tidak semua warga masyarakat miskin di desa Cibarusah dapat mengakses bantuan program kredit tersebut 2) pelaksanaan kegiatan metode Grameen Bank oleh BPR Parasahabat cenderung lebih bernuansa ekonomi, karena dalam menyalurkan kreditnya lebih didasarkan atas pertimbangan bisnis (keuntungan) dan pada ketermanfaatan dana oleh warga masyarakat miskin. 3) pemanfaatan program cenderung tidak menyebar luas kepada warga masyarakat miskin yang belum mendapatkan pinjaman karena pengguliran dana lebih diprioritaskan kepada peminjam lama yang dinilai lancar pengembaliannya, sehingga semakin mengekslusitkan kelompok tertentu untuk mendapatkan pinjaman yang lebih besar lagi pada tahap pinjaman berikutnya 4) sebagai lembaga yang menerapkan metode Grameen Bank BPR Parasahabat hanya berfungsi sebagai penyalur dana semata, karena demi keberlangsungan lembaga BPR cenderung lebih memilih golongan mampu dalam menyalurkan pinjamannya, sebab memberikan pinjaman kepada golongan miskin dianggap memiliki resiko kemacetan yang jauh lebih besar. Disamping berbagai kelemahan di atas, penerapan metode Grameen Bank oleh BPR Parasahabat di desa Cibarusah juga telah mampu memberikan manfaat bagi masyarakat, baik manfaat secara ekonomi yakni adanya peningkatan usaha dan pendapatan anggota, maupun manfaat bagi kehidupan sosial masyarakat seperti adanya perubahan sikap para anggota khususnya dalam bentuk sotidarifas antar sesama dan munculnya kebiasaan menabung dikalangan anggota. Berbagai kendala juga muncul dan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan program Grameen Bank yaitu kendala yang berupa adanya kredit macet, aturan/ketentuan yang ketat, keterbatasan sumber daya manusia dan kendala yang bersumber dari faktor lingkungan. Agar metode Grameen Bank yang diterapkan BPR Parasahabat dapat lebih bermanfaat bagi masyarakat miskin di pedesaan, maka penelilian ini merekomendasikan ; (a) perlu adanya reorientasi program Grameen Bank agar semua golongan masyarakat miskin dapat mengakses program bantuan kredit tersebut (b) Pelaksana metode Grameen Bank BPR Parasahabat perlu melakukan pembinaan secara intensif terhadap anggota baik pembinaan di bidang pengembangan sumber daya manusia maupun pengembangan usaha, karena pemberian pinjaman modal tidak akan berarti banyak jika tidak diikuti oleh pembinaan yang efektif. (c) Pimpinan BPR Parasahabat perlu mengadakan pendidikan/pelatihan terhadap para petugas/pelaksana metode Grameen Bank khususnya mengenai sistem pembinaan yang seharusnya diterapkan, sehingga para petugas benar-benar menguasai materi pembinaan yang dapat diberikan kepada para anggota, (d) sebagai lembaga pelaksana metode Grameen Bank BPR Parasahabat diharapkan mampu menjalin hubungan yang saling menguntungkan antara masyarakat, pemerintah dan dunia usaha khususnya dalam upaya penanggulagan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13905
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurbani Yusuf
Abstrak :
Latar Belakang Permasalahan Negara Republik Indonesia adalah negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau, besar dan kecil, dengan wilayah perairan yang keseluruhan luasnya meliputi dua pertiga dari seluruh luas wilayah Indonesia. Memperhatikan realita alamiah dari letak kedudukan Indonesia yang terletak memanjang di garis khatulistiwa, di antara dua benua dan terletak pula di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik serta Samudera Atlantik dan Laut Cina Selatan, sehingga karenanya mempunyai posisi dan peranan yang sangat berpengaruh dalam hubungan antar bangsa, titik pusat dalam hubungan negara-negara baik di Asia, Eropa maupun negara Amerika, maka perairan Indonesia merupakan salah satu modal yang utama guna menunjang tercapainya dan menjaga keutuhan Wawasan Nusantara. Peranan kapal laut, yaitu armada pelayaran, di samping sebagai sarana pengangkutan dapat berfungsi sebagai penghubung untuk menjangkau seluruh wilayah melalui perairan yang dapat pula memperat hubungan antar-negara dan antar-bangsa terutama dalam lalu lintas perdagangan internasional, guna mendukung, menunjang, dan menggerakkan pembangunan nasional. Kapalnya sendiri, sebagai sarana penunjang utama dalam pelaksanaan penyelenggaraan pengangkutan di laut dalam kegiatan bisnis mempunyai nilai yang sangat tinggi. Peraturan Pemerintah No.2 tahun 1969 yang kemudian digantikan oleh Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1988 memperingan persyaratan perizinan bagi suatu perusahaan pelayaran, yaitu cukup dengan hanya memliki 1 (satu) unit kapal yang berbendera Indonesia dalam keadaan laik laut. Dengan adanya keharusan pemilikan kapal sendiri untuk berusaha dalam bidang pelayaran, maka perusahaan pelayaran berusaha melalui sistem pembiayaan yang biasanya dalam bentuk pinjaman baik dari dalam maupun dari luar negeri untuk pengadaan kapal. Sistem pembiayaan dalam bentuk pinjaman tersebut diperlukan tidak saja untuk sekedar memenuhi persyaratan perizinan usaha pelayaran yang baru didirikan tetapi juga untuk meremajakan atau menambah jumlah armada bagi perusahaan-perusahaan pelayaran yang telah lama beroperasi. Untuk realisasi perolehan pinjaman tersebut kapal (dapat) dijadikan sebagai objek jaminan. Kita pun menyadari bahwa guna pembangunan dan pengembangan armada pengangkutan laut, dibutuhkan modal dan biaya yang sangat besar. Pembiayaan untuk mengadakan kapal sangat mahal. Namun pembiayaan tersebut dapat diperoleh dengan jalan melalui pinjaman, Pemberian pinjaman atau pemberian kredit tentu memerlukan jaminan. Penyediaan jaminan merupakan hal yang teramat penting dalam memperoleh uang ataupun modal baik dari perorangan atau bank.
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T10280
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>