Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Roni Fauzan
Abstrak :
Pembangunan adalah suatu proses perubahan untuk menuju suatu keadaan yang lebih baik, yaitu peningkatan kualitas hidup masyarakat. Oleh karena itu pembangunan adalah merupakan suatu proses perubahan dari suatu kondisi yang dianggap tidak menyenangkan kepada suatu kondisi atau suatu keadaan kehidupan yang dianggap lebih baik atau menyenangkan, baik secara material maupun spiritual. Dengan kondisi yang sangat memprihatinkan pada saat ini yaitu terjadinya krisis ekonomi yang melanda hampir seluruh negara Asia, dampak dan krisis yang paling berat adalah kemunduran dari pertumbuhan ekonomi dan khusus untuk Indonesia pada tahun 1998 mengalami pertumbuhan negatif dengan angka cukup besar yaitu 13, 4 % dan mulai membaik pada awal dan pertengahan tahun 1999 tetapi dengan pertumbuhan yang masih negatif. Dalam usaha untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, maka perlu untuk menggali potensi-potensi yang dimiliki daerah didalam menunjang pembangunan nasional khususnya dalam memacu pertumbuhan ekonomi, karena keberhasilan pembangunan nasional sangat ditentukan oleh kemampuan daerah didalam menggali potensi-potensi sumber daya yang dimilikinya untuk meningkatkan perekonomian daerah itu sendiri pada khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya. Dengan disyahkannya UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah diharapkan dapat memberikan dampak yang positif bagi Daerah dalam upaya untuk meningkatkan kemannpuannya menyonsong era globalisasi perekonomian dunia. Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah tersebut pada Pasal 7 ayat 1 menyatakan bahwa kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik Iuar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain Sedangkan pasal 10 ayat 1 menyatakan bahwa daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang berada di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan kewenangan otonomi luas yang mencakup kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan pemerintahan baik dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi, maka daerah harus mengembangkan sumber dayanya, terutama sumber daya manusia dalam upaya untuk menggali dan memanfaatkan sumber daya alam untuk mening)catkan perekonomiannya sehingga tidak tertinggal dengan daerah-daerah lainnya. Untuk itu peranan perencanaan sebagai tahap awal dari proses pelaksanaan pembangunan menjadi sangat penting. Pentingnya peranan perencanaan ini dikarenakan apabila didalam proses perencanaan dalam upaya untuk pencapaian tujuan yang diharapkan mengalami kesalahan, maka selain ketidakberhasilan mencapai tujuan tersebut, juga terjadinya pemborosan dalam penggunaan sumber daya, dana dan waktu. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sanggau pada Pelita VI (untuk empat tahun pertama), relatif tinggi yaitu mencapai angka 11,46 % pertahun, dan merupakan pertumbuhan tertinggi diantara 7 kabupaten se-Kalbar, serta di atas pertumbuhan ekonomi Kalbar (7,74 %).
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T1820
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Budi Santoso
Abstrak :
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dan empiris, dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat ini. Kemudian secara deduktif diinterprestasikan untuk menjawab masalah-masalah yang ada. Pejabat Pembuat Akta Tanah selaku pejabat yang berwenang dalam bidang tertentu yang menyangkut pertanahan, mempunyai kedudukan yang sangat strategis selaku penunjang dalam Pendapatan Asli Daerah, dalam hal ini sesuai penelitian di wilayah kota Jakarta Selatan, melalui Surat setoran asli pajak yang diperlihatkan kepadanya sebagai bukti telah dibayarkannya pajak atas tanah yang merupakan milik orang yang akan mengalihkan tanahnya kepada orang lain sebelum akta pemindahan hak atas tanah itu dibuat.Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, memberikan keleluasaan kepada daerah untuk mengurus daerahnya atas prakarsa sendiri, tidak terkecuali bidang pertanahan. Bidang pertanahan inilah yang merupakan tugas dan kewenangan PPAT selaku pejabat yang ditunjuk oleh Undang-undang untuk membuat akta-akta berkenaan dengan perbuatan hukum tertentu mengenai tanah. Pelaksanaan Otonomi Daerah di bidang pertanahan memberikan kontribusi pada penerimaan daerah dalam bentuk pajak,dimana PPAT selaku penunjang panerimaan pajak di daerah yang berkaitan dengan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, dimana disebutkan bahwa perolehan dari BPHTB, untuk pusat sebesar 20% sedangkan untuk daerah sebesar 80%. Penerimaan daerah yang sangat besar ini dapat meningkatkan Pendapatan. Asli Daerah yang nantinya dapat digunakan untuk pengembangan daerah secara luas. PPAT selaku Salah satu ujung tombak penerimaan negara dari sektor pajak telah banyak memberikan kontribusi bagi Pemerintah Daerah, maka sudah selayaknya PPAT mendapatkan insentif fiskal dan medali atas hasil kerja kerasnya membantu pemerintah dalam penerimaan pajak, dan Selayaknya pula PPAT sekiranya mendapat insentif non fiskal berupa kavling/tanah bagi PPAT yang telah banyak memberikan kontribusi kepada daerah dan meminta kelonggaran pajak, karena PPAT telah banyak membantu instansi pajak dalam penerimaan pendapatan bagi kantor pajak setempat.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T16259
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Susandi
Abstrak :
Pembentukan peraturan daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah tidak dapat dilepaskan dari konteks negara kesatuan republik Indonesia, sehingga peran pemerintah pusat dalam mengontrol dan mengendalikan kebijakan daerah sangat diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang tertuang dalam peraturan daerah. Tesis ini membahas mengenai urgensi dan kewenangan sinkronisasi rancangan peraturan daerah oleh pemerintah pusat sekaligus merumuskan mekanisme sinkronisasi yang lebih efektif dan sesuai dengan konteks negara kesatuan yang menerapkan otonomi daerah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat urgensi yang tinggi dalam pelaksanaan sinkronisasi rancangan peraturan daerah sehingga perlu adanya penyesuaian atau perubahan atas peraturan perundang-undangan yang ada sebagai payung hukum dilakukannya sinkronisasi tersebut. Di samping itu, dari sisi instansi yang tepat dalam melakukan sinkronisasi, menurut penulis adalah instansi Kementerian Hukum dan HAM karena beberapa alasan yaitu, tugas fungsi Kementerian Hukum dan HAM adalah di bidang hukum peraturan perundang-undangan dan pembinaan hukum secara nasional, memiliki sumber daya manusia yang mencukupi baik dari sisi kuantitas dan kualitas, memiliki lembaga/instansi vertikal di semua daerah di Indonesia, pimpinan instansi vertikal di daerah diangkat dari hasil open bidding bukan dari proses politik sehingga lebih profesional.
The formation of local regulations by the local government can not be separated from the context of the united republic of Indonesia, so the role of the central government in controlling the regional policy is very necessary in the implementation of local government as stated in local regulations. This thesis discusses the urgency and authority to synchronize regional regulation drafts by the central government and formulating a more effective synchronization mechanism and in accordance with the context of a unitary state that implements regional autonomy. The research method used in this research is normative research method. The results of this study indicate that there is a high urgency in the implementation of the synchronization of the draft local regulations so that there needs to be adjustments or changes to existing legislation as a legal norm of the synchronization. In addition, in terms of the appropriate agencies in synchronizing, according to the author is the Ministry of Justice and Human Rights for several reasons namely the duties of the functions of the Ministry of Justice and Human Rights is in the field of law legislation and national law development, has a source sufficient human power in terms of quantity and quality, have vertical institutions in all regions in Indonesia, the head of vertical institutions appointed from the open bidding results not from the political process so more professional.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50324
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Dzul Ikhram Nur
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan Sekretaris DPRD dalam sistem pemerintahan daerah, dan untuk mengetahui tanggung jawab Sekretaris DPRD dalam sistem pemerintahan daerah. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis-normatif guna mendapatkan hasil penelitian yang relevan. Penelitian dilakukan dengan Pendekatan perundang-undangan, Pendekatan kasus, dan Pendekatan historis. Bahan-bahan hukum yang digunakan oleh penulis adalah; Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat seperti peraturan perundang-undangan dan Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer, serta bahan hukum tersier. Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan juga pengumpulan data dengan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, seluruh peraturan perundangundangan, baik undang-undang maupun peraturan pemerintah, baik yang pernah maupun sedang berlaku, menempatkan kedudukan Sekretaris DPRD sebagai bagian dari ranah lembaga eksekutif. Hal ini dikarenakan Sekretariat DPRD yang dipimpin oleh Sekretaris DPRD merupakan unsur dari perangkat daerah yang kedudukan, susunan organisasi, perincian tugas dan fungsi, serta tata kerjanya ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah yang merupakan wewenang dari seorang Kepala Daerah. Kemudian, jabatan Sekretaris DPRD telah diatur dalam peraturan perundang-undangan sejak tahun 1948 melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Penetapan Aturan-Aturan Pokok Mengenai Pemerintahan Sendiri Di Daerah-Daerah Yang Berhak Mengatur Dan Mengurus Rumah Tangganya Sendiri, akan tetapi perihal tanggung jawab Sekretaris DPRD secara eksplisit baru mulai diatur pada tahun 1999 melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pada mulanya Sekretaris DPRD diatur bertanggung jawab kepada Pimpinan DPRD, namun dalam perkembangannya terjadi perubahan yang dimulai pada tahun 2004 dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan tersebut adalah yang awalnya bertanggung jawab sepenuhnya kepada Pimpinan DPRD menjadi bertanggung jawab secara teknis operasional kepada Pimpinan DPRD dan bertanggung jawab secara administratif kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Perubahan tersebut berlaku hingga saat ini.
This study aims to determine the position of the Secretary of the DPRD in the system of regional government, and to know the responsibilities of the Secretary of the DPRD in the system of regional governance. This study uses juridical-normative research to obtain relevant research results. This research was conducted with a legal approach, case approach, and historical approach. The legal material used by the author is; Primary Legal Material is a legal material that has binding power such as laws and regulations and Secondary Legal Materials, which are non-binding legal materials but explain primary legal materials, as well as tertiary legal materials. Collection of legal material in this study is literature study and also data collection by interview. The results of the study show that, all laws and regulations, both government laws and regulations, both past and present, place the position of Secretary of the DPRD as part of the realm of the executive body. This is because the DPRD Secretariat, which is chaired by the Secretary of the DPRD, is an element of the regional apparatus whose position, organizational structure, details of their duties and functions, and their work procedures are determined by the Regional Head Regulation which is the authority of a Regional Head. Then, the position of Secretary of the DPRD has been regulated in laws and regulations since 1948 through Law No. 22 of 1948 concerning the Establishment of Basic Rules Regarding Self-Governing in Regions that have the right to Regulate and Manage Their Own Households, but regarding responsibility. The Secretary of the DPRD explicitly only began to be regulated in 1999 through Law Number 22 of 1999 concerning Regional Government. At first the Secretary of the DPRD was regulated to be responsible to the leadership of the DPRD, but in its development there were changes which began in 2004 with the enactment of Law Number 32 of 2004 concerning Regional Government. These changes are those that are initially fully responsible to the leadership of the DPRD to be technically responsible for the operation of the DPRD leaders and administratively responsible to the regional head through the Regional Secretary. This change is valid until now.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49893
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Menjelang dan sesudah tanggal 1 Januari 2001, hari pencanangan otonomi daerah dan desa di seluruh Indonesia, semua surat kabar dan majalah memberi perhatian banyak pada peraturan-peraturan serta pelaksanaannya di daerah. Dari pihak Pemerintah dinyatakan, bahwa sudah cukup banyak peraturan pemerintah dan peraturan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah diterbitkan, sehingga diharapkan tidak akan terjadi masalah-masalah yang akan menghambat. Meskipun pihak Pemerintah mengetahui bahwa tahap awal dari pelaksanaan otonomi itu akan mengalami banyak hambatan dan masalah, namun sebagai Pemerintah tidak ada pilihan lain daripada menyatakan pada masyarakat, bahwa semua usaha sudah dijalankan untuk menjamin kelancaran politik baru ini. Tetapi dari para pengamat dan calon pelaku otonomi didengar suara yang minta perhatian atas gejolak-gejolak administrasi, politis, dan sosial karena belum kelihatan jalan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang sudah dijelas ada di depan mata mereka.
JSI 5 (2001)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
H.A.W. Widjaja,1940-
Jakarta: Rajawali, 2009
352.14 WID o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Nirmala Yekti
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang pengaturan mengenai politik hukum negara terhadap mekanisme pengisian jabatan gubernur sebagai kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, beserta undang-undang organiknya yang secara khusus mengatur mekanisme pengisian jabatan gubernur yaitu undang-undang organiknya yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juncto Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubabahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan. Jenis penelitian dalam tesis ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan analitis dan pendekatan perundang-undangan. Penelitian ini secara khusus membahas kesesuaian tafsir pembentuk undang-undang (DPR dan Presiden) terhadap ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945, membahas kesesuaian undang-undang yang mengatur pengisian jabatan gubernur terhadap ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945, konsep mekanisme pengisian jabatan gubernur yang diatur dalam UU No.21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Papua, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, UU No. 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Rancangan Undang-Undang Tentang Pemilihan Kepala Daerah, serta konsep mekanisme pengisian jabatan Gubernur di masa mendatang.
ABSTRACT
This thesis discusses the politics of state law setting the charging mechanism of the office of governor as the head of the local government as stipulated in Article 18 paragraph (4) of the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945, along with the organic laws that specifically regulate the charging mechanism governorship, the organic laws are law Number 32 Year 2004 on Regional Government in conjunction with law Number 12 Year 2008 concerning the Second Amendment to Law Number 32 Year 2004 on Regional Government. The type of research in this thesis is a normative legal research with analytical and legislation approach. This study specifically addresses the suitability interpretation legislature (the House of Representatives and the President) to the provisions of Article 18 paragraph (4) Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945, discusses the suitability of the laws that govern filling the office of governor of the provision of Article 18 paragraph (4) Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945, the concept of charging mechanism of governorship as provided in Law Number 21 Year 2001 on Special Autonomy, Law Number 11 Year 2006 concerning Aceh Government, Law Number 13 Year 2012 concerning Privileges Yogyakarta, draft law on local elections, as well as the concept of charging mechanism of the post of Governor in the future.
2013
T32580
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Nasrulloh
Abstrak :
Penelitian ini mengkaji mengenai Badan Usaha Milik Daerah yang berbadan hukum Perseroan Terbatas yakni bagaimana Pendirian, Pembubaran dan Dampak Hukum atas Pembubaran yang tidak ditindaklanjuti dengan likuidasi. Metode penelitian yang dipergunakan adalah yuridis normatif dengan studi kasus pembubaran PT Rumah Sakit Haji Jakarta. Sebagai Badan Usaha Milik Daerah maka baik pendirian maupun pembubaran didahului dengan Peraturan Daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 331 ayat (2) junto Pasal 342 ayat (1) UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah setelah itu mengikuti ketentuan tentang perseroan terbatas sebagaimana Pasal 339 ayat (2) UU Nomor 23 tahun 2014. Dalam hal terjadi pembubaran Perseroan, tidak serta merta perseroan tersebut hanya diwacanakan saja; terdapat tahapan-tahapan yang harus dilanjutkan. Pasal 142 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 mengisyaratkan bahwa Pembubaran Perseroan tersebut wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator; dan Perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk membereskan semua urusan Perseroan dalam rangka likuidasi. Undang-Undang Perseroan Terbatas mengatur bahwa selama pemberitahuan pembubaran perseroan tidak dilakukan sesuai dengan Pasal 147 UU PT, maka pembubaran perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga dan pembubaran perseroan tidak mengakibatkan perseroan kehilangan status badan hukumnya sampai dengan selesainya likuidasi dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan. Akibat dari pembubaran perseroan, maka setiap surat keluar perseroan dicantumkan kata "dalam likuidasi" di belakang nama perseroan tersebut. Namun pada prakteknya, pembubaran Perseroan tidak diikuti dengan penghapusan Badan Hukumnya. Hal ini seperti yang terjadi pada PT Rumah Sakit Haji Jakarta. Langkah seperti ini sebenarnya memiliki implikasi hukum, seperti masih adanya beban pajak yang pada Perseroan tersebut serta belum adanya implikasi hukum pembubarannya pada pihak ketiga. Oleh karenanya menjadi penting untuk melakukan pembubaran Perseroan Terbatas sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Sehingga Badan Hukum yang ada benar-benar terhapuskan sehingga tidak memiliki dampak yuridis yang negatif. ......This research studies regarding the Local Government Owned Enterprise incorporated under the laws of how to Establishment, Dissolution and Liquidation of the impact of the above Law is not followed by liquidation. The research method used is a normative juridical dissolution case studies PT Rumah Sakit Haji Jakarta. As the Local Enterprise both the establishment and dissolution preceded by local regulation as stipulated in Article 331 paragraph (2) jo Article 342 paragraph (1) of Law No. 23 of 2014 on Local Government after it followed the provisions of the limited liability company as Article 339 paragraph ( 2) Act No. 23 of 2014. In the event of dissolution of the Company, it is not only discourse; There are steps that must be followed. Article 142 Paragraph (2) of Law No. 40 of 2007 suggests that the Liquidation of the Company shall be followed by liquidation conducted by a liquidator or curator; and the Company is not able to take legal actions, unless required to clean up all the affairs of the Company in order to liquidation. Limited Liability Company Act provides that during the dissolution of the company's notification is not made in accordance with Article 147 of Company Law, the dissolution of the company does not apply to third parties and the company does not result in the dissolution of the company's loss of legal status until the completion of the liquidation and the liquidator liability is accepted by the RUPS/GMS or court . As a result of the dissolution of the company, then any outgoing mail listed company in liquidation word behind the company name. However, in practice, the dissolution of the Company is not followed by the removal of Legal Entity. It's like that happened at PT Rumah Sakit Haji Jakarta. Such measures have actually had legal implications, such as the persistence of the tax burden on the company as well as the absence of the legal implications of its dissolution on third parties. It is therefore important to perform the dissolution of Limited Liability Company in accordance with applicable laws. So that the legal entity that is completely erased so do not have a negative impact juridical.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T43242
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>