Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erna Widjajati
"Dalam mengkaji masalah penahanan kapal, dilihat dari segi Hukum Indonesia dan hukum lain, khususnya hukum Common Law, diusahakan menemukan kesamaan dan perbedaannya, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai pedoman dalam usaha perencanaan dan pembentukan hukum maritim di Indonesia. Masalah 'penahanan kapal' hukum Indonesia yang menganut sistem Civil Law ternyata berbeda dengan sistem Common Law yang banyak diikuti oleh konvensi Internasional, tetapi dengan adanya konvensi untuk unifikasi peraturan penahanan kapal (arrest kapal) dapat diakomodasikan dalam Hukum Acara Perdata Nasional. Jika diperhatikan ketentuan beberapa negara yang menganut sistem Eropa Kontinental, prosedur tuntutan terhadap penahanan kapal agak berbeda dengan negara-negara yang menganut sistem Common Law, terutama mengenai jenis-jenis klaim yang dapat menimbulkan tuntutan terhadap penahanan kapal. Praktek di Pengadilan Negeri eksekusi terhadap hipofik kapal sama dengan eksekusi hipotik tanah (barang tidak bergerak) karena menggunakan Pasal 224 HIR jo 195 HIR sampai dengan 200 HIR dan tidak menggunakan Pasal 559 - 599 Rv. Apabila dibandingkan, praktek pelaksanaan arrest kapal sebagai sita jaminan di Indonesia dilakukan oleh juru sita dengan menyampaikan penetapan Ketua Pengadilan kepada Nahkoda dan Syahbandar di mana kapal tersebut ditahan, oleh karena itu prosedur sita terhadap kapal, baik sita jaminan atau sita eksekusi, agak berlarut-larut, sedangkan menurut sistem hukum Common Law, prosedur untuk menahan kapal sejak diajukan aplikasi permohonan hanya memakan waktu tiga hari, dan tergugat baru dapat melepaskan kapalnya setelah menyerahkan sejumlah uang jaminan sebesar utang yang dituntut kepada pengadilan. Dalam tulisan ini, Penulis mengkaji masalah penahanan kapal, berturut turut penahanan kapal Joharmanik I dan II dan selanjutnya penahanan kapal Niaga XXXI, serta perkara perdata antara Ambach Marine Ltd. sebagai penggugat dan PT Pelayaran Badra Samudra Antar Nusa sebagai Tergugat yang menyangkut di dalamnya sita jaminan dan eksekusi atas kapal. Dalam permohonan Peninjauan Kembali PT Pelayaran Badra Samudra Antar Nusa sebagai Penggugat dan Hima Shipping (PTE) Ltd sebagai Tergugat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melda Kamil Ariadno
Jakarta: UI-Press, 2015
PGB 0302
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Mochtar Kusumaatmadja
Bandung: Binacipta, 1986
341.44 MOC p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Vollmar, Hendrik Frederik Arnold
Haarlem: H.D.Tjeenk Willink and Zoon N.V., 1952
BLD 343.096 VOL z
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Singh, Nagendra Kumar
London: Stevens and Sons, 1983
344.45 SIN i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkarnain
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T36174
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Prijanto
Malang: Bayumedia, 2007
341.7 HER h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pudia Hwai Willy Wibowo
"Mahkamah Pelayaran merupakan lembaga quasi yudisial yang melaksanakan fungsi yudisial (mengadili) dalam hal terjadinya kecelakaan kapal, walaupun tidak termasuk peradilan yang secara limitatif diatur dalam Undang- Undang tentang Kekuasaan Kehakiman. Permasalahan muncul saat pihak yang diperiksa dan dijatuhi sanksi oleh Mahkamah Pelayaran ternyata diproses kembali secara pidana dan kemudian dalam penjatuhan sanksi pidananya, hakim juga menggunakan putusan Mahkamah Pelayaran sebagai bahan pertimbangannya dalam menjatuhkan putusan. Walaupun begitu ternyata dua kali pemrosesan tidak melanggar asas Ne Bis In Idem dengan tidak terpenuhi dua syarat keberlakuannya, serta penggunaan putusan Mahkamah Pelayaran tidak akan melanggar asas Non-Self Incrimination tergantung dari cara penggunaannya.

Voyage Court is a quasi-judicial institution which perform judicial functions (try) in the event of ship accident, although not included in the limitative regulated court in the Law of Judicial Power. Problems arise when party are examined and sanction by the Voyage Court turned out to be processed again in a Criminal Court and at the imposition of criminal sanctions, the judge also uses Voyage Court decision as a consideration material for its decision. Although the twice processing itself does not violate the principle of Ne Bis In Idem with some of the unmet requirements and the use of Voyage Court decision would not violate the principle of Non-Self-Incrimination depending on how to use it."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S22602
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Edwin Anggadinata Wirtadjaja
"Dalam kegiatan perdagangan nasional dan internasional yang semakin berkembang menjadikan pengangkutan barang melalui laut memegang peranan yang penting dalam penyelenggaraan pengangkutan laut, pengangkutan barang melalui laut melibatkan banyak pihak. Pencarter Kapal dan Pemilik Kapal merupakan suatu pihak yang selalu ada di dalam perjanjian carter kapal. Perjanjian carter kapal memegang peranan penting dalam mengatur mengenai tanggung jawab kedua belah pihak pada keseluruhan proses pengangkutan. Termasuk pula kewajiban pihak-pihak yang terkait, seperti tindakan apa saja yang dapat atau tidak dapat dilakukan oleh nakhoda. Berkaitan dengan penulisan hukum yang dilakukan, ketika timbul permasalahan mengenai tindakan nakhoda yang melakukan perbuatan melanggar hukum dengan tidak mengikuti perintah pencarter kapal, maka para pihak harus merujuk pada perjanjian carter yang digunakan serta peraturan perundang-undangan terkait. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normative yang menitikberatkan pada data sekunder dan data kepustakaan sebagai sumber utama serta hukum positif yang berlaku, antara lain konsep-konsep pengangkutan laut, teori-teori tanggung jawab para pihak dalam perjanjian carter, serta Hague Visby Rules 1968 dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

The carriage of goods by sea in national and international scope nowadays is rapidly growing as a result of commercial business that is also developing. There are many parties involve in the process. In most of the charterparty, shipowener and charterer were existed. The charterpary itself holds a significant part of the whole process, as it stipulates both parties’ responsibilities and the ship’s master duty within the agreement. In relation with this project, when there is a problem arising out of tort by the master, then the shipowner and the charteret must refer to the charterparty and to the prevailing laws. The method of this final project is a normative juridical, which emphasize on the secondary data and literature study as its primary source and also the governing law and regulation. These data would be in the form of concepts in shipping law, responsibilities and liabilities of parties within charterparty theories, as well as Indonesian Commercial Code and the Hague Visby Rules 1968.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35293
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
[Universitas Gajah Mada. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia],
MK-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>