Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000
355.03 Hub
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ratno Pajar Pariyuda
"Penelitian ini membahas mengenai relasi sipil-militer di Brasil pada masa pemerintahan Presiden Luiz Inacio da Silva (2002-2009) berdasarkan pada landasan argumen teori yang dikembangkan oleh Alfred Stepan yakni tentang Teori Hak Istimewa Militer. Kajian utama yang dijadikan pembahasan di dalam skripsi ini adalah mengenai Strategi Kebijakan Nasional Brasil tahun 2008, dinamika relasi Kementerian Pertahanan Brasil dengan militer, dan faksionalisasi militer Brasil pada masa Presiden Luiz Inacio da Silva. Ketiga hal tersebut merupakan refleksi dari relasi sipil-militer Brasil pada masa pemerintahan Presiden Lula (2002-2009).

The focus of this study is to explain about Brazil civil-military relations under the authority of President Luiz Inacio da Silva (2002-2009), and based on with basic theory of Alfred Stepan that is Military Privilege Right Theory. The point of this problems are to know about National Strategy of Defence 2008, dynamic relations on Brazil Ministry of Defence with military, and factionalisation of Brasil Military under the authority of Presiden Luiz Inacio da Silva’s era. They reflected from Brazil civilmilitary relations under Presiden Luiz Inacio da Silva (2002-2009)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Nur Ihsan Ayyasy
"Militer di Indonesia memiliki sejarah panjang terlibat dalam berbagai urusan sipil. Namun kali ini keterlibatan militer berbeda yakni pada sungai Citarum yang merupakan sungai terkotor di dunia. Keterlibatan tersebut merupakan sebuah bentuk anomali dari tugas tradisional militer yang umum sehingga menarik untuk diteliti. Penelitian ini ingin mengetahui apa sebenarnya yang terjadi dibalik terlibatnya militer dalam program pemulihan lingkungan Citarum Harum pada tahun 2018. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif secara naratif deskriptif dan diharapkan dapat menjelaskan fenomena keterlibatan militer serta bentuk pemulihan lingkungan di Citarum. Temuan dari penelitian ini menunjukkan, terlibatnya militer dalam Citarum dikarenakan konkordansi antara pemerintah, masyarakat dan militer melihat permasalahan Citarum. Kesepakatan terlibatnya militer ini didasari dari inisiatif Pangdam III Siliwangi, yang sejalan dengan faktor lain yakni kondisi ancaman lingkungan Citarum, program-program sebelumnya yang tidak berhasil, dan kebutuhan mendesak permasalahan Citarum sesegera mungkin. Kemudian dari terlibatnya militer dalam urusan Citarum terdapat dua pengaruh yang signifikan kerjasama antar militer dengan sipil dan membaiknya kondisi lingkungan DAS.

Indonesia has a long history of military involvement in various civil affairs. However this time it is different, specifically in the environmental affairs of the dirtiest river in the world, Citarum. This involvement strays from the traditional military tasks that are commonly known, which therefore renders it a fascinating study. This research aims to uncover the truth behind military involvement in the Citarum Harum environmental recovery program in 2018. This research was conducted using qualitative descriptive narrative methods and was expected to explain the phenomenon of military involvement and the forms of environmental recovery in Citarum. Findings of this research indicate that military involvement is due to a concordance between the government, local people and the military in lieu of the Citarum issue. The agreement on military involvement was based on the initiative of the Siliwangi Military Commander, which is in line with other factors, namely the threat condition of the Citarum environment, unsuccessful previous civilian programs, and the need to resolve Citarum's problems as soon as possible. From the involvement of the military in Citarum there are two significant influences, namely the cooperation between the military and civilians and the improving environmental conditions of the watershed."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidi
"Tesis ini membahas Hubungan antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik Indonesia (Polri) pasca reformasi. Penelitian ini dinilai penting karena belum ada Tesis yang membahas permasalahan ini. Disamping itu penelitian ini bisa memberikan masukan mengenai prospek hubungan TNI dan Polri ke depan dan bisa diketahui juga sebab-sebab konflik antara TNI dan Polri.
Tesis ini diklasifikasikan menjadi tiga bagian pembahasan, yaitu tentang hubungan TNI dan Polri sebelum masa reformasi, realisasi pemisahan TNI dan Polri, serta hubungan TNI dan Polri ke depan.
Permasalahan yang ingin dibuktikan oleh Tesis ini adalah mengapa harus ada pemisahan TNI dan Polri, bagaimana dampak dari penetapan TAP MPR-RI No. VI dan VII Tahun 2000 yang berisi realisasi pemisahan TNI dan Polri, dan bagaimana prospek hubungan TNI dan Polri ke depan.
Dengan menggunakan empat kerangka teori, yaitu profesionalisme militer, keamanan nasional (National Security), konflik TIN dan Polri, dan hubungan sipil militer. Akhirnya Tesis ini berkesimpulan bahwa pemisahan TNI dan Polri harus dilakukan karena kedua institusi itu mempunyai tugas yang berbeda. Realisasi pemisahan TN1 dan Polri berdampak pada intensitas konflik semakin kentara. Kemudian prospek hubungan antara kedua institusi itu ke depan akan diwarnai banyak bentrokan kalau tidak secepatnya ditetapkan suatu konsep keamanan nasional yang jelas.
Bentrokan antara TNI dan Polri lebih dipicu oleh dua hal yaitu perebutan lahan dan persaingan korps organisasi. Hubungan antara tentara dan polisi dilapangan secara intensif dalam berbagai arena bisnis gelap dan menjadi backing dalam jaringan judi togel dan narkoba merupakan wahana yang rawan terjadinya konflik antara keduanya.
Dalam rangka membangun hubungan yang ideal antara TNI dan Polri penting kiranya supaya kedua institusi itu mulai untuk mereduksi peran mereka dalam berbagai urusan yang di luar tanggungjawabnya. Dengan berdasar pada politik keamanan yang ada maka pengaturan pemisahan atas tugas pertahanan yang di dalamya TNI sebagai komponen utama dan untuk urusan keamanan umum (kamtibmas) dengan Polri sebagai komponen utamanya perlu diperjelas hubungan dan mekanismenya.

After Reformation of Relationship between TNI and POLRI in 2000-2004: Problem and ProspectusThis thesis will discusses of relationship after reformation between Polri and TNI. This research is important because there is no thesis discussed with this problem. Beside that is this research can be included between prospect Polri and TNI in the future and can also known conflict between Polri and TNI.
Classification this thesis as three part discussed, that is about relationship before during Poll and TNI reformation, realized of separation in Path and TNI, and relationship between Polri and TNI in the future.
The problem want to be proofed by this thesis is why must be discrimination in Pohl and TNI, how to impact for TAP MPR-RI No. VI and VII in 2000 decision is realize substance of separation Polri and TNI, and how to the prospect relationship between Polri and TALI in the future.
By the purpose four theoretical framework, that is Military Professionalism, National Security, Conflict of Polri and TNI, and relationship between civil and military, and the end this thesis is conclusion that separation in Polri and TNI must be do it because the job in two institution is the different Realize of separation Polri and TNI will indicated more visible to intensity with the conflict. And then prospect of relationship between two institution for the future will many clash if does not clearly concept of constituent in National Security.
In the draft to build up for ideal relationship between Paid and TNI, maybe this important so that two institution will begin to reduction for their job in the other responsibility. By the basic at character in Security political there is separation function in the security of duty in TNT as primary component and for the General Security of duty (Kamtibmas) by the Polri as primary component must be clearly for mechanism and relationship.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13365
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abas
"Penelitian ini berangkat dari asumsi bahwa di era pemerintahan demokratis baru di bawah kepemimpinan sipil, menarik militer dari bisnis tampaknya masih merupakan masalah besar karena masih relatif kecilnya alokasi anggaran militer yang disediakan. Dengan demikian, fokus permasalahan yang dimunculkan adalah bagaimana bisnis militer beroperasi sekarang ini dan bagaimana kontrol sipil atas bisnis militer.
Studi ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan melihat studi kasus bisnis militer di Era Reformasi sekarang ini. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan informan kunci seperti perwira aktif di Mabes TNI, purnawirawan, Sekjen Departemen Pertahanan, pengamat militer, pengusaha, dan staf ahli Yayasan Kartika Eka Paksi. Landasan teoritik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kontrol sipil atas militer. Teori ini antara lain menyatakan bahwa bila pemerintahan sipil tidak mampu memberikan anggaran yang mencukupi, menentukan prioritas dan strategi pertahanan, maka kontrol sipil atas bisnis militer menjadi lemah. Bila pemerintahan sipil gagal meningkatkan perkembangan ekonomi serta memelihara ketertiban, dan pada saat yang bersamaan institusi politik lemah serta para pemimpin politik menarik militer ke wilayah kepentingannya, maka kontrol sipil atas bisnis militer menjadi tidak efektif. Bila pemerintahan sipil menghadapi ancaman internal yang tinggi, maka kontrol sipil atas bisnis militer menjadi lemah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berjalannya bisnis militer sejak dahulu hingga kini karena tidak adanya peraturan dan undang-undang yang melarang praktek bisnis tentara. Temuan lain menunjukkan bahwa lemahnya otoritas sipil dan kukuhnya kekuatan militer menyebabkan lemahnya posisi tawar sipil di hadapan militer sehingga praktek bisnis tentara tetap beroperasi.
Keterbatasan anggaran negara untuk memberikan budget anggaran pertahanan serta keterpurukan ekonomi menambah lemahnya posisi pemerintah sipil di hadapan tentara karena tidak dapat memberi anggaran yang cukup untuk mereka sehingga membuat mereka merasa benar ketika melakukan praktek bisnis. Temuan penelitian ini sekaligus mendukung proposisi teori tersebut.
Penelitian ini antara lain berkesimpulan bahwa membangun TNI sebagai kekuatan yang profesional dalam pertahanan negara, tidak pada tempatnya membiarkan TNI mencari dan mengalokasikan anggarannya sendiri tanpa kontrol otoritas sipil. Karena itu, penelitian ini antara menyarankan bahwa supremasi sipil atas militer perlu segera ditegakkan, terutama sekali dalam hubungannya dengan bentuk kontrol atas anggaran di mana seluruh pendanaan militer mesti sepengetahuan DPR."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13782
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nordlinger, Eric A.
Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pelajaran Malaysia, 1986
320 NOR t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Siska Aprilia Prasetyanti
"Penelitian ini membahas mengenai strategi militer Korea Selatan di masa pemerintahan Presiden Kim Dae Jung yang diljelaskan melalui analisis geopolitik dan geostrategi dengan studi kasus insiden Laut Barat pada tahun 1999. Penelitian ini memakai metode penelitian Kualitatif dengan tujuan untuk mendeskripsikan strategi militer Korea Selatan dalam studi kasus yang diambil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi militer Korea Selatan dipengaruhi oleh geopolitik dan geostragi yang memperhitungkan pentingnya wilayah perbatasan (Laut Barat) dan penentuan garis batas (Northern Limit Line/NLL). Dalam hal ini meskipun Korea Selatan di masa pemerintahan Kim Dae Jung sedang dalam usaha berdamai dengan Korea Utara, namun pelanggaran perbatasan oleh Korea Utara akan tetap mendapatkan perlawanan dari militer Korea Selatan.

This study discusses the strategy of the South Korean military in the government of President Kim Dae Jung described through geopolitical and geostrategic analysis with case studies of the West Sea incident in 1999. This study used qualitative research methods in order to describe South Korea's military strategy in the case studies which taken. Results of this study showed that the South Korean military strategy was influenced by geopolitical and geostrategic which takes into account the importance of the border region (West Sea) and the determination of the boundary line (Northern Limit Line/NLL). In this case even though South Korea in the Kim Dae Jung government was attempting peace with North Korea, but the border violations by North Korea would still get resistance from the South Korean military."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47341
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aridho Pamungkas
"Penelitian ini membahas tentang Proses Kebijakan Pembelian Alutsista Sukhoi pada tahun 2003. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui latar belakang yakni kondisi alutsista Indonesia pasca Embargo Amerika Serikat. Tahap-tahap dan proses tarik-menarik kepentingan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada saat itu. Lebih dalam lagi, penelitian ini mengkaji soal anggaran pertahanan, sepesifikasi pesawat sejenis sukhoi, proses-proses persidangan dan konsensus di DPR. Pertanyaan pokok penelitian ini adalah bagaimana kewenangan kementerian perindustrian dan perdagangan dalam proses imbal beli alutsista sukhoi pada tahun 2003? Dan mengapa terjadi tarik-menarik kepentingan (power interplay) panja sukhoi di DPR?. Dengan sub-sub pertanyaan, Bagaimana rancangan anggaran pertahanan pada tahun 1999-2004? Apa saja pesawat yang sejenis dengan sukhoi? Bagaimana mekanisme imbal beli dengan pemerintah Rusia? Mengapa terbentuk panja sukhoi di DPR? Dan bagaimana proses konsensus antara DPR dan Pemerintah?.
Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Kebijakan. Dengan teori pendukung yakni teori kontrol sipil dan teori konsensus. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitis untuk menganalisa data-data yang diperoleh. Pengumpulan data diperoleh dari studi pustaka, observasi dan wawancara mendalam 8 informan dengan background: politisi, peneliti, militer, birokrat dan akademisi. Penelitian ini menemukan tentang proses perencanaan pembelian sukhoi yang tidak matang ditengah kondisi pasca krisis, era reformasi mengharuskan sipil (baca; DPR dan Menteri Pertahanan) memiliki otoritas menentukan kebijakan dalam proses pembelian sukhoi tersebut dan proses konsensus dari DPR kemudian direkomendasikan ke pemerintah untuk memperbaiki proses pembelian sesuai mekanisme prosedur yang ada.
Temuan penelitian ini adalah keputusan pemerintah dengan mekanisme imbal beli Sukhoi dan komoditi CPO, dimana mekanisme tersebut belum diatur di negara kita. Lebih kepada proses perencanaan yang kurang matang, padahal William Dunn menyebut proses perencanaan bagian dari proses penentuan kebijakan. Implikasi teoritis dalam penelitian ini menguatkan teori Huntington "civilian control objective" bahwaotoritas militer berada dalam otoritas rendah.Pada proses pembelian sukhoi, justru Kementerian Pertahanan yang pada saat itu dijabat oleh sipil yakni (alm) Matori Abdul Jalil tidak dilibatkan dalam proses imbal beli sukhoi tersebut, namun diambil alih oleh Mabes TNI menyalahi prosedur perundang-undangan. Hasil penelitian ini adalah proses konsensus sesuai dengan Teori Konsensus Arend Lijphart, dimana mayoritas anggota Komisi I DPR menyetujui untuk mengembalikan kewenangan kepada Kementerian Pertahanan dalam proses pembelian alutsista, bukan Kementerian Perdagangan yang menyalahi prosedur.

This study discusses The Process Alutsista Sukhoi Purchasing Policy in 2003. The purpose of this study to determine the background of the conditions of armaments Indonesia after the U.S. embargo. The stages and processes of conflicts of interest in the House of Representatives ( DPR ) at the time. More deeply, this study examines the matter of the defense budget, specs similar aircraft Sukhoi, court processes and consensus in Parliament. The central question of this research is how the authority of the ministry of industry and trade in the process of purchasing defense equipment returns Sukhoi in 2003? And why the tug of interest (power interplay ) Sukhoi in DPR?. With the sub- sub- questions, How to draft defense budget in 1999-2004? What are the similar to the Sukhoi aircraft? How counter trade mechanism with the Russian government? Why Sukhoi formed in DPR? And how the process of consensus between the Parliament and the Government?.
The main theory used in this study is the theory of policy. By supporting the theory of civilian control theory and the theory of consensus. This study used a qualitative approach with descriptive analytical method to analyze the data obtained. The collection of data obtained from literature, observation and in-depth interviews with eight informants background: politicians, researchers, military, bureaucrats and academics. The study found the planning process is not mature Sukhoi purchases amid post-crisis conditions, requires reform era civilian (read: the House of Representatives and the Secretary of Defense) has the authority to determine the policy of the Sukhoi purchase process and consensus process of the House of Representatives and then recommended to the government to improve the buying process appropriate mechanism ada.
Research Finding procedures of this study is the government's decision to buy Sukhoi and reward mechanisms CPO, where such mechanisms have not been regulated in our country. More to the planning process are less mature, whereas William Dunn calls this process a part of the planning decision-making process. The theoretical implications of this study corroborate the theory of Huntington "objective civilian control" military that authority are in the process of purchasing Sukhoi low. Since authority, the Ministry of Defence which is precisely at that time occupied by the civilian Matori Abdul Jalil is not involved in the purchasing process returns the Sukhoi, but was taken over by the TNI headquarters violated statutory procedures. These results are in accordance with the consensus process Consensus Theory Arend Lijphart, where the majority of members of Commission I of the House agreed to restore the authority of the Ministry of Defence in the process of purchasing defense equipment, not the Ministry of Commerce that violated procedures.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T39190
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kholidah Tamami
"ABSTRAK
Invasi Israel ke Libanon membuat Perserikatan Bangsa-bangsa membuat misi
perdamaian internasional yang diberi nama UNIFIL (United Nations Interim
Force in Lebanon. Untuk menyusun pasukan-pasukan dari negara-negara
anggotanya agar tergabung dalam UNIFIL, PBB melakukan seleksi terhadap
negara-negara anggotanya untuk berpartisipasi dengan cara memberian mandat
melalui Resolusi DK PBB 1701. Indonesia merupakan negara yang dimandatkan
oleh PBB setelah sebelumnya pasukan UNIFIL hanya diisi oleh negara-negara
anggota NATO (North Atlantic Treaty Organization).
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menekankan metode
studi kasus dari peristiwa yang terjadi di Libanon Selatan yang melibatkan
Indonesia sebagai pasukan pemelihara perdamaian (peacekeeper). Adapun
praktek pemeliharaan perdamaian (peacekeeping) yang dilakukan Indonesia
sesuai dengan landasan Politik Luar Negeri RI (Polugri).
Penelitian ini dilakukan berdasarkan fakta historis dimana pada tahun-tahun
militer Indonesia tergabung dalam UNIFIL telah membangun citra positif
Indonesia khususnya di Libanon. Hal tersebut berdasarkan temuan-temuan
mengenai banyaknya prestasi yang diperoleh Kontingen Garuda yang dibuktikan
dengan berbagai macam penghargaan baik oleh pemerintah Indonesia, pemerintah
Libanon maupun Perserikatan Bangsa-bangsa sehingga menjadi kebangaan
tersendiri bagi Indonesia.
Namun demikian, pemerintah Indonesia sepertinya tidak lantas berpuas diri
dengan prestasi yang telah dicapai oleh tentara militernya. Dengan posisi militer
Indonesia yang masuk dalam lima belas besar peringkat dunia, Indonesia masih
menginginkan masuk dalam posisi sepuluh besar peringkat militer dunia sehingga
untuk mencapai tujuan itu pemerintah terus melakukan upaya pembenahan
didalam tubuh militer, penambahan jumlah personil yang dilengkapi dengan skill,
penambahan anggaran yang menyesuaikan serta menjalin kerja sama dengan
aktor-aktor peacekeeping lainnya.

ABSTRACT
Israeli invasion to Southern Lebanon was responsed by the United Nations (UN)
to make the international peace mission called UNIFIL (United Nations Interim
Force in Lebanon). To prepare troops from member countries that are members of
UNIFIL, the UN undertook the selection by the UN Resolution called mandate.
Indonesia is one of UN members countries which is mandated by the UN after the
previous UNIFIL troops only be filled by the member countries of NATO (North
Atlantic Treaty Organization). A pride for Indonesia because through Tentara
Nasional Indonesia (TNI) in the name of nation internationally, but it is contrast
with what Indonesia’s had with alutsista is uncomplete.
This study used a qualitative approach by emphasizing the study method of the
ectivity that occurred in South Lebanon as involving Indonesian peacekeepers.
The practice of maintaining peace (peacekeeping) are conducted in accordance
with the foundation of Indonesian Politics of Foreign Affairs (Polugri), Concept
of Military Operations Other Than War (MOOTW) and defensive military
doctrine and form of implementation of International Cooperation.
This study was conducted based on the historical facts in the years in which the
Indonesian military have joined the UNIFIL build a positive image of Indonesia,
especially in Lebanon. It is based on the findings of the many achievements in
Garuda Contingent as evidenced by the various awards by the Indonesian
government, the Lebanese government and the United Nations so that it becomes
a moment of pride for Indonesia.
However, the Indonesian government seems not necessarily satisfied with the
achievements by military troops. By entering the Indonesian military position in
the world rankings fifteen, Indonesia still wanted inside the top ten world ranking
military so as to achieve the purpose that the government continues to make
efforts to reform the military in the body, increasing the number of personnel who
are equipped with skills, adding adjust budget and collaborate with other
peacekeeping actors."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>