Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 44 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raden Roro Upiek Ngesti Wibawaning Astuti
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian. Pemeriksaan larva B. malayi pada nyamuk secara konvensional (mikroskopis) banyak terdapat hambatan, antara lain nyamuk yang ditangkap harus langsung dibedah, memerlukan waktu yang lama, dan tidak spesifik karena larva dalam nyamuk sukar diidentifikasi terutama bila kepadatan larva dalam nyamuk rendah. Mengingat adanya kendala tersebut dikembangkan cara pemeriksaan nyamuk yang lebih cepat dan mudah yaitu melalui pendekatan biologi molekuler dengan Polymerase-chain reaction (PCR). Cara. PCR ini belum digunakan di lapangan sebagaimana cara mikroskopis. Berdasarkan hal diatas timbul pertanyaan apakah cara PCR dapat mendeteksi larva pada nyamuk dari lapangan. Penilaian angka prevalensi dan densitas mikrofilaria pada penduduk dilakukan berdasarkan pemeriksaan darah tebal (20ml). Proporsi infeksi pada nyamuk dihitung berdasarkan pemeriksaan sebagian sampel nyamuk langsung di lapangan dan cara PCR dilakukan di laboratorium terhadap sebagian sampel nyamuk yang disimpan dalam tabung yang mengandung silika. Hasil dan Kesimpulan Hasil pemeriksaan mikrofilaria B. malayi darah-malam penduduk menunjukkan prevalensi 18,3% untuk Desa Rogo dan 5,8% untuk Desa Mahoni. Hasil pemeriksaan nyamuk dengan cara mikroskopis di Desa Rogo adalah 2,6% dan Desa Mahoni adalah 1,1%. Pada pemeriksaan nyamuk secara PCR di Desa Rogo adalah 11,2% dan Desa Mahoni 3,2% positif mengandung DNA larva B. malayi. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan sangat bermakna (X2 = 22,24; P-values=0,001) antara Desa Rogo dan Desa Mahoni untuk pemeriksaan darah-malam penduduk, dengan densitas rata-rata 15,89 untuk Desa Rogo, sedang Desa Mahoni densitas rata-ratanya adalah 6,17. Hasil pemeriksaan nyamuk secara mikroskopis antara kedua Desa tidak menunjukkan perbedaan bermakna, namun pada pemeriksaan nyamuk secara PCR menunjukkan perbedaan bermakna (X2 = 4,74; P-values= 0,029). Perbedaan bermakna ditunjukkan antara cara mikroskopis dan cara PCR (X2 = 6,35; P-values-0,01), dan cara PCR memberikan nilai proporsi positif lebih tinggi yaitu 7,62% sedang cara mikroskopis adalah 1,90%, sehingga cara PCR dapat mendeteksi larva di dalam nyamuk lebih baik dari cara mikroskopis.
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Santoso
Abstrak :
ABSTRAK Penyakit demam berdarah sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat di Indonesia. Angka kesakitan dan luasnya wilayah terserang dari tahun ke tahun terus meningkat, dimana tahun 1992 angka kesakitan 9,45 % per 100.000 penduduk, meningkat menjadi 22,96 % per 100.000 penduduk tahun 1996. Daerah terserang berjumlah 187 kabupaten tahun 1987, meningkat menjadi 211 kabupaten tahun 1996. Penyakit demam berdarah ditularkan oleh nyamuk Ae.Aegypti dimana vektor ini banyak di jumpai di Indonesia. Penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit demam berdarah telah banyak dilakukan, tetapi faktor-faktor lainnya seperti kepadatan jentik, kepadatan vektor atau hal-hal lain yang sifatnya promotif dan preventif belum banyak dilakukan. Kepadatan jentik di suatu daerah akan berpengaruh langsung terhadap kepadatan vektor. Kepadatan vektor akan mempengaruhi tingkat resiko terjadinya penularan penyakit demam berdarah di suatu tempat. Dalam penelitian ini membahas hubungan beberapa faktor yaitu frekuensi PSN, keteraturan PSN, jumlah kontainer yang dimiliki serta jumlah kontainer yang diabatisasi dengan indek kontainer. Penelitian dilakukan di Kelurahan Sawangan Lama, menggunakan desain kasus kontrol dengan jumlah sarnpel 367 kasus dan 367 kontrol. Keterangan tabel, lihat pada PDF Disarankan bahwa penyuluhan kepada masyarakat dalam hal pelaksanaan PSN harus memperhatikan frekuensi dan keteraturan pelaksanaan, dimana kegiatan PSN harus dilakukan sekurang-kurangnya 1 kali dalarn 1 minggu. Disamping itu diharapkan kepada program pemberantasan penyakit demam berdarah di Indonesia untuk mempertimbangkan penggunaan indikator CI dan BI selain indikator HI yang selama ini dipakai untuk monitoring kepadatan jentik di suatu tempat.
ABSTRACT Household Factors Connected With Container Index In The District Of Sawangan Lama, Subdistrict Of Sawangan, Regency Of Bogor, In 1999Until now, the disease of dengue is problem of health for the people in Indonesia. The number of illness and the width of area, which is affected from the year-to-year, keep of rising. In 1992, number of illness as much as 9.45 % /100,000 populations, increased into 22.96 %/100,000 people in 1996. The affected area is amount as much as 187 regencies in 1987, increased into 211 regencies in 1996. The mosquito of Ae.Aegypti contaminates the disease of dengue where this vector is much found in Indonesia. The research on the factors connected with the existence of the disease of dengue has been much performed, but the other factors such as the density of mosquito larva or other which is promotive and preventive are not much performed. The density of mosquito larva in the area will influence the risk level of contagious of dengue in the area. In this research, it discusses the relation of several factors, namely PSN frequency, PSN orderliness, total owned container and total abated container with the container index. The research is performed in District of Sawangan Lama by using the Case Control design with the total samples as much as 367 cases and 367 controls. Keterangan tabel, lihat pada PDF It's suggested the information to the people in the case of PSN implementation should pay attention to the frequency and orderliness of implementation where PSN activity should be performed at least one time in a week. Besides, it's expected to the elimination program of dengue in Indonesia to consider the use of indicator CI and BI, besides the indicator HI, the old one has been used during this time to monitor the density of mosquito larva in the area. PSN: Breeding places mosquito control.
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puntodewo
Abstrak :
Demam Berdarah Dengue (DBD) penyakit yang sering menimbulkan kejadian luar biasa dan menyebabkan kematian, di Kabupaten Sambas setiap tahunnya selalu ada kasus DBD sehingga merupakan Kabupaten Endemis DBD di Kalimantan Barat. Kebiasaan rnenggunakan gentong untuk menampung air yang tidak ditutup menjadikan salah satu perindukan nyarnuk Aedes aegypti yang sangat potensial menimbulkan kasus DBD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tepung daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb) terhadap jentik (Aedes aegypti) di gentong. Rancangan penetitian ini adalah Eksperirnen Koasi sederhana karena adanya intervensi yang penulis lakukan yaitu dengan melakukan pembubuhan tepung daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb) ke dalam gentong yang biasa digunakan sehari - hari oleh masyarakat. Gentong yang digunakan berjumlah 39 buah dan berada di 3 rumah, jadi setiap rumah disiapkan 13 gentong dengan perincian 4 gentong dibubuhi 1900 ppm tepung daun pandan wangi, 4 gentong dibubuhi 2200 ppm tepung daun pandan wangi, 4 gentong dibubuhi 2500 ppm tepung daun pandan wangi dan 1 gentong tidak dibubuhi tepung daun pandan wangi (konsentrasi 0 ppm). Hasil penetitian menunjukkan bahwa pembubuhan tepung daun pandan dengan konsentrasi 1900 ppm, 2200 ppm dan 2500 ppm dapat menununkan jumlah jentik sampai tidak terdapat lagi jentik di gentong pada akhir pengamatan (96 jam). Waktu kontak tepung daun dengan jentik di gentong juga mempunyai pengaruh terhadap jumlah jentik dalam gentong, pengaruh yang bermakna terjadi setelah waktu kontak lebih dari 24 jam dan akhirnya tidak ada lagi jentik di gentong pada akhir pengamatan (96 jam). Disimpulkan bahwa pengaruh pembubuhan tepung daun pandan terhadap jumlah jentik di dalam gentong disebabkan adanya zat-zat yang terkandung dalam daun pandan wangi, salah satunya adalah saponin yang dapat menyebabkan dinding traktus digestivus dari jentik menjadi pecah dan akhirnya mati. Dari penelitian ini maka disarankan agar tepung daun pandan wangi dapat digunakan dimasyarakat terutama daerah yang sulit mendapatkan garam abate untuk membunuh jentik dalam gentong dengan dosis 19 gram sampai 25 gram setiap 100 liter air. Daftar Pustaka : 19 buah (1981 - 2003)
The Influence Of Pandan Wangi Leaves (Pandanus Amaryllifolius Roxb) Powder On Mosquitoe Larvae Aedes Aegypti In Sambas Distric In 2004Dengue fever is a disease that often cause outbreak and result in death. Sambas district (in west Kalimantan province) is categorized as an area endemic of dengue fever, as there are dengue fever cases identified every year. The habit of using ceramic water containers without a [id is a potential cause of dengue fever, as the containers become a breading place for the mosquitoes. This study to find out whether pandan wangi leaves powder has any influence on Aedes aegypti larvae in water containers. The design of study is simple experimental, where pandan wangi leaves powder were added to the water containers in homes. There were 39 water containers used in this study and located in 3 houses. In each house, there were I3 water containers in total, with 4 water containers being added pandan wangi leaves powder with a concentration of 1900 ppm, 4 containers with 2200 ppm, another 4 containers with 2500 ppm, and I containers were not being added with the powder at all (concentration 0 ppm). The result of the study show that the addition of pandan wangi leaves powder with the concentration of 1900 ppm, 2200 ppm, and 2500 ppm can decrease the number of mosquito larvae up to a point where no larvae was found alive at the end of observation period (96 hours). The period of contact of pandan wangi leaves powder with the mosquito larvae also had an effect on the number of larvae in the water containers. A significant effect was shown after the period of contact exceeded 24 hours, until no more larvae was found at the end of observation period (96 hours). It is concluded that the influence of adding pandan wangi leaves powder on the number of mosquito larvae in water containers was causes by several substances in the leaves, one of which is saponin. Saponin can cause the lining of larvae's tractus digestivus to tear away, leading to is death. It can be recommended from this study that pandan wangi leaves powder should be used widely, especially in areas where abate salt is difficult to obtain, with the recommended dosage of 19 - 25 grams per 100 liters. Bibliography : 19 (1985 - 2003)
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12676
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Kusumajaya
Abstrak :
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 1995). Malaria termasuk 10 besar penyebab kematian di Indonesia. Hampir 35 % (diperkirakan 70 juta jiwa) penduduk tinggal di daerah malaria, umumnya di desa. Setiap tahun diperkirakan sekitar 3.5 juta penduduk terserang malaria. Sampai Saat ini penyakit malaria masih merupakan penyakit endemis di propinsi Sumatera Selatan. Kasus malaria dari tahun ketahun belum menunjukkan adanya penurunan. Kecamatau Toboali merupakan salah satu daerah endemis malaria di Kabupaten Bangka. Angka insiden malaria pertahun (Annual Malaria Incidens = AMI) 4 (empat) tahun terakhir cenderung naik turun. AMI pada tahun 1995 = 35.01 %°, tahun 1996 = 28.2 %°, tahun 1997 = 30.10 %,, dan tahun 1998 = 35.33 %. Jenis penelitian adalah observasional dengan disain kasus kontrol, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh faktor perindukan nyamuk dan faktor lingkungan lainnya serta faktor perilaku terhadap kejadian malaria di Kecamatan Toboali tahun 2000. Sebagai kasus adalah penderita malaria klinis yang diperiksa sediaan darahnya ternyata positif. Sedangkan kontrol adalah penderita lainnya yang diperiksa sediaan darahnya ternyata negatif. Jumlah kasus dan kontrol masing-masing sebanyak 200 responden (perbandingan 1:1). Variabel yang diteliti adalah tempat perindukan nyamuk, perubahan lingkungan, pemasangan kelambu, pemakaian obat anti nyamuk, penggunaan kawar kasa, penggunaan repellant, pemeliharaan ternak besar dan pekerjaan. Hasil penelitian memunjukkan bahwa tempat perindukan nyamuk, perubahan lingkungan, pemasangan kelambu, pemakaian obat anti nyamuk dan pemasangan kawat kasa berpengaruh terhadap kejadian malaria. Ada pengaruh tempat perindukan nyamuk terhadap kejadian malaria dimana responden yang disekitar tempat bermukimnya ( 2 KM) ada tempat perindukan beresiko terkena malaria 4.16 kali (OR 4.16 95% CI 1.9206 - 9.02l4). Ada pengaruh perubahan lingkungan terhadap kejadian malaria dimana responden yang disekitar tempat bermukimnya (2 KM) ada perubahan lingkungan beresiko 2.06 kali (OR 2.06 95% CI 1.1794 - 3.6179). Ada pengaruh kebiasaan rnemakai kelambu terhadap kejadian malaria dimana responden yang tidak biasa tidur malam memakai kelambu beresiko 5.62 kali (OR 5.62 95% CI 2.8731 - 11.0078) Ada pengaruh kebiasaan menggunakan obat anti nyamuk terhadap kejadian malaria dimana responden yang tidak menggunakan obat nyamuk beresiko 2.80 lcali (OR 2.80 95% CI 1.5337 - 5.1121). Ada pengaruh pemasangan kawat kasa terhadap kejadian malaria dimana responden yang tidak memasang kawat kasa beresiko 3.05 kali (OR 3.05 95% CI 1.2808 - 7.279l). Analisis statistik dampak potensial digunakan untuk mengetahui berapa besar pengaruh (kontribusi) masing-masing variabel dalam kaitannya dengan menurunkan kejadian malaria apabila dilakukan intervensi. Dengan mengetahui kontribusi masing- masing falctor maka dapat clitentukan skala prioritas dalam upaya pemberantasan malaria. Dari perhitungan dampak potensial maka faktor yang paling berpengaruh berdasarkan kontribusinya secara berurutan arialah pemakaian kelambu (82.2%). Pemakaian kawat kasa (64%), tempat perindukan nyamuk (59,2%), perubahan lingkungan (51%) dan obat anti nyamuk (1 5.2%). Dari hasil penelitian ini disarankan 1) Bagi Puskesmas agar mengadakan penyuluhan kesehatan tentang penyakit malaria secara intensif kepada masyarakat seperti pentingnya pemakaian kelambu dan pencegahan individu lainnya. 2) Bagi dinas kesehatan dan pengelola program agar clapat melaksanakan pemberantasan malaria berdasarkan skala prioritas seperti hasil analisa dampak potensial. 3). Bagi pemerintah daerah agar berperan serta dalam melaksanakan pemberantasan penyakit malaria secara terpadu (lintas sektoral) dengan mengupayakan manajemen lingkungan dan perilaku secara menyeluh (komprehensif).
According to household health survey (SKRT, 1995). Malaria belongs to 10 largest causes of death in Indonesia. Nearly 35% (around of 70 million deaths) of the population within malaria areas, in general in villages. Each year around 3.5 million population are attached by malaria. Till this moment the malaria still constitutes endemic sickness in the province of South Sumatra. It is malaria cases from year to year does still not shown any decline. The District Toboali constitutes one malaria endemic area in the Regency Bangka. Malaria incident per year (Annual Malaria lncidens = AMI) during the last four year tens to increase decline. AMI in year 1995 = 35.010/oo, year 1996 = 28.20/oo, in year 1997 = 30.100/oo and in year 1998 = 35.330/oo. The type of research is observational with case control design, with the purpose to know the breeding factor of the mosquito and the other environmental factors and the behavior factors towards the incidents of malaria at the district Toboali in year 2000. As case are clinical malaria suferes, with who have been examine for their blood-slide and seems to be positive. While control are other suferes to has been examine on the blood-slide and turn out to be negative. The number of cases and control to a number of 200 respondent (comparison 1 : 1). The variable researched is the breeding place, environmental changes, the use of bed-net, the use of anti-mosquito medicine, the use of gauze, the use of repellant having influence to the incidence of malaria. There is an influence of breeding place on the incidence of malaria being the surrounding respondent at its breeding place (=|= 2 Km) there is a risky breeding place subject to malaria 4.16 times (OR 4.16 95% Cl 1.9206-9.02l4). There is an influence of environmental case on the incidence of malaria where respondent around is breeding place (zi: 2 Km), there is environmental case 2.06 times (OR 2.06 95% CI 1.794-3.6179). There is an influence of the habit of using bed-net having a risk or 5.62 times (OR 5.62 95% Cl 2.8731-l1.008'?). There is an influence of the habit of using anti-mosquito article towards the incidence of malaria where respondent do not use an anti-mosquito articles at a risk of 2.80 times (OR 2.80 95% Cl 1.5337-5.ll2l). There is an influence of the use of gauze where respondent to be not used gauze having a risk of 3.05 times (OR 3.05 95% CI 1.2808-'7.279l). Statistical analysis of potensial impact is used to know how large the contribution of each variable in its relation to reducing the malaria incidence whenever intervention is perform. By knowing the contribution of each factor priority scale can be determined in the effort to prevent malaria. From the calculation of potential impact the most influential factors on the basis of its contribution in series in the use of bed-net (82.2%), the use of gauze (64%), breeding place of mosquito (59.2%), environmental changes (51%) and anti-mosquito articles (15.2%). From this research is recommended 1) For Puskesmas in order to perform help information service about malaria in an intensive manner to the public like the importance of the use of bed-net and the other individual preventing. 2) For the health service and program development in order that they will perform malaria prevention on priority skill like the research potential impact analysis. 3) For the regional govemment in order that it will participate in the perfomiance of malaria prevention in a coordinated manner (intersectoral) by attempting environmental management and comprehensive behavior.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T3735
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Puspa Nur Hidayati
Abstrak :
Pencegahan penyakit tular vektor nyamuk kini dipersulit dengan munculnya resistensi vektor terhadap insektisida. Insektisida organofosfat (OP)-malation merupakan salah satu insektisida yang masih digunakan di Indonesia, oleh karena itu pengawasan status resistensi vektor terhadap insektisida tersebut perlu dilakukan. Dua mekanisme utama yang mendasari resistensi vektor terhadap malation adalah peningkatan enzim metabolik esterase dan insensitif enzim asetilkolinesterase (AChE). Penelitian sebelumnya di Indonesia telah melaporkan keterlibatan enzim esterase pada resistensi vektor terhadap malation, namun peran insensitif AChE belum diketahui jelas. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan nyamuk Aedes aegypti dari Jawa Tengah. Penelitian dilakukan pada bulan April-Oktober 2013 di Lembaga Eijkman. Aedes aegypti sensitif dan resistan malation hasil bioassay dianalisis secara molekuler untuk mengetahui aktivitas enzim AChE yang tersisa setelah dihambat oleh malation. Selain itu, tiga mutasi titik (G119S, F290V, dan F455W) pada gen Ace1 juga dideteksi untuk melihat pengaruh ada tidaknya ketiga mutasi tersebut terhadap aktivitas enzim AChE setelah dihambat oleh malation. Aktivitas enzim AChE ditentukan berdasarkan metode Ellman, sedangkan deteksi mutasi G119S dengan metode PCR-RFLP, dan mutasi F290V-F455W dengan metode PCR-Sequencing. Tidak ada perbedaan "aktivitas sisa" enzim AChE yang bermakna dan tidak ditemukan mutasi G119S, F290V, dan F455W pada Ae. aegypti resistan. Hasil ini menandakan bahwa mekanisme insensitif AChE tidak mendasari resistensi Ae. aegypti terhadap malation di Jawa Tengah. Walaupun demikian, terdapat peningkatan "aktivitas sisa" AChE yang tidak bermakna pada Ae. aegypti resistan dibanding Ae. aegypti sensitif. Hasil ini menandakan bahwa kemungkinan terdapat peran enzim lain yang dapat memetabolisme malation lebih cepat atau terjadi peningkatan produksi AChE pada nyamuk resistan sehingga AChE tetap dapat menghidrolisis substratnya (asetilkolin). Mekanisme insensitif AChE belum terlibat penuh dalam mendasari resistensi Ae. aegypti terhadap malation di Jawa Tengah, namun kemungkinan mekanisme ini terlibat dapat diteliti lebih lanjut dengan menganalisis peningkatan produksi enzim AChE yang juga dapat memengaruhi aktivitas AChE selain mutasi gen Ace1.
The prevention of mosquito-borne diseases becomes difficult to overcome since the vectors have developed resistance to insecticides. The molecular basis of resistance to insecticides therefore need to be explored to determine the resistance status earlier. In Indonesia, organophosphate (OP)-malathion insecticide has been widely used to control vector population and therefore the resistance status to this insecticide should be under control. Two main mechanisms have known to be associated with resistance to malathion, previous studies in Indonesia reported that esterase responsible in resistance to malathion, however the insensitive AChE-based mechanism remain to be determined. Descriptive study was conducted at Eijkman Institute during April to October 2013 using Aedes aegypti from Central Java. Malathion sensitive and resistant Ae. aegypti from bioassay were subjected to molecular analysis to compare the remaining activitiy of AChE between those mosquitoes after inhibited by malathion. The presence of three point mutations (G119S, F290V, and F455W) in the Ace1 gene associated with resistance to malathion were also detected to see the effect of the absence or presence of those mutations to AChE activity. The results showed that AChE remaining activities in the resistant Ae. aegypti have no significantly different compare to those in the sensitive Ae. aegypti. No associated mutations found in the Ace1 gene (G119S, F290V, or F455W) as well. These results indicated that insensitive AChE-based mechanism is not involved in Ae. aegypti resistance to malathion in Central Java. However, we noticed that the remaining activities of AChE are increased insignificantly in resistant Ae. aegypti, suggesting the possibilities of metabolic enzyme which can degrade insecticide faster or could be due to overproduction of AChE enzyme which may increase the hydrolizing process of acetylcholine (ACh). Insensitive AChE-based mechanism is still not fully involved in Ae. aegypti resistance to malathion in Central Java, however the potency of its involvement should be further analyzed by considering the overproduction of AChE enzyme itself which could contribute in AChE activity enhancement other than Ace1 gene mutation.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
T59116
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gilang Akbar Cindani Gardian
Abstrak :
Latar belakang: Temefos dan Sipermetrin sebagai insektisida memiliki zat aktif yang dapat membunuh larva Culex quinquefasciatus melalui kerusakan organ digestif dan penurunan neurotransmitter( Octopamin dan Tiramin). Tujuan: Mengevaluasi aktivitas larvasida , mekanisme kerusakan histopatologi, dan penurunan neurotransmitter tiramin dan oktopamin Metode: Bioassay larva Cx. quinquefasciatus instar III dan IV sesuai dengan protokol WHO , pemeriksaan rutin histopatologi menggunakan pewarnaan HE, dan deteksi Oktopamin dan Tiramin dengan antibodi menggunakan metode imunohistokimia Hasil: Temefos dan Sipermetrin memperlihatkan aktivitas larvasida terhadap larva Cx. quinquefasciatus.Sipermetrin memiliki aktivitas larvasida lebih tinggi dengan LC50 dan LC90 masing-masing sebesar 0,013 ppm dan 0,184 ppm dibandingkan dengan Temefos yang memiliki LC50 dan LC90 masing-masing sebesar 0,009 ppm dan 0,016 ppm. Kedua insektisida menyebabkan kelainan histologi pada bagian midgut( food bolus, membran peritropik, mikrovili, lapisan epitelium, dan sel epitel). Sipermetrin menyebabkan kerusakan histologi midgut lebih parah dibandingkan Temefos. Setelah perlakuan kedua insektisida, Oktopamin dan Tiramin masih bisa terdeteksi. Namun, imunoreaktivitas keduanya berkurang. Simpulan: Temefos dan Sipermetrin dapat direkomendasikan untuk digunakan dalam pemberantasan nyamuk Cx.quinquefasciatus. ......Background : Temephos and Cypermethrin as insecticides have active substances that can kill Cx. quinquefasciatus larvae through damage to digestive organs and decrease in neurotransmitters (Octopamine and Tyramine). Objective: valuating larvacidal activity, histopathological damage mechanisms, and decreased neurotransmitters tyramine and octopamine. Method: Bioassay of Cx. quinquefasciatus instar III and IV according to WHO protocol, routine histopathological examination using HE staining, and detection of Octopamine and Tyramine with polyclonal antibodies using immunohistochemical methods Results: Temephos and Cypermethrin showed larvicidal activity against larvae of Cx. quinquefasciatus. Cypermethrin has higher larvicidal activity with LC50 and LC90 of 0.013 ppm and 0.184 ppm respectively compared to Temephos which has LC50 and LC90 of 0.009 ppm and 0.016 ppm respectively. Both insecticides cause histological abnormalities in the midgut (food bolus, peritropic membrane, microvilli, epithelium layer, and epithelial cells). Cypermethrin causes more severe midgut histological damage than Temephos. After the second treatment of insecticides, Octopamine and Tyramine can still be detected but the immunoreactivity of both is reduced Conclusion: Temephos and Cypermetrin can still be recommended for use in the eradication of Cx.quinquefasciatus
Depok: Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clements, A.N.
New York: Macmillan, 1963
614.423 CLE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hartanto Reza Gazali
Abstrak :
ABSTRAK
Kecamatan Bayah merupakan wilayah endemis Demam Berdarah Dengue (DBD) dan sering mengalami kejadian luar biasa. Upaya paling efektif untuk menanggulangi DBD adalah pemberantasan sarang nyamuk (PSN) maka masyarakat perlu dibekali pengetahuan PSN melalui penyuluhan. Agar berhasil dengan baik penyuluhan diberikan sesuai tingkat pengetahuan dan karakteristik demografi masyarakat karena itu perlu dilakukan survei untuk mengetahui tingkat pengetahuan PSN dan karakteristik demografi mereka. Penelitian dilakukan pada murid Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri Bayah dengan desain cross sectional. Data diambil pada tanggal 12-14 Agustus 2009 dengan memberikan kuesioner berisi pertanyaan yang berhubungan dengan PSN pada 107 murid yang dipilih secara acak. Hasil penelitian menunjukkan murid MTs yang memiliki tingkat pengetahuan baik adalah 25 orang (23%), cukup 54 orang (51%) dan kurang 28 orang (26%). Responden paling banyak berusia lebih dari 13 tahun yaitu 64%, kelas VII 51% dan 57% perempuan, mendapat informasi mengenai PSN dari 2 sumber 35% dan sumber informasi paling berkesan adalah media elektronik (60%). Uji chi square menunjukkan perbedaan bermakna antara pengetahuan PSN dengan jenis kelamin tetapi tidak berbeda bermakna dengan usia, sumber informasi dan tingkat pengetahuan. Disimpulkan tingkat pengetahuan mengenai PSN murid MTs tergolong rendah dan berhubungan dengan jenis kelamin tetapi tidak berhubungan dengan usia, sumber informasi dan tingkat pengetahuan.
ABSTRACT
Bayah village is an endemic area of Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) where outbreak has been reported. Most effective effort to reduce DHF is mosquito breeding control (MBC) so it is necessary to give education to the community through health promotion. To get a good result, health promotion is given based on their knowledge level and its related factors thus a survey is needed to know their knowledge about MBC and demographic characteristics. This cross-sectional study was conducted in Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri Bayah. The data was collected on August 12th-14th 2009 using questionnaire to 107 students randomly. The results showed students who have good knowledge were 25 people (23%), fair were 54 people (51%) and bad were 38 people (26%). Most respondents over the age of 13 years were 64%, seventh graders 51% and 57% girls, they get information about MBC from 2 sources 35% and the most impressive source is electronic media (60%). Chi-square test showed significant differences between MBC knowledge with sex but not significant with age, source of information and educational level. In conclusion, MTs students? knowledge level about PSN is bad and associated with sex but not associated with age, source of information and educational level.
2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Aulung
Abstrak :
Mesocyclops sp tersebar luas terdapat dalam jumlah. yang berlimpah di danau air tawar, reservoar, parit, kolam lubang pohon, sumur dan lain-lain. Telah dilakukan penelitian Mesocyclops sp sebagai pengendalian hayati jentik nyamuk vektor di laboratorium. Penelitian dilakukan di laboratorium Entomologi Eagian Parasitologi Universitas Indo - nesia. Waktu penelitian mulai bulan Juni 1996 sampai dengan bulan Nopember 1996. Penelitian dilakukan menurut metode Brown et al (1991) yang telah dimodifikasi. Jentik nyamuk uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Aedes aegypti, Culex quinquefasciatus dan Anopheles farauti, masing-masing jentik yang digunakan adalah instar I. Makanan dan media Mesocyclops diperoleh dari rendaman air jerami pada (damen) yang ditambah air comberan. Tujuan penelitian adalah mengetahui kemampuan Mesocyclops sp sebagai predator jentik nyamuk vektor penyakit di laboratorium agar dapat digunakan sebagai cara pengendalian hayati jentik nyamuk vektor guna menekan kasus penyakit yang ditularkan oleh nyamuk.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Akmal Hadi
Abstrak :
Nyamuk adalah sejenis serangga yang dapat menularkan penyakit pada manusia melalui gigitannya. Di dalam nyamuk terdapat berbagai parasit yang dapat menyebabkan penyakit, seperti malaria, demam berdarah dan filariasis. Di Indonesia, malaria, demam berdarah dan filariasis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Angka kesakitan penyakit malaria, demam berdarah dan filariasis di luar Jawa-Bali masih cukup tinggi. Penyakit malaria dan filariasis kebanyakan terdapat di daerah pedesaan sedangkan demam berdarah kebanyakan di daerah perkotaan dan pedesaan. Memasuki Pelita V ini, pemerintah bertekad untuk mengurangi angka kesakitan penyakit malaria, demam berdarah dan filariasis. Untuk itu dilakukan upaya-upaya pengendalian vektor nyamuk yang terpadu. Salah satu upaya pengendalian vektor adalah mengenal karakteristik vektornya. Dengan mengenal karakteristik vektor akan diketahui sifat dan pola hidupnya sehingga akan memudahkan untuk mengendalikannya. Dengan demikian, upaya pengendalian vektor tersebut akan efisien dan efektif. Atas dasar pertimbangan di atas, maka dilakukan studi Nyamuk Dewasa di Kampung Binong Desa Jatireja Kecamatan Lemah Abang Kabupaten Bekasi Jawa Barat. Survai ini bertujuan untuk mengetahui jenis nyamuk yang ada dan tingkat kepadatannya. Diuraikan jenis nyamuk, jumlah nyamuk, kebiasaan nyamuk menggigit dan beristirahat (resting place) serta tempat perindukannya (breeding place). Diperoleh bahwa jenis nyamuk yang ditemukan adalah Culex, Anopheles, Aedes dan Mansonia. Nyamuk Anopheles adalah nyamuk yang paling banyak ditemukan, yaitu 196 ekor dan yang paling banyak di tangkap di sekitar kandang ternak, yaitu 93 ekor. Nyamuk Culex ditemukan terbanyak pada malam hari dengan sasaran gigit manusia. Jenis nyamuk yang paling sedikit ditemukan yaitu Mansonia, yaitu 10 ekor. Dengan mengetahui aktivitas menggigit dari beberapa nyamuk dan jenis nyamuk apa saja yang menyukai waktu menggigit tertentu diharapkan akan dapat dijadikan pertimbangan dalam melakukan pengendalian dan pemberantasan vektor penyakit (malaria, demam berdarah dan filariasis). pada waktu malam hari dan kebanyakan .lebih suka menggigit hewan dari pada manusia.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>