Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Goldsworthy, David
Clayton, Victoria: Centre of Southeast Asian Studies. Monash University, 1978
780.959 8 GOL s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016
780.8 MER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Priancha
"Budaya pop Jepang adalah salah satu produk ekonomi kreatif yang terkenal di ranah internasional dan seluruh dunia. Didalam budaya pop jepang, dikenal sebuah konsep bernama ldquo;doujinshi rdquo;, sebuah kegiatan dari para pengemar karya kreatif terkenal untuk membuat karya derivative dari karya-karya yang mereka sukai. Tidak hanya membuat, para pembuat karya derivative juga menjual karya derivative mereka di acara konvensi doujinshi dari sejak tahun 1975 di Jepang dan 2012 di Indonesia. Walaupun kegiatan doujinshi ini sudah berjalan cukup panjang, kegiatan ini masih sering dipandang sebagai ldquo;zona abu-abu rdquo; didalam hukum hak cipta Indonesia dan Jepang. Ini dikarenakan para penggiat kegiatan doujinshi umunya melakukan kegiatanya tanpa mendapatkan izin dari pemilik hak cipta karya yang menjadi rujukan karya derivatif. Skripsi ini akan menganalisa mengenai bagaimana konsep doujinshi diatur dalam hukum hak cipta ke-dua Negara dan legalitas kegiatan doujinshi yang berfokus pada karya musik doujinshi.

Japan pop culture is one of the internationally known creative economic industry products across the globe. Among Japan pop culture, there are known the concept of ldquo doujinshi rdquo , a practice of fans creating derivative works from an existing creative works made by famous artist. Not only creating, the creator rsquo s of doujin works worldwide, sometimes they also sell their derivative works during a doujin convention since 1975 in Japan and starting at 2012 in Indonesia. Despite the long existence of doujinshi practice in Japan and Indonesia, the practice is still somewhat in the ldquo grey zone rdquo under the concept of both Indonesian and Japanese copyright law. This is because the doujinshi practice is commonly done without prior permits from the copyright holder. This thesis will analyze how the concept of doujinshi being regulated in both countries rsquo copyright law and the legality of doujinshi practices focusing on doujin musical works.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69520
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Nurul Maliki
"Sebenarnya musik telah menjadi bagian dari hidup manusia selama berabad-abad lamanya. Musik lahir dari kecintaan manusia pada kehidupan dan dilandasi oleh ingatan manusia akan pengalaman-pengalaman hidupnya (Campbell, 1997: 142). Jika ditelaah kapan musik itu mulai tumbuh, mungkin jawabannya adalah ketika manusia terlahir di Bumi. Sebagai titik tolak, untuk pertama kali musik Progressive itu lahir dari ketidakpuasan, atau ingin mencari suatu bentuk baru yang di luar kebiasaan atau minat orang kebanyakan. Terjadinya akuiturasi dan asimilasi yang begitu kuat menyerang pada individu dan masyarakat, maka tercetuslah musik Progressive. Perkembangan musik aliran ini memang berasal dari Barat (Eropa). Berawal dari eksperimentasi musisi rock saat itu, diinspirasi oleh The Beatles dan The Beach Boys, band musik rock asal inggris, di mana mulai menggabungkan musik tradisional, musik kiasik, dan jazz ke dalam komposisi mereka, hal ini dikenal sebagai aliran musik rock Progressive (Progressive Rock).
Timbulnya musik-musik underground ini, khususnya yang beraliran Progressive merupakan suatu bentuk apresiasi seni musik yang jauh dari unsur kapitalisme. Hal ini terjadi karena saat ini seni tidak lagi dihargai menjadi sebuah nilai kesenian. Seni diukur hanya lewat uang belaka. Ringkasnya seni musik khususnya telah menjadi industri. Padahal suatu karya seni apapun jenisnya merupakan hasil suatu pemikiran yang otentik dan orisinil terhadap realita sosial yang tertuang melalui media baik lukisan, lagu, puisi dan sebagainya. Namun saat ini, hal itu mulai bergeser jauh, dimana orang hanya meniiai seni dengan 'uang semata' dan seperti pemyataan Walter Benjamin: 'Seni akan kehilangan auranya.' (dalam Connerton, 1980: 281).
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki apakah wujud komunitas musik underground progressive melalui rekaman independent-nya merupakan wadah penolakan terhadap kapitalisme yang mengarah pada fetisisme (dari konsep Adomo dan Thornton), di mana dalam masyarakat modem saat ini tercipta masyarakat yang pasif dan terdoktrin pada keinginan ?pasar? sehingga membentuk suatu kesadaran palsu atas rasionalitas masyarakat. Paradigma kritis dipakai sebagai landasan penelitian dengan mengaplikasikan metode etnografi. Pengetahuan dan realitas dalam kerangka pemikiran kritis bersifat emansipatoris dan menggali fenomena yang mendalam. Proses pemahamannya tidak dapat mengabaikan faktor historis dan kultural. Oleh sebab itu, etnografi dipilih sebagai metode untuk menggali data alamiah dengan Iebih dalam, berkaitan dengan kebutuhan informasi historis dan kuttural. Aplikasi metode penggalian data menggunakan tehnik observasi langsung, observasi terlibat, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa Semua elemen yang terkandung dalam seluruh sistem produksi karya seni berada dalam lingkupan sosial-historis. Karya seni lahir dari sejarah seni dan sejarah masyarakat yang masing-masing punya sejarah sosial sendiri yang melibatkan relasi-relasi antar kelompok, kekuasaan institusi, konvensi-konvensi yang berlaku, serta perubahan setera masyarakat. Dengan demikian terbangun dua konsep pembentukan pasar dalam hal ini. Mereka adalah musik pada jalur mainstream dan musik pada jalur underground. Masing-masing memiliki misi yang berujung pada kapitalisme yang idealis. Konsep pertama menganggap bahwa sesuatu yang popular dapat menjadi sumber keuntungan karena mewakili homogenitas selera masyarakat dan selera masyarakat tersebut akan terbentuk dengan intensitas strategi penjuatan yang tinggi. Di lain pihak pada konsep yang kedua menganggap bahwa setera masyarakat seharusnya terbentuk atas dasar latar belakang individu atau kelompok secara natural tanpa intervensi kekuatan sebuah institusi sehingga karya yang tercipta akan semakin beragam, karena hakikat manusia yang unik dengan beragam pengalaman hidup yang berlainan merupakan anugerah yang tidak dapat dipungkiri. Kesadaran akan hat ini membentuk aliran musik yang segmental dalam sebuah komunitas yang berpegang pada rasionalitas akan kehendak bebas manusia dalam berkarya dengan mengesampingkan unsur komoditas dan pemasungan hak berkarya yang autentik.
Makna teoritis hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua subkultur mengarah pada sesuatu yang menyimpang, namun memang tidak dapat dielakkan bahwa suatu komunitas ada karena adanya ketidakpuasan terhadap budaya dominan masyarakat. Melalui identitasnya yang menjunjung tinggi nilai kehendak bebas atas karya cipta dengan orisinalitas dan autentisitasnya menunjukkan bahwa dengan jelas mereka menentang adanya intervensi yang bertujuan komersial yang dimanipulasi. Dalam misinya komunitas ini lebih menunjukkan perlawanan dengan budaya dalam praktek kompromistis. Hal ini dilakukan karena komunitas ini sangat menjunjung kehendak bebas dan rasionalitas manusia. Sehingga perbedaan didasarinya dapat terjadi. Namun penolakannya terhadap kebijakan mainstream yang cenderung kolonialis tetap merupakan usaha yang harus dilakukan lewat rasionalisasi identitas komunitas melalui kesadaran masyarakat dalam rekaman karya-karyanya.

Apparently music has been a part of human life for centuries. Music is born from human love for life and is inspired by human thoughts of experiences (Campbell, 1997: 142). If we analyzed when music starts to develop, the answer might be when human starts to exist. As the background, progressive music is born from dissatisfaction or desire to find something that out of mainstream interest. The development of this music genre originated from the West (Europe). Born from Rock Musicians' experimentation, inspired by The Beatles and The Beach Boys, English Rock Bands; they start elaborating traditional music, classical music, and jazz to their composition. This thing is to be known as progressive rock music genre.
The existence of underground music, especially the one that have progressive genre is a form of musical art appreciation which far from capitalism factor. It is happened because nowadays art is no longer appreciated for its value but art is measured by mere money. For short, musical art has transformed into an industry. Instead of appreciation in art as a form of authentic and original thought, which is addressed to criticize the social realism such as paintings, songs, and poems; nowadays, art is appreciated as commodity.
The aim of the study is to investigate whether the underground progressive community with its independent recordings is a medium of rejection for capitalism, which swayed toward fetishism (Adomo and Thornton). Thus this modem society becomes passive and doctrines by the market, which has big influence to the false consciousness of the society; to elaborate the con-elation between these symptoms to its background. Therefore, critical paradigm and ethnographical method is applied to this study.
The findings show that all of the elements contained in the art production system are related to its social-historical background. Art is produced with in the society by its elements, such as histories, institutions, conventions, and also the governance. Therefore, it elicits two concepts of art. They are mainstream music (popular music) and underground music (progressive music), which are aimed to their idealistic capitalism. The first concept is to think that something popular can be the profit source because it represents the homogeneity of taste and that taste will be formed with high intensity marketing strategy. On the other side, in the second concept thinks that the society's taste should be formed based on the background of individual or groups in a natural way without any interventions so that, the resulting composition will have more varieties. The consciousness of this mater forms segmental music genre in a community, which deeply rooted in rationality of human freewill in making arts by disbanding co modification factors and inhibiting of authentic art creating rights.
The theoretical meaning of this study shows that not all subcultures geared toward deviation, but it is an undeniable fact that a community exists because dissatisfaction of society's dominate culture. Through their identity that upheld freewill value of arts with originality and authenticity shows clearly that they oppose any manipulated commercial interventions. In their mission, this community shows their opposition to compromised practice. These acts are done because the community upheld the freewill value and human rationality. Therefore, the rationalization of subculture identity has to be through their underground recordings."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22446
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farisa Nurintan
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang kelompok budaya electronic dance music di Jakarta sebagai sebuah subkultur yang sedang dalam proses pengukuhan identitas melalui praktik-praktik budaya yang dilakukan oleh individu-individu di dalamnya. Keterlibatan individu dalam kelompok budaya ini merupakan usaha yang mereka lakukan agar eksistensi budaya EDM di Jakarta dapat diterima oleh budaya dominan di Jakarta. Adanya penolakan terhadap penyelenggaraan salah satu festival EDM besar se-Asia Tenggara yang diadakan di Jakarta menjadi perhatian khusus apakah kelompok budaya ini dapat diterima atau tidak oleh masyarakat Jakarta. Penelitian-penelitian EDM sebelumnya di Indonesia lebih banyak membahas individu dalam konteks penokohan dan belum meneliti individu dalam konteks yang lebih besar seperti kelompok budaya. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bentuk eksistensi kelompok budaya EDM dan bagaimana praktik-praktik budaya EDM diterapkan di Jakarta melalui penggunaan artefak budaya EDM oleh individu-individu yang terlibat di dalamnya. Oleh karena itu, paradigma interpretif dengan pendekatan fenomenologi digunakan untuk mengumpulkan pengalaman-pengalaman narasumber terhadap peran dan kontribusi mereka ketika menjalankan praktik-praktik budaya EDM di Jakarta. Penelitian ini menemukan bahwa kelompok budaya EDM di Jakarta merupakan sebuah subkultur yang masih dalam proses negosiasi untuk membentuk identitas budaya agar bisa berjalan berdampingan dengan nilai dan norma budaya lokal. Artefak budaya yang ditemukan dalam penelitian ini digunakan oleh para narasumber untuk menunjukkan eksistensi mereka dan menjadi tanda bahwa praktik-praktik budaya mereka membentuk identitas komunal.

ABSTRACT
This thesis discusses the electronic dance music culture (EDMC) in Jakarta as a subculture that is in the process of strengthening its identity through the cultural practices performed by the individuals within it. The involvement of individuals in this cultural group shows their effort to make the existence of EDM culture in Jakarta can be accepted by the dominant culture in Jakarta. The rejection of one of the biggest EDM festival in Southeast Asia that held in Jakarta every year is a particular concern whether this cultural group can be accepted or not by the majority people in Jakarta. The previous EDM studies in Indonesia discussed more in individual level in the context of characterizations and have not discussed about individuals in larger contexts such as cultural groups. Thus, this research aims to explore the existence of EDM culture and how EDM cultural practices are applied in Jakarta through the use of cultural artifacts by the individuals involved in the group. Therefore, the interpretive paradigm with a phenomenological approach is used to gather the experiences of research informants regarding their roles and contributions when performing the cultural practices in Jakarta. This study finds that the EDM culture in Jakarta is a subculture that is still in the process of negotiations to shape its cultural identity, and to be able to coexist with the local cultural values ​​and norms. Cultural artifacts found in this study were used by the informants to show their existence and as sign that their cultural practices shape the communal identity."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romi Fajar Ali
"ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk mengkaji perbandingan terhadap peranan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional LMKN dengan Copyright Royalty Board dalam penyelesaian sengketa royalti musik. Permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana bentuk sengketa terkait royalti musik, bagaimana kedudukan LMKN dan Copyright Royalty Board dalam penyelesaian sengketa royalti, dan apakah perlu LMKN mengadopsi aturan yang terkait kewenangan Copyright Royalty Board dalam penyelesaian sengketa royalti. Setelah dilakukan penelitian, disimpulkan bahwa bentuk sengketa royalti musik yang sering terjadi antara lain berupa formulasi penghitungan royalti yang tidak sesuai, royalti atas pemberian lisensi dan besaran royalti. Adapun peranan LMKN dalam penyelesaian sengketa royalti musik yaitu dapat melakukan mediasi apabila terjadi sengketa, sedangkan Copyright Royalty Board dapat memutuskan terkait distribusi royalti secara parsial sebagian selama menunggu proses penyelesaian sengketa berjalan, menerima atau menolak klaim royalti, menerima atau menolak permohonan penyesuaian tarif dan menyetujui/mengesahkan suatu kesepakatan/perjanjian tentang hal-hal yang disetujui oleh sebagian atau semua pihak selama proses penyelesaian sengketa, sebagai dasar penentuan syarat-syarat dan tarif atau sebagai dasar distribusi pembayaran royalti. Agar tidak terjadi lagi multitafsir terkait kewenangan dan kedudukan LMKN, kiranya Pemerintah perlu segera menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 dan dalam penyusunannya perlu mempertimbangkan untuk mengadopsi beberapa aturan yang terkait kewenangan Copyright Royalty Board dalam penyelesaian sengketa royalti.

ABSTRACT
This thesis aims to examine the comparison of the role of the National Collective Management Organization Lembaga Manajemen Kolektif Nasional LMKN and the Copyright Royalty Board in musical royalties related dispute settlement. The problems of this thesis include what musical royalties related disputes are, how LMKN and the Royal Royalty Board are positioned in the settlement of royalties related disputes, and whether or not it is necessary for LMKN to adopt the rules relating to the authority of the Copyright Royalty Board in the settlement of royalties related disputes. After conducting the research, it is concluded that forms of most frequent musical royalties related disputes include unacceptable formulation of royalty calculations, royalties for licensing and amounts of royalties. The role of LMKN in the settlement of royalties related disputes is to mediate in the event of a dispute, while the Copyright Royalty Board may decide on partial royalty distribution while pending a dispute settlement process, accept or reject a claim for royalty, accept or reject an application for rate adjustment and approve endorse an understanding agreement on matters agreed by some or all parties during a dispute resolution process, as a basis for determining terms and rates or as a basis for distribution of royalty payments. In order to avoid further multiple interpretations with regard to the authority and position of LMKN, it is necessary for the Government to immediately enact a Government Regulation as the implementation of Law Number 28 of 2014 and, in its preparation, it is necessary to consider the adoption of several rules with regard to the authority of the Copyright Royalty Board in the settlement of royalty disputes. "
2018
T51351
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Cinthya Gani
"Menjadi suatu keunikan bagi bangsa Indonesia sendiri, alat musik yang beragam saat dimainkan dapat terdengar baik oleh pengunjung tanpa harus menambahkan alat akustik. Elemen apa saja yang dapat mempengaruhi sehingga musik tradisional Indonesia dapat menghasilkan suatu pertunjukkan yang baik, apakah dari tata letak alat tersebut, ataukah ada elemen lain yang mendukung.
Kajian secara langsung tentang akustik pada penelitian ini yaitu membandingkan tata letak panggung pertunjukkan dengan jenis musik yang dimainkan dalam pertunjukan tersebut. Jenis tata letak pertunjukkan berdasarkan sejarah pertunjukkan musik tradisional Indonesia yang sering kali ditampilkan pada kegiatan adat tersebut.
Pengukuran kenyamanan terhadap elemen akustik tidak berdasarkan dari subyek (pendengar) melainkan lebih ditekankan dari obyektifnya. Perhitungan dan pengkajian yang dilakukan tidak hanya berdasarkan reveberation time (RT) melainkan berdasarkan response impulse (tiap titik dari tempat duduk pengunjung). Dengan menghitung response impulse maka dapat dilihat seberapa besar gelombang suara yang sampai pada pendengar dibandingkan dengan gelombang suara yang dihasilkan dengan dari sumber suara. Metode untuk penyelesaian penelitian ini menggunakan sofware akustik yang disebut CATT-Acoustic. Dengan simulasi tersebut kita dapat mengetahui tata letak yang optimal bagi pertunjukkan musik tradisional di Indonesia.

Become a uniqueness for the Indonesian traditional music, diverse musical instrument can sound good when played by the visitors without having to add an acoustic instrument. What kind of element that can affect traditional music of Indonesia can produce a good performance, whether from the layout of stage, or whether there are other elements that support.
Studies about acoustics in this research is to compare the layout of the stage performances with the type of music played in the show. This type of layout based on the historical performance of Indonesian traditional music performances that are often displayed on the customary activities.
Measurement of acoustic comfort against the elements not on the basis of the subjects (listeners), but with more emphasis than objectives. Calculations and assessments are conducted not only by reverberation time (RT) but by the impulse response (each point of the booth visitors). By calculating the impulse response can then be seen how big the sound waves to the listener than the sound waves generated by the sound source. Methods for completion of this research using acoustic software called CATT-Acoustic. With this simulation we can find the optimal layout for performances of traditional music in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
T30151
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sagala, Arkanda Putra
"Tesis ini membahas evaluasi formatif Kampanye Perubahan Sosial Anti Produk Musik Bajakan olah sebuah organisasi yang belum berhasil melakukan Kampanye Perubahan Sosial Anti Produk Musik Bajakan. Studi kasus dalam penelitian ini adalah Kampanye Sadar Hak Cipta yang dilakukan oleh PAPPR!. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain evaluatif. Hasil penelitian ini menyarankan beberapa hal yang harus dilakukan dalarn tahapan program pereneanaan Kampanye Perubahan Sosial Anti Produk Musik Bajakan. Pertama, pelaku Kampanye Perubahan Sosial Anti Produk Musik Bajakan periu melakukan analisa SWOT dalam tahap analisa masalah. Kadua, pelaku Kampanye Perubahan Sosial Anti Produk Musik Bajakan perlu menspesifikasi target kampanye. Ketiga, pelaku Kampanye Perubahan Sosial Anti Produk Musik Bajakan perlu merencanakan sebuah program evaluasi datam program perencanaannya.

This thesis talks about the formative evaluation of Social Change Campaign Against Music Piracy Product which is been done by an organization and haven't been succeed. This research case study is Sadar Hak Cipta Campaign by Indonesian Societies of Recording Singers, Composers and Music Arrangers. This is a qualitative research with evaluative design. At the end, this research recommending some points that should be done in Social Change Campaign Against Music Piracy Product planning program. First, by the analyzing problem step, Social Change Campaign Against Music Piracy Product campaigner should do the SWOT analysis. Second, Social Change Campaign Against Music Piracy Product campaigner needs to specify the campaign target."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T32398
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia Yulita
"ABSTRAK
Bertitik tolak dari sebuah lagu yang dapat berfungsi sebagai channel untuk menyampaikan pesan tertentu, maka minat untuk mengkaji persoalan-persoalan dalam seni musik semakin besar. Apalagi setelah tahu tentang pengalaman pahit yang menimpa kelompok band Koes Bersaudara, yang ter_jadi dalam periode Demokrasi Terpimpin (1959 - 1965). Minat yang besar itu terdorong oleh keinginan untuk menemukan ja_waban tentang mengapa kelompok band Koes Bersaudara itu harus berurusan dengan hamba hukum. Guna memperoleh jawabannya, maka dengan segera harus bisa mendapatkan data-datanya, dan kemudian menganalisa, serta merekonstruksinya. Data-data itu didapatkan dari Per-pustakaan-perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Indone_sia, LIPI, dan Institut Kesenian Jakarta, serta Dinas Doku_mentasi Pusjarah ABRI. Namun data-data yang telah didapatkan itu belum lengkap, sehingga perlu ditunjang oleh hasil wawancara dengan beberapa tokoh musik, seperti Praharyawan Prabowo, Lym Campay, Yok Koeswojo, dan Drs. Syoa_ib A. Ha_lim. Setelah persoalan yang menyangkut kelompok band Koes Bersaudara pada periode Demokrasi Terpimpin berhasil direkonstruksi, dengan demikian dapat ditarik kesimpulan, yaitu: pengalaman pahit yang menimpa kelompok band Koes Ber_saudara sebagai efek dari kebijakan budaya yang dilaksana_kan oleh Pemerintah Demokrasi Terpimpin.

"
1989
S15061
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winny Karyany
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S21068
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>