Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Afriliani Raihannah
"Peran seorang apoteker di rumah sakit salah satunya yaitu pemantauan terapi obat pasien. Pemantauan terapi obat dilakukan untuk menganalisa masalah terkait obat atau Drug Related Problem (DRP) yang terjadi pada pasien selama masa perawatan di rumah sakit. Dalam hal ini dilakukan pemantauan terapi obat pada salah satu pasien di RSUP Persahabatan dengan diagnosis Kanker Nasofaring T4N3M0 dengan Malnutrisi High Risk Refeeding Syndrome dan Penurunan Kesadaran Akibat Suspek Metastasis Intrakranial. Pasien kanker nasofaring (KNF) sering mengalami malnutrisi dengan prevalensi 35% dan sekitar 6,7% mengalami malnutrisi berat. Kejadian malnutrisi pada pasien KNF dipengaruhi oleh efek kemoradiasi terutama komplikasi oral berupa disfagia dan xerostomia. Maka dari itu, pasien yang mengalami malnutrisi membutuhkan asupan nutrisi yang cukup. Namun, pemberian nutrisi pada pasien malnutrisi dapat berisiko terjadinya Refeeding Syndrome (RFS). Refeeding Syndrome terjadi ketika pemberian nutrisi yang berlebih pada pasien malnutrisi kronik dalam waktu yang terlalu cepat atau singkat. Malnutrisi juga dapat ditandai dengan rendahnya kadar elektrolit dalam tubuh seperti hiponatremia, hipokalemia, hipomagnesia, hipofosfatemia, dan hipokalsemia. Oleh karena itu, pasien malnutrisi perlu dilakukan pemantauan kadar elektrolit dan asupan nutrisinya agar tetap seimbang serta pemantauan terapi pengobatan lainnya yang diterima pasien. Masalah terkait obat (MTO) yang ditemukan dalam proses pengobatan pasien meliputi ada indikasi tanpa obat, pemilihan obat kurang tepat, dan dosis terlalu tinggi. Peneliti memberikan rekomendasi terapi pada setiap MTO yang ditemukan selama masa perawatan pasien serta melakukan pemantauan terapi hingga obat dikonsumsi oleh pasien.

One of the roles of a pharmacist in a hospital is monitoring patient drug therapy. Monitoring drug therapy is carried out to analyze drug-related problems or Drug Related Problems (DRP) that occur in patients during the hospital treatment period. In this case, drug therapy monitoring was carried out on one of the patients at Friendship Hospital with a diagnosis of Nasopharyngeal Cancer T4N3M0 with Malnutrition High Risk Refeeding Syndrome and Decreased Consciousness Due to Intracranial Metastatic Suspects. Nasopharyngeal cancer (KNF) patients often experience malnutrition with a prevalence of 35% and about 6.7% experience severe malnutrition. The incidence of malnutrition in KNF patients is influenced by the effects of chemoradiation, especially oral complications in the form of dysphagia and xerostomia. Therefore, patients who experience malnutrition need adequate nutritional intake. However, providing nutrition to malnourished patients can be at risk of Refeeding Syndrome (RFS). Refeeding Syndrome occurs when overnutrition in chronically malnutrition patients is too fast or short. Malnutrition can also be characterized by low levels of electrolytes in the body such as hyponatremia, hypokalemia, hypomagnesemia, hypophosphatemia, and hypocalcemia. Therefore, malnutrition patients need to monitor electrolyte levels and nutritional intake to remain balanced and monitor other treatment therapies received by patients. Drug-related problems (MTO) found in the patient's treatment process include no drug indications, improper drug selection, and too high doses. Researchers provide therapy recommendations on each MTO found during the patient's treatment period and monitor therapy until the drug is consumed by the patient."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agustinus Darmadi Hariyanto
"Latar belakang: kanker nasofaring (KNF) adalah keganasan yang umum dijumpai pada nasofaring. Cukup banyak bukti menunjukkan adanya keterkaitan KNF dengan sistem kekebalan tubuh. Tidak semua subset sel T merupakan sel T efektor. Sel T regulator (TReg) yang merupakan salah satu subset dari sel T, memiliki peran penting dalam mengatur imunitas anti tumor. Sampai saat ini belum dapat disimpulkan bahwa keberadaan sel TReg pada lokasi tumor pasti akan memicu pertumbuhan tumor. Akan tetapi, adanya sel T CD4+ dan CD8+ tentunya berpengaruh terhadap kontrol perkembangan tumor. Studi ini bertujuan untuk menilai karakterisitik CD4, CD8 dan FOXP3 pada pasien KNF dan hubungannya terhadap agresivitas tumor.
Metode: penelitian ini merupakan studi kohort prospektif. Sel TReg dinilai menggunakan marker FOXP3. Jumlah protein CD4, CD8 dan FOXP3 pada jaringan biopsi tumor dideteksi dan diukur dengan ELISA. Volume tumor primer dan volume total metastasis kelenjar getah bening regional didapatkan dari proses delineasi dengan pencitraan 3D. Spearmen-rho test digunakan untuk menilai korelasi antara CD4, CD8 dan FOXP3 dengan volume tumor primer dan volume total metastasis kelenjar getah bening regional.
Hasil: Sebanyak 23 subjek penelitian (14 pria dan 9 wanita) terkumpul berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Stadium KNF terbanyak pada studi ini adalah stadium IV (AJCC edisi ke-8). Analisis dengan uji Spearman menunjukkan korelasi kuat antara konsentrasi protein FOXP3 dan volume tumor primer (p=0.02, r=0.60), dan juga antara konsentrasi protein CD8 dan volume tumor primer (p=0.00, r=0.81). Menariknya, juga ditemukan korelasi antara konsentrasi CD8 dan FOXP3 (p=0.00, r=0.85). Tidak ditemukan korelasi antara konsentrasi protein CD4, CD8 dan FOXP3 dengan volume total metastasis kelenjar getah bening regional. Tidak ditemukan juga korelasi antara konsentrasi FOXP3 dan stadium KNF. Sayangnya, belum dapat disimpulkan hubungan antara konsentrasi FOXP3 dan respons terapi pada penelitian ini.
Kesimpulan: Keberadaan sel TReg berpengaruh terhadap agresivitias lokal tumor yang ditandai dengan peningkatan volume massa tumor primer. Korelasi antar konsentrasi CD4, CD8 dan FOXP3 memberikan gambaran interaksi dan mekanisme respons imunitas tubuh dalam menjaga keseimbangan antara sel T efektor dan sel T regulator.

Background: nasopharyngeal cancer (NPC) is a common malignancy found in the nasopharynx area. There is quite a lot of evidence showing a link between NPC and the immune system. Regulatory T cells (TReg), a subset of T cells, have an essential role in regulating anti-tumor immunity. It has not been confirmed that TReg cells at the tumor site will trigger tumor growth. However, the presence of CD4+ and CD8+ T cells certainly affects the control of tumor growth. This study aims to assess the characteristics of CD4, CD8, and FOXP3 in NPC patients and their relationship with tumor aggressiveness.
Methods: a prospective cohort study was conducted on 23 subjects (14 men and 9 women) based on the inclusion and exclusion criteria. TReg cells were assessed using the FOXP3 marker. The number of CD4, CD8, and FOXP3 proteins in tumor biopsy tissue was detected and measured by ELISA kit (MBS2702975, MBS165145, MBS162054). The volume of the primary tumor and the total volume of regional lymph node metastases were obtained from the delineation process based on 3D imaging. Spearmen-rho test was used to assess the correlation of CD4, CD8, and FOXP3 with primary tumor volume and total volume of regional lymph node metastases.
Results: A total of 23 study subjects (14 men and 9 women) were collected based on the inclusion and exclusion criteria. The most common NPC stage in this study was stage IV (AJCC 8th edition). Analysis by the Spearman-rho test showed a strong correlation between; concentration of FOXP3 protein and primary tumor volume (p=0.02, r=0.60) and the concentration of CD8 protein and primary tumor volume (p=0.00, r=0.81). Interestingly, a correlation was also found between the concentration of CD8 protein and FOXP3 (p=0.00, r=0.85). There was no correlation between CD4, CD8, and FOXP3 proteins and the total volume of regional lymph node metastases. There was also no correlation between FOXP3 concentration and NPC stage. Unfortunately, it is impossible to conclude the relationship between FOXP3 concentration and treatment response in this study.
Conclusions: the presence of TReg cells affects the local aggressiveness of the tumor, which is characterized by an increase in the volume of the primary tumor. The correlation between CD4, CD8, and FOXP3 concentrations provides an overview of the interactions and mechanisms of the body's immune response to maintain a balance between effector T cells and regulatory T cells.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Andriani Pramitasari
"ABSTRAK
Nama : Dini Andriani PramitasariProgram Studi : Kajian Administrasi Rumah SakitJudul : Analisis Waktu Tunggu Pada Pasien yang Menjalani Radioterapidi Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin PalembangLatar Belakang: Peningkatan jumlah kanker menyebabkan peningkatan akankebutuhan pelayanan kanker. Tatalaksana pada waktu yang tepat akanmemberikan hasil pengobatan yang optimal. Waktu tunggu radioterapi dapatmenggambarkan kualitas pelayanan rumah sakit.Tujuan: Mengetahui waktu tunggu radioterapi pada pasien kanker serviks, kankerpayudara, dan kanker nasofaring serta faktor pasien dan manajemen yang dapatmempengaruhi.Metode: Studi kohort retrospektif dengan mengumpulkan data melalui rekammedik pasien kanker serviks, kanker payudara, dan kanker nasofaring yangdirujuk ke Sub Radioterapi RSMH sejak Januari 2015. Waktu tunggu dihitungsejak ada hasil patologi anatomi hingga mulai radioterapi. Studi dilanjutkandengan analisis kualitatif pada faktor manajerial yaitu sarana prasarana, sumberdaya manusia, rencana perbaikan, regulasi/ kebijakan, dan anggaran terhadapadanya waktu tunggu radioterapi.Hasil: Terdapat 180 pasien kanker yang dimasukan dalam penelitian, denganmasing-masing kanker berjumlah 60 pasien. Median waktu tunggu radioterapikanker serviks adalah 131 hari. Median waktu tunggu radioterapi kanker payudaraadalah 144,5 hari. Median waktu tunggu radioterapi kanker nasofaring adalah 224hari. Analisis bivariat dilakukan terhadap variabel-variabel pasien dan didapatkantidak ada hubungan yang bermakna secara statistik terhadap waktu tunggu p>0,05 . Hasil observasi, wawancara mendalam dan telaah dokumen/ teorididapatkan bahwa keterbatasan sarana prasarana, kurangnya jumlah sumber dayamanusia, ketiadaan regulasi, dan keterbatasan anggaran mempengaruhi adanyawaktu tunggu radioterapi.Kesimpulan: Waktu tunggu radioterapi masih panjang dan belum memilikistandar, baik untuk kanker serviks, kanker payudara, dan kanker nasofaring.Diperlukan koordinasi dari berbagai profesi terkait onkologi untuk mendiskusikandan memutuskan waktu optimal pelayanan kanker, khususnya dalam bentuk timmultidisiplin kanker. Pemenuhan kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaanalat radiasi dan sumber daya manusia dapat menjadi solusi untuk mengurangiwaktu tunggu radioterapi.Kata kunci:Faktor Demografi, Kanker Nasofaring, Kanker Payudara, Kanker Serviks,Radioterapi, Waktu Tunggu

ABSTRACT
Name Dini AndrianiStudy Program Healthcare AdministrationTitle Analysis of Waiting Time in Patients UndergoingRadiotherapy at Dr. Mohammad Hoesin PalembangGeneral HospitalBackground Increasing number of cancers caused an increase in the need forcancer services. Treatment in the appropriate time will give an optimal result.Radiotherapy waiting time can describe the quality of hospital services.Aim to describe radiotherapy waiting time in cervical cancer, breast cancer, andnasopharyngeal cancer and to examine patient factors and managerial factorsassociated with waiting time.Methods restrospective cohort study conducted by collecting data from medicalrecord for cervical cancer, breast cancer, and nasophryngeal cancer which arereferred to Radiotherapy unit since January 2015. Wait time is define as sinceanatomical pathology confirmed of cancer until start of the first radiotherapy. Thisstudy then continued using qualititative analysis in managerial factors, such asinfrastructure, human resources, plan of improvement, regulation, and funding.Result there was 180 cancer patients, with each cancer is 60. The medianRadiotherapy waiting time for cervical cancer, breast cancer, and nasopharyngealcancer is 131 days, 144,5 days, and 224 days consecutively. There is noassociation between patients demographic characteristics age, education, workingstatus, stage of cancer, domicile, and comorbidities with wait time. From indepthinterviews, observation, and literature review, it is known that shortage ofinfrastructure and medical equipment, human resources, no regulation, andlimitation of budgeting influenced the wait time.Conclusion radiotherapy wait time is still too long and have no standard forcervical cancer, breast cancer, and nasopharyngeal cancer. Coordination betweenall oncologists is needed to discuss the optimal time for cancer services. One ofthe solutions to decrease wait time is by fulfillment between needs and demand ofradiotherapy tools and human resources.Key words Breast Cancer, Cervical Cancer, Demographic Factor, Nasopharyngeal Cancer,Radiotherapy, Waiting time"
2017
T47236
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library