Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Titien Suryanti
Abstrak :
ABSTRACT Kepadatan penduduk yang melampaui daya dukung lingkungan di kota, menyebabkan sejumlah masalah sosial, ekonomi, lingkungan, dan prasarana. Jumlah penduduk yang padat memberikan tekanan pada sumber-sumber yang terbatas di kota seperti tanah, kesempatan kerja, tersedianya potensi air bersih, sarana dan prasarana, serta ruang terbuka hijau. Akibatnya, ruang yang seharusnya dimanfaatkan untuk ruang terbuka hijau (RTH) dibangun guna memenuhi tuntutan pembangunan lain. RTH secara tidak langsung semakin menyempit yang dapat berakibat kualitas lingkungan menurun. Berkurangnya RTH di wilayah perkotaan DKI dikatagorikan sudah cukup besar, yaitu 726,01 ha per tahun. Dengan semakin berkurangnya RTH akan menurunkan kualitas udara, dan ini akan menyebabkan penyakit yang disebabkan karena udara kotor. Penyakit yang diteliti adalah yang disebabkan oleh kondisi udara kotor di lingkungan permukiman padat, yaitu penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). ISPA adalah penyebab nomor satu kesakitan pada bayi dan balita, dan menempati urutan teratas dalam statistik kesehatan. Kondisi udara kotor berkaitan Brat dengan kondisi tidak adanya atau kurangnya RTH. Jumlah penderita ISPA di Kelurahan Duripulo termasuk yang tertinggi dibandingkan penyakit-penyakit yang ada, yaitu 28,35% (Laporan Tahunan Puskesmas Duripulo 1992). Kepadatan penduduk di Kelurahan Duripulo sebesar 522 jiwa/ha. Sedangkan ruang terbuka yang tersedia 0,15 m2/ jiwa, ini jauh lebih kecil dari standard kebutuhan RTH untuk lingkungan permukiman padat, yaitu 1,80 m2/jiwa. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh RTH terhadap kesehatan manusia di lingkungan permukiman padat, dengan tujuan khusus 1) meneliti pengaruh penggunaan RTH; 2) meneliti pengaruh jumlah dan jenis tanaman di dalam RTH; 3) meneliti pengaruh luas RTH; 4) meneliti pengaruh jarak RTH. Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Duripulo Kecamatan Gambir Wilayah Jakarta Pusat, selama 3 bulan dari oktober 1991 sampai Januari 1992. Kelurahan Duripulo memiliki jumlah penduduk 36.436 jiwa dengan luas area 70,70 ha, kepadatan penduduk 522 jiwa/ha, dan RTH yang tersedia 0,5 ha. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan penentuan contoh secara merata. Jumlah responden sebanyak 100 KK diambil secara proporsional dari 4 RW. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, wawancara, dan pengamatan langsung di lapangan. Selanjutnya untuk melihat adanya hubungan antara luas dan keadaan RTH dengan jumlah balita penderita ISPA, digunakan analisis korelasi. Hasil analisis statistik menunjukkan : 1. Penggunaan RTH berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Uji korelasi antara penggunaan RTH dengan jumlah balita penderita ISPA menunjukkan adanya korelasi negatif yang nyata yaitu - 0,6573, berarti semakin banyak penggunaan RTH semakin kecil jumlah balita penderita ISPA. Hal ini dapat terlihat pada daerah kurang padat dengan penggunaan RTH besar yaitu 80% (RT 01, RW 10), jumlah balita penderita ISPA-nya kecil yaitu 33,33%. Demikian pula pada daerah sangat padat dengan penggunaan RTH besar yaitu 60% (RT 02, RW 09), jumlah balita penderita ISPA-nya kecil yaitu 37,50%. Sedangkan pada daerah kurang padat dengan penggunaan RTH kecil yaitu 20% (RT 06, RW 11), jumlah balita penderita ISPA-nya besar yaitu 75%. 2. Jumlah dan jenis tanaman di dalam RTH berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Dari uji korelasi antara jumlah dan jenis tanaman di dalam RTH dengan jumlah balita penderita ISPA menunjukkan adanya korelasi positif yang nyata yaitu + 0,7619, berarti semakin besar jumlah dan jenis tanaman di dalam RTH, semakin kecil jumlah balita penderita ISPA. Ini terbukti dari pengamatan di lapangan yaitu RT 08 RW 10 dengan derajat ketetapan tanaman sangat balk (4), jumlah balita penderita ISPA-nya rendah yaitu 37,50%. Sedangkan di RT 07 RW 05 dengan derajat ketetapan tanaman sedang (2), jumlah balita penderita ISPA-nya tinggi yaitu 71,43%. 3. Luas RTH berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Uji korelasi antara luas RTH dengan jumlah balita penderita ISPA menunjukkan adanya korelasi negatif yang nyata yaitu - 0,7903, berarti semakin luas RTH, semakin kecil jumlah balita penderita ISPA. Hal ini dapat terlihat dari wilayah dengan RTH yang luas dengan jumlah balita penderita ISPA-nya kecil, yaitu RT 08 RW 10 dengan luas RTH 297,81 m2 jumlah balita penderita ISPA-nya kecil yaitu 37,50%. Sedangkan di RT 01 RW 10 dengan luas RTH 374,72 m2, jumlah balita penderita ISPA-nya kecil yaitu 33,33%. Dan di RT 02 RW 09 dengan luas RTH 947,14 m2, jumlah balita penderita ISPA-nya kecil yaitu 37,50%. Adapun di RT 06 RW 11 dengan luas RTH kecil yaitu 144,49 m2, jumlah balita penderita ISPA-nya besar yaitu 75%. 4. Jarak RTH berpengaruh terhadap jumlah balita penderita ISPA. Uji korelasi antara jarak RTH dengan jumlah balita penderita ISPA menunjukkan adanya korelasi positif yang nyata yaitu + 0,5234, berarti semakin dekat jarak RTH semakin kecil jumlah balita penderita ISPA, dan semakin jauh jarak RTH semakin besar jumlah balita penderita ISPA. Hal ini dapat terlihat di daerah sangat padat dengan jarak RTH jauh (RT 06 RW 09), jumlah balita penderita ISPA-nya besar yaitu 66,67%. Sedangkan di daerah kurang padat dengan jarak RTH dekat (RT 05 RW 10), jumlah balita penderita ISPA-nya kecil yaitu 33,330. Demikian pula untuk daerah kurang padat dengan jarak RTH dekat (RT 06 RW 10) jumlah balita penderita ISPA nya kecil yaitu 33,33%.
ABSTRACT Over population which exceeds beyond the carrying capacity in urban areas causes a number of problems in social economic, environment, and infra structure. Total number of the over population gives an emphasis on the limited city resources such as the land, job opportunity, fresh water supply, infra structure, and green open space. As the result, the area which should be used as a green open space have been converted to other utilizations. The green open space indirectly becomes narrow can result from the declining quality of environment. The declining of green open space in the cities of Jakarta is classified to be large enough, that is 726.01 ha/year. By declining of the green open space will de-crease the quality of air, and this will easily cause the disease. The disease which is being observed is caused by condition of filthy air in densely populated settlement, namely the Acute Respiratory Infection (ARI). ARI was the first cause of illnesses on babies and children (under five years old). It occupies as the hundredth level in health statistic. Total number of people who ARI suffer at Kampung Duripulo was considered higher, if compared with other illnesses, that is 28.35%. The population density at Kampung Duripulo was 522 persons/ha. While the green open space area which was provided is0.15 m2/person, this was less than the standard need for densely populated settlement, that is 1.80 m2/person. This research is meant to prove that there is an effect of the green open space for human health in densely populated settlement with special purpose, 1) to research the effect of green open space utilization on the total number of children ARI suffer, 2) to research the effect of total number and variety of plants in the green open space on the total number of children ARI suffer, 3) to research the effect of green open space width on the total number of children ARI suffer, 4) to research the effect of green open space distance on the total number of children ARI suffer. This research was done at Kampung Duripulo Gambir District Central of Jakarta, for three months from October 1991 until January 1992. The total number of population is 36,436 persons and width area 70.7 ha, the population density was 522 persons/ha, and the green open space which was provided was 0.54 ha. This research is a descriptive analysis by determination of the examples evenly. Total number of respondents as many as 100 chiefs of families were taken proportionally from 4 RW at Kampung Duripulo. The datas were collected by using questionnaire, interview, and direct observation in the area. Then to see whether there was a relation between the width and condition of the green open space on children ARI suffer, by using correlative analysis. The result of the statistic analysis showed : 1. The green open space utilization effected to the human health. Correlative test between the utilization of green open space and total number of children ARI suffer, showed a real negative correlation there was - 0,6573. Which meant that the more of green open space utilization, the total number of children ARI suffer becomes less. This could be seen in the area which was less populated by using the green open space largely, namely 80% (RT 01 RW 10), the number of children ARI suffer was small, namely 33.33%. It also happened, in the densely populated area by using the green open space largely, namely 60% (RT 02 RW 09), the number of children ARI suffer was small, namely 37.50%. In the other area which was less populated by using the green open space smallish, namely 20% (RT 06 RW 11), the number of children ARI suffer was large, namely 75%. 2. The total number and variety of plants in the green open space effected to the human health. Correlative test between total number of vegetation in the green open space and the number of children ARI suffer, showed a real positive correlation there was + 0,7619. Which meant that the more of total number and variety of plants in the green open space largely, the total number of children ARI suffer becomes less. It was proved by the observation in the area, namely RT 08 RW 10 with a very good level of plant determination (4), the total number of children ARI suffer was low, namely 37.50%. Whereas RT 07 RW 04 with a medium level of the plant determination (2), the total number of children ARI suffer was high, namely 71.43%.xvi 3. The width of green open space effected to the human health. Correlative test between the width of green open space and the number of children ARI suffer, showed a real negative correlation there was - 0,7903. Which meant that the more width of green open space, the total number of children ARI suffer becomes less. This could be seen in the RT 08 RW 10 with the width of green open space 297.81 in, the total number of children ARI suffer was small, namely 33.33%. And RT 02 RW 09 with the width of green open space 947.14 m2, total number of children ARI suffer was small, namely 37.50%. Whereas RT 06 RW 11 with the width of green open space 144.49 m2, total number of children ARI suffer was high, namely 75%. 4. The distance of green open space effected to the human health. Correlative test between the distance of green open space and the total number of children ARI suffer, showed a real positive correlation there was + 0,5234. Which meant that the nearer of green open space, the total number of children ARI suffer becomes less. This could be seen in the densely populated area (RT 06 RW 09) with a distant of green open space, the total number of children ARI suffer was high, namely 66.67%. Whereas the less populated area with a near of green open space (RT 05 RW 10), the total number of children ARI suffer was small, namely 33.33%. It also happened in the less populated area with a near of green open space (RT 06 RW 10), total number of children ARI suffer was small, namely 33.33%.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roeqsana
Abstrak :
Place bukan hanya sekedar ruang dengan batas, bentuk, ketinggian, warna, serta segala sesuatu yang mendefinisikan identitasnya melalui 'keberadaan' benda lain, melainkan lebih merupakan sesuatu yang keberadaannya dapat dikenali melalui berbagai macam hubungan dan keterkaitannya dengan apa yang ada di alam. Pada dasarnya place merupakan kesatuan makna dari 'apa' yang hidup yang ada di dalamnya. Place didiami oleh manusia dan benda lain serta diberikan makna dan nilai. Interaksi manusia dengan lingkunganlah yang dapat menciptakan suatu makna dan nilai. Bentuk, kondisi fisik serta image merupakan elemen lain yang terkait dengan manusia sehingga suatu ruang tersebut dapat berubah menjadi sebuah place. Manusia sebagai pelaku ruang tersebut adalah subjek pokok yang menentukan apakah ruang tersebut merupakan place atau bukan. Dengan demikian, penciptaan atau pembentukan suatu place dapat dilihat dari 'apa' yang terjadi di dalamnya yakni keseluruhan rangkaian peristiwa yang melibatkan manusia dan benda. Pengalaman akan suatu peristiwa merupakan hal yang sangat penting untuk menunjukkan suatu esensi dari sebuah tempat. Dan manusia cenderung mengenali suatu tempat dari adanya rangkaian peristiwa yang berlangsung dalam suatu ruang yang terjadi secara berulang.
Place is not merely constructed by placing boundaries, form, height, colour, also everything that define its identity through other things' counterposition to other, but it is more, it's precisely as a thing that can be recognized through the plural of links and interconnections to that. Basically, place is a unity of meaning from what lives beyond. Place is occupied by a person or a thing and it is imbued with meaning and value. It is the interactions of people with this environment that gives it a meaning and value so it distinct from other place. Form, physical setting and image are other elements that interrelate with a human being so space can be a place. Human as a primer subject who decides, whether a space is a place or not. Thus, creation or construction of a p/ace can be seen from 'what' appened beyond, it is all events that involve human and things that combined. The experience of an event is a very important thing to point out a sense of a place. And a person inclined to recognize a place by its all events that happened continously.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S48540
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rex Rakhito Dio Tjemerlang
Abstrak :
Polusi suara yang terdapat disekitar kita cenderung berdampak buruk pada kegiatan kita sehari-hari, mulai dari kehilangan konsentrasi, sulit tidur, hingga dapat menyebabkan penyakit serius. Peredaman kebisingan menggunakan elemen peredam pasif terbukti dapat bekerja dengan sangat efektif, namun peredaman pasif memerlukan waktu pemasangan dan biaya yang tidak sedikit. Peredaman aktif mulai diminati dengan majunya teknologi digital yang memungkinkan pemerosesan sinyal secara cepat, orangorang bisa mendapat kesunyian dengan menggunakan sistem pengurai derau aktif yang terdapat pada earphone/headphone mereka. Pada penelitian ini dirancang sebuah sistem pengurai derau aktif yang bekerja pada ruang terbuka, dengan tujuan menciptakan zona keheningan lokal. Perancangan algoritma didasarkan pada algoritma Filtered-X Least Mean Square, karena dianggap memiliki laju konvergensi dengan daya pemerosesan paling efektif. Sistem pengurai derau aktif dirancang pada perangkat lunak Max untuk implementasi sistem pada dunia nyata. Hasil pengujian sistem menunjukkan peredaman efektif rata-rata sebesar 6.2 LUFS pada titik error mic, dengan peredaman maksimal sebesar 17.82 dB pada frekuensi ±19.800 Hz. ......Noise pollution can cause many unwanted things in our everyday life, it starts with concentration lost, insomnia, to causing harmful diseases. Passive noise reduction, using passive element has been proven very effective, but also consuming a lot of time and money. Active reduction has been trending since digital era, when we could process signal in real-time. People now could get their own silence using active noise cancelling feature in their headphone/earphone. In this research, we design a active noise cancelling system for open space, with goals of creating local silence zone. The algorithm used are based on Filtered-X Least Mean Square algorithm, since it shown best convergence rate to processing power efficiency. The system is designed in Max to implement it to the real world. Testing showed that the system mean do 6.2 dB LUFS mean reduction in error mic point, with maximum reduction of 17.82 db at ±19.800 Hz.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idfan Nasywan
Abstrak :
Kota Jakarta Selatan mengalami kenaikan suhu setiap tahunya dan terjadi fenomena UHI. Keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) publik merupakah salah satu upaya dalam mitigasi UHI. Akan tetapi, ketersediaan RTH di Kota Jakarta Selatan masih terbatas dan belum memenuhi standar. Intesitas pendinginan RTH disebut greenspace cool island intensity (GCII). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik RTH publik dan disitribusi spasial GCII serta menganalisis hubungan karakteristik RTH publik dengan GCII. Karakteristik RTH dalam penelitian ini yaitu luas, landscapa shape index (LSI) dan leaf area index (LAI). Metode untuk memperoleh nilai GCII yaitu turning point. GCII diperoleh dengan menggunakan citra Landsat 8 OLI/TIRS tahun 2023. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik RTH publik di Kota Jakarta Selatan didominasi oleh tipe RTH publik dengan luas yang kecil, bentuk tidak beraturan, dan jenis vegetasi rumput dengan pohon. Nilai GCII memiliki rentang nilai mulai dari 0,51oC-2,79oC dan rata-rata 1,43oC. RTH publik di Kota Jakarta selatan memberikan efek pendinginan dengan radius 90 hingga 420 meter dan rata-rata 187 meter. Luas, LAI, dan tutupan vegetasi di area sekitar RTH publik memiliki hubungan yang signifikan dan berkorelasi positif terhadap GCII. Sedangkan tutupan lahan terbangun disekitarnya memiliki hubungan yang signifikan dan berkorelasi negatif. LSI tidak memiliki korelasi dengan GCII.

 


South Jakarta City experiences an increase in temperature every year, and the UHI phenomenon occurs. The existence of public green open space (RTH) is one of the efforts to mitigate UHI. However, the availability of green spaces in South Jakarta City is still limited and has not met standards. The cooling intensity of RTH is called greenspace cool island intensity (GCII). This study aims to analyze the characteristics of public green spaces, the spatial distribution of GCII, and the relationship between public green space characteristics and GCII. The characteristics of public green space in this study are area, landscape shape index (LSI), and leaf area index (LAI). The method to obtain the GCII value is the turning point. GCII was obtained using a Landsat 8 OLI/TIRS image in 2023. The results showed that the characteristics of public green spaces in South Jakarta City are dominated by types of public green spaces with small areas, irregular shapes, and vegetation types of grass with trees. The GCII value has a range of values ranging from 0.51 oC to 2.79 oC and an average of 1.43 oC. Public green spaces in southern Jakarta City provide a cooling effect with a radius of 90 to 420 meters and an average of 187 meters. Area, LAI, and vegetation cover around public green spaces have a significant and positively correlated relationship to GCII. While the surrounding built-up land cover has a significant and negatively correlated relationship. LSI has no correlation with GCII.

Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilda Karuniawan Sastroatmojo
Abstrak :
Ruang terbuka publik di Jakarta sedang berubah. Ruang terbuka publik menjadi ruang yang privat, berbayar, dan komersial. Minimnya ruang terbuka publik menjadikan Jakarta kota yang tidak sehat untuk warganya baik secara ekologis, psikologis, dan sosiologis. Masyarakat membutuhkan ruang terbuka guna memfasilitasi berbagai aktivitas sosial mereka. Taman kota merupakan salah satu bentuk dari ruang terbuka publik yang masis eksis di perkotaan. Di taman kota, masyarakat melakukan berbagai macam aktivitas sosialnya. Masyarakat memaknai taman kota sebagai ruang terbuka yang memfasilitasi segala bentuk interaksi dan perilaku sosial mereka. Namun ketersediaan taman kota masih dirasa kurang begitu pula dengan manajemen pengelolaannya yang tidak maksimal. Hal ini membuat banyak orang masih belum dapat mengakses ruang terbuka publik untuk memenuhi kebutuhan mereka akan ruang. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk membangun kembali taman kota sebagai ruang terbuka publik yang inklusif bagi masyarakat kota Jakarta. Semua ini akan berlangsung terus menerus sampai pada suatu kesadaran bersama akan suatu nilai yang diperjuangkan bersama menuju kota yang berkelanjutan.
Public open space in Jakarta is transforming. Public open spaces have become private space, commercial, and commoditized. The lack of public open space making Jakarta becomes unhealthy city for ecological, psychological, and sociological. Urban societies need open space in order to facilitate their social activities. Urban Park is one form of public open space that still exists in urban areas. At urban park, people can interact with others and doing various activities. The meaning of urban park as a public park open spaces are facilitate all forms of social interaction and behavior. But the availability of urban parks still considered less as well as its management is not optimal. This makes a lot of people still have not been able to access the public open space to meet their needs for space. Therefore require an effort to rebuild the urban park as a public open space that is inclusive for the city of Jakarta. This will take place continuously until awareness with a value that will together strive toward a sustainable city.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wembi Syarif Chan
Abstrak :
ABSTRAK
Kebutuhan atas ruang rekreasi di perkotaan sangat sulit, terhimpit segala bentuk pembangunan yang tidak menyisakan ruang untuk aktivitas tersebut. Kawasan Situ Cikaret merupakan ruang yang sering digunakan warga Cibinong dan sekitarnya untuk berekreasi. Dengan pendekatan penelitian realistic phenomenology, didapatkan penggambaran ensensi-ensensi konstruksi ruang rekreasi dan motif, tindakan dalam berkegiatan rekreasi di Situ Cikaret. Ruang rekreasi Situ Cikaret adalah ruang diferensial yang merupakan representasi ruang dari warga perkotaan yang menciptakan ruang alternatif atas ruang perkotaannya. Kegiatan rekreasi berlangsung pada setting besar yang berupa ruang alam situ dan setting yang kecil berupa ruang yang diproduksi sesuai dengan motif kegiatannya. Dalam mereprestasikan ruangnya ke set kecilnya, pelaku membutuhkan sebuah atribut untuk mempertegas apa yang akan dilakukan dalam kegiatan meruangnya dan status sosialnya. Hubungan kepribadian para pelaku dalam merepresentasikan ruangnya, berada pada tingkat yang apathy (sikap acuh tak acuh), hubungan mereka bersifat taken for granted atau sesuatu yang apa adanya. Saat ini cenderungan membawa ruang diferensial kawasan Situ Cikaret mejadi ruang abstrak. Salah satu yang bisa dilakukan adalah penetapan zonasi ruang yang bertujuan untuk menempatkan ruang-ruang agar lebih tertata dan juga guna membatasi kegiatan pada wilayah tertentu di kawasan situ, agar lingkungan situ dapat dipertahankan dan ditingkatkan.
ABSTRACT
The needs for recreation space in urban areas is very difficult, crushed all forms of development that does not leave room for the event. Cikaret Situ area is a room that is often used by people Cibinong and surrounding areas for recreation. With a realistic approach to phenomenology study, obtained seeing and describing of universal essences construction space and motif recreation activism in action in Situ Cikaret. Recreation space Situ Cikaret is a differential space is a representation space of urban residents who creates an alternative space on urban space. Recreational activities that take place on a large set of natural space and setting it in the form of a small manufactured in accordance with the motif activity. In the space to set his representation, actors need an attribute to reinforce what will be done in space activity and social status. Relationship represents the personality of the actors in space, is at levels apathy, their relationships are taken for granted. Current tendency to bring regional differential space Situ Cikaret becoming abstract space. One possible solution is to space zoning aims to put the spaces to be more organized and also to limit the activities of a specific region in the area Situ Cikaret, so that the neighborhood can be maintained and improved.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Austronaldo FS
Abstrak :
Permasalahan dalam penelitian ini adalah adanya kantong-kantong permukiman berbasis etnis akibat dari diaspora. Etnis Batak dalam Kampung 'Mayasari', Cililitan diambil sebagai kasus, yang mana formasi spasialnya akan diungkap dalam tesis ini. Metode yang digunakan adalah etnografi yang mana peneliti bertindak sebagai observator-partisipan. Keberadaan mayoritas warga Batak di Kampung 'Mayasari' tidak berarti bahwa diaspora termanifestasi khususnya secara spasial. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa dampak diaspora terlihat secara signifikan dari unsur gereja dan rumah karena lebih banyak ruang dan struktur yang yang tetap. Namun dampak diaspora tidak terlihat secara signifikan dari unsur lapo dan ruang semi-privat karena adanya perubahan pada ruang dan struktur di dalamnya. Maka kampung kota ini terbentuk oleh tanda diaspora yang termanifestasi dalam ruang tetap berupa ruang privat Batak. Namun adanya tanda kehadiran non-Batak dan ruang semi-privat Batak di dalamnya membuat kampung ini tidak murni terkonstitusi oleh ruang Batak secara spasial. Oleh karena itu kata 'Mayasari' atau 'kampung Batak' hanya menjadi suatu nama yang memberi identitas Batak pada kampung ini.
The issue of this research is the presence of pockets of settlement on the basis of ethnicity due to diaspora. The Batak ethnicity in Kampung 'Mayasari', Cililitan is taken as the case study, in which its spatial formation will be revealed in this thesis. The method used is ethnography in which the researcher acts as an observator-participant. The presence of majority Batak dwellers in Kampung 'Mayasari' does not mean that diaspora is manifested spatially. It is found that the impact of diaspora is significantly shown in the elements of church and house because more space and structure is fixed. But the impact of diaspora is not significantly shown in the elements of lapo and semi-private space because of the change in space and struture in it. Therefore this urban kampung is formed by a diasporic sign that is manifested in a fixed space in the form of Batak private space. But the presence of a non-Batak sign and a semi-private Batak space makes this kampung not purely constituted spatially by Batak space. Therefore the word 'Mayasari' or 'Batak kampung' becomes merely a name that gives this kampung a Batak identity.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T35449
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Willy Aulia
Abstrak :
RTH privat memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai rosot karbon. PLTU XYZ memiliki luas wilayah 72 Ha dengan RTH seluas 18 Ha. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis besaran rosot karbon dari RTH PLTU XYZ; Menghitung perhitungan emisi CO2 yang dihasilkan PLTU XYZ; mengkaji pengetahuan dan harapan pengelola PLTU XYZ terhadap manfaat RTH; dan merencanakan penghijauan melalui pendekatan potensi rosot karbon. Pendekatan riset kuantitatif dengan metode kuantitatif yang dilengkapi dengan interview kepada manajemen. Hasil penelitian menujukkan potensi rosot karbon dari RTH alami PLTU XYZ sebesar 1.082,79 CO2 eqf Ton/tahun atau 77,34 CO2 eqf Ton/Ha/tahun; Jumlah emisi CO2 yang dihasilkan oleh aktivitas PLTU XYZ sebesar 3.955.244 Ton/tahun; Harapan dari pengelola adalah membuat penghijauan dengan mempertimbangkan menggunakan tanaman yang memiliki potensi rosot karbon yang tinggi serta memiliki nilai estetika; dan penghijauan melalui pendekatan potensi rosot karbon menghasilkan kemampuan rosot karbon sebesar 20.825 CO2 eqf Ton/tahun. Untuk mencapai kesetimbangan pengelola perlu mempertimbangkan pendekatan teknologi dan pendekatan sosial.
Private green open space has the potential to be developed as carbon sinks. The CFPP XYZ has an area of 72 hectares with open space of 18 hectares. The purpose of this study is to analyze the total of carbon sink from green open space CFPP XYZ; Calculation of CO2 emissions produced by the CFPP XYZ; reviewing the knowledge and expectations of the CFPP XYZ manager on the benefits of green open space; and planning for reforestation through the approach of carbon sink potential. Quantitative research approach with quantitative methods which is equipped interviews with management. The results showed the potential for carbon sink from the natural green open space of the CFPP XYZ was 1,082.79 CO2 eqf Ton / year or 77.34 CO2 eqf Ton / Ha / year; The amount of CO2 emissions produced by the CFPP XYZ activity is 3,955,244 Ton / year; The hope of the management is to make reforestation by considering using plants that have high carbon potential and aesthetic value; and reforestation through the carbon sink potential approach produces a carbon sink capability of 20,825 CO2 eqf Ton/year. To achieve equilibrium, management need to consider technology approach and social approach.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T53260
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Nurindah Wiji Sejati
Abstrak :
Perkembangan kota Jakarta yang pesat mengakibatkan semakin terbatasnya lahan untuk pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) privat yang berada pada bangunan dan berkurangnya RTH ini mengakibatkan meningkatnya suhu udara di perkotaan. Penghijauan di atap dapat dijadikan alternatif pemenuhan RTH pada bangunan, diantaranya green roof dan roof garden melalui nilai green factor yang dapat diterapkan, namun green roof biasanya membutuhkan biaya produksi dan pemeliharaan awal yang lebih tinggi dibandingkan roof garden. Roof garden dapat lebih dimanfaatkan menjadi roof farming seiring meningkatnya kebutuhan akan pangan. Selain itu, roof farming dapat menurunkan suhu sebagai manfaat thermal baik bagi bangunan maupun lingkungan sekitarnya. Penelitian ini dilakukan untuk menetapkan nilai green factor dari roof farming dan mengeksplorasi manfaat thermal serta manfaat lebih lanjut dari manfaat thermal yang dihasilkan oleh roof farming. Penelitian dilakukan pada 2 (dua) studi kasus melalui simulasi Autodesk Revit 2023 dan pengukuran di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa roof farming dapat memiliki nilai green factor yang lebih besar daripada roof garden (0,65) yaitu 1,15-1,35. Selain dapat memenuhi kebutuhan RTH pada bangunan, roof farming dapat memberikan manfaat lebih terkait produksi pangan yang dihasilkan. Lebih lanjut lagi, roof farming dapat memberikan penurunan suhu yang signifikan sebagai manfaat thermal yaitu sebesar rata-rata 14,1°C untuk permukaan atap bangunan yang dalam penerapan lebih luas dapat mengurangi beban pendingin udara dan 4,4°C untuk suhu ruang outdoor sekitar atap yang dalam skala yang lebih besar dapat mengurangi pulau panas perkotaan (Urban Heat Island). Oleh karena itu, roof farming dapat dijadikan strategi yang efektif dalam pemenuhan RTH bangunan dan penurunan suhu di kota Jakarta. ......The rapid development of the city of Jakarta has resulted in increasingly limited land for fulfilling private Green Open Spaces (GOS) located in buildings and this reduced GOS has resulted in increasing air temperatures in cities. Greening on roofs can be used as an alternative to fulfilling green open space in buildings, including green roofs and roof gardens through applicable green factor values, but green roofs usually require higher initial production and maintenance costs than roof gardens. Roof gardens can be further utilized as roof farming as the need for food increases. In addition, roof farming can reduce temperature as a thermal benefit for both the building and the surrounding environment. This research was conducted to determine the green factor value of roof farming and explore the thermal benefits and further benefits of the thermal benefits generated by roof farming. The research was conducted on 2 (two) case studies through Autodesk Revit 2023 simulations and measurements in the field. The results showed that roof farming can provide a greater green factor value than a roof garden (0.65), namely 1.15-1.35. Besides being able to fulfill the building’s green open space, roof farming can provide more benefits related to the production of food produced. Furthermore, roof farming can provide a significant temperature reduction as a thermal benefit, which is an average of 14.1°C for the roof surface of buildings which a large scale can reduce air conditioning loads and 4.4°C for ambient roof outdoor room temperatures that on a larger scale can reduce Urban Heat Island. Therefore, roof farming can be used as an effective strategy in fulfilling building green open space and reducing temperature in the city of Jakarta.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susi Andriani
Abstrak :
Pembangunan fisik di DKI Jakarta telah mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan terutama lahan yang seharusnya diperuntukkan sebagai RTH menjadi kawasan untuk kegiatan perekonomian atau permukiman, hal ini menyebabkan luas RTH yang ada pada tahun 2010 hanya 11,2%. Jumlah ini masih jauh dari target 30% sesuai amanat Undang-undang No. 26 Tahun 2007. Penelitian bertujuan untuk menginventarisasi kondisi eksisting RTH di DKI Jakarta tahun 2012 (luas, jenis, dan kerapatan vegetasi),  menginventarisasi  luas kawasan yang berpotensi sebagai peluang pemenuhan target RTH 30%, dan mengetahui persepsi masyarakat pada pembangunan RTH. Data kondisi eksisting RTH diperoleh dari studi literatur berdasarkan dokumen instansi terkait, observasi lapangan dan perhitungan. Potensi kawasan peluang untuk memenuhi target RTH 30% diperoleh dari studi literatur dan teknik overlay peta. Inventarisasi dilakukan pada kawasan penyangga (sempadan sungai, pantai dan tandon air), serta pada kawasan-kawasan terbangun yang memiliki kewajiban untuk memenuhi Undang-undang No. 26 Tahun 2007. Persepsi masyarakat diperoleh dari survei dengan teknik wawancara menggunakan instrumen kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan luas RTH eksisting di DKI Jakarta tahun 2012 adalah 7.842,61 ha (13,27%) dari luas total daratan Jakarta.  Jenis vegetasi tercatat 142 jenis dengan kerapatan vegetasi rata-rata 277 pohon/ha. Potensi kawasan peluang yang dapat ditelusuri tercatat seluas 10.003,92 ha. Persepsi masyarakat mengenai pembangunan RTH di DKI Jakarta cukup baik. ......Physical development in Jakarta has led the conversion of land, especially land that should be designated as green open space (GOS) for the economic activity or settlement, it caused the existence of GOS  only 11.2% in 2010 . This number is still below the target of 30% as mandated by Law. 26 of 2007. This study aims to take stock of the existing condition of GOS in Jakarta in 2012 (broad, vegetation type and density of vegetation), inventory of total area that can be the opportunity area to meet the target 30% GOS in Jakarta and to determine public perceptions. Data of existing condition of GOS obtained from the literature  based on the documents from related agencies, field observations and calculations. Opportunity potential area obtained from literature, map overlay technique.Inventory conducted in the buffer zone of (river banks, beaches and water tanks), as well as in areas that have awakened to fulfill the obligation Law. 26 of 2007. Public perception survey is done by interview. The results showed GOS existing in 2012 was 7842.61 ha (13.27%) of the total land area of Jakarta. Vegetation types recorded 142 species which density of vegetation 277trees/ha. Potential opportunities recorded 10,003.92 ha area to be potential GOS. Public perception about the development of GOS in Jakarta is quite good.
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>