Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 40 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Husni Mawardi
"Tesis ini menganalisa tentang keputusan pemerintah Indonesia yang pada akhirnya mengeluarkan Tata Niaga Impor Gula. Kebijakan ini dikeluarkan oleh Indonesia sebagai setelah berjalannya liberalisasi pertanian berupa AoA WTO selama beberapa waktu dan ternyata tidak berdampak baik bagi perkembangan industri gula domestik Indonesia.
Berakhirnya Perang Dingin pada akhir tahun 1980-an telah mendorong terjadinya perubahan dalam konstalasi hubungan internasional dan terciptanya suatu tatanan dunia baru (new world order). Isu geo-politik dan keamanan yang selama ini mendominasi interaksi global secara perlahan beralih ke isu geoekonomi. Karena itu era pasca Perang Dingin lebih banyak diwamai oleh peningkatan kerjasama internasional terutama dalam bidang ekonomi. Bila pada era Perang Dingin perspektif dominannya adalah `division', kini beralih menjadi `integration'.
Dalam konteks ekonomi, integrasi merupakan upaya untuk menyatukan potensi ekonomi dari berbagai negara dengan tujuan yang lama, yaitu mencapai kesejahteraan. Kerjasama ekonomi ini terinstitusionalisasikan melalui beberapa lembaga, baik yang bersifat internasional maupun regional. Peningkatan kerjasama ekonomi internasional misalnya ditandai dengan perundingan yang diselenggarakan secara berkelanjutan untuk menyempurnakan sistem perdagangan dunia. Putaran Kenedy, Putaran Tokyo, dan Putaran Uruguai menupakan upaya untuk melakukan moderasi sistem perdagangan dunia menjadi lebih terbuka.
Dengan demikian, semangat internasionalisme baru akan membuka jalan untuk menumbuhkan suatu sistem ekonomi global untuk kepentingan dunia. Pembentukan lembaga - lembaga multirateral, seperti World Bank, IMF, dan WTO, berupaya untuk mengurangi hambatan dalam perdagangan internasional dan arus modal.
Keberadaan badan - badan keuangan tersebut ternyata mejadi alat tunggangan negara - negara maju untuk mensukseskan kepentingan mereka. Seperti yang dilakukan terhadap WTO, yang diharapkan dapat menjadi jembatan untuk masuknya komoditas dan barang produksi mereka ke negara - negara lain dengan tanpa kesulitan, terutama negara - negara berkembang. Salah satu komoditastersebut adalah gula. Dengan alasan liberalisasi pertanian sebagai wujud datangnya masa perdagangan bebas, WTO akhimya mengeluarkan AoA yang mengatur tentang bebas masuknya beberapa komoditas luar negeri. Hal ini ternyata merugikan negara - negara berkembang karena kesempatan bebas masuknya komoditas tersebut mematikan industri domestiknya.
Indonesia sebagai salah satu produsen gula terbesar di Indonesia pada masa lalu, juga terkena imbasnya karena pemberlakuan AoA ini. Industri Gula domestiknya tidak mampu bersaing dengan gula impor yang masuk. Selain kualitas yang bagus, harga gula - gula impor tersebut sangat murah. Sebagai akibatnya, banyak petani tabu, sebagai bahan baku gula, mulai beralih menanam tanaman budidaya lain, sedangkan pabrik gula sebagai pengolah mulai banyak yang tutup. Hal ini akhirnya membuat pemerintah Indonesia berusaha membuat cara untuk bisa mengembalikan kondisi industri gula domestiknya. Salah satu cara yang dilakukannya adalah dengan mengeluarkan Tata Niaga Gula Impor.
Penulisan pada tesis ini menggunakan perspektif nasionalis sebagai kerangka pemikiran, untuk menelaah mengapa pada akhirnya Indonesia mengeluarkan Tata Niaga lmpor Gula setelah pasca pelaksanaan AoA WTO. Sedangkan perspektif liberalis hanya menjelaskan keberadaan pelaksanaan liberalisasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14373
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
TRAN THI NGOAN
"This article introduces the research results of a site index classification for Acacia hybrid plantations in Dong Nai Province. The objectives of this study were to (i) determine a baseline age of Acacia hybrid plantations to establish their site indices and (ii) develop site index curves for Acacia hybrid plantations. Three standard plots were established for each age group of 1-10 years with 111 trees per plot; 108 trees were measured for the estimation of growth criteria. Three trees were used for tree truncation, and truncated trees did not count for the estimation of tree growth criteria. In this study, the site index (SI) for Acacia hybrid plantations was divided into three levels according to the total height of the dominant trees. The heights collected from 108 trees were used to build the functions of the SI, and three truncated trees were used to examine the possibilities of the functions of SI. Research results showed that the appropriate baseline age of Acacia hybrid plantations at Dong Nai Province is 8 years. The site indices of hybrid plantations were divided into three site levels of I, II, and III, corresponding to heights of 24, 20 and 16 m, respectively. To improve the effectiveness of Acacia hybrid plantation businesses, owners should focus on growing plantations at site index levels of I or II."
Bogor: Seameo Biotrop, 2021
634.6 BIO 28:1 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Titin Nuryawati
"Pengukuran kandungan nitrogen pada tanah atau tanaman merupakan dasar utama dalam monitoring dan pengambilan keputusan dalam manajemen pemupukan tanaman. Kombinasi teknologi pengukuran menggunakan Bagan Warna Daun (BWD) dan drone dengan kamera multispektral diharapkan dapat memberikan terobosan baru bagi pertanian Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan algoritma pemrograman untuk membuat Normalized Difference
Vegetation Index (NDVI) mapping berdasarkan transformasi nilai BWD. Pengambilan foto udara dilakukan saat tanaman berumur 28, 35 dan 42 hari setelah tanam (HST) dengan ketinggian terbang 3 m. Pada hari yang sama, dilakukan pengukuran warna hijau daun dengan BWD. Nilai BWD kemudian ditransformasikan kedalam nilai tone mapping sebagai dasar pembuatan NDVI mapping. Algoritma pemrograman dikembangkan dalam software Matlab dan digunakan untuk menghitung nilai NDVI dengan menerapkan metode mtresholding yang bertujuan untuk menghasilkan nilai NDVI rata-rata yang mendekati nilai NDVI eksperimen di lapangan. NDVI rata-rata secara keseluruhan bertujuan untuk menangkap nilai NDVI global foto lahan yang merepresentasikan keseluruhan tanaman yang ada di foto. Hasil simulasi menunjukkan bahwa pada umur tanaman 28 dan 35 HST, simulasi terbaik menggunakan nilai treshold 0.18 dengan persentase error 18.7% dan 15.92%. Sedangkan pada umur 42 HST, simulasi terbaik menggunakan nilai treshold 0.20 dengan persentase error 13.55%. Kinerja program yang telah dikembangkan dapat dikatakan berhasil cukup baik. Secara kualitatif, hal ini dilihat dari hasil simulasi yang sudah dapat menampilkan perbedaan warna secara visual pada tingkat NDVI yang berbeda dan pada umur tanaman yang berbeda. Secara kuantitatif, ditunjukkan dengan nilai NDVI yang bertambah seiring bertambahnya umur tanaman.

Measurement of nitrogen content in the soil or plants is the primary basis in monitoring and decision making in crop fertilizer management. The combination of measurement technology using Leaf Color Chart (LCC) and unmanned aerial vehicle (UAV) equipped with multispectral cameras is expected to provide new insight into Indonesian agriculture. The purpose of this study is to develop a programming algorithm to create a Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) mapping based on LCC value transformation. Aerial imagery collected at a critical stage of rice growth at 28, 35, and 42 days after planting (DAP) with a flight height of 3 m. Ground measurements were taken along with the UAV campaign using LCC. The LCC value then transformed into the tone mapping value as a basis for making NDVI mapping. The programming algorithm was developed in Matlab software and is used to calculate NDVI values by applying the thresholding method, which aims to produce an average NDVI value close to the NDVI value of experiments in the field. The overall average NDVI aims to capture the global NDVI value of the photo of the land that represents all the plants in the photo. The simulation results show that at the age of plants 28 and 35 DAP, the best simulation uses a treshold value of 0.18 with an error percentage of 18.7% and 15.92%. Whereas at the age of 42 DAP, the best simulation uses a treshold value of 0.20 with an error percentage of 13.55%. The performance of the program developed can be said to be quite successful. Qualitatively, this can be seen from the simulation results, which have been able to display color differences visually at different NDVI levels and different plant ages. Quantitatively, it is shown by the NDVI value that increases with the age of the plant."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Karima Pasha
"Perkembangan perkebunan teh di Hindia Belanda tidak dapat dipisahkan dari peran Preanger Planters, mereka merupakan para pekebun teh di Priangan. Salah satunya Karel Albert Rudolf Bosscha, pengelola perkebunan teh N.V. Assam Thee Onderneming Malabar pada tahun 1896-1928. Penelitian ini mengkaji peran Bosscha sebagai kepala administrator dan kontribusinya terhadap perkembangan perkebunan teh Malabar dari tahun 1896 hingga 1928. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah dengan empat tahapan, yakni heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Sumber primer yang digunakan adalah laporan, surat kabar, majalah sezaman dan arsip Cultures (1816-1920) koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan perkebunan teh Malabar dari rentang periode 1896-1928 tidak dapat terlepas dari peran Bosscha sebagai Preanger Planters. Bosscha memiliki peran yang tidak dapat diabaikan dalam membentuk identitas dan perkembangan wilayah Priangan. Keberhasilan perkebunan ini mencerminkan dedikasi dan ketekunan Bosscha dalam mengelola perkebunan teh. Atas dedikasi dan kontribusinya, N.V. Assam Thee Onderneming Malabar menjadi salah satu simbol penting bagi sejarah dan kekayaan Priangan dalam industri perkebunan teh di Hindia Belanda.

The Dutch East Indies’ tea plantation’s growth is closely tied to the Preanger Planters, who were tea planters in the Priangan region. One notable planter was Karel Albert Rudolf Bosscha, who managed the N.V. Assam Thee Onderneming Malabar tea plantation in 1896 to 1928. This study explores Bosscha's role as the head administrator and his contributions to the plantation's development from 1896 to 1928. The research followed historical research methods with four stages, heuristic, verification, interpretation, and historiography. Primary sources such as reports, newspapers, magazines and Cultures archives (1816-1920) collection of the National Archives of the Republic of Indonesia (ANRI). The analysis revealed that Bosscha played an integral part in the Malabar tea plantation's growth from 1896 to 1928, shaping the identity and progress of the Priangan region. His dedication and perseverance in managing the plantation were reflected in its success. As a result of Bosscha's contributions, the N.V. Assam Thee Onderneming Malabar became a significant symbol in the tea plantation industry's history in Dutch East Indies’ and prosperity in Priangan region."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2023
MK-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sartono Kartodirdjo, 1921-2007
Yogyakarta: Aditya Media, 1991
338.1 SAR s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wenda C. Kusumah
"Sebagai negara dengan sistim perekonomian terbuka sumber pendapatan Indonesia sangat tergantung pada pendapatan ekspornya. Keuntungan komparativ yang dimiliki Indonesia adalah pada usaha pertanian, karena subsektor perkebunan merupakan penyumbang devisa yang relatif besar pada sektor pertanian maka diperlukan penelitian akan perkembangan ekspor dari subsektor perkebunan tersebut untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor komoditi perkebunan Indonesia (KPI) baik pada sisi permintaan maupun pada sisi penawarannya. Analisis dilakukan dengan menggunakan regresi pada model ekonometri yang dimodifikasi dari model permintaan dan penawaran ekspor komoditi primer dari sekelompok Negara Sedang Berkem6ang ( NSB ) yang dibuat oleh Harian E. Bond Pada tahun 1987. Dari penelitian diketahui bahwa permintaan terhadap KPI dipengaruhi oleh harga relatif antara harga ekspor KPI terhadap harga produK sejenis di negara pengimpor dan tingkat pendapatan perkapita negara pengimpor. Sedangkan penawaran KPI dipengaruhi oleh tingkat harga relatif antara harga ekspor KPI dengan harga KPI di dalam negeri. harga relatif satu tahun lalu. kapasitas produksi perkebunan dan faktor kebijakan yang dikeluarkan untuk mendorong ekspor Indonesia. Variabel kapasitas produksi dan faktor kebijakan pada model penawaran ekspor KPI menghambat tingkat penawaran ekspor KPI, oleh karena itu perlu peningkatan peran dunia usaha dan formuiasi kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kapasitas produksi perkebunan di Indonesia."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1991
S18421
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahdah Fadil
"Dalam Perekonomian Indonesia, Komoditas kelapa sawit dan bahan tambang mempunyai fungsi sebagai salah satu sumber devisa Negara. Untuk pelaksanaan kegiatan perkebunan dan pertambangan dibutuhkan tanah dalam melakukan kegiatan usaha. Permasalahan tumpang tindih terjadi disebabkan penerbitan izin lokasi yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten yaitu Bupati. Bupati menerbitkan izin pertambangan yang letaknya dalam lokasi izin perkebunan.
Permasalahan yang diangkat siapa pihak yang berhak atas tanah yang terletak di Desa Sebabi, Kenyala dan Tanah Timur, Kalimantan Tengah dan bagaimana penyelesaian dari tumpang tindih tanah antara perkebunan dan pertambangan tersebut. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan desain deskriptif.
Hasil penelitian menyarankan agar tidak ada yang dijadikan prioritas terhadap salah satu usaha tersebut dan perlu diadakannya suatu tim khusus atau lembaga yang tugasnya pertimbangan terhadap permohonan izin lokasi kepada pejabat yang berwenang agar semua izin yang telah dan akan diterbitkan dapat terdata; Bupati harus dapat menjadi penengah dalam menyelesaikan tumpang tindih sehingga dapat diambil keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.

In Indonesian economy, the commodities of oil palm and mineral have a function as one of source of foreign exchange. For the implementation of plantation and mining, it is required land to conduct a business. The overlapping land problems occurred because of the license publication which issued by local governments, particularly the Government of the District of Regents. The regent issued a mining permit which was situated in the location of plantation licenses.
The problem which appointed is the person who entitled to the land located in the village of Sebabi, Kenyala and Land East, Central Kalimantan and how the settlement of land overlap between the plantation and mining. This research is normative with descriptive design.
The results suggest that there is no priority of one of these business and need to be holding a special team or an institution whose job is to consider of the site permit application to the competent authority for all permits that have been and will be published can be recorded; Regents should be able to overcome this problem, so that the decision can be made by deliberation and consensus."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28179
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dadang A. Permadi
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
T40146
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Yani
"ABSTRAK
Untuk mempertahankan manfaat ekosistem hutan dengan berbagai fungsinya, diperlukan suatu valuasi yang bersifat komprehensif dan terintegratif. Disamping itu, valuasi terhadap manfaat dari fungsi ekosistem hutan harus menganut prinsip nilai asuransi (insurance value).
Tujuan penelitian ini (1) Menghitung total nilai Manfaat bersih sekarang (NPV) kelayakan kegiatan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten. (2) Menghitung total nilai manfaat ekosistem hutan di Kabupaten Melawi (3) Menemukan model penentuan luas optimum areal perkebunan kelapa sawit pada suatu kawasan ekosistem hutan Hasil penelitian mendapatkan bahwa kegiatan perkebunan kelapa sawit tidak feasible untuk dilakukan dengan cara melakukan konversi terhadap ekosistem hutan. Jika hal ini dilakukan maka akan menimbulkan dampak kerugian lingkungan yang sangat signifikan dengan nilai NPV negatif sebesar Rp (248.349.067.033.000,-). Sementara itu analisis manfaat biaya mempertahankan ekosistem hutan adalah positif yaitu sebesar Rp 38.563.349.907.000,-.
Berdasarkan analisis suitabilitas menunjukkan bahwa dari total pencadangan areal perkebunan pada kawasan hutan seluas 234.348 ha, maka yang dapat dikonversikan untuk lahan perkebunan kelapa sawit hanya seluas 31.498 ha dan yang tetap dipertahankan sebagai kawasan hutan seluas 202.850 ha.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Konversi ekosistem hutan untuk dijadikan sebagai lahan perkebunan kelapa sawit dalam batas-batas tertentu di Kabupaten Melawi masih dapat dilakukan dengan syarat bahwa penentuan kelayakan luas areal perkebunan kelapa sawit harus menggunakan Indeks Ky. Indeks Ky adalah merupakan suatu indeks kompromi yang mengakomodasi 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan yaitu keberlanjutan lingkungan (ekologi), keberlanjutan sosial dan keberlanjutan ekonomi. Selain itu, indeks ini juga mendasari pada konsep pengelolaan sumbedaya hutan yaitu prinsip kehati-hatian (prudential principle) dan prinsip standar minimum yang aman ( safe minimum standar). Sehingga Indeks Ky ini dinamakan juga dengan Social, Economy and Environment Compromise Indeks (SEECI).
Hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan HHCA yang dilakukan di wilayah studi (Kabupaten Melawi) telah mendapatkan Indeks Ky sebesar 6,4401. Dengan menerapkan angka Indeks Ky ini, analisis suitabilitas terhadap total pencadangan areal perkebunan pada kawasan hutan di Kabupaten Melawi seluas 234.348 ha menemukan bahwa hanya 31.498 ha yang dapat dikonversi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit, dan 202.850 ha tetap dipertahankan sebagai kawasan hutan. Dengan komposisi ini, nilai kerusakan akibat konversi kawasan hutan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dapat diimbangi manfaat mempertahankan kawasan ekosistem hutan. Sehingga konsep pembangunan berkelanjutan dengan menciptakan keseimbangan lingkungan, ekonomi dan sosial dapat dicapai.

ABSTRACT
To maintain the benefits of forest ecosystems with a variety of functions, we need a valuation that is comprehensive and terintegratif. In addition, the valuation of the benefits of forest ecosystem function must adhere to the principle of insurance (insurance value).
The purpose of this study (1) Calculate the total net present value of benefits (NPV) Feasibility of oil palm plantations in the district. (2) Calculating the total value of the benefits of forest ecosystems in the District Melawi (3) Finding the optimum model for determining the area of oil palm plantations in an area of forest ecosystem.
The results find that the activities of oil palm plantations is not feasible to be done by way of conversion of forest ecosystems. If this is done it will cause environmental impacts are very significant losses with a negative NPV of USD (248.349.067.033.000, -). Meanwhile, the cost benefit analysis is positive to maintain the forest ecosystem that is Rp 38,563,349,907,000, -. Based suitabilitas analysis showed that of the total provisioning plantations on 234,348 ha of forest area, then that can be converted to oil palm plantations covering an area of only 31 498 ha and will be retained as an area of 202,850 ha of forest area.
The conclusion of this research is the Conversion of forest ecosystems to serve as oil palm plantations within certain limits in the District Melawi still can be done on condition that the determination of the feasibility of oil palm plantation area must use the Index Ky. Ky Index is an index of compromise that accommodates 3 (three) pillars of sustainable development is environmental sustainability (ecological), social sustainability and economic sustainability. In addition, this index also underlies the concept of management of forest resources towards the fulfillment of the principle of prudence (prudential principle) and the principle of minimum standards of safe (safe minimum standards). So the index is called Ky also with Social, Economy and Environment compromise Index (SEECI).
The result using the approach HHCA conducted in the study area (District Melawi) has gained Ky. index of 6.4401. By applying this Ky index numbers, analysis suitabilitas of the total plantation area in the reserve forest area in the district covering an area of 234,348 ha Melawi found that only 31 498 ha which can be converted into oil palm plantations, and 202,850 ha will be retained as forest area. With this composition, the value of damage caused by conversion of forests into oil palm plantations can offset the benefits of maintaining forest ecosystem area. Thus the concept of sustainable development by creating a balance environmental, economic and social development can be achieved."
Depok: 2011
D1293
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>