Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
Nadia Aqmarina
"Penelitian ini menganalisis bagaimana seluruh elemen yang terdapat pada tiga poster WWF meningkatkan kesadaran masyarakat tentang anti perburuan liar terhadap hewan. Poster-poster yang menampilkan gambar gajah, badak, dan harimau ini diterbitkan pada 2013 dan masih dipakai sampai saat ini oleh WWF di situsnya. Penelitian menggunakan metode analisis tekstual dengan teori Analisis Wacana Kritis yang digunakan oleh Yu dan O?Halloran (2009). Mereka fokus pada hubungan antara bahasa dan aspek semiotik pada sebuah produk. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa bahasa masih menjadi aspek paling penting dalam menyampaikan pesan, sementara elemen-elemen selain bahasa pada ketiga poster menjadi pendukung penyampaian pesan pada elemen bahasa dan menjadi pendukung diskusi tentang perburuan liar terhadap hewan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar elemen pada ketiga poster menampilkan keburukan tentang kegiatan perburuan liar terhadap hewan. Elemen-elemen pada ketiga poster membantu WWF mendorong pembaca untuk menyadari bahaya dan konsekuensi dari perburuan liar terutama terhadap ketiga hewan pada poster, sehingga masyarakat dan WWF dapat bersatu dan bekerja sama menghentikan kegiatan perburuan liar terhadap hewan.
This research paper analyzes how all the elements in three anti-poaching posters published in 2013 by WWF featuring an elephant, a rhino, and a tiger raise awareness about animal poaching activities. The main research method is textual analysis using Critical Discourse Analysis (CDA), specifically by Yu and O?Halloran (2009). Their objectives are focusing on the cohesiveness between the language and semiotics aspects in a product. However, the findings of this research show that language still holds the most important aspect in delivering the message while the other elements act as supports to the language and to the discussion of animal poaching. The research also shows that most of the elements in the posters reveal negativity about animal poaching. The elements help WWF in encouraging the readers to be aware of the consequences resulted from the poaching activities especially on those three animals so that people and WWF can unite and work together stopping the animal poaching activities."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Gigih Mazda Zakaria
"Kawasan konservasi merupakan kawasan khusus yang dilindungi untuk menjaga keanekaragaman hayati di dalamnya. Pada kenyataannya, terdapat banyak kasus perburuan liar di dalam kawasan konservasi yang mengancam keberadaan satwa langka. Perburuan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang terjadi di Taman Nasional Kerinci Seblat di Sumatera adalah salah satu contohnya. Studi ini akan menjelaskan bahwa perburuan liar terhadap satwa langka yang terjadi di kawasan konservasi dapat dikategorikan sebagai bentuk kejahatan lingkungan. Perburuan satwa langka yang terjadi di dalam kawasan konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat akan dianalisis dengan menggunakan teori dalam environmental criminology, yaitu teori aktivitas rutin yang melihat adanya pelaku potensial, keberadaan target, dan tempat.
Conservation area is specific protected area to maintain biodiversity inside it. But in fact, there are many cases of poaching inside conservation areas that threatened the endagered species. The poaching of sumatran tiger (Panthera tigris sumatrae) that happens in Kerinci Seblat National Park in Sumatera is one of the example. This study will explain that poaching can be categorized as environmental crime. Poaching in Kerinci Seblat National Park protected areas will be analyzed using environmental criminology, that is routine activity theory which see potential offender, suitable target, and places."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Novita Sari
"
ABSTRAKPerburuan liar merupakan salah satu bentuk kejahatan lingkungan yang mana akan berdampak pada manusia itu sendiri. Kegagalan negara dalam mengatasi permasalahan ini membutuhkan dukungan NGO yang lebih inovatif dan tidak terpengaruh kondisi politik. WWF-Indonesia sebagai tipe NGO yang membantu penegakan hukum dan melakukan kampanye, memiliki beberapa upaya untuk mencegah perburuan liar Harimau Sumatera di Rimbang Baling. Upaya-upaya ini antara lain penyadartahuan masyarakat, Tiger Protection Unit, dan Camera Traps. Akan tetapi, perburuan liar ini masih marak terjadi. Penulis melihat bahwa WWF-Indonesia belum menerapkan konsep Green Criminology yaitu elemen-elemen Environmental Crime Prevention dengan baik. Terutama elemen ke-2 mengenai akar permasalahan dan elemen ke-3 mengenai kombinasi pencegahan berbasis komunitas dan situasional.
ABSTRACTPoaching is one of environmental crimes that can affect to human nature itself. The failure of the state in overcoming this problem requires the support of NGOs that are more innovative and not affected by political interest. WWF-Indonesia as a type of NGO that helps law enforcement and conduct campaigns, has several efforts to prevent Sumatran Tiger poaching in Rimbang Baling. These efforts include community awareness, Tiger Protection Unit, and Camera Traps. However, this poaching is still high. The researcher concludes that WWF-Indonesia has not implemented the Green Criminology concept, namely the elements of Environmental Crime Prevention properly. Especially, the second element that related to root problem and the third element regarding the combination of community-based and situational prevention."
2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Amira Karin Khairana
"Perspektif kapitalis budaya mengasumsikan bahwa kebebasan kreativitas musisi dibatasi oleh logika industri yang berorientasi mencari keuntungan, oleh karena itu penelitian sebelumnya mengidentifikasi musisi indie bawah tanah bernegosiasi dengan perusahaan rekaman arus utama untuk mempromosikan subkultur yang berbeda dari genre dominan. Tulisan akademis ini bertujuan untuk memahami taktik grup musik indie bawah tanah “Efek Rumah Kaca”, sebagai negosiasi terhadap musik arus utama dominan dan sebagai produksi budaya DIY yang kreatif/ inovatif, untuk bertahan dalam industri musik kapitalis. Dengan menggunakan metode analisis tematik konten, bentuk negosiasi yang terjadi diidentifikasi melalui representasi teks khususnya lirik lagu dari karya musik Efek Rumah Kaca. Hasil analisis memperlihatkan bahwa Efek Rumah Kaca menegosiasikan musik arus utama dengan mengadopsi praktik dan simbol dari industri musik populer, ke dalam tindakan alternatif mereka sendiri yang otonom serta kreatif/ inovatif. Bentuk negosiasi juga ditemukan dalam lagu-lagu bergenre indie pop mereka, yang dalam liriknya menyuarakan kepedulian terhadap isu sosial-politik, moral, agama, dan budaya, sebagai kritik terhadap institusi dominan di masyarakat serta industri musik populer arus utama yang kapitalis. Guna bertahan dalam industri musik kapitalis, grup musik indie bawah tanah ini menciptakan ruang khusus (niche space) dengan memaksimalkan capital dan arena (field) yang dikuasai untuk produksi budaya DIY yang mementingkan estetika, serta memanfaatkan sekaligus mengklaim legitimasi/ otoritas budaya setempat.
The cultural capitalist perspective assumes that musicians' freedom of creativity is limited by the industrial logic of profit laden, hence previous studies identified underground indie musicians negotiate with the mainstream recording company to promote a distinct subculture from the dominant genre. This academic paper aims to understand the tactics employed by underground indie music group “Efek Rumah Kaca”, as a form of negotiation between dominant mainstream music and indie musicians which represent creative/innovative DIY cultural production, to survive in the capitalist music industry. Employing thematic content analysis method, the findings suggest the form of negotiation that was occured could be identified through text representation, especially the song lyrics of the musical product of Efek Rumah Kaca. Moreover, Efek Rumah Kaca negotiates with mainstream music by adopting practices and symbols of the popular music industry, into their own autonomous and creative/innovative alternative acts. The form of negotiation is also found in their indie pop songs, which in the lyrics express concern for socio-political, moral, religious and cultural issues, as a critique of the dominant institutions in society and the capitalist mainstream popular music industry. In order to survive in the capitalist music industry, this underground indie music group creates a niche space by maximizing their capital and field for the production of DIY culture that emphasizes aesthetics, as well as utilizing and claiming the legitimacy/authority of local culture."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Muhammad Hamdy Yusuf
"Negara Indonesia dikenal sebagai negara dengan sumber daya alam yang berlimpah, salah satu contoh sumber daya alam yang dimiliki adalah beragamnya jenis satwa khas Indonesia seperti gajah sumatera, namun saat ini gajah sumatera termasuk kedalam kategori critically endangered karena diburu untuk diambil gadingnya yang diolah menjadi berbagai komoditas, seperti pipa gading gajah. Perdagangan pipa gading gajah merupakan bisnis yang menguntungkan bagi para pelaku kejahatan karena masih adanya celah dalam upaya penegakan hukum di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat perdagangan pipa gading gajah sebagai bentuk illegal wildlife trade dan menganalisis upaya penegakan hukum dalam kerangka conservation criminology. Penelitian ini menggunakan metode analisis studi literatur dan sumber data utama melalui data sekunder. Penelitian ini menghasilkan temuan berupa saran kebijakan yang didasari konsep conservation criminology sebagai kerangka kerja utama. Kebijakan yang disarankan adalah adanya kebijakan yang menyeluruh dari setiap tahapan, kebijakan yang berfokus pada penurunan demands, kebijakan yang berfokus pada upaya perlindungan satwa, kebijakan yang berfokus pada pengurangan potensi negara Indonesia terhadap ancaman perdagangan satwa liar, dan penguatan aspek penegakan hukum serta pemberantasan pelaku kejahatan terorganisir kejahatan satwa liar.
Indonesia is known as a country with abundant natural resources, one example of the natural resources it has is the various types of typical Indonesian animals such as the Sumatran elephant, but currently Sumatran elephants are included in the critical category because they are hunted for their ivory which is processed into various commodities. , like an elephant ivory pipe. The trade in elephant ivory pipes is a profitable business for criminals because there are still gaps in law enforcement efforts in Indonesia. Therefore, this research aims to look at the trade in elephant ivory pipes as a form of illegal wildlife trade and analyze law enforcement efforts within the framework of conservation criminology. This research uses a literature study analysis method and primary data sources through secondary data. This research produces findings in the form of policy suggestions based on the concept of conservation criminology as the main framework. The recommended policy is a comprehensive policy from every stage, a policy that focuses on reducing demands, a policy that focuses on efforts to protect animals, a policy that focuses on reducing the potential of the Indonesian state for the threat of illegal animal trafficking, and strengthening aspects of law enforcement and eradicating criminals."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Oxford: Oxford University Press, 1974
639.109 24 WAL
Buku Teks Universitas Indonesia Library