Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Schraeder, Peter J.
Australia: Thomson, 2004
320.5 SCH a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Owin
"Untuk tujuan mencari solusi agar program penanggulangan kemiskinan memperoleh basil yang maksimal, maka refleksi awal yang hares dikerjakan adalah melakukan peninjauan kembali kepada konsep pendekatan ""pemberdayaan""; apakah secara konseptual sudah dapat dikatakan tepat, dan bagaimana pula dengan perakteknya di lapangan?
Dewasa ini ketika Bangsa Indonesia dihadapkan pada fakta bahwa persoalan kemiskinan berkembang semakin kompleks dan multidimensional, sementara bersamaan dengan itu program penanggulanganpun terus dilakukan, maka sebagai jawaban kritisnya adalah konsep pemberdayaan perlu disempumakan dan yang terpenting lagi adalah prinsip-prinsip pemberdayaan perlu direfleksikan dalam bentuk kegiatan aksi di lapangan. Para pelaku utama pemberdaya yang terdiri dari seluruh unsur stakeholders, hares profesional dan komitmen untuk menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan di lapangan; tanpa batasan tersebut, maka program penanggulangan kemiskinan hanya akan menjadi sia-sia dan pemborosan saja.
Dari hasil kajian selama melakukan pengamatan dan penelitian, akhimya ditemukan solusi penanggulangan kemiskinan ke depan yang penulis sebut dengan 12 prinsip pemberdayaan, yakni: Satu, para pelaku utama pemberdaya dan seluruh unsur stakeholders pada umumnya, hares berlaku adil (melaksanakan prinsip kerja berdasarkan keadilan prosedural sebagaimana yang digagas oleh John Rawls); dua, seluruh unsur stakeholders hares jujur (jujur kepada din sendiri dan kepada orang lain); tiga, kemampuan melakukan problem solving, enterpreneurial, menjual inovasi, asistensi, fasilitasf promosi, dan social marketing; empat, kerjasama dan koordinasi pseluruh unsur stakeholders; lima, partisipasi aktif dan seluruh unsur stakeholders; enam, lingkup dan cakupan program berlangsung secara terpadu; tujuh, mengutamakan penggalian dan pengembangan potensi lokal; delapan, aktif melakukan mobilisasi dan peningkatan swadaya yang bertumpu kepada kekuatan masyarakat sendiri/kelompok sasaran (self-reliant development); sembilan, mengembangkan metode pembinaan yang konstruktif dan berkesinambungan; sepuluh, pelaksanaan kegiatan berlangsung secara gradual/bertahap; sebelas, seluruh unsur stakeholders hares konsisten terhadap pola kerja pemberdayaan; dan duabelas, komitmen serta perduli kepada misi pemberdayaan dan kepada masyarakat miskin yang kurang mampu (Sense of mission, sense of community, and mission driven profesionalism).
Kunci (prioritas) dari dua betas prinsip pemberdayaan terletak pada kualitas penerapan keadilan (kualitas keadilan prosedural) dan para pelaku utama pemberdayaannya. Mereka adalah yang pertama yang hares melakukan pemberdayaan kepada dirinya. Artinya bahwa sebelum keduabelas prinsip pemberdayaan tersebut menjadi prinsip bersama, maka para pelaku utama pemberdayaan hams lebih awal untuk memulainya.
Keadilan prosedural yang digagas Rawls sangat signifikan untuk mendukung keberhasilan penanggulangan kemiskinan. Keadilan prosedural dari Rawls memang bukan segalanya, tetapi dalam pendekatan pemberdayaan dapat ditempatkan sebagai posisi kunci bersamaan dengan kesebelas prinsip pemberdayaan lainnya.

Abstract
On behalf of the searching on solution to maximize the poverty
program, then the requirement for the first reflection which should be
conducted is to make a reconsideration on the concept of ?empowerment with
questions such as: ls empowerment appropriate conceptually? And how is the
practice in the field?
Right in this moment, indonesia is facing the facts on the growing of
complexity of poverty problems and its multidimensional aspects. Meanwhile,
along with that the poverty alleviation program that should be in going
condition, then as a critical answer is the empowerment concepts should be
improved and the most important are the principles of empowerment should be
reflected in the field action programs. The main actors who consist of all
elements of stakeholders should be professional and full of commitment to
apply the empowerment principle in the fields. Without that definition then the
poverty-solving program will un-useful and wasteful.
The result of observation and research arrived at a finding that the
future solution on poverty alleviation needs 12 principles of empowerment.
Those principles are: first, the main actor to empowerment and other
stakeholder should acts in just and fair (to apply the working principle based on
the procedural justice which suggested by John Rawls); second, all
stakeholders elements should be honest (honest to them selves and others).
Then the third, ability of problem solving, enterpreneurship, sale the innovation,
assistance, facilitating, promoting and social marketing; fourth, cooperation
and coordination all elements of stakeholders. Fifth, active participation of all
elements of stakeholders; six, scope and covers of program should be
integrated; seven, put on emphasis and development of local potency; eight,
should he active to mobilize and enhance the self ability which based on
people power itself or the targeted group (self-reliant development); nine,
developed the methods of constructive and continuous development; ten, the
gradual implementation; eleven, all elements of stakeholders should be
consistent to the working pattern of empowerment; and twelve, commitment
and concern on the empowerment mission and to the poor people (Sense of
mission, sense of community, and mission driven professionalism).
The key or priority of that empowerment principles are on the quality of the
application or implementation a justice (quality ofa procedural justice) of the
main actors ofthe empowerment program. They are the first who required to
be self-empowered. its mean that the main actor should start or begin first as a
requirement, before the twelve principle become the main principle.
Procedural Justice, which suggested by John Rawis is significantly
support the success of poverty alleviation. Rawls procedural justice is not the
answer of all problems, but it can be used as a key together with the other
eleven principles."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T10947
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Suryadi
"ABSTRAK
Pembangunan rumah ibadat di Indonesia berkembang pesat dibawah PBM 2 Menteri 2006 namun ada kasus gangguan yang menghambat pembangunan gereja Yasmin Bogor terkait IMB datang dari warga dan dari Pemkot Kota Bogor yang telah menerbitkan IMB. Dalam perspektif Theory of Power Crime, gangguan tersebut adalah penyimpangan. Penyimpangan itu telah saling merugikan dua kelompok masyarakat di Kota Bogor dan kondusif bagi terbentuknya perilaku kolektif dan Budaya Dalam Transisi. Kemungkinan ledakan perilaku kolektif dari kelompok yang berkonflik diperkuat dengan pelabelan Kristenisasi dan Radikalisme yang mendorong kelompok memilih penyimpangan sebagai solusi. Hal ini merupakan ancaman dan gangguan bagi Ketahanan Kota Bogor. Studi Kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui dan mengungkap penyimpangan pembangunan rumah ibadat GKI Yasmin dalam perspektif Theory Power of Crime dan pengaruh penyimpangan tersebut terhadap Ketahanan Daerah dengan pendekatan collective Behavior. Studi ini menunjukan Pemerintah Kota sebagai pelaku penyimpangan utama, dan juga menunjukan para pemegang kontrol sosial Kota Bogor dapat mencegah terjadinya ledakan perilaku kolektif itu dan menyarankan untuk melanjutkan solusi relokasi gereja dan pengadilan bagi pelaku penyimpangan penipuan surat persetujuan warga terus dilanjutkan agar penegakan hukum menciptakan keadilan bagi semua.

ABSTRACT
The construction of worship houses in Indonesia is rapidly growing under the PBM 2 Ministers 2006 and there is no case of disorders by local people until the contruction of Yasmin church in Bogor. People rejected the permit of construction the church by Bogor municipal government who issued IMB. In the perspective of Power Theory of Crime, the disorder is a deviation. The deviation causes disadvantage for two communities in the Bogor City and it is conducive for the formation of collective behavior and Culture in Transition . There is possible explosion of collective behavior groups in conflict and it is reinforced by labelingChristianization and radicalism that drives the group to choose the deviation as a solution. This is a threat and a nuisance to resistance of Bogo rCity. This qualitative study aimed to determine and uncover irregularities in the construction GKI Yasmin church and in the perspective of the Power Theory of Crime and the influence of the deviation to Bogor the Regional Resilience Behavior collective approach. This study shows the Bogor City authorities as a major deviation actors, and it is the also shows that the holders of social control in Bogor can prevent the explosion of collective behavior and to suggest solutions by continuing the relocation of the church and to prosecute the perpetrators of fraud deviation of the residence approval letter and to continue creating justice of law enforcement for all."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Elvriza
"ABSTRAK
Masa cohabitation pertama pada Republik V Prancis dimulai dengan diangkatnya Jacques Chirac sebagai perdana menteri. Presiden Prancis Francois Mitterrand memilih Jacques Chirac sebagai perdana menteri setelah koalisi partai kanan berhasil memenangkan pemilihan legislatif tahun 1986.
Francois Mitterrand yang berasal dari Partai Sosialis dan beraliran kiri harus bekerja sama dengan Jacques Chirac dari RPR (Rassemblement pour la Republique) yang beraliran kanan untuk menjalankan pemerintahan. Banyak konflik yang timbul karena perbedaan politik di antara keduanya.
Saling akomodasi antara Francois Mitterrand dan Jacques Chirac terjadi pada saat pembentukan kabinet. Jacques Chirac menyetujui untuk melibatkan Francois Mitterrand dalam pembentukan kabinet. Sebagai gantinya, Jacques Chirac meminta dilibatkan dalam pengambilan keputusan masalah luar negeri. Namun, pada saat penetapan kebijakan, tidak ada akomodasi di antara keduanya. Francois Mitterrand menolak kebijakan yang diambil oleh cabinet Jacques Chirac dengan cara menolak menandatanganinya atau melalui wakil-wakilnya di parlemen.

"
2001
S13453
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Kurnia Syah Putra
"Rasisme media politik merupakan kajian klasik yag menarik untuk diulas kembali,
tentu sebagai pembaharuan pemikiran. Konsep Rasisme Media memandang media
massa sebagai medan perang ideologi, di dalamnya terjadi pertentangan kelas antara
ruling class dan subordinat class. kekacauan inilah yang melahirkan rasis ideologi
media. Di mana elitis penguasa media memaksa subordinat class menerima konten
media yang sarat kepentingan ruling class. Meminjam pemahaman dari Stuart Hall
(1932) melalui tulisannya yang tajam berjudul The Whites Of Their Eyes; Racist
Ideologies and the Media. Ia mengungkapkan analisis dari praktek media
berdasarkan perspektif dari teori kulturalis Marx, yakni dengan mengungkapkan
otonomi media massa dan mengganti konsep Hegemoni Gramsci serta Althusser
yang memandang media sebagai ideological state apparatus (Woollacott 1982: 110).
Secara politis, tahun 2014 merupakan puncak dari hipotesis jurnalisme politik. Media
terkooptasi, seolah wibawa ?media publik? runtuh seruntuh-runtuhnya oleh segelintir
orang penguasa media. Kemudian yang ?segelintir? tersebut kesemuanya masuk ke
ranah politik praktis. Dapat disebutkan, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie
dengan Viva Group. Hary Tanoesoedibjo, calon wakil presiden usungan Partai Hati
Nurani Rakyat dengan MNC Group. Surya Paloh, pendiri sekaligus Ketua Umum
Partai Nasional Demokrat dengan Media Indonesia Group. Dahlan Iskan, politisi
baru melalui Partai Demokrat juga seorang Raja Media dibawah bendera Jawa Pos Group."
Jakarta: Lembaga Riset Univ Budi Luhur, 2014
384 COM 5:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fetzer, Gunther
"Buku ini merupakan kumpulan esai para tokoh terkenal di Jerman dalam kurun waktu 40 tahun terakhir. Beberapa tokoh terkenal Jerman yang ada dalam buku ini antara lain Günter Grass, Konrad Adenauer, Martin Walser, Rudi Dutschke, Heinrich Böll dsb."
München: Wilhelm Hezne Verlag, 1989
JER 943.087 FET s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library