Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 29 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mardiana
Abstrak :
Pertumbuhan yang cukup pesat disuatu daerah terkait dengan keberadaan sarana dan prasarana didaerah tersebut. Salah satu contohnya adalah sarana transportasi yang semakin meningkat pula baik dari segi kualitas inaupun segi kuantitasnya. Kota Depok sebagai wilayah penyangga DKI Jakarta seperti yang tertuang di dalam RDTRnya mengalami perkembangan sarana dan prasarana transportasi yang pesat pula. K-egiatan perbengkelan sebagai salah satu prasarana transportasi menempati peringkat keempat dari sepuluh besar industri yang ada di kota Depok berdasarkan jumlahnya. Kegiatan perbengkelan pada dasamya adalah kegiatan menambah guna dan nilai dari kendaraan. Namun selain manfaat yang diperoleh tersebut, kegiatan perbengkelan juga menghasilkan dampak negatif terutama dalam kaitannya dengan lingkungan hidup. Untuk mengatasi masalah limbah tersebut, diterapkan program pencegahan pencemaran yang memiliki prinsip mencegah timbulnya limbah seawal mungkin dan bukan mengolah limbah yang sudah terbentuk. Dengan menerapkan program pencegahan pencemaran ini selain melindungi masyarakat dari kerusakan lingkungan dan melindungi lingkungan itu sendiri, juga dapat mengurangi biaya operasional tertutama dengan melakukan efisiensi energi serta peningkatan citra di mata masyarakat karena profesional. Penerapan efisiensi energi serta penerapan minimasi biaya-biaya operasional yang lain, bengkel Hero dapat melakukan penghematan sebesar Rp. 7.357.452,-/tahun (Mei 1999).
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S34942
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardi Yoga Pratomo
Abstrak :
ABSTRAK
Pencegahan pencemaran merupakan sebuah pendekatan dalam mengatasi masalah pencemaran. Pada metode ini, mengurangi sumber pencemaran menjadi prioritas utama dalam hirarki pengelolaan limbah. Limbah di Institusi pendidikan walaupun dalam segi kuantitas tidak sebesar limbah yang dihasilkan oleh sektor industri, memiliki variasi yang cukup banyak, sehingga tetap perlu diperhatikan.

Program Pencegahan Pencemaran selain bertujuan meningkatkan kualitas lingkungan yang lebih baik dengan mengurangi tingkat pencemaran, juga ? memiliki nilai ekonomis dalam penerapannya. Penelitian terhadap kemungkinan diterapkannya program ini dilakukan dengan mengumpulkan data limbah yang dihasilkan oleh objek studi selama satu tahun.

Di dalam skripsi ini analisa yang dilakukan adalah mencoba semua metode pencegahan pencemaran dan membandingkan nilai ekonomis sebelum dan sesudah program diterapkan.

Akhirnya, dari analisa yang dibuat dapat disimpulkan bahwa Program Pencegahan Pencemaran dapat diterapkan pada objek studi dengan nilai keuntungan yang didapatjika program Pencegahan Pencemaran dilaksanakan.
2000
S35043
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustinus Yuventus
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S34947
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Evi Donna
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S34984
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cecep Aminudin
Abstrak :
Pencemaran udara dapat disebabkan oleh berbagai sumber, antara lain dari aktifitas industri. Untuk mengatasi persoalan pencemaran udara, termasuk dari industri, pemerintah di berbagai negara, termasuk di Indonesia, mengeluarkan berbagai macam kebijakan untuk mengendalikannya. Namun demikian, penelitian mengenai efektivitas dari kebijakan yang telah ditetapkan masih sangat kurang dilakukan. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah berusaha untuk: (1) mengetahui efektivitas kebijakan pengendalian pencemaran udara industri di DKI Jakarta, Indonesia, (2) mengetahui efektivitas kebijakan pengendalian pencemaran udara industri di NSW, Australia. (3)mengetahui perbandingan efektivitas kebijakan pengendalian pencemaran udara industri di DKI Jakarta dengan di New South Wales. Penelitian ini menggunakan pendekatan expost facto terhadap data sekunder berupa laporan-laporan badan-badan pemerintah di kedua negara yang diterbitkan antara tahun 1990 - 2006 dan hasil-hasil penelitian lain yang relevan. Analisa dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif untuk menentukan nilai (1-5) dari masing-masing parameter efektivitas kebijakan pengendalian pencemaran udara industri. Parameter untuk mengukur efektivitas kebijakan terdiri dari parameter produk kebijakan (policy output), parameter hasil antara kebijakan (intermediate outcomes) dan parameter hasil akhir kebijakan (end outcomes). Nilai rata-rata dari semua parameter kemudian dimasukan dalam skala efektivitas untuk mengetahui tingkat efektivitas kebijakan pengendalian pencemaran udara industri dan masingmasing lokasi penelitian. Kategori tingkat efektivitas yang ditetapkan dalam penelitian ini, mulai dari yang terendah, adalah: tidak efektif, belum efektif, potensial efektif, cukup efektif, sangat efektif. Dengan sistem negara Indonesia yang berbentuk kesatuan, kebijakan pengendalian pencemaran udara industri yang berlaku di Jakarta berada pada level nasional dan level daerah. Kebijakan pengendalian pencemaran, termasuk pencemaran udara industri, dimulai pada tahun 1980-an. Instrumen kebijakan pengendalian pencemaran udara industri di tingkat nasional maupun di tingkat daerah hampir lama dan lebih menitikberatkan pada pendekatan atur dan awasi atau command and control. Sementara itu, pendekatan ekonomi belum banyak dikembangkan baik di level nasional maupun di level daerah. Evolusi pengaturan pencemaran di Indonesia bergerak ke arah desentralisasi dengan penguatan peran pemerintah daerah dalam pengendalian pencemaran danpenjabaran kebijakan pengendalian pencemaran untuk berbagai macam media termasuk udara. Sementara itu, dengan sistem negara Australia yang berbentuk federal, di NSW kebijakan pengendalian pencemaran udara industri lebih banyak berada di tangan negara bagian. Sedangkan pemerintah federal hanya mengembangkan kebijakan umum seperti ketentuan tentang baku mutu udara ambien. Kebijakan pengendalian pencemaran udara, termasuk dari sumber industri, dimulai pada tahun 1960-an. Selain itu, instrumen ekonomi dalam bentuk load based licensing juga sudah mulai dikembangkan di tingkat negara bagian NSW disamping penyempurnaan pada pendekatan command and control. Evolusi pengaturan pencemaran udara industri di Australia, khususnya di NSW bergerak ke arah integrasi pengendalian pencemaran antara sate jenis media dengan media lainnya, dan mulai berperannya pemerintah federal dalam upaya pengendalian pencemaran. Terkait dengan tujuan penelitian, dari studi ini diketahui bahwa di DKI Jakarta produk kebijakan (policy output) berupa pendayagunaan berbagai macam instnunen kebijakan (mixed policy instrument) masih lemah, kondisi basil antara kebijakan (intermediate outcomes) berupa perilaku penaatan industri terhadap kebijakan masih rendah dan hasil akhir kebijakan (end outcomes) berupa beban emisi dari industri dan kualitas udara ambien di daerah industri juga masih belum baik. Sedangkan di New South Wales, produk kebijakan (policy output) berupa pendayagunaan berbagai macam instrumen kebijakan (mixed policy instrument) cukup kuat, kondisi hasiI antara kebijakan (intermediate outcomes) berupa perilaku industri terhadap kebijakan cukup tinggi dan hasil akhir kebijakan (end outcomes) berupa beban emisi dari industri dan kualitas udara ambien juga cukup baik. Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan: (1)kebijakan pengendalian pencemaran udara industri di DKI Jakarta termasuk dalam kategori belum efektif (2)kebijakan pengendalian pencemaran udara industri di New South Wales termasuk kategori potensial efektif. (3)kebijakan pengendalian penemaran udara industri di New South Wales lebih efektif dibanding kebijakan pengendalian pencemaran udara industri di DKI Jakarta. Untuk mengurangi kesenjangan tingkat efektivitas di Jakarta dibandingkan di New South Wales perlu dilakukan perbaikan strategi kebijakan, penguatan kapasitas kelembagaan pemerintah, penguatan upaya penegakan hukum, serta perhatian politik yang cukup dari penentu kebijakan.
The main sources of urban air pollution are come from transportation and industrial activity. To overcome the problem, the governments in the world are trying to formulate and implement policy to control industrial air pollution in various policy approaches. However, the research about the effectiveness of that policy is still rare. The aims of this research are: (1) To know about the effectiveness of industrial air pollution control policy in Jakarta, Indonesia, (2) To know about the effectiveness of industrial air pollution control policy in New South Wales, Australia. (3) To compare the effectiveness of industrial air pollution control policy in Jakarta and New South Wales. This research is based on ex-post facto approach which uses secondary data from the report of government agency in bath countries that issued between 1990 - 2006 and another research report which are relevant with this thesis. The analysis is based on quantitative and qualitative method to find the value for each research indicator in 1-5 scale. The average value fromall indicator then classified into the effectiveness scale index to know the degree of the effectiveness. This research divide the effectiveness scale, from lower to higher, are: not effective, not yet effective, potentially effective, sufficiently effective and very effective. With the Indonesian unitary state system, the air pollution control policy is on the hand of local as well as the central government. The pollution control policy, including pollution from industry, was begin in 1980-s. The policy instrument that had been applied in national and local level are very similar and give more emphasize on command and control approach. Meanwhile, the economic instrument are still under developed. The evolution of pollution control in Indonesia are moving from centralized to decentralized system and the empowering of local government role in protecting environment Indonesia also at the stage of elaborating the environment protection policy in various kind of pollution media, including air pollution, from general principle and regulation of environmental protection. Meanwhile, with the Australian federal system of the state, air pollution control policy in NSW is heavily on the hand of the state. While the federal government only developing general policy such as ambient air quality standard. The air pollution control policy in Australia was begin in 1960-s. The economic instrument in the form of load based licensing are developed in NSW since 1997 beside the reformation of the enforcement system. The evolution of pollution control in Australia, especially in NSW, are moving from media specific to more integrated and multimedia approach. Australia also at the stage of empowering the federal government to take responsibility for controlling pollution especially on national significant pollution issues. Related with the objective of the research, this study found that, in Jakarta, the utilization of mixed policy instrument as a policy output are weak, the condition of the compliance behavior of industry as an intermediate policy outcome is low and the emission load and the ambient air quality in industrial area as end policy outcomes is not so good. Meanwhile, in New South Wales, the utilization of mixed policy instrument as a policy output are strong, the condition of the compliance behavior of industry as an intermediate policy outcome is high and the emission load and the ambient air quality in industrial area as end policy outcomes are relatively better than in Jakarta. The conclusion of this research are, generally the effectiveness level of industrial air pollution control policy in Jakarta are not yet effective, while the effectiveness level of industrial air pollution control policy in New South Wales are potentially effective. So the effectiveness of industrial air pollution control policy in New South Wales is one level higher than in Jakarta. To fill the effectiveness gap in Jakarta which is lower than in New South Wales, it is a need to reform the policy strategy, strengthening institutional capacity, strengthening law enforcement efforts, and adequate political support from the policy makers.
Depok: 2006
T17904
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Lian Kautsar
Abstrak :
Masalah pencemaran lingkungan sungai di kota DKI Jakarta, telah menunjukkan gejala yang cukup serius. Salah satu penyebab dari pencemaran tersebut adalah air buangan dari limbah perkantoran. Gedung The City Center (TCC),. merupakan gedung perkantoran yang terletak di Jakarta Pusat. Gedung ini telah mempunyai IPAL dengan sistim lumpur aktif dan telah berupaya menjaga kualitas air limbah buangan nya memenuhi baku mutu air limbah sesuai permen LHK RI No. 68/Menlhk/Setjen/kum.1/8/2016. Sejak tahun 2020, telah terjadi pandemi COVID-19 sehingga debit air olahan menurun hingga kurang dari 50% dari total desain kriteria debit. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengaturan debit resirkulasi lumpur aktif . Tujuan dari penelitian ini mengevaluasi efisiensi penyisihan BOD dan COD dalam kurun waktu tahun 2017 hingga bulan Maret 2021, mengatur debit resirkulasi lumpur aktif pada masa pandemi COVID-19 dan mengevaluasi efisiensi penyisihan BOD dan COD. Data BOD dan COD pada kurun waktu 2017 hingga bulan Maret 2021 dikumpulkan dari data sekunder. Pengaturan debit resirkulasi lumpur dilakukan dari kondisi maksimum resirkulasi sampai dengan kondisi resirkulasi terendah yaitu pada 176 m3/hari, 206 m3/hari dan 236 m3/hari. Pada tiap variasi debit, dilakukan pengambilan sampel lumpur di tanki pengukuran, sampel air limbah influent di bak grit chamber dan sampel air limbah effluent di bak effluent. Pengambilan sampel dilakukan pada waktu tinggal 24 jam dan 48 jam. Sampel lumpur di tanki pengukuran diukur MLSS, sampel influent dan effluent dikur kadar BOD dan COD. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa debit resirkulasi lumpur yang optimum terjadi pada 206 m3/hari dengan waktu tinggal 24 jam. Jumlah MLSS di tangki aerasi sebesar 4435.97 mg/L dan , Nilai Food to mass ratio (F/M ratio) sebesar 0.008374 kg BOD/kg. Pada kondisi optimum, effisiensi penyisihan BOD dan COD masing – masing sebesar 95.60% dan 96.73%. Pada kondisi pandemi COVID-19, dengan mengatur debit resirkulasi lumpur, efisiensi penyisihan BOD dan COD lebih tinggi dibanding tanpa pengaturan debit resirkulasi dengan efisiensi penyisihan rata –rata BOD dan COD masing masing 94% dan 93% ......The problem of river environmental pollution in the city of DKI Jakarta, has shown quite serious symptoms. One of the causes of this pollution is wastewater from office waste. The City Center (TCC) building. is an office building located in Central Jakarta. This building already has an WWTP with an activated sludge system and has made efforts to maintain the quality of its wastewater discharge to meet the wastewater quality standards according to the Indonesian LHK Regulation No. 68/Menlhk/Setjen/kum.1/8/2016. Since 2020, there has been a COVID-19 pandemic so that the treated water discharge has decreased to less than 50% of the total design discharge criteria. Therefore, it is necessary to regulate the activated sludge recirculation discharge. The purpose of this study were evaluate the efficiency of BOD and COD removal from 2017 to March 2021, setting the activated sludge recirculation discharge during the COVID-19 pandemic and evaluate of removal efficiency of BOD and COD . BOD and COD data for the period of 2017 up to March 2021 were collected from secondary data. Sludge recirculation discharge settings are carried out from the maximum recirculation conditions to the lowest recirculation conditions at 176 m3/day, 206 m3/day and 236 m3/day. For each discharge variation, a sample of sludge was taken in the measurement tank, a sample of the influent wastewater taken in the grit chamber and a sample of the effluent wastewater taken in the effluent tank. Sampling were carried out at detention time of 24 hours and 48 hours. Sludge samples in the measurement tank were measured MLSS, influent and effluent samples measured oncentration of BOD and COD. The results of the study showed that the optimum sludge recirculation discharge occurred at 206 m3/day with detention time of 24 hours. The amount of MLSS in the aeration tank is 4435.97 mg/L and the value of Food to mass ratio (F/M ratio) is 0.008374 kg BOD/kg. Under optimal conditions, the removal efficiency of BOD and COD is 95.60% and 96.73%, respectively. In the COVID-19 pandemic conditions, by setting the sludge recirculation discharge, the removal efficiency of BOD and COD were higher than without the setting of recirculation discharge with an average removal efficiency of 94% for BOD and 93% for COD respectively.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gina Kusuma
Abstrak :
Perbatasan negara merupakan wilayah yang rentan untuk dipengaruhi oleh negara-negara tetangga. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi negara seperti penyalahgunaan sumber daya alam, penyelundupan dan pencemaran lingkungan. Salah satu bahaya pencemaran lingkungan adalah berasal dari sumber radionuklida, baik dari alam maupun teknologi fasilitas nuklir. Untuk mencegah pengaruh buruk tersebut, PRFN BATAN berencana menempatkan perangkat pemantau radiasi lingkungan di berbagai wilayah perbatasan negara. Perangkat pemantau radiasi lingkungan yang tersedia saat ini hanya memiliki kemampuan untuk pengukuran nilai cacah gross radiasi tanpa kemampuan identifikasi jenis radionuklida. Kekurangan ini menyebabkan hasil yang bias ketika kondisi abnormal, apakah disebabkan oleh NORM atau TNORM. Maka, dibuatlah perangkat dengan kemampuan identifikasi radionuklida menggunakan detektor sintilasi CsI(Na) dengan metode machine learning. Pengujian dilakukan di laboratorium dengan variasi waktu pencacahan 1, 5, 10, 15, 30, 60 dan 120 menit serta jarak 50, 75, 100, 125 dan 150 cm, representasi dari laju dosis. Metode fitur ekstraksi menggunakan Histogram of Oriented Gradients (HOG) dengan 4 buah pembagian daerah sesuai dengan puncak radionuklida. Metode klasifikasi menggunakan Linear Regression, LDA, K-NN, Decision Tree, Naïve Bayes, SVM dan Neural Network. Hasil pengujian menunjukkan kombinasi metode ektraksi fitur ketiga dengan metode klasivikasi SVM merupakan metode terbaik dengan akurasi sebesar 97.845% dan waktu identifikasi radionuklida 0.997 ms. ......State borders are areas that are vulnerable to being influenced by neighboring countries. Factors that can affect the country such as misuse of natural resources, smuggling and environmental pollution. One of the dangers of environmental pollution is originating from radionuclide sources, both from nature and nuclear facility technology. To prevent this bad influence, PRFN BATAN plans to place environmental radiation monitoring devices in various border areas of the country. Currently available environmental radiation monitoring devices only have the ability to measure the gross count value of radiation without the capability to identify the type of radionuclide. This deficiency causes biased results when the condition is abnormal, whether due to NORM or TNORM. So, a device with the ability to identify radionuclides was made using the CsI (Na) scintillation detector using the machine learning method. Tests were carried out in the laboratory with a variety of counting time 1, 5, 10, 15, 30, 60 and 120 minutes and distances of 50, 75, 100, 125 and 150 cm, a representation of the dose rate. The feature extraction method uses a Histogram of Oriented Gradients (HOG) with 4 regional divisions according to the radionuclide peaks. The classification method uses Linear Regression, LDA, K-NN, Decision Tree, Naïve Bayes, SVM and Neural Network. The test results show that the combination of the third feature extraction method with the SVM classification method is the best method with an accuracy of 97.845% and a radionuclide identification time of 0.997 ms.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S34948
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Mukhlisina Ramadhan
Abstrak :
Terkenalnya Kota Pekalongan sebagai “The World City of Batik” membawa konsekuensi meningkatnya permintaan pasar yang mendorong peningkatan produksi. Hal tersebut menyebabkan masalah pencemaran lingkungan hingga sekarang akibat limbah hasil produksi industri batik yang dibuang sembarangan tanpa melalui tahap pengelolaan atau penetralisiran limbah terlebih dahulu sebelum dibuang ke sungai. Usaha pemerintah memberikan sosialisasi, pembuatan regulasi, dan membangun Instalasi Pembuangan Air Limbah Komunal (IPAL) ternyata belum dapat menyelesaikan masalah pencemaran limbah batik. Pengetahuan dan perilaku aktor industri batik menjadi salah satu penyebab pencemaran limbah batik. Tulisan ini menggunakan teori rational choice (Bennet, 1980) dan ecological tragedy (Henley, 2008) serta metode etnografi untuk melihat bagaimana pengetahuan dan perilaku ekologi aktor usaha batik mikro, kecil, dan menengah terkait limbah “batik” di Kelurahan Jenggot, Kecamatan Pekalongan Selatan, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, Indonesia. Kesimpulan dari tulisan ini adalah pengetahuan dan perilaku aktor industri tersebut belum dapat mendukung pengelolaan limbah yang lebih baik karena pengetahuan mereka yang minim atau tidak tahu sama sekali, memiliki pengetahuan namun memilih tidak melakukan pengelolaan limbah, dan memiliki kemauan atau keinginan untuk mengelola limbah namun kemampuan mereka terbatas. ......Pekalongan City known as "The World City of Batik" has led to an increase in market demand, which has led to an increase in production. This has caused environmental pollution problems until now due to the waste produced by the batik industry which is disposed of carelessly without going through the waste management or neutralization stage first before being discharged into the river. Government efforts to provide socialization, make regulations, and build a Communal Wastewater Disposal Installation (IPAL) have not been able to solve the problem of batik waste pollution. The knowledge and behavior of batik industry actors is one of the causes of batik waste pollution. This paper uses rational choice theory (Bennet, 1980) and ecological tragedy (Henley, 2008) as well as ethnographic methods to see how the ecological knowledge and behavior of micro, small and medium batik business actors related to "batik" waste in Jenggot Village, South Pekalongan Subistrict, Pekalongan City, Central Java, Indonesia. The conclusion of this paper is that the knowledge and behavior of these industry actors have not been able to support better waste management because they have minimal knowledge or do not know at all, have knowledge but choose not to carry out waste management, and have the willingness or desire to manage waste but their abilities are limited.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>