Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Moza Halimatus Sadiyah
"Praktik menjual rugi adalah tindakan menetapkan harga yang sangat rendah terhadap suatu produk barang dan/atau jasa dengan maksud menyingkirkan atau mematikan pelaku usaha pesaingnya. Dalam menjalankan usahanya, pelaku usaha senantiasa melakukan tindakan-tindakan yang bertujuan menarik perhatian konsumen, salah satunya adalah pemberian potongan harga atau diskon. PT Shopee Indonesia sebagai E-Commerce nomor 1 di Indonesia dapat menarik perhatian konsumen dengan banyaknya penawaran yang diberikan, salah satunya melalui potongan harga atau diskon yang cukup besar. Bersamaan dengan PT Shopee Indonesia yang menguasai pasar, terdapat salah satu bisnis ritel yang mulai menutup beberapa gerainya yaitu PT Ramayana Lestari Sentosa. Skripsi ini akan membahas apakah pemberian potongan harga atau diskon oleh PT Shopee Indonesia merupakan bentuk praktik menjual rugi yang berdampak terhadap pelaku usaha pesaingnya yaitu PT Ramayana Lestari Sentosa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang serta bahan-bahan hukum primer dan sekunder yang didukung dengan alat pengumpulan data berupa studi dokumen dan wawancara. Berdasarkan hasil studi dokumen dan wawancara narasumber, pemberian potongan harga atau diskon PT Shopee Indonesia tidak terpenuhi sebagai bentuk praktik menjual rugi. Adapun PT Ramayana Lestari Sentosa sebagai pelaku usaha pesaingnya terbukti tidak sepenuhnya mati dan tersingkir dari pasar. Untuk menjamin kesempatan menjalankan strategi usaha yang sama dan berimbang antara E-Commerce dan bisnis ritel, diharapkan adanya pengaturan atau penjelasan lebih lanjut terkait terknis pemberian potongan harga atau diskon oleh para pelaku usaha di dalam pasar.
......Predatory pricing is the act of setting a very low price for an item and/or service with the aim of getting rid of competitor. In running a business, merchant will take actions aimed at attracting consumers, one of which is through discounts. PT Shopee Indonesia as the number 1 E-Commerce in Indonesia, can attract consumers with the number of offers given, one of which is through a considerable discount. Along with PT Shopee Indonesia which controls the market, there is one retail business that has started to close some of its outlets, namely PT Ramayana Lestari Sentosa. This thesis will discuss whether the discount given by PT Shopee Indonesia is a form of predatory pricing that affect the business of its competitor, PT Ramayana Lestari Sentosa. This research used normative legal research method with legislation approach and the author uses primary and secondary legal materials supported by data collection tools in the form of document studies and interviews. Based on the results of the study documents and interviews, the discounts given by PT Shopee Indonesia are not proven to be a form of predatory pricing. PT Ramayana Lestari Sentosa as a competitor business is not proven to be completely eliminated from the market. To ensure the opportunity to carry out a fair business strategy between E-Commerce and retail businesses, it is expected that there are regulations or further explanations on the technicality of discounting by merchant."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Pradita
"Teknologi berupa internet bisa memudahkan orang untuk mengakses berbagai aplikasi yang diinginkan pada sebuah smartphone, salah satu aplikasi tersebut adalah Uber. Uber di Indonesia mempunyai ciri-ciri yang sama dengan angkutan taksi, muncul sebagai pelopor layanan jasa transportasi berbasis aplikasi yang menawarkan kemudahan bagi konsumen. Konsumen dapat mengunduh aplikasi Uber melalui smartphone dan dapat digunakan untuk memesan kendaraan berserta pengemudinya. Operasional Uber di Indonesia masih ditentang oleh berbagai pihak seperti pemerintah daerah dan pelaku usaha taksi konvensional. Penetapan tarif Uber yang sangat rendah menjadi penyebab adanya persaingan tidak sehat di Indonesia. Sedangkan di Filipina, sudah ada regulasi baru mengenai kendaraan berupa Transportation Network Vehicle Services yang didalamnya termasuk Uber dan hal ini menjadikan Uber mempunyai status hukum yang jelas di Filipina. Skripsi ini akan membahas mengenai pengaturan Uber di Indonesia serta perbandingan pengaturannya dengan negara lain yaitu Filipinia yang sudah terlebih dahulu membuat regulasi terhadap Uber.

Technology in form of internet could ease people to access several desired applications on a smartphone, one of the application is Uber. Uber in Indonesia has similar characteristics with taxi transportation, emerge as application technology-based service pioneer providing simplicity for consumers. Consumers could download Uber application through smartphones and could be utilized to book vehicle with its driver. Uber Operational in Indonesia still resisted by several parties such as local government and conventional taxi business performer. Very low Uber fare determination become the cause of unfair competition in Indonesia. Meanwhile in Philippines, there had been new regulation concerning vehicle in form of Transportation Network Vehicle Services in which Uber become part of it and it makes Uber has clear law status in Philippines. This final project shall discuss Uber regulation in Indonesia and its regulation comparison with other country, Philippines, which foremostly had made regulation toward Uber."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S61522
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bianda Callista Prawira
"Jasa Titip Luar Negeri (Jastip) service, or proxy service, providers have gained prominence in Indonesia's luxury goods industry, raising concerns about potential unfair business competition. These services help customers buy luxury designer bags at lower prices from overseas markets, leading to price disparities in the local market. This issue highlights the urgency to understand the broader context of Indonesian competition law and the implications of predatory pricing practices within the luxury goods industry. Therefore, this thesis examines the potential of unfair business competition arising from the alleged predatory pricing practices on luxury designer bags by Jastip service providers in Indonesia based on Law No. 5 of 1999. The research method used is juridical normative, which involves a comprehensive review of relevant literature, including legal frameworks, legal theories, and comparison studies. The research concludes that the pricing strategy of Jastip providers, while not considered predatory pricing by the bright line evidence theory, can foster unfair competition through price manipulation, violating Article 21 of the Indonesian Competition Law. The findings of this research contribute to a better understanding of the potential implications of predatory pricing on luxury designer bags by Jastip service providers in Indonesia.
......Maraknya penyedia jasa titip luar negeri (Jastip) dalam industri barang mewah telah menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi persaingan usaha tidak sehat di Indonesia. Kegiatan usaha ini membantu pelanggan membeli tas mewah dari luar negeri dengan harga yang jauh lebih rendah, sehingga menimbulkan perbedaan harga yang signifikan jika dibandingan dengan harga retail. Permasalahan ini menunjukan akan pentingnya memahami konteks yang lebih luas terkait hukum persaingan usaha di Indonesia dan implikasi dari praktik penetapan harga jual rugi dalam industri barang mewah. Berangkat dari permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi persaingan usaha tidak sehat yang timbul akibat praktik penetapan harga jual rugi yang diduga dilakukan oleh penyedia Jastip terhadap tas mewah di Indonesia berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, meliputi tinjauan komprehensif terhadap literatur, termasuk kerangka hukum, teori, dan studi perbandingan. Menurut teori bright line evidence, penelitian ini menyimpulkan bahwa strategi penetapan harga oleh penyedia Jastip, meskipun tidak dianggap sebagai jual rugi, tetap dapat menyebabkan persaingan usaha yang tidak sehat yang disebabkan dengan adanya manipulasi harga, yang melanggar Pasal 21 UU Persaingan Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mendalam terkait potensi implikasi dari praktik penetapan harga jual rugi terhadap tas mewah oleh penyedia jasa titip luar negeri di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Manuel
"Sebuah iklim kompetitif dan berbagai upaya persaingan yang dilakukan oleh pelaku usaha adalah suatu kesatuan yang tidak akan pernah dapat dipisahkan dan dihindari.
Dalam iklim persaingan tersebut, persaingan dapat dilakukan secara sehat ataupun tidak. Untuk mengatasi persaingan usaha tidak sehat, terdapat berbagai aturan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Salah satu aturan di dalamnya terkait dengan bentuk jual rugi atau predatory pricing. Pada tahun 2020, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah mendapatkan laporan dan kemudian memproses dugaan praktik predatory pricing yang dilakukan oleh PT Conch South Kalimantan Cement terkait penjualan semen di wilayah Kalimantan Selatan. KPPU
yang sebelumnya belum pernah memutus perkara terkait predatory pricing menilai adanya pelanggaran yang dilakukan oleh PT Conch South Kalimantan Cement terkait Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang telah menyebabkan adanya potensi persaingan tidak sehat dalam penjualan semen di wilayah a quo. Sehingga dalam pembuktiannya, KPPU menggunakan recoupment test untuk
mengetahui apakah PT Conch South Kalimantan Cement memang terbukti melakukan tindakan predatory pricing atau memang dapat menjual dengan harga rendah dikarenakan efisiensi yang dimiliki. Dalam penulisan ini, hal-hal terkait
market power, penentuan harga jual, biaya produksi, jangka waktu, dan keadaan perekonomian pelaku usaha menjadi faktor-faktor dalam mempertimbangkan dugaan KPPU untuk memutus perkara tersebut.
......The competitive atmosphere and various competitive efforts made by each business actor is phenomenon that can never be separated and avoided in the market. That competition can be carried out both in a both good way or not. There are various forms and regulations regarding predatory business practices that are regulated in Law Number 5 of 1999, including predatory pricing. In 2020, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) has received some reports and processed the alleged predatory pricing practice which is carried out by PT Conch South Kalimantan
Cement, regarding the sale of cement in the South Kalimantan region. The KPPU, which has never previously decided a case related to predatory pricing, assesses that
there was a violation committed by PT Conch South Kalimantan Cement on Article 20 of Law Number 5 of 1999 which has resulted in the emergence of unfair business
competition on cement sales in the following area. Therefore, to prove the case, the KPPU uses a recoupment test to find out whether PT Conch South Kalimantan
Cement has indeed been proven to have taken the predatory pricing action or is indeed able to sell at a low price due to the efficiency which they can perform as a business actor. In this thesis, all matters related to market power, determination of selling prices, production costs, period of time, and economic condition of the competing business actors are the main factors in considering the KPPU’s allegations and in deciding the final verdict for the case."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Yohanna Ameilya
"Perkembangan dunia digital telah membuka jaringan yang lebih luas untuk terbentuknya perekonomian global, yang juga mendorong munculnya berbagai transaksi bisnis yang banyak melibatkan perusahaan-perusahaan keuangan berbasis teknologi aplikasi (financial technology) atau Fintech. Fintech sangat berkembang pesat dan signifikan di Indonesia, sub-sektor Fintech yang terlihat tumbuh subur, yakni lending dan e-wallet (dompet elektronik) di mana dompet elektronik diyakini akan menjadi sub-sektor Fintech yang paling berpotensi. Dalam melakukan kegiatan usahanya, perang harga dan promosi pun tidak dapat dihindari oleh pelaku usaha dompet elektronik. Praktik perang harga dan promosi tidak wajar antar perusahaan dompet elektronik tersebut mengarah pada predatory pricing yang akan menghilangkan posisi tawar-menawar konsumen dengan pelaku usaha karena praktik yang tidak sehat hanya akan menyisakan satu pemain dominan di pasar. Artikel ini bertujuan memberikan analisis mengenai indikasi predatory pricing pada praktik perang harga antara pelaku usaha dompet elektronik. Praktik persaingan pemberian promosi tersebut akan dikaitkan dan dianalisis dari sisi hukum persaingan usaha berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Selain itu, Penulis akan membandingkan penerapan dan pengaturan terkait persaingan usaha di negara Amerika Serikat.

The development of the digital world has opened a wider network for the formation of the global economy, which has also led to the emergence of various business transactions involving many financial companies based on application technology. Fintech is growing rapidly and significantly in Indonesia, the Fintech sub-sector that looks to be thriving, namely lending and e-wallet where e-wallet is believed to be the most potential Fintech sub-sector. In carrying out their business activities, price and promotions wars cannot be avoided by the e-wallet companies. The practice of price war and improper promotion between the e-wallet companies lead to predatory pricing which will eliminate the bargaining position of consumers and business actors because unhealthy practices will only leave one dominant player in the market. This article aims to provide an analysis of predatory pricing indications in price war practices between the e-wallet companies. The competitive practice of promotion will be linked and analyzed from the legal side of business competition based on Law No. 5 of 1999 and other related regulations. In addition, the author will compare the application and regulation related to business competition in the United States."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifia Putri Musvita
"Maraknya masyarakat Indonesia melakukan perjalanan menggunakan pesawat dari maskapai penerbangan Indonesia menimbulkan dilakukannya segala pemasaran untuk meninggikan jumlah konsumen dari masing-masing maskapai mengakibatkan adanya harga tiket pesawat yang terlihat murah dengan harga rendah yang tidak wajar dengan promo serta cashback yang akan menarik calon pembeli. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini ditujukan untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat akan terjadinya potensi jual rugi yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada penjualan tiket pesawat dengan harga yang sangat murah. Pada praktiknya, Garuda Indonesia sebagai salah satu maskapai penerbangan Indonesia menyelenggarakan program travel fair sebagai usaha branding serta pemasaran dari maskapai itu sendiri yang berisikan penjualan harga tiket dengan potongan harga dan cashback kepada konsumen. Dalam menganalisis kasus tersebut, penulis menggunakan penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif, dimana dilakukan penjabaran atas kasus penjualan dengan harga yang sangat rendah oleh Garuda Indonesia, kemudian menganalisisnya berdasarkan ketentuan hukum persaingan usaha pada Pasal 20 UU Nomor 5 Tahun 1999. Penulis memberikan rekomendasi atas pengaturan serta pedoman atau penjelasan yang lebih rinci dan mendalam mengenai potongan harga, diskon, atau promo yang dilakukan oleh pelaku usaha dan diterbitkannya pengaturan harga dalam kelas Bisnis dan Utama. Hasil dari penelitian ini adalah tidak terbuktinya praktik jual rugi dalam Pasal 20 UU Nomor 5 Tahun 1999 dalam penjualan tiket dalam program travel fair oleh Garuda Indonesia.
......The frequentness of the public in Indonesia traveling by plane by Indonesian airlines has resulted in all sorts of marketing tools done to increase the number of consumers from each airline resulting in airplane ticket prices that look cheap at unreasonably low prices with promos and cashback that will attract potential buyers. Therefore, this thesis is intended to provide knowledge to the public about the potential of predatory pricing that has been regulated in Law Number 5 of 1999 on the sale of airplane tickets at very cheap prices. In practice, Garuda Indonesia as one of the Indonesian airlines organizes a travel fair program as a branding and marketing effort of the airline itself which consists of selling discounted ticket prices and cashback to consumers. In analyzing this case, the author uses descriptive analytical research with a qualitative approach, in which a case is made of sales at very low prices by Garuda Indonesia, then analyzes it based on the provisions of business competition law in Article 20 of Law Number 5 of 1999. The author provides recommendations on regulations as well as guidelines or more detailed and in-depth explanations regarding price discounts, discounts or promotions carried out by business actors and the issuance of price settings in the Business and Primary classes. The result of this research is that Garuda Indonesia is not proven for their alleged practice of predatory pricing as prohibited by Article 20 of Law Number 5 of 1999 in selling tickets in the travel fair program by Garuda Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yora Astra Fortuna
"Sejak dari awal kemunculannya Perusahaan aplikasi ojek online, yaitu Gojek dan Grab telah memberikan harga yang sangat murah kepada pengguna ojek online, namun sejak dikeluarkannya Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat, yang kemudian diikuti dengan Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP 348 Tahun 2019 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat Yang Dilakukan Dengan Aplikasi, perusahaan aplikasi Gojek dan Grab semakin gencar memberikan diskon, sehingga alih-alih ditegakkan dan dijadikan acuan, aturan mengenai batasan tarif ini kerapkali tak berdaya menghadapi diskon ojek online. Walaupun memberikan keuntungan bagi konsumen, penulis melihat strategi ini bisa saja sebenarnya diberlakukan untuk tujuan lain yang melanggar prinsip persaingan usaha yang sehat. Oleh karena itu, skripsi ini membahas mengenai indikasi jual rugi (predatory pricing) dalam pemberian diskon ojek online (ojol) ditinjau dari Hukum Persaingan Usaha. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yang bersifat yuridis-normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikasi jual rugi (predatory pricing) yang dilakukan oleh dua pelaku usaha transportasi berbasis aplikasi ojek online (ojol) dapat berlangsung lama karena pelaku usaha dapat membiarkan ojek online (ojol) sebagai bisnis negatif atau bisnis yang terus merugi karena adanya potensi subsidi silang. Oleh karena itu, apabila indikasi predatory pricing semakin kuat, maka perlu adanya upaya pencegahan dari pemerintah, agar strategi ini tidak mematikan pelaku usaha lain ataupun menghambat pelaku usaha baru masuk ke dalam pasar yang bersangkutan, sehingga tidak berpotensi menciptakan praktek monopoli yang dapat merugikan konsumen kedepannya.
......Since the beginning of the emergence of “ojek online” application companies, Gojek and Grab have provided very low prices to “ojek online” users, but since the issuance of the Minister of Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 12 Tahun 2019 concerning Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat, then followed by Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP 348 Tahun 2019 concerning Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat Yang Dilakukan Dengan Aplikasi, Gojek and Grab application companies increasingly incessant on offering discounts, so instead of being enforced and used as a reference, these rules regarding tariff limits are often helpless in confronting “ojek online” discounts. Although provides benefits for consumers, the authors see this strategy could actually be implemented for other purposes that violate the principles of fair business competition. Therefore, this thesis discusses the predatory pricing indication in granting “ojek online” discounts in terms of the Business Competition Law. The research method used is a juridical-normative research method. The results showed that the predatory pricing indication carried out by two business operators based on the “ojek online” application can last a long time because the companies can let “ojek online” as negative businesses or businesses that continue to suffer losses due to the potential for cross – subsidies. Therefore, if the predatory pricing indication is getting stronger, it is necessary to have prevention efforts from the government, so that this strategy does not kill other business actors or prevent new business actors from entering the relevant market, hence does not lead to the potential of creating monopoly practices that can inflict losses to consumers in the future. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Aqilla Cahyaningrum
"Qualcomm melakukan praktik predatory pricing dengan menjual 3 (tiga) jenis baseband chipset kepada Huawei dan ZTE yang merupakan 2 (dua) pelanggan penting dalam pasar baseband chipset UMTS dengan tujuan untuk mengeliminasi Icera yang merupakan pesaing utamanya. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ketepatan penerapan hukum persaingan usaha di Uni Eropa dalam memutus tindakan predatory pricing oleh Qualcomm dan penerapan hukum persaingan usaha di Indonesia jika kasus predatory pricing serupa dengan yang dilakukan oleh Qualcomm terjadi di Indonesia. Bentuk penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian karya tulis ini adalah Yuridis-Normatif dengan meninjau putusan European Commission Case AT.39711 dan peraturan perundang-undangan mengenai hukum persaingan usaha di Indonesia dan Uni Eropa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa European Commission telah tepat dalam menggunakan hukum persaingan usaha di Uni Eropa untuk memutus kasus predatory pricing oleh Qualcomm yang terbukti melakukan praktik predatory pricing untuk 3 (tiga) jenis baseband chipset-nya pada periode Juli 2009-Juni 2011 dan jika kasus tersebut terjadi di Indonesia, maka termasuk ke dalam praktik predatory pricing serta terdapat perbedaan pengenaan denda antara hukum persaingan usaha di Indonesia dan Uni Eropa. Saran yang dapat diberikan adalah lebih diawasinya proses kegiatan usaha, ditaatinya prinsip persaingan usaha, serta Indonesia dapat memberikan opsi price-cost test lainnya agar dapat dicapai hasil yang lebih akurat dan diterapkannya denda dengan mempertimbangkan jumlah keuntungan pelaku usaha.
......Qualcomm practices predatory pricing by selling 3 (three) types of baseband chipset to Huawei and ZTE which are 2 (two) important customers in the UMTS baseband chipset market, with the aim of eliminating Icera, which is Qualcomm's main competitor. This study was conducted with the aim of knowing the exactness of the application of European Union's competition law in deciding predatory pricing practice by Qualcomm and the application of Indonesia competition law if predatory pricing cases similar to those carried out by Qualcomm occur in Indonesia. The form of research used in conducting this research paper is juridical-normative by reviewing the decision of European Commission Case AT.39711 and the regulation regarding Indonesia and European Union competition law. The results show that European Commission has been right in using the European Union competition law to decide on the predatory pricing case by Qualcomm which was proven to have practiced predatory pricing for the 3 (three) types of baseband chipset in the period of July 2009-June 2011 and if the case is occured in Indonesia, it is included in the practice of predatory pricing but only for one type baseband chipset in the period of July 2010-March 2011 and there is a difference in the imposition of fines between Indonesia and European Union competition law. Suggestions that can be given are more supervised of business processes, adherence to the competition principle, and Indonesia can provide other price-cost test options in order to achieve more accurate results and fines taking by considering the amount of profit earned by undertaking."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Thasa Khairunnisa
"Tiktok pada saat ini menjadi tren dan menguntungkan bagi konsumen karena harga barang yang dijual di platform Tiktok jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga di pasar konvensional, hal ini dapat menimbulkan praktik predatory pricing dan mengakibatkan kerugian bagi pelaku UMKM. Pokok permasalahannya adalah (1) Bagaimana Ketentuan Mengenai Predatory Pricing Menurut UU Nomor 5 Tahun 1999 (2) Bagaimana Tinjauan Indikasi terkait Predatory Pricing Yang Dilakukan Oleh Platform Tiktok Shop Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 (3) Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Pelaku UMKM Yang Terkena Dampak Adanya dugaan Predatory Pricing oleh Platform Tiktok Shop. Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian deskriptif kemudian menganalisisnya dengan menggunakan metode kualitatif. Disamping itu dalam penelitian ini penulis juga menggunakan metode penelitian komparatif terkait perkembangan permasalahan mengenai predatory pricing pada negara lain serta pengambilan kesimpulan dengan logika deduktif. Kesimpulan penelitian ini adalah terjadinya praktik jual rugi yang dilakukan oleh Platform Tiktok Shop dengan harga yang sangat murah. Platform ini juga secara tidak langsung memicu persaingan antar platform. Perlindungan hukum bagi UMKM sangat penting diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 bahwa pentingnya perlindungan hukum bagi UMKM untuk memastikan mereka dapat bersaing secara sehat dan menghindari praktik monopoli, oligopoli, dan monopsoni.
......Now a days, Tiktok profitable for consumers as the price that solds is lower than other conventional store. This will cause practical Predatory Pricing and make the conventional store make no profit at all. The main problem is, 1. How the predatory pricing clause in Legal no 5. 1999, 2. How to look the predatory pricing indicatin that apply on Tiktok Shop platform by legal no 5 1999, 3. How the law covered the Local Conventional Store that is caused by predatory pricing by Tiktok shop platform. The Research Method that is used was Analytical Descriptive of Research and using qualitative research method. Beside of the first method, the writer using comparative research method for the expansion problem that is root as Predatory Pricing related in other countries, and the writer will took conclusion that is using Deductive Logic Method. In this Research Method Conclusion was that has been done by Tiktok Shop platform at disadvantage price selling in lower price than it was. Tiktok shop platform indirectly make unfair Market competition . Legal protection by local convention store is needed to be arranged in Legal No. 9 1995. The importance of legal protection for local convention store to provide them support to compete in healthy competition and avoiding oligarchy, monopoly, and monopsoni."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2   >>